makalah tentang bagaimana kita bisa mengendalikan mutu pada tempe
1 of 8
Downloaded 91 times
More Related Content
makalah pengendalian mutu pada tempe
1. 1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia dan telah mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat di
dunia. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Tetapi yang biasanya dikenal
sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari
kedelai.
Melalui proses fermentasi, tempe kedelai menjadi lebih enak dan
meningkat nilai nutrisinya. Tempe yang masih baru (baik) memiliki rasa dan bau
yang spesifik. Fermentasi tempe mampu menghilangkan zat-zat yang tidak
diinginkan yang terdapat pada kedelai.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di
Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, lalu 40% tahu, dan 10% dalam bentuk
produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata- rata per
orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg. Tempe kedelai
merupakan makanan berbahan baku kedelai yang dibuat dari proses fermentasi
yang pada umumnya menggunakan aktivitas beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Kandungan gizi tempe kedelai
tidak kalah dengan pangan lainnya yaitu karbohidrat, lemak dan protein yang
cukup tinggi serta mudah dicerna oleh tubuh. Berdasarkan hal tersebut penulis
mengangkat judul dalam makalah mengenai Tempe.
1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan
tempe, mengetahui sifat dominan dari tempe dan mengetahui standar mutu dari
tempe.
1.3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses pembuatan tempe yang memenuhi standar?
b. Apa sifat dominan yang ada pada tempe?
c. Apa standar mutu yang harus ada pada tempe?
1.4. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan bagi masyarakat khususnya untuk produsen tempe mengenai standar
tempe yang baik untuk dipasarkan.
2. 2
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah timbangan analitik,
panci, kompor, tampah, saringan, sendok nasi, dan ember.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe ini adalah kedelai, kulit
ari kedelai, millet, sorgum, ragi tempe, air, dan daun pisang.
2.2. Cara Pembuatan
Tahap-tahap dalam pembuatan tempe kedelai, yaitu meliputi :
1. Sortasi
Kedelai disortasi dari cemaran fisik kemudian ditimbang.
2. Pencucian
Kedelai dicuci menggunakan air bersih untuk membersihkan biji kedelai dari
kotoran.
3. Perendaman
Kedelai direndam selama 12 jam. Kedelai kemudian direbus dengan perbandingan
air dan kedelai sebanyak 4 : 1 menggunakan air bersih.
4. Perebusan
Perebusan kedelai dilakukan selama ± 30 menit.
5. Pengupasan kulit
Setelah dingin, dilakukan pengupasan kulit ari kedelai, kemudian dicuci.
6. Pengukusan
Kedelai dikukus selama ± 30 menit, lalu ditiriskan dan didinginkan hingga air
menetes habis.
7. Inokulasi
Sebelum inokulasi, kedelai dicampur dengan bahan pengisi tertentu. Untuk bahan
pengisi kulit ari kedelai, kulit ari kedelai hasil pengupasan dicuci hingga bersih
kemudian dirajang dan dikukus selama 30 menit, lalu ditiriskan. Sedangkan millet
dan sorgum sebagai bahan pengisi, millet dan sorgum dicuci bersih kemudian
direbus selama 1 jam, ditiriskan dan didinginkan. Kedelai kemudian dicampur
3. 3
dengan bahan pengisi dan diberi ragi sebanyak 1% dari bahan dan diaduk rata
menggunakan sendok.
8. Pengemasan
Kedelai dengan bahan pengisi dikemas menggunakan daun pisang.
9. Fermentasi
Fermentasi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan tumbuh kepada kapang.
Kedelai dengan bahan pengisi difermentasi selama 36 jam pada suhu 25-370
C.
Berikut diagram alir pembuatan tempe:
4. 4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Botani Kedelai
Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub
famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang
disebut Glycine unriensis. Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai
berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik
dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut
dibudidayakan. Biji kedelai tersusun tiga komponen utama, yaitu kulit, daging
(kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Komposisi kedelai adalah
40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat, 4,3% serat kasar, 4,5% abu, dan
6,6% air ( Snyder and Kwon, 1987 ).
Komposisi kimia kedelai kering per 100 gr biji adalah kalori sebesar 331
kkal, protein sebesar 34,9 gr, lemak sebesar 18,1 gr, karbohidrat 34,8 gr, kalsium
227 mg, fosfor 585 gr, besi 8 mg dan Vitamin A 110 SI. Protein merupakan salah
satu komponen yang cukup besar dari tempe kedelai disusul karbohidrat dan
lemak. ( Direktorat Gizi Depkes RI. 1972 dalam Koswara, 1992 ).
Kandungan lemak kedelai kira-kira sebesar 18-23 %. Kedelai merupakan
sumber asam lemak essensial linoleat dan oleat. Kandungan utama asam lemak
kedelai adalah asam lemak tidak jenuh. Kandungan asam lemak tidak jenuh
kedelai sebesar 78,69 % dan asam lemak jenuhnya 14,49 % ( Smith and Circle,
1978 dalam kasmidjo 1990 ).
Komposisi asam lemak essensial pada kedelai terdiri dari asam linoleat
sebesar (15-64 %), asam oleat sebesar (11-60 %) dan asam linoleat sebesar (1-
12%). ( Bailey,A.E, 1950 dalam Ketaren 1986 )
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan
genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat
antioksidan faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat
antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai.
Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi
tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium ( Astawan, 2003 ).
3.2. Tempe Kedelai
Tempe dibuat dari biji kedelai yang difermentasi dengan bantuan ragi.
Ragi yang terdapat dalam pembuatan tempe adalah Rhyzopus oligosporus,
Rhyzopus oryzae, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus chlamdosporus, dan Rhyzopus
arrhizus. Rhyzopus oligosporus lebih banyak mensintesis enzim pemecah protein
(protease) dan Rhyzopus oryzae lebih banyak mensintesis enzim pemecah pati
(alfa amilase) selama proses fermentasi. Kedua jenis ragi tersebut digunakan
5. 5
dalam pembuatan tempe dengan kadar Rhyzopus oligosporus lebih banyak atau
dengan perbandingan 1:2 . Standar Nasional Indonesia atau SNI (2009)
menyatakan bahwa tempe merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi biji
kedelai dengan menggunakan ragi Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak,
berwarna putih sedikit keabu-abuan, dan berbau khas tempe. Tempe adalah
produk fermentasi dari kacang kedelai (Glycine max) dimana fermentasi
menyebabkan sejumlah protein, lemak dan karbohidrat mengalami degradasi
menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana dan lebih mudah dicerna daripada
bahan asalnya ( Anwar, 1994 ).
Tempe kedelai merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan
baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri
berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan
adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang
kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara
biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam
kedelai menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi ( Kasmidjo,
1990 ).
3.3. Standar Mutu Tempe
Tempe yang baik adalah tempe yang tampak kompak, seluruh bahan
diselaputi miselium kapang yang berwarna putih, tidak bernoda hitam akibat
timbulnya spora, tidak berlendir, mudah diiris, tidak busuk dan tidak berbau
amoniak. Proses pembuatan tempe meliputi beberapa tahap yaitu perebusan
kedelai, perendaman, pengupasan kulit kedelai, penirisan dan pendinginan,
inokulasi dengan kapang tempe, pengemasan dan inkubasi ( Shurtleff & Aoyagi,
1980 ).
3.4. Kompisisi Kimia dari Tempe
Komposisi kimia dari pengolahan kedelai menjadi tempe adalah protein
sebesar 18,3%, nitrogen sebesar 2,9%, lemak sebesar 4%, dan karbohidrat 12,7%.
Protein merupakan salah satu komponen yang cukup besar dari tempe kedelai
disusul karbohidrat dan lemak, data dari Steinkraus (1960); Hermana (1996);
dalam Kasmidjo (1990). Sedangkan Cahyadi, 2006 melaporkan bahwa akibat
pengolahan kedelai menjadi tempe, kadar nitrogen totalnya sedikit bertambah,
kadar abu meningkat, tetapi kadar lemak dan kadar nitrogen asal proteinnya
berkurang, komposisi kimianya yaitu protein kasar sebesar 41,5% (db), serat kasar
sebesar 3,4% (db), minyak kasar sebesar 22,2% (db), dan karbohidrat 29,6% (db).
Selama pembuatan tempe terjadi kenaikan suhu sampai 40ËšC. Kondisi uap air,
oksigen, dan panas serta zat gizi harus cukup dan tidak boleh berlebihan. Apabila
kondisi pemeraman sesuai maka miselium kapang akan tumbuh dan
mengeluarkan enzim protease, lipase, dan amilase ke lingkungan sekitarnya.
Enzim-enzim tersebut akan menguraikan protein, lemak, dan karbohidrat yang
6. 6
terdapat pada kepingan biji kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti
asam amino, asam lemak, dan glukosa ( Ali, 2008 ).
3.5. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Tempe
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitucbahan
baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe
kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan
mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus oligosporus,
Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies
atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri pH awal 6.8 dan
kelembaban nisbi 70 - 80% ( Ferlina, 2009 ).
Pada tahap inokulasi terjadi fermentasi oleh Rhizopus sp yang diperoleh
dari laru daun, laru tempe maupun tepung ragi. Laru tempe paling sedikit
mengandung tiga spesies kapang dari genus Rhizopus, yaitu R. oligosporus, R.
oryzae, dan R. stolonifer atau R. chlamydosporus. Pada proses pembuatan tempe
R. oligosporus mensintesis enzim pemecah protein (protease) lebih banyak
sedangkan R. oryzae lebih banyak mensintesis enzim pemecah pati (α-amilase).
Kapang memerlukan oksigen yang cukup untuk memacu pertumbuhannya,
apabila kadar oksigen kurang pertumbuhan kapang pada substrat lambat. Uap air
yang berlebihan akan menghambat difusi oksigen ke dalam kedelai sehingga
dapat menghambat pertumbuhan kapang. Untuk itu pada saat pembungkusan
sebaiknya aliran udara diatur agar tidak terlalu kedap, yaitu dengan memberi
lubang apabila dibungkus dengan plastik. Selain oksigen kapang juga memerlukan
suhu dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhannya. Kedelai calon tempe
harus mengandung cukup air. Apabila terlalu kering dan kelembaban kurang maka
substrat kedelai sukar ditembus oleh miselium kapang. Sebaliknya apabila terlalu
basah, maka akan menghambat penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan
miselium kapangcommitterhambat ( Anonim, 2009a )
3.6. Perubahan Oligosakarida pada Tempe
Gula utama dalam kedelai pada pembuatan tempe adalah oligosakarida
(sukrosa, stakhiosa dan rafinosa). Stakhiosa, rafinosa, melibiosa merupakan
senyawa gula kedelai tergolong keluarga senyawa rafinosa yang mana menjadi
salah satu factor penghambat konsumsi kedelai ( Kasmidjo, 1990 ).
Selama proses fermentasi jenis senyawa karbohidrat, termasuk
oligosakarida mengalami degradasi (hidrolisa) oleh sistem enzimatik
mikroorganisme, yaitu dalam hal ini enzim α-galaktosidase oleh aktivitas
Rhizopus olygosporus ( Winarno, 1980 ).
7. 7
Pada proses fermentasi tempe, terjadi pencernaan enzimatik pada protein,
lemak dan karbohidrat. Peristiwa ini terjadi karena pada pertumbuhan kapang
memerlukan energi yang diperoleh melalui pemecahan protein , lemak dan
karbohidrat. Enzim-enzim tersebut adalah enzim protease, amilase, lipase dan
fitase serta α-galaktosidase. Pada masa inkubasi 12 jam pertama enzim yang
aktivitasnya tertinggi adalah enzim α- galaktosidase oleh aktivitas Rhizopus
oligosporus yang mendegradasi oligosakarida pada kedelai kemudian
menguraikan karbohidrat menjadi gula sederhana. ( Hermana, 1996 ).
3.7. Standar Mutu Tempe
8. 8
IV. KESIMPUAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Tempe merupakan salah satu olahan tempe yang dibuat dengan cara
fermentasi melalui bantuan mikroorganisme kapang. Proses pembuatan tempe
meliputi disortasi bahan baku, pencucian, perendaman, pengelupasan kulit,
perebusan, pengukusan, inokulasi, pengemas, dan fermentasi. Tempe yang baik
adalah tempe yang tampak kompak, seluruh bahan diselaputi miselium kapang
yang berwarna putih, tidak bernoda hitam akibat timbulnya spora, tidak berlendir,
mudah diiris, tidak busuk dan tidak berbau amoniak. Proses pembuatan tempe
meliputi beberapa tahap yaitu perebusan kedelai, perendaman, pengupasan kulit
kedelai, penirisan dan pendinginan, inokulasi dengan kapang tempe, pengemasan
dan inkubasi. Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu
bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe
kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan
mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus oligosporus,
Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies
atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri pH awal 6.8 dan
kelembaban nisbi 70 - 80%.
4.2. Saran
Dalam pembuatan perlu diperhatikan asepek aspek yang dapat
mempengaruhi standar mutu dari tempe yang akan dihasilkan. Seperti sanitasi dari
bahan dan proses fermentasi dari tempe tersebut.