Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi, perilaku asertif dengan perilaku agresif siswa kelas XI SMA N 1 Ngaglik. Penelitian menggunakan sampel 73 siswa yang diambil secara acak dari populasi 288 siswa. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan negatif antara kecerdasan emosi, perilaku asertif dengan perilaku agresif.
1 of 16
Downloaded 70 times
More Related Content
Hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif dengan perilaku agresif siswa kelas xi
1. HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU
ASERTIF DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS XI
SMA N 1 NGAGLIK
ARTIKEL SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Melisa Briliant Putri
NIM 07104244089
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
APRIL 2013
3. Hal. 1
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU
AGRESIF SISWA KELAS XI SMA N I NGAGLIK
Correlation Between Emotional Intelegence and Assertive Behaviour with Aggresive
Behaviour of the Students of Class XI in SMA 1 Ngaglik
Oleh: Melisa Briliant Putri, program studi psikologi pendidikan dan bimbingan/
bimbingan dan konseling.
mellbriliant@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi dan
perilaku asertif dengan perilaku agresif siswa kelas XI SMA N 1 Ngaglik. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasional. Penelitian ini memiliki
sampel 73 siswa kelas XI SMA N 1 Ngaglik dari populasi 288 siswa, dengan metode
simple random sampling. Metode pengumpulan berbentuk skala. Menggunakan teknik
analisis non parametrik dengan uji Kendall’s Tau Rank Correlation. Hasil penelitian
menunjukkan: Pertama, terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan
perilaku agresif, dibuktikan rx1y -0,636 dengan signifikansi 0,000 berarti semakin rendah
kecerdasan emosi maka semakin tinggi perilaku agresif dan begitupun sebaliknya.
Kedua, terdapat hubungan negatif antara perilaku asertif dengan perilaku agresif,
dibuktikan rx2y -0,458 dengan signifikansi 0,000 berarti semakin rendah perilaku asertif
maka semakin tinggi perilaku agresif dan begitupun sebaliknya. Ketiga, hasil analisis
menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dan perilaku asertif bersama-sama memiliki
hubungan negatif dan signifikan dengan perilaku agresif, berarti semakin rendah
kecerdasan emosi dan perilaku asertif maka semakin tinggi perilaku agresif dan
begitupun sebaliknya.
Kata kunci : kecerdasan emosi, perilaku asertif, perilaku agresif.
Abstract
This study is aimed to find the correlation between emotional intellegence and
assertive behaviour with aggresive behaviour students of class XI in SMA N 1 Ngaglik.
This study used the quantitative approach with correlational. The subjects of the study
are 73 students from 228 students from class XI in SMA N 1 Ngaglik, using the simple
random sampling method. The scale-type data collection methods. Technic used was
non parametric using Kendall’s Tau Rank Correlation. The result of the study shows: (1)
there is a negative correlation between emotional intellegence with aggresive
behaviour, proven with rx1y -0.636 with significant 0.000, means that there is a negative
correlation and significance between emotional intellegence and aggresive behaviour.
(2) There is a negative correlation and significance between assertive and aggresive
behaviour, proven with rx2y -0.458 with significant 0.000, means there is a negative
correlation and significance between assertive and aggresive behaviour. (3) the resullt of
the analysis shows that emotional intellegence and assertive behaviour have a negative
correlation and significance with the aggresive behaviour which means the lower the
4. Hal. 2
emotional intellegence and assertive behaviour, there will be a higher aggressive
behaiour and vice versa.
Keywords: Emotional Intellegence, assertive behaviour, aggresive behaviour
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju
masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun
psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang
pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula orang dewasa.
Pada periode ini pula remaja berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak
seperti orang dewasa. Remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua
dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa menurut
Clarke-Sweart & Friedman, 1987; Ingersoll, 1989 ( Agustiani, Hendriati 2006:43). Selain
perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan
seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun
masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan
remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas
atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di
luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan
sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan
kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan
sosial diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan
masyarakat lainnya. Evert (dalam Monks, dkk., 2001:81) mengatakan besarnya pengaruh
lingkungan atau kelompok tersebut sampai pada pemberian norma tingkah laku oleh
kelompok. Bagi remaja yang memiliki kecenderungan tinggi untuk memasuki kelompok,
maka pengaruh pemberian norma oleh kelompok tersebut akan berdampak pada
timbulnya konformitas yang kuat. Konformitas sendiri menurut Baron dan Byrne
(2000:57) diartikan sebagai suatu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial karena
adanya tuntutan dari kelompok sosial tersebut untuk menyesuaikan, meskipun biasanya
tuntutan tersebut tidak terbuka. Kondisi demikian akan membuat remaja cenderung
untuk lebih menyesuaikan diri dengan norma kelompok agar dapat diterima atau tidak
ditolak oleh kelompoknya. Kecenderungan inilah yang membuat remaja menjadi tidak
asertif karena lebih memilih berperilaku sama dengan kelompok di lingkungannya.
Begitupun juga yang menjadi topik pembicaraan masyarakat luas adalah kembali
5. Hal. 3
maraknya aksi tawuran pelajar yang semakin lama semakin meningkat. Hanya selang
tiga hari dua orang pelajar di jakarta tewas tertusuk di bagian tubuhnya. Keadaan seperti
itu juga terjadi pada siswa SMA N I Ngaglik. Dilihat dari observasi yang telah peneliti
lakukan telah terjadi berkali-kali aksi agresif siswa ini, yaitu tawuran antar pelajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru BK di SMA N 1
Ngaglik aksi tawuran tersebut termasuk agresi yang cukup berat. Dan aksi ini
terjadi semakin lama semakin meningkat. Tidak jarang seorang guru Bk sendiri
menyita senjata tajam dari seorang siswa berupa tongkat besi yang disimpan di
tas mereka. Berdasarkan hasil wawancara dari 3 siswa di SMA N 1 Ngaglik yang
bernama S,H,L (nama samaran), intensitas aksi tawuran semakin lama semakin
meningkat. Kejadian itu terjadi di dekat sekolah, senjata yang mereka bawa dan
di pakai diantaranya tongkat kayu, tongkat besi, batu, golok, sebuah alat strum
berukuran kecil, rantai motor, dan pisau. Aksi tawuran itu berawal dari ejekan-
ejekan status Face book yang mengatasnamakan sekolah, terjadinya persaingan
ketertarikan lawan jenis yang saling merebut, lalu berlanjut teror melalui sms.
Pada saat aksi tawuran berlangsung, ada kecenderungan siswa sulit untuk
mengelola perasaannya, sulit mengendalikan emosi yang meluap-luap,
melakukan kepuasan dan kesenangannya dari beban stres. Banyak siswa yang
hanya ikut-ikutan teman satu kelompoknya dalam berperilaku agresif tersebut.
Mereka sulit untuk menolak atau mengatakan tidak untuk berperilaku agresif.
Sehingga siswa tersebut tidak berpegang pada pendiriannya sendiri. Dampak
yang sangat terlihat dari perilaku agresif ini ialah buruknya nama baik sekolah
yang terlibat, luka-luka pada tubuh jika beradu fisik, kondisi siswa menjadi
anarkis, rusaknya fasilitas sekolah dan umum.
Berdasarkan perilaku-perilaku negatif dari siswa SMA N I Ngaglik tersebut,
mereka melakukan aksi tawuran tersebut disebabkan karena kecerdasan
emosinya rendah, dapat di lihat ketika mereka berperilaku agresif tersebut
karena ikut-ikutan kakak kelasnya, karena doktrin dari kakak kelasnya,
persiangan menyukai lawan jenis, dan karena tradisi sekolah mereka sendiri
dengan sekolah lain telah terlibat permusuhan dari dulu. Penyebab berikutnya
ialah rendahnya perilaku asertif yang dapat di lihat ketika mereka kesulitan untuk
6. Hal. 4
mengatakan dan bersikap tidak dan menolak untuk ikut aksi tawuran tersebut
sehingga mereka tidak berpegang pada pendiriannya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2007), Hasil yang didapatkan
dari penelitian tersebut adalah adanya korelasi negatif yang signifikan antara
kecerdasan emosioal dengan perilaku agresif pada remaja. Namun penelitian
mengenai hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif dengan perilaku
agresif belum pernah diteliti.
Permasalahan yang ada di lapangan yaitu siswa memiliki kecerdasan
emosi dan perilaku asertif yang rendah sehingga meningkatnya perilaku agresif.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kecerdasan emosi dan perilaku asertif dengan perilaku agresif siswa kelas XI SMA
N I Ngaglik. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah praktis
memberikan informasi pada sekolah, masyarakat dan pemerintah tentang emosi
dasar negatif pada remaja, hal-hal apa saja yang dialami siswa, tentang
bagaimana emosi dasar negatif dapat mempengaruhi perilaku agresi pada siswa,
bagi guru bimbingan dan konseling, hasil penelitian membantu memahami
tentang pentingnya kecerdasan emosi yang dapat diterapkan kepada
siswa,Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pembanding bagi
penelitian selanjutnya.Sedangkan manfaat secara teoritis memberikan
sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi
Perkembangan dan Psikologi Remaja mengenai hubungan kecerdasan emosi dan
perilaku asertif terhadap perilaku agresi remaja.
HIPOTESIS PENELITIAN
1. Terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan emosi dengan perilaku
agresif pada siswa kelas XI SMA N I Ngaglik
2. Terdapat hubungan yang negatif antara perilaku asertif dengan
perilaku agresif pada siswa kelas XI SMA N I Ngaglik
3. Terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan emosional dengan
Perilaku asertif dengan perilaku agresif pada siswa kelas XI SMA N I Ngaglik
METODE PENELITIAN
7. Hal. 5
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian
korelasi.
Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N I Ngaglik Sleman.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan januari sampai dengan februari 2013.
Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N I Ngaglik
dengan jumlah populasi 288 siswa.
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik sampling Simple Random
Sampling.Berdasarkan populasi di atas maka pada penelitian ini mengambil
sampel dengan jumlah 73 siswa.
Prosedur Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Pelaksanaan
3. TahapAkhir
Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data mengenai
kecerdasan emosi, perilaku asertif, dan perilaku agresif. Data tersebut diperoleh
melalui hasil dari skala psikologis dengan siswa. Instrumen skala kecerdasan
emosi, perilaku asertif, dan perilaku agresif diujikan terhadap penilaian ahli yang
berupa tanggapan untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan
kualifikasi Sangat Setuju (SS),Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS). Langkah berikutnya dilakukan uji coba instrumen pada 40 siswa
8. Hal. 6
yang termasuk dalam populasi sedangkan sisanya akan menjadi subjek
penelitian.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah non parametrik karena
datanya berbentuk ordinal serta data tidak berdistribusi normal dengan
mengunakan uji Kendall’s Tau Rank Correlation.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan keseluruhan data yang telah terkumpul dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan emosi siswa kelas XI SMA N I Ngaglik berada pada kategori
rendah. Adapun distribusi frekuensinya dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
berikut:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosi
No Kriteria Frekuensi
Persentase
(%) Kategori
1 >132 0 0 Tinggi
2 88-132 19 26 Sedang
3 <88 54 74 Rendah
Jumlah 73 100 Rendah
Berdasarkan distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar
1 berikut:
Gambar 1. Grafik Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosi
9. Hal. 7
Dari keseluruhan data yang telah terkumpul dapat disimpulkan bahwa
perilaku asertif siswa kelas XI SMA N I Ngaglik berada pada kategori rendah.
Adapun distribusi frekuensinya dapat dilihat seperti pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perilaku Asertif
No Kriteria Frekuensi
Persentase
(%) Kategori
1 >57 0 0 Tinggi
2 38-57 26 35,6 Sedang
3 <38 47 64,4 Rendah
Jumlah 73 100 Rendah
Berdasarkan distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik seperti pada
gambar 3 berikut:
Gambar 2. Grafik Distribusi Frekuensi Perilaku Asertif
Dari keseluruhan data yang telah terkumpul dapat disimpulkan bahwa
perilaku agresif siswa kelas XI SMA N I Ngaglik berada pada kategori Tinggi.
Adapun distribusi frekuensinya dapat dilihat seperti pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perilaku Agresif
10. Hal. 8
No Kriteria Frekuensi
Persentase
(%) Kategori
1 >45 65 89 Tinggi
2 30-45 8 11 Sedang
3 <30 0 0 Rendah
Jumlah 73 100 Tinggi
Berdasarkan distribusi frekuensi di atas dapat dibuat grafik seperti pada
gambar 3 berikut:
Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Perilaku Agresif
Metode analisis data yang digunakan adalah non parametrik dengan
menggunakan uji Kendall’s Tau Rank Correlation. Analisis ini dipergunakan
karena datanya berbentuk ordinal serta data tidak berdistribusi normal. Berikut
tabel uji normalitas yang menunjukkan data tidak berdistribusi normal sebagai
berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Korelasi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a
Statistic df Sig.
Kecerdasan_emosi .251 73 .000
Perilaku_asertif .326 73 .000
Perilaku_agresif .122 73 .003
11. Hal. 9
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a
Statistic df Sig.
Kecerdasan_emosi .251 73 .000
Perilaku_asertif .326 73 .000
Perilaku_agresif .122 73 .003
a. Lilliefors Significance Correction
Hasil perhitungan yang dilakukan pada variabel kecerdasan emosi dengan
nilai (asymp. sig (2tailed) = 0,000 <0,05 jadi dapat dinyatakan data tidak
berdistribusi normal, pada variabel perilaku asertif dengan nilai (asymp. sig
(2tailed) = 0,000 <0,05 jadi dapat dinyatakan data tidak berdistribusi normal, dan
pada variabel perilaku agresif dengan nilai (asymp. sig (2tailed) = 0,003 <0,05 jadi
dapat dinyatakan data tidak berdistribusi normal.
Apabila probabilitas signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (Psig < 0,05)
maka Ho ditolak dan dinyatakan bahwa terdapat hubungan antar variabel. Hasil
analisis dapat di lihat pada tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Korelasi
Correlations
Kecerdas
an_emosi
Perilaku
_asertif
Perilaku
_agresif
Kendall's tau_b Kecerdasan_em
osi
Correlation
Coefficient
1.000 .443** -.636**
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 73 73 73
Perilaku_asertif Correlation
Coefficient
.443** 1.000 -.458**
Sig. (2-tailed) .000 . .000
12. Hal. 10
N 73 73 73
Perilaku_agresi
f
Correlation
Coefficient
-.636** -.458** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 73 73 73
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed)
Berdasarkan tabel 5, hasil analisis hipotesis pertama diperoleh nilai
koefisien korelasi antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif (rx1y) pada
siswa kelas XI SMA N I Ngaglik sebesar -0,636. hal ini menunjukkan bahwa arah
hubungan kedua variabel tersebut bersifat negatif. Hubungan yang bersifat
negatif ini memiliki arti bahwa apabila kecerdasan emosi rendah maka perilaku
agresif siswa akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan analisis
Kendall’s Tau Rank Correlation maka hipotesis pertama yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima yaitu terhadap hubungan negatif antara kecerdasan
emosi dengan perilaku agresif. Nilai signifikansi kecerdasan emosi terhadap
perilaku agresif sebesar 0,000. Sign (0,000) < 0,05 maka dapat diputuskan Ho
ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi
dengan perilaku agresif. Hasil penelitian tentang kecerdasan emosi di dukung
oleh Goleman (2007) kecerdasan emosi yang tinggi dapat mengurangi agresi,
khususnya pada remaja. Oleh sebab itu, apabila emosi berhasil dikelola maka
individu akan mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas
kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan
cepat dari semua itu. Sebaliknya, individu yang rendah kemampuannya dalam
mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau
melarikan diri pada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Hasil analisis hipotesis yang kedua diperoleh nilai koefisien korelasi antara
perilaku asertif dengan perilaku agresif (rx2y) pada siswa kelas XI SMA N I Ngaglik
sebesar -0,458. hal ini menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel
tersebut bersifat negatif. Hubungan yang bersifat negatif ini memiliki arti bahwa
13. Hal. 11
apabila perilaku asertif rendah maka perilaku agresif siswa akan semakin tinggi.
Nilai signifikansi perilaku asertif terhadap perilaku agresif sebesar 0,000. Sign
(0,000) < 0,05 maka dapat diputuskan Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara perilaku asertif dengan perilaku agresif. Berdasarkan hasil
perhitungan analisis Kendall’s Tau Rank Correlation maka hipotesis kedua yang
diajukan dalam penelitian ini dapat diterima yaitu terhadap hubungan negatif
antara perilaku asertif dengan perilaku agresif. Hasil penelitian tentang perilaku
asertif didukung oleh Kanfer & Goldstein (1975) Asertivitas berhubungan dengan
perilaku agresif . hal ini dimungkinkan karena anak memiliki asertivitas akan
memandang keinginan, kebutuhan, dan hak individu sama dengan keinginan,
kebutuhan dan hak orang lain. Sebaliknya anak yang bertingkah laku non asertif
tidak memiliki kepercayaan diri dalam suatu hubungan interpersonal, tidak
spontan dalam mengekspresikan emosi dan perasaan, sering merasa tegang dan
cemas, serta membiarkan dan memberi kesempatan pada orang lain membuat
keputusan untuk dirinya. Oleh karena itu anak yang tidak mempunyai perilaku
asertif dapat meimbulkan kecenderungan perilaku antisosial termasuk perilaku
agresif.
Berdasarkan hasil deskripsi perhitungan di atas, maka hipotesis ketiga
yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima yakni terdapat hubungan
negatif antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif dengan perilaku agresif.
Hasil analisis sama memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku agresif.
Kecerdasan emosi dan perilaku asertif yang tinggi akan dapat mengatasi segala
bentuk kekerasan dalam berperilaku, hal inilah yang terjadi pada siswa kelas XI
SMA N I Ngaglik sleman.
Besarnya sumbangan dari variabel bebas (kecerdasan emosi dan perilaku
asertif) untuk variabel terikat (perilaku agresif) bisa diketahui dari koefisien
determinasi. Koefisien determinasi dinyatakan dalam persentase. Rumus
koefisien determinasi adalah (rhitung)² x 100%. Besarnya sumbangan
determinasi tiap variabel bebas dapat dilihat pada tabel 6 berikut:
14. Hal. 12
Tabel 6. Sumbangan dari Variabel Bebas
No Variabel bebas rhitung Koefisien Determinasi
1 Kecerdasan Emosi -0,636 (-0,636)² x 100% = 40,44%
2 Perilaku Asertif -0,458 (-0,458)² x 100% = 20,97%
Jumlah 61,41%
Kecerdasan emosi dan perilaku asertif memberikan sumbangan efektif
sebesar 61,41% terhadap perilaku agresif. Hal ini berarti masih terdapat 38,59%
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. diantaranya menurut
Koeswara (1998) terdapat faktor-faktor penyebab perilaku agresif seperti
penyebab sosial, lingkungan, situasional, alkohol, obat-obatan, dan sifat
kepribadian.
Berdasarkan paparan di atas, bentuk agresif seperti menyerang pada fisik
atau benda, menyerang verbal, dan pelanggaran terhadap hak milik orang lain
dapat diminimalisir oleh kecerdasan emosi dan perilaku asertif yang tinggi.
Kecerdasan emosi dan perilaku asertif merupakan faktor yang memiliki
prosentase yang besar dalam mempengaruhi tingkat perilaku agresif pada siswa
kelas XI SMA N I Ngaglik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dibahas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan
perilaku agresif pada siswa kelas XI SMA N I Ngaglik. Semakin rendah
kecerdasan emosi maka semakin tinggi perilaku agresif yang di alami siswa.
Sebaliknya, semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah perilaku
agresif yang di alami siswa kelas XI SMA N I Ngaglik kekuatan hubungan
antara kecerdasan emosi dan perilaku agresif termasuk dalam kategori
sangat rendah.
15. Hal. 13
2. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara perilaku asertif dengan
perilaku agresif pada siswa kelas XI SMA N I Ngaglik. Semakin rendah
perilaku asertif maka semakin tinggi perilaku agresif yang di alami siswa.
Sebaliknya, semakin tinggi perilaku asertif maka semakin rendah perilaku
agresif yang di alami siswa kelas XI SMA N I Ngaglik kekuatan hubungan
antara perilaku asertif dan perilaku agresif termasuk dalam kategori sangat
rendah.
3. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan
perilaku asertif secara bersama-sama dengan perilaku agresif pada siswa
kelas XI SMA N I Ngaglik.
4. Kecerdasan emosi dan perilaku asertif memberikan sumbangan efektif sebesar
61,41% terhadap perilaku agresif. Hal ini berarti masih terdapat 38,59% faktor lain
yang mempengaruhi perilaku agresif.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah di
uraikan, diajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling SMA N I Ngaglik
Diharapkan Guru Bimbingan dan Konseling SMA N I Ngaglik dapat
meningkatkan kecerdasan emosi dan perilaku asertif siswa. Upaya tersebut
dapat melalui bimbingan atau pelatihan kecerdasan emosi dan perilaku
asertif yang tentunya dapat mengurangi tingkat agresif siswa.
2. Bagi Sekolah SMA N I Ngaglik
Kepada pihak sekolah diharapkan dapat memfasilitasi segala kegiatan yang
bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku agresif siswa.
Semakin rendah perilaku agresif siswa tentu akan berdampak positif bagi
sekolah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat mengembangkan dan menggali informasi lebih lanjut
kaitannya dengan faktor meningkatnya perilaku agresif. Penelitian ini juga
diharapkan dapat dikembangkan dengan melihat populasi penelitian
16. Hal. 14
berdasarkan perbedaan jenis kelamin, usia, latar belakang ekonomi keluarga,
status sosial, dan latar belakang keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani & Hendrianti. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Refika Aditama
Aprillia, K. (2007). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku
Agresi Pada Remaja. [online].Diakses pada tanggal 18 September 2010
dari.
http://library.gunadarma.ac.id/index.php?appid=penulisan&sub=detail&
npm=10502128&Jenis=s1fpsi.
Baron, R. A dan Bryne, D. (2000). Social Psychology. Ninth Edition.
Massachusetts: Allyn and Bacon.
Goleman, D. 2007. Emotional Intelligence. Mengapa EI Lebih Penting Daripada
IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kanfer, F. H., & Goldstein, A. P. (1975). Helping People Change: A Textbook. Of
Methods. New York: Pergamon Press, Inc.
Koeswara, E. 1998. Agresi Manusia. Bandung : PT Erasco
Monks, F. J., Knoers, A. M. P. & Haditono, S. R. (2001). Psikologi Perkembangan :
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press