際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Dialog Nasional ID-IGF 2014
RINGKASAN 12SESI(20Agustus)
Panelis:
1. Harijanto Pribadi (Indonesia Internet Exchange)
2. Satriyo Wibowo (IPv6 Taskforce)
3. Yohanes Sumaryo (ISOC-ID Jakarta Chapter)
Moderator: Valens Riyadi (APJII)
Rapporteur: Rafadi Hakim (HIVOS)
Format...
Dialog Nasional ID-IGF 2014 Merupakan Forum Diskusi dan Dialog
yang membahas berbagai topik/materi difasilitasi oleh para pakar
dan praktisi tata kelola internet yang kompeten di bidangnya masing-
masing. Terdapat 4 keranjang diskusi yang dibicarakan pada kegiatan
ini: Infrastruktur, Ekonomi, Hukum dan Sosial-Budaya, dengan tiap-tiap
keranjang terbagi atas tiga sesi. Pembahasan topik/materi di setiap kelas
akan berbentuk diskusi dan dialog untuk menghasilkan gambaran umum
ide terkini demi membangun peta menuju Tata Kelola Internet Indonesia
yang lebih baik di masa akan datang.
Panelis setuju bahwa problem
penetrasi internet tidak hanya
masalah infrastruktur, namun juga
masalah sinergi antar instansi
dan kapasitas masyarakat. Dalam
meningkatkan penetrasi Internet
di Indonesia, program pemerintah
yang sudah ada memiliki orientasi
project-based sehingga tidak
berkelanjutan. Sering juga terjadi
ketidakcocokan roadmap dengan
kondisi lapangan yang mengurangi
pemanfaat internet oleh masyarakat,
padahal sudah ada populasi kunci,
seperti SMK-SMK TIK, yang dapat
meningkatkan penetrasi internet.
Dua rekomendasi ke depan yang
akan memudahkan operator jaringan
dan meningkatkan pemanfaatan
Internet oleh masyarakat:
 Perlu mengurangi pemungutan
operator di depan melalui
perijinan. pemerintah bisa
mengandalkan pemasukan
pajak dalam jangka panjang
 Pemberdayaan dan edukasi
masyarakat
Sebagai update dari kelompok kerja
IPv6, transisi ke IPv6 di Indonesia
sudah berjalan melalui forum multi-
stakeholder dengan core network
sudah 90% siap, namun akses
internet tergantung kesediaan
setiap operator.
INFRASTRUKTUR #1
Mempercepat Pembangunan Infrastruktur
Internet Indonesia dan Pengembangan
Kapasitas Pita Lebar Berbasiskan IPv6
Pengantar
Berbicara tentang internet Indonesia,
pasti banyak yang berbeda pendapat.
Agar pendapat ataupun pemikiran dapat
tersalurkan dengan baik, digelar sebuah
forum dialog yang disebut Indonesia
Internet Governance Forum (ID-IGF
Dialogue 2014). Ini merupakan forum
dialog untuk membahas tata kelola
internet Indonesia agar lebih profesional,
transparan dan akuntabel.
Diharapkan para pegiat internet
Indonesia dapat berbagi informasi,
temuan, dan ilmu pengetahuan dalam
forum dialog ini. Keikutsertaan forum
ini bersifat multi-stakeholder, mulai dari
pemerintah, sektor swasta, organisasi
masyarakat sipil, akademisi, dan
komunitas teknis. Forum ini diharapkan
dapat mengusung semangat kolaboratif,
egaliter, dan inklusif.
Dialog ID-IGF digelar hari Rabu, 20
Agustus 2014 di Hotel Borobudur 
Jakarta. Forum ini terbuka untuk umum
dan tidak dipungut bayaran. Masyarakat
yang mengikuti kegiatan ini sebelumnya
telah melakukan pendaftaran melalui
situs www.id-igf.or.id yang selama 20
hari sebelum kegiatan berlangsung.
Ada12sesiyangmenarik,kontekstualdan
relevan dengan kebutuhan dan kondisi
Indonesia. Keduabelas sesi tersebut
mengusung 4 topik besar secara pararel,
yaitu infrastruktur, ekonomi, hukum,
dan sosial budaya. Para narasumber dari
multi-stakeholder, bersama dengan para
peserta mendiskusikan dan mencari
solusi bersama untuk mewujudkan tata
kelola Internet Indonesia yang lebih baik.
Ringkasan dialog dari 4 topik dan 12 sesi
dapat dibaca dalam lembaran ini.
Salam,
ID-IGF
Menuju Tata Kelola Internet yang Lebih Baik di
Indonesia Sebagai Bagian dari Komunitas Internet Global
id-igf.or.id
2 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014
Operator telepon seluler di Indonesia
saat ini menghadapi ledakan lalu lintas
data yang tidak diiringi peningkatan
revenue. Dalam menghadapi tantangan
ini, perubahan dan pengawalan
kebijakan yang mendukung penggunaan
infrastruktur bersama, infrastructure
sharing, dan right of way di gedung dan
fasilitas umum, sangat diperlukan untuk
keberlanjutan operator. Perundang-
undangan yang ada saat ini tidak secara
jelas membedakan tanggung jawab dan
hak penyelenggara infrastruktur, yang
sebaiknya berada di bawah dukungan dan
regulasi pemerintah, dari penyelenggara
jasa koneksi, yang dapat diregulasi sebagai
hubungan business to business.
Mengenai netralitas jaringan, pihak
operator tidak mendukung posisi ini,
terutama di sector wireless, karena
beberapa content provider memberikan
beban yang jauh lebih besar pada jaringan.
Dalam lingkup ekosistem TIK nasional,
trade balance TIK Indonesia saat ini
menghadapi deficit perdagangan yang
besar, sehingga optimalisasi impor dan
peningkatan sumber daya TIK dalam negri
perlu segera dilakukan.
Menganalisis Tantangan
Keamanan Jaringan
Siber dan Peran/Posisi
Indonesia di antara
Dunia Internasional
Indonesia saat ini adalah
sasaran paling populer
ke-3 untuk cyberattack di
lingkup global dengan total
3.9 juta kasus cyberattack
dalam tiga tahun terakhir.
Selain denial of service atau
dDoS, malware menjadi
permasalahan yang dihadap
berbagai sector dalam
negeri.
Cybersecurity baru diatur
oleh Keppres No. 63
Tahun 2004 yang tidak
spesifik terhadap TIK, dan
ekosistem regulasi yang
lebih kondusif sangat
diperlukan. Para presenter
di panel ini mendukung
tindak lanjut berikut dalam
meningkatkan ketahanan
TIK Indonesia:
 Organizational mapping
untuk cyber security
dalam lingkup nasional
 Koordinasi antar multi-
stakeholder yang erat
dan berlanjut
 Kebijakan untuk
melindungi infrastruktur
nasional kritis
 Pemetaan cyber-
interdependency
Selain infrastruktur
dan sumber daya yang
memadai, pendekatan
melalui analisa perilaku
pengguna TIK sangat
diperlukan dalam
perumusan strategi cyber
security.
Panelis:
1. Alexander Rusli (Indosat)
2. Garin Ganis (ISOC-ID, Jakarta Chapter)
3. Andre Ludya Liap (Dini Nusa Kusuma)
Moderator: John Sihar Simanjuntak (PANDI)
Rapporteur: Rafadi Hakim (HIVOS)
INFRASTRUKTUR #2
Merumuskan Standarisasi, Netralitas Jaringan, dan
Pemanfaatan Infrastruktur Bersemangat Gotong Royong
Panelis:
1. Hammam Riza (BPPT)
2. M. Salahudin Manggalany
(IDSIRTII)
3. Andika Triwidada
(IDCERT)
4. Irwin Day (FTII)
5. Gildas Deograt (KKI)
Moderator:
Irvan Nasrun (APJII)
Rapporteur: Rafadi Hakim
(HIVOS)
INFRASTRUKTUR #3
3
ID-IGF
Panelis:
1. Septiana Tangkary (Kemkominfo)
2. Sugeng Haryanto (Unit Cybercrime POLRI)
3. Arist Merdeka Sirait (Komnas Perlindungan Anak)
4. M. Yamin (Yayasan Nawala)
5. Agung Yudha (Google Indonesia)
Moderator: Indriyatno Banyumurti (Relawan TIK Nasional)
Rapporteur: Annisa Junaidi (ICT Watch)
SOSIAL BUDAYA #1
Melindungi Keselamatan Anak Indonesia di Internet dari
Konten Ilegal, Pedofilia, Ancaman Privasi dan Cyber-Bully
Kasus pedofil hari ini sudah masuk dalam kategori kejahatan nasional. Predator seks
pelakunya didominasi remaja. Dulu yang ditakutkan adalah orang dewasa sebagai
predator, namun skarang predatornya juga berasal dari kalangan anak-anak itu
sendiri. Ini dimulai disebut kekhawatiran nasional 3 terbesar di dunia. Beberapa factor
disebabkan oleh akses yang gampang didapat oleh anak di media online. Berawal dari
adiksi yang berubah menjadi penyakit. Diharapkan adanya pengetahuan yang cukup
untuk keluarga untuk bisa mendidik anak mereka dan membangun kesadarannya
untuk bisa berinternet secara sehat. Filtering hanya dapat meminimalisasi dampak
negatif bagi anak.. Jika mau menyelamatkan anak dari dampak buruk internet,
keluarga memiliki peran utama dalam mencipatakan dunia internet yang sehat bagi
anak. Selain itu juga dibutuhkan peran dari berbagai pemangku kepentingan lain,
seperti sekolah, lingkungan dan pemerintah.
Panelis:
1. Nukman Lutfie (Praktisi Media Sosial)
2. Mariam F Barata (Kemkominfo)
3. Nezar Patria (Dewan Pers)
4. Sintadewi Rosadi (Universitas Padjajaran, Bandung)
Moderator: Shita Laksmi (SEATTI - HIVOS)
Rapporteur: Annisa Junaidi (ICT Watch)
Merawat Kebebasan Berpendapat yang Beretika di
Internet: Peran Netizen Indonesia dalam Menyediakan
Informasi yang Kredibel dan Bermanfaat bagi Masyarakat
SOSIAL BUDAYA #2
Kajian akademis tentang black campaign dan kebebasan berpendapat, yakni
bagaimana membalancing hak untuk mendapatkan akses dan bagaimana untuk tidak
disalahgunakan. Kampanye tidak boleh mengadung unsur menghina. Social media
penting perannya dalam pembangunan informasi. Harus paham dulu perilaku offline
seperti apa. Hal yang terjadi di dunia digital adalah kita tidak membaca kata perkata.
Cara pemerolehan berita berbeda offline dengan online. Karena perilaku dalam
membaca info tadi akhirnya informasi yang diambil oleh user semau mereka. Riset
dilakukan tatapmuka & online: ketika tatap muka bebas, ketika online suara terekam.
Jadi pertempuran lebih mudah terjadi di dunia online. Cek dulu sumbernya sebelum
membagikan informasi yang ada di dalamnya. Social media harusnya menjadi forum
komunikasi publik untuk memberikan dampak positif. Pentingnya ada pengawasan
dan sosialisasi untuk mengembangkan hal yang positif.
SOSIAL BUDAYA #3
Mengawal Kebebasan
Berpendapat di
Ranah Online serta
Pemenuhan Hak atas
Akses Informasi untuk
Melawan Diskriminasi
di Indonesia
TIK sebagai alat bantu
untuk mempermudah
mobilitas, dengan
adanya internet bisa
berkomunikasi dari jarak
jauh. Bisa menyuarakan
isu yang jarang diangkat.
Internet bisa membantu
untuk membuka lapangan
pekerjaan. Diharapkan ada
aksi yang diwujudkan oleh
multistakeholders, karena
banyak penyandang
difabel di daerah yang
belum mendapatkan
akses yang sama ke
internet. Diskriminasi
berbasis gender terjadi
karena ketika adanya
penikmatan hak yang
berbeda. Kebebasan
pers berbeda dengan
kebebasan berpendapat.
Pers berimbang, ada
cek and balance, kode
etik jurnalistik, UUITE,
sedangkan hal tersebut
tidak begitu dipahami oleh
kebanyakan jurnalis hari
ini. Dibutuhkan adanya
keterlibatan kelompok
rentan dalam pembuatan
fasilitas dan hal yang
mereka butuhkan,
sehingga hal yang
dilakukan pemerintah
untuk mereka tersebut
lebih bermanfaat.
Panelis:
1. Dimas Prasetyo
Muharam (KartuNet)
2. Andy Yentriyani
(Komnas Perempuan)
3. Boni Pudjianto
(Kemkominfo)
4. Johar Alam Rangkuti
(IDC/OpenIXP)
5. Arif Bambani (AJI)
Moderator:
Donny BU (ICT Watch)
Rapporteur:
Annisa Junaidi (ICT Watch)
Panelis
1. Bambang Heru Tjahjono (Kemkominfo)
2. Daniel Tumiwa (IDEA)
3. Henry K (Klik Indonesia)
4. Husna Zahir (YLKI)
Moderator: Irwin Day (FTII)
Rapporteur: Dinita A. Putri (CIPG)
EKONOMI #1
Menguatkan Daya Saing Bisnis
Online Indonesia & Menjadikannya
Tuan Rumah di Negeri Sendiri
bisnis online berkembang sangat cepat di Indonesia.
Terutama didukung dengan banyaknya inisiatif dan
dialog antar pemangku kepentingan. 3 hal utama
yang dapat menjamin berkembangnya bisnis online
lokal adalah: 1. Tersedianya produk dan jasa, 2.
Tersedianya infrastruktur yang memadai, 3. Tersedia
dan dipakainya payment gateway lokal.
Saat ini hanya ada dua payment gateway di Indonesia,
yaitu Veritrans dan Doku. 80% dari metode
pembayaran online dilakukan melalui bank transfer.
Masalah kepercayaan adalah hal utama yang harus
diperhatikan, terkait juga dengan ekosistem yang
dibangun. Dibutuhkan ekosistem yang saling
mendukung antara pelaku bisnis, pemerintah, dan
masyarakat sehingga terbangun kepercayaan yang
mendukung tumbuhnya bisnis online dalam negeri.
Penggunaan domain .id dapat membantu terciptanya
ekosistem bersama dan memudahkan penyelesaian
kasus-kasus terkait bisnis online. Peran pemerintah
dalam industri ICT adalah sebagai penyeimbang.
Pemerintah bertugas menyediakan kebijakan yang
memadai dan mengutamakan perlindungan terhadap
konsumen dan data pribadi. Saat ini, pengaduan
terkait bisnis online jumlahnya masih relative kecil,
hanya 12 pengaduan dalam 2 bulan. Namun demikian,
tetap diperlukan kejelasan dalam kebijakan terkait
penerapan pelayanan publik di Internet bagi industri
ICT, terutama terkait pelayanan publik, perlindungan
terhadap data konsumen dan penyediaan informasi
yang memadai dari penyedia jasa untuk konsumen.
Panelis:
1. Ashwin Sasongko (DETIKNAS)
2. Andi Budimansyah (PANDI)
3. Azhar Hasyim (Kemkominfo)
4. Paul Wilson (APNIC)
Moderator: Noor Isa, (Kemkominfo)
Rapporteur: Dinita A. Putri (CIPG)
EKONOMI #2
Usulan Indonesia terhadap transisi
IANA ke pemangku kepentingan
majemuk
IANA yang selama ini berada di bawah naungan
pemerintahan Amerika Serikat akan melakukan transisi
untuk dikelola oleh multi-stakeholders. Komunitas
Internet harus mengambil peran dalam kesempatan
transisi ini untuk memastikan terjalinnya kerjasama
yang terbuka dalam IANA.
Dibutuhkan rencana transisi yang jelas dan hati-
hati sehingga mekanisme multi-stakeholders dapat
terdefinisi secara jelas dan berjalan sesuai dengan
harapan komunitas global. APNIC mendukung transisi
ini dan mengharapkan IANA yang baru dapat tetap
bekerjasama dengan ICANN dan dapat meneruskan
fungsi-fungsi baik yang telah ada saat ini.
Indonesia juga harus mengambil peran dalam transisi
IANA dan menerapkannya di dalam negeri. Saat ini,
pengelolaan nama domain di Indonesia dilakukan
oleh Pandi, namun belum ada forum terbuka yang
membahas IP address karena dibutuhkan pendekatan
yang berbeda dalam penentuan IP address.
Salah satu masalah yang masih harus diselesaikan
adalah tidak adanya tipologi/desain jaringan di
Indonesia, untuk ke depan, hal ini harus diperhatikan
sehingga Indonesia dapat menjaga kedaulatan Negara
di tengah mekanisme multi-stakeholders, serta
mengontrol operasional dan penegakan hukum terkait
Internet.
4 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014
5
ID-IGF
Panelis:
1. Lolly Amalia Amdullah (Kemparekraf)
2. Daniel Tumiwa (Indonesia e-Commerce Association)
3. Heru Tjatur (DetikCom)
4. Ari Juliano Gema (Creative Commons Indonesia)
Moderator: Saptto Anggoro, APJII
Rapporteur: Dinita A. Putri (CIPG)
EKONOMI #3
Mendorong pertumbuhan inovasi dan industri kreatif TIK berbasiskan
ekonomi kerakyatan ke ranah global.
Peluang dan potensi industri kreatif TIK di Indonesia sangat besar, namun terdapat kesenjangan antara
keahlian teknis dari digi-preneur dengan keahlian bisnisnya, yang menyebabkan invensi-invensi kreatif
sulit berkembang menjadi inovasi. Peran pemerintah, terutama Kemenparekraf dalam membantu
menumbuhkan industri kreatif adalah dengan menyediakan pusat kreatif, pendampingan bisnis,
menjembatani kendala modal pada digi-preneur dan membantu membuka akses terhadap pasar.
Terkait dengan perlindungan terhadap karya-karya kreatif, ada alternatif untuk menggunakan lisensi
Creative Commons yang dapat menjamin perlindungan penyebaran karya kreati, termasuk di dunia
maya.
Panelis:
1. Azhar Hasyim (Kemkominfo)
2. Allosius Wisnu Broto (Universitas Atmajaya, Jogja)
3. Sammy Pangerapan (APJII)
4. Indriaswati D. Saptaningrum (ELSAM)
Moderator: Wahyudi Djafar (ID-CONFIG)
Rapporteur: Justitia Avila Veda (ELSAM)
HUKUM #1
Membangun Tata Kelola Internet Indonesia dengan Perspektif HAM:
Prosedur Penanganan Situs Ilegal, Penapisan/Pemblokiran dan Revisi
Pasal Pencemaran Nama Online
Kerangka hukum pengaturan IT di Indonesia perlu dibenahi agar jelas arah kebijakannya dan berhasil
mengakomodasi standar HAM sebagai wujud tanggung jawab negara. Beberapa isu krusial terkait
kebijakan IT Indonesia adalah terkait pemblokiran dan penanganan pencemaran nama baik.
Tidak semua konten terlarang harus ditangani dengan pemblokiran, apalagi dengan status quo dimana
masih belum terdapat mekanisme yang jelas dan tegas atas hal tersebut. Untuk pencemaran nama baik
sendiri, Perlu dilakukan peninjauan kembali terkait hukum positifnya. Perlu dilakukan harmonisasi dan
perumusan secara lebih komprehensif agar instrumen hukumnya tidak saling kontraproduktif dan tetap
mengutamakan perlindungan bagi para pengakses internet.
Kesemuanya harus diwujudkan melalui diskusi terbuka dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Pemerintah juga harus membuka diri bagi koreksi atas tindakan yang dinilai tidak sesuai dengan keinginan
dan keadilan masyarakat.
6 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014
Keberadaan PP No. 82 tahun 2012
dikaitkan dengan Undang-Undang
Pelayanan Publik semakin memperluas
batasan sektor pelayanan publik
sehingga menjadi kabur. PP tersebut
juga membebani banyak pihak dengan
berbagai macam kewajiban. Untuk
bidang e-commerce sendiri, keberadaan
PP tersebut akan menyebabkan
terhambatnya aliran data, yang akan
menimbulkan penurunan potensi
transaksi ekonomi melalui internet
di Indonesia. Di satu sisi, instrumen
hukum tersebut memiliki sisi positif
karena mendorong terwujudnya
pengaturan rezim internet yang
komprehensif, namun hal itu perlu
dilengkapi dengan usaha lain seperti
membagi level industri internet dan
penciptaan ekosistem elektronik yang
kondusif. Selain itu, perlu segera dibuat
instrumen hukum lain turunan dari UU
ITE untuk melengkapi keberadaan PP
No. 82 tahun 2012.
Menggagas Konsep
Yuridiksi di Internet
untuk Memperkuat
Kedaulatan Negara di
Dunia Siber
Kebingungan dalam
pengaturan kedaulatan
cyber muncul akibat situasi
dunia cyber yang borderless,
ubiquitos, dan global. Hal
ini menyebabkan seringnya
terjadi pertumpangtindihan
yurisdiksi antar negara ketika
terjadi suatu konflik yang
akan sangat berkaitan dengan
kompetensi relatif suatu
pengadilan. Negara sendiri
cenderung memperluas
kedaulatan cyber mereka
melalui instrumen hukumnya
masing-masing. Di samping
itu, muncul juga paham
multistakeholderism yang
menekankan pada relasi
antar pemangku kepentingan.
Terjadi perdebatan, apakah
kedaulatan cyber ini
perlu diwujudkan dengan
pendekatan demarkasi
teritorial, atau justru dibuat
pengaturan secara global itu
sendiri. Kiranya, pengaturan
secara global dapat dimulai
melalui perjanjian bilateral
antar negara, mengingat
negosiasi di tingkat
multilateral sulit mencapai
kesepakatan. Terlepas
dari itu semua, kedaulatan
cyber sendiri juga perlu
dimaknai sebagai kemapanan
negara Indonesia untuk bisa
mengakomodasi kebutuhan
informasi dan teknologi warga
negaranya secara mandiri
dan tidak menggantungkan
pemenuhannya terhadap
negara lain.
Panelis:
1. Bambang Heru Tjahyono (Kemkominfo)
2. Setyanto P. Santosa (MASTEL)
3. Henry Kasfy (Klik Indonesia)
4. Shinto Nugroho (IDEA).
Moderator: Andi Budimansyah (PANDI)
Rapporteur: Justitia Avila Veda (ELSAM)
HUKUM #2
Tantangan penerapan Pelayanan Publik di Internet
bagi Industri ICT: Meninjau aturan UU 25/2009 dan
PP 96/2012 serta PP 82/2012 untuk menopang
pertumbuhan Industri dalam negeri berbasis Internet
Panelis:
1. Aidil Chendramata
(Kemkominfo)
2. John Sihar S. (PANDI)
3. Wishnu Krisnamurti
(MOFA)
4. Wahyudi Djafar
(ELSAM)
Moderator:
Noor Iza, (Kemkominfo)
Rapporteur:
Justitia A. Veda (ELSAM)
HUKUM #3
7
ID-IGF
DEKLARASI ID-IGF 2012
Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia
Dalam rangka percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional, sumber daya Internet harus didayagunakan dan dikelola
secara transparan, demokratis, multilateral oleh Multi Pemangku-Kepentingan. Pengelolaan ini berdasarkan prinsip-prinsip
keterbukaan, kebebasan arus informasi dan pengetahuan, keamanan sistem dan data, akses yang terjangkau dan terjamin
kemudahan serta ketersediaannya, dengan mengedepankan kepentingan nasional.
Kami, para pelaku Multi Pemangku-Kepentingan yang bertandatangan di bawah ini, mendeklarasikan untuk memulai proses
Tata Kelola Internet di Indonesia dengan pendekatan Multi Pemangku-Kepentingan.
Implementasi dalam Deklarasi ini akan berjalan dalam ruang lingkup sebagai berikut :
1. Kebijakan: Kebijakan Internet adalah prinsip, norma, peraturan dan prosedur pengambilan keputusan bersama yang
menentukan arah evolusi dan pendayagunaan Internet;
2. Pengoperasian: Internet beroperasi di area yang sangat luas, diantaranya tetapi tidak terbatas, adalah perangkat keras,
perangkat lunak dan infrastruktur yang diperlukan agar Internet bisa bekerja ;
3. Layanan: Produk layanan Internet sangat luas, diantaranya terdiri dari pendidikan, akses, penelusuran web, perdagangan
secara elektronik, komunikasi elektronik, jejaring sosial, dan lain-lain ;
4. Standar: Standar Internet memungkinkan sistem yang memiliki interoperabilitas dengan bersama-sama mendefinisikan
protokol, format pesan, skema, dan bahasa.
Proses komunikasi baik formal maupun informal dalam pembuatan konsensus kebijakan di Multi Pemangku-Kepentingan ini,
menggunakan cara terbuka dengan beragam metode seperti diskusi langsung, forum publik, draft elektronik, penerbitan, dan
lain-lain
Prinsip-prinsip yang mendasari implementasi dalam Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia adalah :
1. Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan berjalannya Hukum berdasarkan UUD 1945 ;
2. Tata kelola dengan perspektif Multi Pemangku-Kepentingan ;
3. Tanggung jawab dari Negara ;
4. Memberdayakan pengguna Internet secara maksimal ;
5. Sifat global dari Internet ;
6. Integritas dari Internet ;
7. Manajemen yang terdesentralisasi ;
8. Arsitektur yang terbuka ;
9. Netralitas jaringan ;
10. Keberagaman budaya dan bahasa.
Dengan semangat kerja sama, kami semua berkomitmen untuk melaksanakan isi deklarasi ini dengan sungguh-sungguh.
Jakarta, 1 November 2012
8 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014
1. Terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berminat untuk terlibat
dalam mewujudkan Tata Kelola Internet yang lebih baik;
2. Setiap peserta diwajibkan terlibat dalam membahas, memberikan masukan
dan usulan untuk setiap topik/materi yang akan dibahas secara tuntas
dalam beberapa bentuk workshop/diskusi yang disediakan;
3. Peserta yang hadir saat kegiatan berlangsung mencapai 366 orang.
PESERTA
g
LATAR
BELAKANG Pada 1 November 2012 Indonesia telah mendeklarasikan Tata Kelola Internet Indonesia yang mengakui
dengan jelas pentingnya kerjasama antara beragam pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Internet di
Indonesia. Deklarasi yang ditandatangani oleh lebih dari 20 (dua puluh) pemangku kepentingan ini (lihat halaman
7 lembaran ini), kemudian dibuktikan dengan penyelenggaraan sebuah perhelatan global Internet Governance
Forum (IGF) kedelapan yang diadakan di Bali pada Oktober 2013.
Penyelenggaraan IGF 2013 di Bali itu adalah pertama kalinya perhelatan global Perserikatan Bangsa-Bangsa
diselenggarakan dalam konsep pemangku kepentingan majemuk (multi-stakeholder) dan berjalan dengan
sangat sukses. Atas penyelenggaraan ini, Indonesia sudah memberikan contoh konkrit bagaimana prinsip multi-
stakeholder dijalankan baik dari segi penyelenggaraan, maupun dari segi pendanaan.
Berangkat dari pemahaman dan pengalaman yang sudah dijalani, Indonesia Internet Governance Forum (ID-IGF),
sebuah gugus tugas yang dibuat secara ad-hoc sejak tahun 2012, merasa sangatlah penting mengikutsertakan
lebih banyak pihak yang beragam demi penyelenggaraan Tata Kelola Internet Indonesia yang lebih baik. Atas
dasar itulah, ID-IGF menyelenggarakan diskusi nasional Forum Tata Kelola Internet Indonesia tanggal 20
Agustus 2014.
e
designed
by
mataharitimoer
TUJUAN 1. Memberikan penjelasan tentang kerja tim ID-IGF (ad hoc) setelah deklarasi
tahun 2012 hingga saat ini;
2. Menyusun potensi langkah yang bisa dilakukan untuk Tata Kelola Internet
Indonesia yang lebih baik, diawali dengan mendiskusikan beberapa hal
yang relevan dan masa kini;
3. Memperluas jangkauan pemangku kepentingan yang bisa aktif
berkontribusi dalam diskusi menuju Tata Kelola Internet Indonesia yang
lebih baik.
n
pemerintah
62
organisasi
antar
pemerintah
11
organisasi
masyarakat sipil
48
komunitas
teknis
24
wartawan
/media
28 praktisi TI
22
guru/dosen
42
mahasiswa /
pelajar
42
Sektor Bisnis
87

More Related Content

Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola internet / internet governance)

  • 1. Dialog Nasional ID-IGF 2014 RINGKASAN 12SESI(20Agustus) Panelis: 1. Harijanto Pribadi (Indonesia Internet Exchange) 2. Satriyo Wibowo (IPv6 Taskforce) 3. Yohanes Sumaryo (ISOC-ID Jakarta Chapter) Moderator: Valens Riyadi (APJII) Rapporteur: Rafadi Hakim (HIVOS) Format... Dialog Nasional ID-IGF 2014 Merupakan Forum Diskusi dan Dialog yang membahas berbagai topik/materi difasilitasi oleh para pakar dan praktisi tata kelola internet yang kompeten di bidangnya masing- masing. Terdapat 4 keranjang diskusi yang dibicarakan pada kegiatan ini: Infrastruktur, Ekonomi, Hukum dan Sosial-Budaya, dengan tiap-tiap keranjang terbagi atas tiga sesi. Pembahasan topik/materi di setiap kelas akan berbentuk diskusi dan dialog untuk menghasilkan gambaran umum ide terkini demi membangun peta menuju Tata Kelola Internet Indonesia yang lebih baik di masa akan datang. Panelis setuju bahwa problem penetrasi internet tidak hanya masalah infrastruktur, namun juga masalah sinergi antar instansi dan kapasitas masyarakat. Dalam meningkatkan penetrasi Internet di Indonesia, program pemerintah yang sudah ada memiliki orientasi project-based sehingga tidak berkelanjutan. Sering juga terjadi ketidakcocokan roadmap dengan kondisi lapangan yang mengurangi pemanfaat internet oleh masyarakat, padahal sudah ada populasi kunci, seperti SMK-SMK TIK, yang dapat meningkatkan penetrasi internet. Dua rekomendasi ke depan yang akan memudahkan operator jaringan dan meningkatkan pemanfaatan Internet oleh masyarakat: Perlu mengurangi pemungutan operator di depan melalui perijinan. pemerintah bisa mengandalkan pemasukan pajak dalam jangka panjang Pemberdayaan dan edukasi masyarakat Sebagai update dari kelompok kerja IPv6, transisi ke IPv6 di Indonesia sudah berjalan melalui forum multi- stakeholder dengan core network sudah 90% siap, namun akses internet tergantung kesediaan setiap operator. INFRASTRUKTUR #1 Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Internet Indonesia dan Pengembangan Kapasitas Pita Lebar Berbasiskan IPv6 Pengantar Berbicara tentang internet Indonesia, pasti banyak yang berbeda pendapat. Agar pendapat ataupun pemikiran dapat tersalurkan dengan baik, digelar sebuah forum dialog yang disebut Indonesia Internet Governance Forum (ID-IGF Dialogue 2014). Ini merupakan forum dialog untuk membahas tata kelola internet Indonesia agar lebih profesional, transparan dan akuntabel. Diharapkan para pegiat internet Indonesia dapat berbagi informasi, temuan, dan ilmu pengetahuan dalam forum dialog ini. Keikutsertaan forum ini bersifat multi-stakeholder, mulai dari pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas teknis. Forum ini diharapkan dapat mengusung semangat kolaboratif, egaliter, dan inklusif. Dialog ID-IGF digelar hari Rabu, 20 Agustus 2014 di Hotel Borobudur Jakarta. Forum ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut bayaran. Masyarakat yang mengikuti kegiatan ini sebelumnya telah melakukan pendaftaran melalui situs www.id-igf.or.id yang selama 20 hari sebelum kegiatan berlangsung. Ada12sesiyangmenarik,kontekstualdan relevan dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia. Keduabelas sesi tersebut mengusung 4 topik besar secara pararel, yaitu infrastruktur, ekonomi, hukum, dan sosial budaya. Para narasumber dari multi-stakeholder, bersama dengan para peserta mendiskusikan dan mencari solusi bersama untuk mewujudkan tata kelola Internet Indonesia yang lebih baik. Ringkasan dialog dari 4 topik dan 12 sesi dapat dibaca dalam lembaran ini. Salam, ID-IGF Menuju Tata Kelola Internet yang Lebih Baik di Indonesia Sebagai Bagian dari Komunitas Internet Global id-igf.or.id
  • 2. 2 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014 Operator telepon seluler di Indonesia saat ini menghadapi ledakan lalu lintas data yang tidak diiringi peningkatan revenue. Dalam menghadapi tantangan ini, perubahan dan pengawalan kebijakan yang mendukung penggunaan infrastruktur bersama, infrastructure sharing, dan right of way di gedung dan fasilitas umum, sangat diperlukan untuk keberlanjutan operator. Perundang- undangan yang ada saat ini tidak secara jelas membedakan tanggung jawab dan hak penyelenggara infrastruktur, yang sebaiknya berada di bawah dukungan dan regulasi pemerintah, dari penyelenggara jasa koneksi, yang dapat diregulasi sebagai hubungan business to business. Mengenai netralitas jaringan, pihak operator tidak mendukung posisi ini, terutama di sector wireless, karena beberapa content provider memberikan beban yang jauh lebih besar pada jaringan. Dalam lingkup ekosistem TIK nasional, trade balance TIK Indonesia saat ini menghadapi deficit perdagangan yang besar, sehingga optimalisasi impor dan peningkatan sumber daya TIK dalam negri perlu segera dilakukan. Menganalisis Tantangan Keamanan Jaringan Siber dan Peran/Posisi Indonesia di antara Dunia Internasional Indonesia saat ini adalah sasaran paling populer ke-3 untuk cyberattack di lingkup global dengan total 3.9 juta kasus cyberattack dalam tiga tahun terakhir. Selain denial of service atau dDoS, malware menjadi permasalahan yang dihadap berbagai sector dalam negeri. Cybersecurity baru diatur oleh Keppres No. 63 Tahun 2004 yang tidak spesifik terhadap TIK, dan ekosistem regulasi yang lebih kondusif sangat diperlukan. Para presenter di panel ini mendukung tindak lanjut berikut dalam meningkatkan ketahanan TIK Indonesia: Organizational mapping untuk cyber security dalam lingkup nasional Koordinasi antar multi- stakeholder yang erat dan berlanjut Kebijakan untuk melindungi infrastruktur nasional kritis Pemetaan cyber- interdependency Selain infrastruktur dan sumber daya yang memadai, pendekatan melalui analisa perilaku pengguna TIK sangat diperlukan dalam perumusan strategi cyber security. Panelis: 1. Alexander Rusli (Indosat) 2. Garin Ganis (ISOC-ID, Jakarta Chapter) 3. Andre Ludya Liap (Dini Nusa Kusuma) Moderator: John Sihar Simanjuntak (PANDI) Rapporteur: Rafadi Hakim (HIVOS) INFRASTRUKTUR #2 Merumuskan Standarisasi, Netralitas Jaringan, dan Pemanfaatan Infrastruktur Bersemangat Gotong Royong Panelis: 1. Hammam Riza (BPPT) 2. M. Salahudin Manggalany (IDSIRTII) 3. Andika Triwidada (IDCERT) 4. Irwin Day (FTII) 5. Gildas Deograt (KKI) Moderator: Irvan Nasrun (APJII) Rapporteur: Rafadi Hakim (HIVOS) INFRASTRUKTUR #3
  • 3. 3 ID-IGF Panelis: 1. Septiana Tangkary (Kemkominfo) 2. Sugeng Haryanto (Unit Cybercrime POLRI) 3. Arist Merdeka Sirait (Komnas Perlindungan Anak) 4. M. Yamin (Yayasan Nawala) 5. Agung Yudha (Google Indonesia) Moderator: Indriyatno Banyumurti (Relawan TIK Nasional) Rapporteur: Annisa Junaidi (ICT Watch) SOSIAL BUDAYA #1 Melindungi Keselamatan Anak Indonesia di Internet dari Konten Ilegal, Pedofilia, Ancaman Privasi dan Cyber-Bully Kasus pedofil hari ini sudah masuk dalam kategori kejahatan nasional. Predator seks pelakunya didominasi remaja. Dulu yang ditakutkan adalah orang dewasa sebagai predator, namun skarang predatornya juga berasal dari kalangan anak-anak itu sendiri. Ini dimulai disebut kekhawatiran nasional 3 terbesar di dunia. Beberapa factor disebabkan oleh akses yang gampang didapat oleh anak di media online. Berawal dari adiksi yang berubah menjadi penyakit. Diharapkan adanya pengetahuan yang cukup untuk keluarga untuk bisa mendidik anak mereka dan membangun kesadarannya untuk bisa berinternet secara sehat. Filtering hanya dapat meminimalisasi dampak negatif bagi anak.. Jika mau menyelamatkan anak dari dampak buruk internet, keluarga memiliki peran utama dalam mencipatakan dunia internet yang sehat bagi anak. Selain itu juga dibutuhkan peran dari berbagai pemangku kepentingan lain, seperti sekolah, lingkungan dan pemerintah. Panelis: 1. Nukman Lutfie (Praktisi Media Sosial) 2. Mariam F Barata (Kemkominfo) 3. Nezar Patria (Dewan Pers) 4. Sintadewi Rosadi (Universitas Padjajaran, Bandung) Moderator: Shita Laksmi (SEATTI - HIVOS) Rapporteur: Annisa Junaidi (ICT Watch) Merawat Kebebasan Berpendapat yang Beretika di Internet: Peran Netizen Indonesia dalam Menyediakan Informasi yang Kredibel dan Bermanfaat bagi Masyarakat SOSIAL BUDAYA #2 Kajian akademis tentang black campaign dan kebebasan berpendapat, yakni bagaimana membalancing hak untuk mendapatkan akses dan bagaimana untuk tidak disalahgunakan. Kampanye tidak boleh mengadung unsur menghina. Social media penting perannya dalam pembangunan informasi. Harus paham dulu perilaku offline seperti apa. Hal yang terjadi di dunia digital adalah kita tidak membaca kata perkata. Cara pemerolehan berita berbeda offline dengan online. Karena perilaku dalam membaca info tadi akhirnya informasi yang diambil oleh user semau mereka. Riset dilakukan tatapmuka & online: ketika tatap muka bebas, ketika online suara terekam. Jadi pertempuran lebih mudah terjadi di dunia online. Cek dulu sumbernya sebelum membagikan informasi yang ada di dalamnya. Social media harusnya menjadi forum komunikasi publik untuk memberikan dampak positif. Pentingnya ada pengawasan dan sosialisasi untuk mengembangkan hal yang positif. SOSIAL BUDAYA #3 Mengawal Kebebasan Berpendapat di Ranah Online serta Pemenuhan Hak atas Akses Informasi untuk Melawan Diskriminasi di Indonesia TIK sebagai alat bantu untuk mempermudah mobilitas, dengan adanya internet bisa berkomunikasi dari jarak jauh. Bisa menyuarakan isu yang jarang diangkat. Internet bisa membantu untuk membuka lapangan pekerjaan. Diharapkan ada aksi yang diwujudkan oleh multistakeholders, karena banyak penyandang difabel di daerah yang belum mendapatkan akses yang sama ke internet. Diskriminasi berbasis gender terjadi karena ketika adanya penikmatan hak yang berbeda. Kebebasan pers berbeda dengan kebebasan berpendapat. Pers berimbang, ada cek and balance, kode etik jurnalistik, UUITE, sedangkan hal tersebut tidak begitu dipahami oleh kebanyakan jurnalis hari ini. Dibutuhkan adanya keterlibatan kelompok rentan dalam pembuatan fasilitas dan hal yang mereka butuhkan, sehingga hal yang dilakukan pemerintah untuk mereka tersebut lebih bermanfaat. Panelis: 1. Dimas Prasetyo Muharam (KartuNet) 2. Andy Yentriyani (Komnas Perempuan) 3. Boni Pudjianto (Kemkominfo) 4. Johar Alam Rangkuti (IDC/OpenIXP) 5. Arif Bambani (AJI) Moderator: Donny BU (ICT Watch) Rapporteur: Annisa Junaidi (ICT Watch)
  • 4. Panelis 1. Bambang Heru Tjahjono (Kemkominfo) 2. Daniel Tumiwa (IDEA) 3. Henry K (Klik Indonesia) 4. Husna Zahir (YLKI) Moderator: Irwin Day (FTII) Rapporteur: Dinita A. Putri (CIPG) EKONOMI #1 Menguatkan Daya Saing Bisnis Online Indonesia & Menjadikannya Tuan Rumah di Negeri Sendiri bisnis online berkembang sangat cepat di Indonesia. Terutama didukung dengan banyaknya inisiatif dan dialog antar pemangku kepentingan. 3 hal utama yang dapat menjamin berkembangnya bisnis online lokal adalah: 1. Tersedianya produk dan jasa, 2. Tersedianya infrastruktur yang memadai, 3. Tersedia dan dipakainya payment gateway lokal. Saat ini hanya ada dua payment gateway di Indonesia, yaitu Veritrans dan Doku. 80% dari metode pembayaran online dilakukan melalui bank transfer. Masalah kepercayaan adalah hal utama yang harus diperhatikan, terkait juga dengan ekosistem yang dibangun. Dibutuhkan ekosistem yang saling mendukung antara pelaku bisnis, pemerintah, dan masyarakat sehingga terbangun kepercayaan yang mendukung tumbuhnya bisnis online dalam negeri. Penggunaan domain .id dapat membantu terciptanya ekosistem bersama dan memudahkan penyelesaian kasus-kasus terkait bisnis online. Peran pemerintah dalam industri ICT adalah sebagai penyeimbang. Pemerintah bertugas menyediakan kebijakan yang memadai dan mengutamakan perlindungan terhadap konsumen dan data pribadi. Saat ini, pengaduan terkait bisnis online jumlahnya masih relative kecil, hanya 12 pengaduan dalam 2 bulan. Namun demikian, tetap diperlukan kejelasan dalam kebijakan terkait penerapan pelayanan publik di Internet bagi industri ICT, terutama terkait pelayanan publik, perlindungan terhadap data konsumen dan penyediaan informasi yang memadai dari penyedia jasa untuk konsumen. Panelis: 1. Ashwin Sasongko (DETIKNAS) 2. Andi Budimansyah (PANDI) 3. Azhar Hasyim (Kemkominfo) 4. Paul Wilson (APNIC) Moderator: Noor Isa, (Kemkominfo) Rapporteur: Dinita A. Putri (CIPG) EKONOMI #2 Usulan Indonesia terhadap transisi IANA ke pemangku kepentingan majemuk IANA yang selama ini berada di bawah naungan pemerintahan Amerika Serikat akan melakukan transisi untuk dikelola oleh multi-stakeholders. Komunitas Internet harus mengambil peran dalam kesempatan transisi ini untuk memastikan terjalinnya kerjasama yang terbuka dalam IANA. Dibutuhkan rencana transisi yang jelas dan hati- hati sehingga mekanisme multi-stakeholders dapat terdefinisi secara jelas dan berjalan sesuai dengan harapan komunitas global. APNIC mendukung transisi ini dan mengharapkan IANA yang baru dapat tetap bekerjasama dengan ICANN dan dapat meneruskan fungsi-fungsi baik yang telah ada saat ini. Indonesia juga harus mengambil peran dalam transisi IANA dan menerapkannya di dalam negeri. Saat ini, pengelolaan nama domain di Indonesia dilakukan oleh Pandi, namun belum ada forum terbuka yang membahas IP address karena dibutuhkan pendekatan yang berbeda dalam penentuan IP address. Salah satu masalah yang masih harus diselesaikan adalah tidak adanya tipologi/desain jaringan di Indonesia, untuk ke depan, hal ini harus diperhatikan sehingga Indonesia dapat menjaga kedaulatan Negara di tengah mekanisme multi-stakeholders, serta mengontrol operasional dan penegakan hukum terkait Internet. 4 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014
  • 5. 5 ID-IGF Panelis: 1. Lolly Amalia Amdullah (Kemparekraf) 2. Daniel Tumiwa (Indonesia e-Commerce Association) 3. Heru Tjatur (DetikCom) 4. Ari Juliano Gema (Creative Commons Indonesia) Moderator: Saptto Anggoro, APJII Rapporteur: Dinita A. Putri (CIPG) EKONOMI #3 Mendorong pertumbuhan inovasi dan industri kreatif TIK berbasiskan ekonomi kerakyatan ke ranah global. Peluang dan potensi industri kreatif TIK di Indonesia sangat besar, namun terdapat kesenjangan antara keahlian teknis dari digi-preneur dengan keahlian bisnisnya, yang menyebabkan invensi-invensi kreatif sulit berkembang menjadi inovasi. Peran pemerintah, terutama Kemenparekraf dalam membantu menumbuhkan industri kreatif adalah dengan menyediakan pusat kreatif, pendampingan bisnis, menjembatani kendala modal pada digi-preneur dan membantu membuka akses terhadap pasar. Terkait dengan perlindungan terhadap karya-karya kreatif, ada alternatif untuk menggunakan lisensi Creative Commons yang dapat menjamin perlindungan penyebaran karya kreati, termasuk di dunia maya. Panelis: 1. Azhar Hasyim (Kemkominfo) 2. Allosius Wisnu Broto (Universitas Atmajaya, Jogja) 3. Sammy Pangerapan (APJII) 4. Indriaswati D. Saptaningrum (ELSAM) Moderator: Wahyudi Djafar (ID-CONFIG) Rapporteur: Justitia Avila Veda (ELSAM) HUKUM #1 Membangun Tata Kelola Internet Indonesia dengan Perspektif HAM: Prosedur Penanganan Situs Ilegal, Penapisan/Pemblokiran dan Revisi Pasal Pencemaran Nama Online Kerangka hukum pengaturan IT di Indonesia perlu dibenahi agar jelas arah kebijakannya dan berhasil mengakomodasi standar HAM sebagai wujud tanggung jawab negara. Beberapa isu krusial terkait kebijakan IT Indonesia adalah terkait pemblokiran dan penanganan pencemaran nama baik. Tidak semua konten terlarang harus ditangani dengan pemblokiran, apalagi dengan status quo dimana masih belum terdapat mekanisme yang jelas dan tegas atas hal tersebut. Untuk pencemaran nama baik sendiri, Perlu dilakukan peninjauan kembali terkait hukum positifnya. Perlu dilakukan harmonisasi dan perumusan secara lebih komprehensif agar instrumen hukumnya tidak saling kontraproduktif dan tetap mengutamakan perlindungan bagi para pengakses internet. Kesemuanya harus diwujudkan melalui diskusi terbuka dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah juga harus membuka diri bagi koreksi atas tindakan yang dinilai tidak sesuai dengan keinginan dan keadilan masyarakat.
  • 6. 6 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014 Keberadaan PP No. 82 tahun 2012 dikaitkan dengan Undang-Undang Pelayanan Publik semakin memperluas batasan sektor pelayanan publik sehingga menjadi kabur. PP tersebut juga membebani banyak pihak dengan berbagai macam kewajiban. Untuk bidang e-commerce sendiri, keberadaan PP tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran data, yang akan menimbulkan penurunan potensi transaksi ekonomi melalui internet di Indonesia. Di satu sisi, instrumen hukum tersebut memiliki sisi positif karena mendorong terwujudnya pengaturan rezim internet yang komprehensif, namun hal itu perlu dilengkapi dengan usaha lain seperti membagi level industri internet dan penciptaan ekosistem elektronik yang kondusif. Selain itu, perlu segera dibuat instrumen hukum lain turunan dari UU ITE untuk melengkapi keberadaan PP No. 82 tahun 2012. Menggagas Konsep Yuridiksi di Internet untuk Memperkuat Kedaulatan Negara di Dunia Siber Kebingungan dalam pengaturan kedaulatan cyber muncul akibat situasi dunia cyber yang borderless, ubiquitos, dan global. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi pertumpangtindihan yurisdiksi antar negara ketika terjadi suatu konflik yang akan sangat berkaitan dengan kompetensi relatif suatu pengadilan. Negara sendiri cenderung memperluas kedaulatan cyber mereka melalui instrumen hukumnya masing-masing. Di samping itu, muncul juga paham multistakeholderism yang menekankan pada relasi antar pemangku kepentingan. Terjadi perdebatan, apakah kedaulatan cyber ini perlu diwujudkan dengan pendekatan demarkasi teritorial, atau justru dibuat pengaturan secara global itu sendiri. Kiranya, pengaturan secara global dapat dimulai melalui perjanjian bilateral antar negara, mengingat negosiasi di tingkat multilateral sulit mencapai kesepakatan. Terlepas dari itu semua, kedaulatan cyber sendiri juga perlu dimaknai sebagai kemapanan negara Indonesia untuk bisa mengakomodasi kebutuhan informasi dan teknologi warga negaranya secara mandiri dan tidak menggantungkan pemenuhannya terhadap negara lain. Panelis: 1. Bambang Heru Tjahyono (Kemkominfo) 2. Setyanto P. Santosa (MASTEL) 3. Henry Kasfy (Klik Indonesia) 4. Shinto Nugroho (IDEA). Moderator: Andi Budimansyah (PANDI) Rapporteur: Justitia Avila Veda (ELSAM) HUKUM #2 Tantangan penerapan Pelayanan Publik di Internet bagi Industri ICT: Meninjau aturan UU 25/2009 dan PP 96/2012 serta PP 82/2012 untuk menopang pertumbuhan Industri dalam negeri berbasis Internet Panelis: 1. Aidil Chendramata (Kemkominfo) 2. John Sihar S. (PANDI) 3. Wishnu Krisnamurti (MOFA) 4. Wahyudi Djafar (ELSAM) Moderator: Noor Iza, (Kemkominfo) Rapporteur: Justitia A. Veda (ELSAM) HUKUM #3
  • 7. 7 ID-IGF DEKLARASI ID-IGF 2012 Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia Dalam rangka percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional, sumber daya Internet harus didayagunakan dan dikelola secara transparan, demokratis, multilateral oleh Multi Pemangku-Kepentingan. Pengelolaan ini berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, kebebasan arus informasi dan pengetahuan, keamanan sistem dan data, akses yang terjangkau dan terjamin kemudahan serta ketersediaannya, dengan mengedepankan kepentingan nasional. Kami, para pelaku Multi Pemangku-Kepentingan yang bertandatangan di bawah ini, mendeklarasikan untuk memulai proses Tata Kelola Internet di Indonesia dengan pendekatan Multi Pemangku-Kepentingan. Implementasi dalam Deklarasi ini akan berjalan dalam ruang lingkup sebagai berikut : 1. Kebijakan: Kebijakan Internet adalah prinsip, norma, peraturan dan prosedur pengambilan keputusan bersama yang menentukan arah evolusi dan pendayagunaan Internet; 2. Pengoperasian: Internet beroperasi di area yang sangat luas, diantaranya tetapi tidak terbatas, adalah perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur yang diperlukan agar Internet bisa bekerja ; 3. Layanan: Produk layanan Internet sangat luas, diantaranya terdiri dari pendidikan, akses, penelusuran web, perdagangan secara elektronik, komunikasi elektronik, jejaring sosial, dan lain-lain ; 4. Standar: Standar Internet memungkinkan sistem yang memiliki interoperabilitas dengan bersama-sama mendefinisikan protokol, format pesan, skema, dan bahasa. Proses komunikasi baik formal maupun informal dalam pembuatan konsensus kebijakan di Multi Pemangku-Kepentingan ini, menggunakan cara terbuka dengan beragam metode seperti diskusi langsung, forum publik, draft elektronik, penerbitan, dan lain-lain Prinsip-prinsip yang mendasari implementasi dalam Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia adalah : 1. Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan berjalannya Hukum berdasarkan UUD 1945 ; 2. Tata kelola dengan perspektif Multi Pemangku-Kepentingan ; 3. Tanggung jawab dari Negara ; 4. Memberdayakan pengguna Internet secara maksimal ; 5. Sifat global dari Internet ; 6. Integritas dari Internet ; 7. Manajemen yang terdesentralisasi ; 8. Arsitektur yang terbuka ; 9. Netralitas jaringan ; 10. Keberagaman budaya dan bahasa. Dengan semangat kerja sama, kami semua berkomitmen untuk melaksanakan isi deklarasi ini dengan sungguh-sungguh. Jakarta, 1 November 2012
  • 8. 8 Dialog Nasional ID-IGF | 20 Agustus 2014 1. Terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berminat untuk terlibat dalam mewujudkan Tata Kelola Internet yang lebih baik; 2. Setiap peserta diwajibkan terlibat dalam membahas, memberikan masukan dan usulan untuk setiap topik/materi yang akan dibahas secara tuntas dalam beberapa bentuk workshop/diskusi yang disediakan; 3. Peserta yang hadir saat kegiatan berlangsung mencapai 366 orang. PESERTA g LATAR BELAKANG Pada 1 November 2012 Indonesia telah mendeklarasikan Tata Kelola Internet Indonesia yang mengakui dengan jelas pentingnya kerjasama antara beragam pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Internet di Indonesia. Deklarasi yang ditandatangani oleh lebih dari 20 (dua puluh) pemangku kepentingan ini (lihat halaman 7 lembaran ini), kemudian dibuktikan dengan penyelenggaraan sebuah perhelatan global Internet Governance Forum (IGF) kedelapan yang diadakan di Bali pada Oktober 2013. Penyelenggaraan IGF 2013 di Bali itu adalah pertama kalinya perhelatan global Perserikatan Bangsa-Bangsa diselenggarakan dalam konsep pemangku kepentingan majemuk (multi-stakeholder) dan berjalan dengan sangat sukses. Atas penyelenggaraan ini, Indonesia sudah memberikan contoh konkrit bagaimana prinsip multi- stakeholder dijalankan baik dari segi penyelenggaraan, maupun dari segi pendanaan. Berangkat dari pemahaman dan pengalaman yang sudah dijalani, Indonesia Internet Governance Forum (ID-IGF), sebuah gugus tugas yang dibuat secara ad-hoc sejak tahun 2012, merasa sangatlah penting mengikutsertakan lebih banyak pihak yang beragam demi penyelenggaraan Tata Kelola Internet Indonesia yang lebih baik. Atas dasar itulah, ID-IGF menyelenggarakan diskusi nasional Forum Tata Kelola Internet Indonesia tanggal 20 Agustus 2014. e designed by mataharitimoer TUJUAN 1. Memberikan penjelasan tentang kerja tim ID-IGF (ad hoc) setelah deklarasi tahun 2012 hingga saat ini; 2. Menyusun potensi langkah yang bisa dilakukan untuk Tata Kelola Internet Indonesia yang lebih baik, diawali dengan mendiskusikan beberapa hal yang relevan dan masa kini; 3. Memperluas jangkauan pemangku kepentingan yang bisa aktif berkontribusi dalam diskusi menuju Tata Kelola Internet Indonesia yang lebih baik. n pemerintah 62 organisasi antar pemerintah 11 organisasi masyarakat sipil 48 komunitas teknis 24 wartawan /media 28 praktisi TI 22 guru/dosen 42 mahasiswa / pelajar 42 Sektor Bisnis 87