2. EMPAT FASE
ADMINISTRASI PUBLIK
G. Shabbir Cheema (2007) mengungkapkan empat fase administrasi pulik
yang juga menggambarkan perkembangan paradigma administrasi publik,
yaitu :
1. Traditional Public Management, yang berorientasi pada hirarkhi, kontinuitas,
ketidakberpihakan, standarisasi, legal-rational,otoritas dan profesionalitas
2. Public Management, yang memusatkan perhatian pada penerapan prinsip-prinsip
manajemen termasuk efisiensi dalam pemakaian sumberdaya, efektivitas, orientasi
pada kekuatan pasar, dan lebih sensitif terhadap kepentingan publik. Paradigma ini
menyarankan juga peran sektor swasta yang lebih besar, memperkecil ukuran sektor
publik, dan memperkecil domain dari traditional public administrastion.
2
3. 3. New Public Management, yang diarahkan pada prinsip fleksibilitas,
pemberdayaan, inovasi dan orientasi pada hasil, out-sourching, dan
contacting-out, serta promosi etika profesi dan majemen dan anggaran
berbasis kinerja.
4. Governance, yaitu sistem nilai, kebijakan dan kelembagaan, dimana
urusan-urusan ekonomi, sosial, dan politik dikelola melalui interaksi
antara masyarakat, pemerintah dan sektor swasta. Paradigma ini
mengutamakan mekanisme dan proses dimana para warga masyarakat
dan kelompok dapat mengartikulasikan kepentingannya, memediasi
berbagai perbedaan-perbedaannya dan menjalankan hak dan
kewajibannnya.
Pemerintah diharapkan dapat memainkan peranannya dalam
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang sehat, sementara
sektor swasta memainkan peranannya dalam menciptakan lapangan
pekerjaan dan pendapata, sedangkan masyarakat madani (civil society)
menyelenggarakan interaksi sosial dan politik secara sehat.
3
4. PERKEMBANGANILMU DAN PRAKTEKSEKTORPUBLIK,
DARI ADMINISTRASI KE MANAJEMEN
PARADIGMA I
(<1900)
Pengelolaan
negara secara
primitif, kemudian
berkembang
menjadi monarki
danperlahan mulai
mengenal
administrasi pra
modern dan
birokrasi.
Munculnya
cameralis di Prusia
dan Austria abad
18 dan sistem
perwakilan di
Inggris dan AS
4
PARADIGMA II (1900 - 1926): Paradigma dikotomi Administrasi dan Politik. Politik membuat kebijakan atau
melahirkan kehendak negara dan administrasi melaksanakan kebijakan atau keinginan tersebut.
Politik tidak boleh mengganggu administrasi
Manajemen memberikan symbangan keilmiahannya pada administrasi
Administrasi Publik ilmu yang bebas nilai
Misi ilmu Administrasi Publik adalah ekonomis dan efisiensi. Tokoh : FJ. Goodnow, LD White.
PARADIGMA III (1927 - 1937: Paradigma Prinsip Administrasi. Lebih fokus pada administrasinya.
Fokus pada universalitas Administrasi Publik. Titik berat pada organisasi dan eselon tertinggi
administrasi publik. POSDCORB. Tokoh : LH Gullick & L UrwickCI Bernard, H. Simon.
PARADIGMA IV (1950 - 1970: Paradigma Administrasi Publik sebagai Ilmu Politik
Kegiatan dari Administrasi Publik juga adalah kegiatan dari ilmu politik. Tokoh. D. Waldo
PARADIGMA V (1956 - 1970: Paradigma Administrasi Publik sebagai ilmu,
yaitu ilmu tentang organisasi dan manajemen klasik. Masalah : bagaimana
membedakan manajemen swasta dengan negara karena keduanya
disamakan. Tokoh : H. Simon, R. Cyert. JC March, JD Thomson.
PARADIGMA VI (> 1970) : Paradigma Administrasi Publik sebagai
Administrasi Publik. Fokus kepada organisasi, kebijakan publik dan
manajemen. Tokoh : G. Frederickson, Frank Marini, Ostorm,
Buchanan
PARADIGMA VII(> 1970) : Paradigma Administrasi Publik sebagai
Manajemen Publik. Administrasi digantikan oleh manajemen
Tokoh : PF Drucker, D. Osborne, T. Gaebler, P. Plastrick, G.
Rainey, Norman Hyn, GE Caiden, Owen E. Hughen.
1900 1927 1950 1956 1970
5. PARADIGMA BARU ADMINISTRASI PUBLIK
Dari Public Management Menuju Public Governance
5
Tony Bovaird dan Elke Loffler (ed.). Public Management and Governance. London: Routledge,
2003.
Perkembangan manajemen publik dalam pelayanan publik
menghadapi tantangan berat terutama dalam memposisikan
masyarakat sebagai pihak yang dilayani. Dalam konsep manajemen
publik, masyarakat dianggap sebagai klien, pelanggan, atau sekedar
pengguna layanan. Tentu hal ini merupakan cara pandang yang dapat
memunculkan masalah karena pada hakekatnya masyarat tidak
sekedar pengguna tapi justeru stakeholder utama layanan publik
sebagai konsekuensi posisi masyarakat sebagai warga (citizen).
6. Dengan demikian pada dasarnya terdapat
perbedaan mendasar dalam cara pandang
terhadap masyarakat dalam pelayanan publik.
Jika dalam manajemen publik masyarakat
dianggap sebagai klien sehingga ia merupakan
bagian dari market contract maka dalam
kepemerintahan publik masyarakat dipangdang
sebagai warga yang merupakan bagian dari
social contract.
Dalam kondisi inilah, terjadi perubahan dari
manajemen publik menuju kepemerintahan
publik (public governance).
6
7. Mengenali kepemerintahan publik pada dasarnya tidak sesulit
mendefinisikannya dalam wacana akademik.
Secara praktek, telah banyak praktisi yang telah melakukannya
sehingga kepemerintahan publik akan dengan mudah diterima
dalam implementasinya. Namun dalam mendefinisikannya
tentu akan menghadapi kesulitan dan perdebatan sengit.
Kepemerintahan publik jelas merupakan konsep
positivistik karena jelas berusaha mengarahkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh organisai-organisasi
publik.
Sekedar sebagai sandaran, perlu diketahui beragam isu
yang dilontarkan oleh berbagai organisasi internasional
tentang kepemerintahan yang baik (good governance).
Isu-isu tersebut adalah: partisipasi publik, tranparansi,
kesetaraan (gender, ras, agama, usia, kelompok, dll),
perilaku yang jujur dan etis, akuntabilitas, dan
keberlangsungan.
7
8. Implementasi isu tersebut tentu
memerlukan kesepakatan di antara
stakeholder. Kesepakatan tersebut bisa saja
berbeda antar tempat dan antar waktu.
Untuk itu, Bovaird menawarkan definisi
kepemerintahan publik sebagai landasan
berpijak bagi pengembangan konsep dan
praktika kepemerintahan publik.
Konsep tersebut dimaknai sebagai the way
in which stakeholders interact with each
other in order to influence the outcomes of
public policies.
8
9. Konsep Good Governance
Kepemerintahan yang baik (good governance)
merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam
pengelolaan administrasi public dewasa ini.
Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat
kepada pemerintah yang baik adalah sejalan dengan
meningkatkannya tingkat pengetahuan dan
pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh
globalisasi.
Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kinii sudah
tidak sesuai dengan tatanan masyarakat yang telah
berubah.
Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang
wajar dan sudah seharusnya direspons oleh
pemerintahan dengan melakukan perubahan yang
terarah pada terwujudnya penyelenggaraan
pemerintahan yang baik
9
10. Dari segi fungsional, aspek : governance dapat ditinjau dari apakah pemerintahan telah berfungsi
secara efektif dan efesien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau justru
sebaliknya dimana pemerintahan tidak berfungsi secara efektif dan terjadi dan terjadi inefisiensi.
Governance menurut defenisi dari World Bank adalah adalah cara bagaimana kekuasaan negara
digunakan untuk mengelola sumberdaya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat (the
way state power is used in managing economic and social resources for development and society).
Sementara UNDP mendefinisikan sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi,dan
administratif untuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan (the exercise of
political, economic, and administrative authority to manage a nations affair at all levels).
Berdasarkan defenisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu :
1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi
terhadap equity, poverty dan quality of live.
2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan
3. Administrasi governance adalah system implementasi proses kebijakan.
Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu:
state (Negara atau pemerintaha),
private sector (sector swasta atau dunia usaha), dan
society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing.
10
11. THE THREE LEGS OF GOVERNANCE
ECONOMI C
GOVERNMENT
a. AKTIVITAS EKON.
b. DLM NEGERI
c. INTERAKSI PENYEL.
EKONOMI
d. IMPLEMENTASI
(EQUITY, QUALITY,
POVERTY OF LIFE
ADMINISTRATIVE
GOVERNMENT
SISTEM PROSES
KEBIJAKAN
POLITICAL GOV
PROSES PEMBUATAN
KEPUTUSAN UNTUK FORMULASI
KEBIJAKAN
12. PerbandinganIstilah Government denganGovernance
No Urusan
perbandingn
Kata Government Kata Governance
1 Pengertian Dapat berarti badan lembaga atau fungsi
yang dijalankan oleh suatu organ tertinggi
dalam suatu Negara
Dapat berarti cara, penggunaan atau
pelaksanaan
2 Sifat hubungan Hirarkis, dalam arti yang memerintah
berada di atas sedangka warga
Negara yang diperitah ada di bawah.
Hiterarkhis, dalam arti ada keseteraan
kedudukan dan hanya berada dalam
fungsi
3 Komponen yang
terlibat
Sebagai subyek hanya ada satu yaitu
instansi pemerintah.
Ada tiga komponen yang terlibat yaitu :
1) sector public;
2) sector swasta;
3) masyarakat.
4 Pemegang
Peran
Domonan
Sektor pemerintah Semua memegang peran sesuai dengan
fungsinya masing-masing
5 Efek yang
diharapkan
Kepatuhan warga Negara Partisipasi warga Negara.
6 Haisil akhir yang
diharapkan
Pencapaian tujuan Negara melalui
kepatuhan warga Negara
Penciptaan tujuan Negara dan tujuan
masyarakat melalu partisipasi sebagai
warga Negara maupun sebagai warga
masyarakat
12
15. KARAKTERISTIK GOOD GOVERNANCE (UNDP)
1. Participation. Setiap warga Negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara kunstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan,
terutama hak asaasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi.
Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka
yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau.
4. Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani
setiap stakeholders.
5. Consensus orientation. Good governance menjadi peran kepentingan yang
berbeda untuk memperoleh pilihn terbaik bagi kepentingan yang lebih luas,
baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
6. Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan sesuai
dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang
tersedia sebaik mungkin.
7. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta
dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada public dan
lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan
staf keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan
internal atau eksternal organisasi.
8. Strategic vsion. Para pemimpin dan public harus mempunyai prespektif
good governance dan pembangunan manusia yang luas serta jauh ke depan
sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
15