際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
粥壊壊温鉛温馨顎a鉛温庄一顎馨
KAIN 
TENUN 
TORAJA 
Oleh : 
Ilham Syabani Fatahillah (03) 
Putri Rahmatul Istianah (07)
Kain Porilonjong
 Masyarakat Toraja sangat mentakzimkan dan selalu berusaha mengambil hati 
para leluhur mereka, dengan demikian upacara pemakaman menjadi sangat 
diutamakan. 
 Dalam upacara pemakaman ini selimut yang terbuat dari kain ikat memegang 
peranan yang sangat penting. Kain porilonjong (kain panjang) digantungkan 
di sepanjang didinding rumah orang yang meninggal atau digunakan untuk 
membentuk jalan tempat arwah orang tersebut berjalan menuju alam baka. 
 Sedangkan jenazahnya ditutupi oleh kain seko mandi yang berbentuk persegi 
panjang. Selain itu kain seko mandi ini juga digantung menjadi semacam 
canopy untuk memayungi jenazah atau digantung bersama kain lainnya untuk 
menaungi tempat para tamu yang melayat. 
 Kain tenun selain memegang peranan yang penting dalam berbagai upacara 
adat, juga berfungsi sebagai simbol kemakmuran dan kejayaan bagi para 
pemiliknya. 
 Pada zaman dulu hanya orang-orang tertentu saja yang mampu memiliki 
kain-kain tersebut misalnya kaum bangsawan atau orang-orang yang 
tergolong mampu secara ekonomi. Untuk dapat memiliki kain-kain tersebut 
mereka harus menukarnya dengan hewan ternak misalnya kerbau yang 
secara ekonomi memiliki nilai yang sangat tinggi.
Kain Tenun Ikat Besar
 Pada masa lalu kain ikat yang berukuran besar digunakan 
untuk membayar pajak dan sebagai tanda tercapainya 
perdamaian antara golongan aristokrat yang berseteru. 
 Kain ini bercorak bidang-bidang segitiga dan corak menyerupai 
panah yang sangat dramatis yang disusun berselang-seling 
dengan garis-garis zig-zag, corak kait dan sekon yang 
merupakan stilasi dari gambaran tubuh manusia. 
 Penghasil kain tenun ikat yang berukuran besar adalah To 
Mangki dan To Rongkong. Kain-kain yang mereka buat 
umumnya memiliki latar berwarna merah dengan motif-motif 
geometris berwarna biru, hitam, dan putih. 
 Kain tenun ini sepintas memiliki kemiripan dengan kain tenun 
ikat yang dibuat oleh suku Indian di Amerika. Meskipun motif-motif 
pada kain tenun ikat Toraja ini adalah bentuk-bentuk 
geometris tetapi para ahli dari Barat berhasil 
menginterpretasikannya sebagai skema antromorfis yang 
merupakan corak nenek moyang seperti dapat kita lihat pada 
motif-motif beberapa kain tenun ikat lungsi yang terdapat di 
Kalimantan dan Sumatera.
Kain Maa
 Kain maa yang berukuran panjang 2,25 meter 
dan lebar 60 cm ini merupakan kain sakral yang 
biasa dikenakan oleh para pemuka agama dan 
pemuka adat pada berbagai upacara seperti pada 
upacara peresmian rumah baru. Selain itu kain ini 
pun digunakan sebagai kafan pembungkus 
jenazah. Kain maa memiliki corak berupa kerbau 
berbaris beriringan yang dikelilingi oleh bentuk-bentuk 
salib yang menggambarkan bintang. Kalau 
kita perhatikan, ragam hias yang terdapat pada 
kain maa ini mirip dengan ragam hias yang 
terdapat pada kain suku Maa yang hidup di 
kawasan pegunungan Vietnam Selatan.
B a t i k S a r i t a
 Perbedaan antara batik sarita dengan batik di Jawa selain pada corak dan 
warna juga pada penggunaan bahan perintang warna. Sebagai perintang 
warna, suku Toraja menggunakan malam lebah atau bubur tepung beras 
mirip dengan pembuatan kain simbut dari Baduy. 
 Menurut legenda setempat, kain sarita maupun kain maa dibawa oleh 
nenek moyang suku Toraja yang pertama kali datang ke bumi dari dunia 
atas atau surga. Kain sarita yang memilik ragam hias yang unik ini dianggap 
sakral dan digunakan sebagai penolak bala. 
 Selain itu kain inipun diyakini memiliki tuah untuk memberkati manusia 
dan karenanya sering digunakan dalam berbagai upacara adat. 
Kegunaannya dalam upacara adat itu antara lain sebagai media 
penghubung antara manusia dengan nenek moyangnya. 
 Caranya : ialah dengan mengikatkan ujung kain sarita yang panjangnya 5 
meter dengan lebar 30 cm ini pada tiang rumah dan ujung lainnya 
diikatkan pada tiang tempat kerbau ditambatkan sebelum disembelih 
sebagai persembahan. 
 Corak-corak yang terdapat pada kain ini menunjukkan tingkat sosial dan 
kekayaan si pemilik kain.
 Serat kapas bukanlah satu-satunya bahan yang 
digunakan sebagai bahan pembuat kain tenun di 
Toraja. Serat tumbuhan lainnya pun dapat 
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kain. 
 Nenek moyang orang Toraja pernah menggunakan 
serat daun nanas sebagai bahan pembuat kain yang 
akan dijadikan tirai atau baju pada upacara tertentu. 
 Sedangkan zat warna yang mereka gunakan 
semuanya terbuat dari bahan-bahan alami yang 
diperoleh dari dedaunan, biji-bijian, akar-akaran, 
tanah liat, maupun rempah-rempah. Warna-warna 
yang dihasilkan dari bahan-bahan alami tersebut 
antara lain ialah warna hijau, kuning, hitam, merah 
dan biru.
Terima kasih 
Wassalamualaikum 
Wr. Wb.

More Related Content

Kain Tenun Toraja

  • 2. KAIN TENUN TORAJA Oleh : Ilham Syabani Fatahillah (03) Putri Rahmatul Istianah (07)
  • 4. Masyarakat Toraja sangat mentakzimkan dan selalu berusaha mengambil hati para leluhur mereka, dengan demikian upacara pemakaman menjadi sangat diutamakan. Dalam upacara pemakaman ini selimut yang terbuat dari kain ikat memegang peranan yang sangat penting. Kain porilonjong (kain panjang) digantungkan di sepanjang didinding rumah orang yang meninggal atau digunakan untuk membentuk jalan tempat arwah orang tersebut berjalan menuju alam baka. Sedangkan jenazahnya ditutupi oleh kain seko mandi yang berbentuk persegi panjang. Selain itu kain seko mandi ini juga digantung menjadi semacam canopy untuk memayungi jenazah atau digantung bersama kain lainnya untuk menaungi tempat para tamu yang melayat. Kain tenun selain memegang peranan yang penting dalam berbagai upacara adat, juga berfungsi sebagai simbol kemakmuran dan kejayaan bagi para pemiliknya. Pada zaman dulu hanya orang-orang tertentu saja yang mampu memiliki kain-kain tersebut misalnya kaum bangsawan atau orang-orang yang tergolong mampu secara ekonomi. Untuk dapat memiliki kain-kain tersebut mereka harus menukarnya dengan hewan ternak misalnya kerbau yang secara ekonomi memiliki nilai yang sangat tinggi.
  • 6. Pada masa lalu kain ikat yang berukuran besar digunakan untuk membayar pajak dan sebagai tanda tercapainya perdamaian antara golongan aristokrat yang berseteru. Kain ini bercorak bidang-bidang segitiga dan corak menyerupai panah yang sangat dramatis yang disusun berselang-seling dengan garis-garis zig-zag, corak kait dan sekon yang merupakan stilasi dari gambaran tubuh manusia. Penghasil kain tenun ikat yang berukuran besar adalah To Mangki dan To Rongkong. Kain-kain yang mereka buat umumnya memiliki latar berwarna merah dengan motif-motif geometris berwarna biru, hitam, dan putih. Kain tenun ini sepintas memiliki kemiripan dengan kain tenun ikat yang dibuat oleh suku Indian di Amerika. Meskipun motif-motif pada kain tenun ikat Toraja ini adalah bentuk-bentuk geometris tetapi para ahli dari Barat berhasil menginterpretasikannya sebagai skema antromorfis yang merupakan corak nenek moyang seperti dapat kita lihat pada motif-motif beberapa kain tenun ikat lungsi yang terdapat di Kalimantan dan Sumatera.
  • 8. Kain maa yang berukuran panjang 2,25 meter dan lebar 60 cm ini merupakan kain sakral yang biasa dikenakan oleh para pemuka agama dan pemuka adat pada berbagai upacara seperti pada upacara peresmian rumah baru. Selain itu kain ini pun digunakan sebagai kafan pembungkus jenazah. Kain maa memiliki corak berupa kerbau berbaris beriringan yang dikelilingi oleh bentuk-bentuk salib yang menggambarkan bintang. Kalau kita perhatikan, ragam hias yang terdapat pada kain maa ini mirip dengan ragam hias yang terdapat pada kain suku Maa yang hidup di kawasan pegunungan Vietnam Selatan.
  • 9. B a t i k S a r i t a
  • 10. Perbedaan antara batik sarita dengan batik di Jawa selain pada corak dan warna juga pada penggunaan bahan perintang warna. Sebagai perintang warna, suku Toraja menggunakan malam lebah atau bubur tepung beras mirip dengan pembuatan kain simbut dari Baduy. Menurut legenda setempat, kain sarita maupun kain maa dibawa oleh nenek moyang suku Toraja yang pertama kali datang ke bumi dari dunia atas atau surga. Kain sarita yang memilik ragam hias yang unik ini dianggap sakral dan digunakan sebagai penolak bala. Selain itu kain inipun diyakini memiliki tuah untuk memberkati manusia dan karenanya sering digunakan dalam berbagai upacara adat. Kegunaannya dalam upacara adat itu antara lain sebagai media penghubung antara manusia dengan nenek moyangnya. Caranya : ialah dengan mengikatkan ujung kain sarita yang panjangnya 5 meter dengan lebar 30 cm ini pada tiang rumah dan ujung lainnya diikatkan pada tiang tempat kerbau ditambatkan sebelum disembelih sebagai persembahan. Corak-corak yang terdapat pada kain ini menunjukkan tingkat sosial dan kekayaan si pemilik kain.
  • 11. Serat kapas bukanlah satu-satunya bahan yang digunakan sebagai bahan pembuat kain tenun di Toraja. Serat tumbuhan lainnya pun dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kain. Nenek moyang orang Toraja pernah menggunakan serat daun nanas sebagai bahan pembuat kain yang akan dijadikan tirai atau baju pada upacara tertentu. Sedangkan zat warna yang mereka gunakan semuanya terbuat dari bahan-bahan alami yang diperoleh dari dedaunan, biji-bijian, akar-akaran, tanah liat, maupun rempah-rempah. Warna-warna yang dihasilkan dari bahan-bahan alami tersebut antara lain ialah warna hijau, kuning, hitam, merah dan biru.