1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang,
dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China
yang mencapai 250.000 per tahun.
Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya
50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan
demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya.
Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan
kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta
mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan
dewasa muda (15 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan
percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara
yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah menelan
pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih letal atau mematikan seperti
menggantung diri.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang
berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang
kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan miskin, kelompok
professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog.
1.2. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu menyebutkan pengertian resiko bunuh diri
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengenali klien yang berpotensi resiko bunuh diri
2. 3. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan etiologi terjadinya perilaku resiko
bunuh diri
4. Mahasiswa diharapkan mampu membuat dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan risiko perilaku bunuh diri
3. BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Jiwa
1. Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari
kualitas hidup dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia.
Ciri-ciri sehat jiwa:
Bersikap posisf terhadap diri sendiri
Mampu tumbuh berkembang dalam mencapai aktualisasi diri
Mampu mengatasi stress atau perubahan dalam diri
Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan yang di ambil
Mempunyai perssepsi yang realistis dan menghargai perasaan orang lain
Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (Budi,2011)
2. Masalah psikososial
Masalah psikososial yaitu perubahan dalam kehidupan individu baik yang
bersifat psikologis ataupun social yang mempunyai pengaruh timbal balik dan
dianggap berpotensi cukup besar sebagai factor penyebab terjadinya masalah
kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.
Ciri-ciri masalah psikososial:
Cemas, kawatir berlebihan, takut
Mudah tersinggung
Sulit konsentrasi
Ragu-ragu/rendah diri
Pemarah dan agresif
Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala(Budi,2011)
Individu yang mengalami masalah psikososial adalah yang menglam pikiran
menyimpang atau distress, gangguaan persepsi ilusi, emosional menghadapi
berbagi stimulus, perilaku kadang-kadang tidak selaras dengan lingkungan dan
mernarik diri.
4. 2.2 Defenisi Resiko Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya.Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien
melakukan bunuh diri, kita mengenal 3 macam perilaku bunuh diri, yaitu isyarat
bunuh diri, ancaman bunuh diri dan percobaan bunuh diri (Keliat, 2011).
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.( Jenny., dkk. (2010). Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ).
a) Isyarat bunuh diri
Ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri.Pada kondisi ini pasien mungkin sudah mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disretai dengan ancaman dan percobaan
bunuh diri.Pasien umunya mengungkapakan perasaan sepeti rasa
berslah/sedih/marah/putus asa, tidak berdaya.Pasien juga mengungkapakan hal-
hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b) Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut.Secara aktif pasien telah memikirkan
rencan bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.Walaupun
dalam kondisi ini pasien belum mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan.Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c) Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri hidupnya.pada kondisi ini, pasien mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri ini dapat dilihat data-data
yang harus dikaji pada tiap jenisnya.Setelah melakukan pengkajian, anda dpat
merumuskan diagnosis keperawatan berdasarkan tingkat resiko dilakukannya
bunuh diri.
2.3 Etiologi
5. Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1
Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah:
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin,
dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang
otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca
6. melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan
bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan
seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri.
Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan
koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
2.3 Manifestasi Klinis menurut Fitria, Nita (2009)
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
Respon adaptif Respon maladaptif
Peni
ngka
tan
diri
Beresiko
destruktif
Destruktif
diri tidak
langsung
Pencederaan
diri
Bunuh diri
7. d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
2.5 Konsep Keperawatan Teoritis
a. Pengkajian
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila
menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Menunjukkan impulsivitas dan agressif
8. Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat,
racun.
Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien
melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO SAD
PERSONS
Keterangan
1 Sex (jenis
kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide
3 kali lebih tinggi dibanding wanita,
meskipun wanita lebih sering 3 kali
dibanding laki laki melakukan
percobaan bunuh diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun
atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua
dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3 Depression 35 79% oran yang melakukan bunuh
diri mengalami sindrome depresi.
4 Previous
attempts
(Percobaan
sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh
diri sudah pernah melakukan percobaan
sebelumnya
5 ETOH (
alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang
menyalahnugunakan alkohol
6 Rational
thinking
Loss (
Kehilangan
berpikir
rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih
sering melakukan bunuh diri disbanding
general populasi
7 Sosial Orang yang melakukan bunuh diri
9. support
lacking (
Kurang
dukungan
social)
biasanya kurannya dukungan dari teman
dan saudara, pekerjaan yang bermakna
serta dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized
plan (
perencanaan
yang
teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik
terhadap bunuh diri merupakan resiko
tinggi
9 No spouse (
Tidak
memiliki
pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih
rentang disbanding menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal
beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami
petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan data yang akurat. Hal hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak,
namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada
investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari
komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress
yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan
mempengaruhi penilaian profesional.
10. 4. Jangan terlalu tergesa gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu
membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi
emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat
kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ide bunuh diri
Ancaman bunh diri
Percobaan bunuh diri
Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia
dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri
mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk
melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan
mengagas akan suicide
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
11. Hal hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat
kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong
komunikasi terbuka.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata kata yang
dimengerti klien
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
b. Diagnosis
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah : Resiko Bunuh Diri
c. Intervensi
Bila ada telah merumuskan masalah ini, maka anda perlu segera melakukan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien.
Tindakan keperawatan pasien percobaan bunuh diri
Tujuan : pasien tetap aman dan selamat
Tindakan : melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka anda
dapat melakukan tindakan berikut:
1. Menemani pasien terus-menerus samapai ia dapat dipindahkan ketempat yang
aman
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (mis : pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
4. Menjelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien sampai tidak ada
keinginan bunuh diri
Tindakan keperawatan keluarga pasien percobaan bunuh diri
12. Tujuan : keluarga diharapkan berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
Tindakan : melindungi pasien
Tindakan keperawatan :
1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien dan jangan pernah
meninggalkan pasien sendiri
2. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien
3. Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun
sendiri
4. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur
Penilaian kemampuan perawat dalam merawat pasien resiko bunuh diri
No. Kemampuan Tanggal
A Pasien
SP I
1. Mengidentifikasikan benda-benda
yang dapat membahayakan pasien
2 Mengamankan benda-benda yang
dapat membahayakan pasien
3 Melakukan kontrak treatment
4 Mengajarkan cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
5 Melatih cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
SP II
1 Mengidentifikasikan aspek positif
pasien
2 Mendorong pasien untuk berpikir
positif terhadap diri
13. 3 Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai individu
yang berharga
SP III
1 Mengidentifikasikan pola koping
yang yang biasa diterapkan pasien
2 Menilai pola koping yang biasa
dilakukan
3 Mengidentifikasikan pola koping
yang konstruktif
4 Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5 Menganjurkan pasien menerapkan
pola koping yang konstruktif dalam
kegiatan harian
SP IV
1 Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2 Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3 Member dorongan pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis
B Keluarga
SP I
1 Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan
gejala resiko bunuh diri, dan jenis
perilaku bunuh diri yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat
14. pasien resiko bunuh diri
SP II
1 Melatih keluarga mempraktikkan
cara merawat pasien dengan resiko
bunuh diri
2 Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri
SP III
1 Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2 Menjelaskan follow up pasien
15. BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
MALU TAK BISA BAYAR UANG UJIAN
Perjalanan hidupnya begitu pahit. Ketika usia 40 hari, ia sudah ditinggal ibu
kandungnya. Ia pun hidup dalam perawatan orang tua angkat. Merasa kesepian dan
diabaikan, itu yang ia rasakan.
Mengenakan kaus merah dan celana pendek warna biru tua, Aman Muhammad
Soleh (15) berjalan memasuki pekarangan keluarga Edi di Kampung Cabang, Desa
Karangasih, Cikarang, Bekasi. Aman berjalan beriringan bersama seorang
temannya, sambil menjinjing kantong plastik. Beberapa hari terakhir ini Aman
tinggal bersama keluarga Edi. Sebelumnya, ia tinggal bersama orang tua
angkatnya, Sapri (61) dan Nong (62). Saat ditanya NOVA, Minggu (6/6), Aman
mengaku baru saja pulang dari sebuah took swalayan. Sambil lalu, Aman pun
memperlihatkan isi kantong tersebut. Saya baru beli sepatu dan kaus kaki baru.
Mau dipakai untuk ke sekolah. Di katong plastk yang lain, Aman memperlihatkan
beberapa buah mi instan dan minuman kaleng.
KEPALA PUYENG DAN STRES
Upaya nekat Aman dilakukan Kamis (3/6). Siang itu setelah selesai mencuci
pakaian di sumur tak jauh dari rumah orang tua angkatnya, ia minta tolong pada
salah satu temannya, Geza (10), untuk membei makanan yang dapat membuat
henti jantung. Tadinya ia enggak mau waktu saya bilang obat penghenti jantung
itu mau saya pakai untuk jalan menuju Tuhan. Tapi, saat saya bilang untuk
menghentikan aksi tikus-tikus yang mencuri makanan, ia baru mau beliin, kisah
Aman.
16. Sesudah mendapatkan dua bungkus obat penghenti jantung dalam bentuk bubuk
seharga seribu rupiah itu, Aman mencampur obat penghenti jantung tersebut
dengan sebotol air mineral. Saya suruh Geza maintain air minum sama ibunya.
Ternyata airnya masih panas, lalu saya campur dengan air sumur, ujar Aman.
Tanpa pikir panjang lagi, Aman segera meminum obat penghenti jantung tersebut.
Geza sendiri mengaku tak menyangka temannya akan berbuat senekat itu.
Sesudah obat penghenti jantung saya kasih ke Aman, saya langsung pergi main
bersama teman lain ujar Geza yang menemani Aman.
Tau-tau Geza mendapat kabar dari temannya yang melihat Aman kejang-kejang
dengan mulut berbuih. Dengan panik, Geza memberitahu kedua oragtuanya.
Mereka tinggal bersebelahan denga orang tua nagkat Aman, pasangan Sapri dan
Nong. Setelah mdiberi minum susu, Aman segera dilarikan ke Rumah Sakit
Husada. Syukurlah, berhasil diselamatkan. Setelah dua hari menginap di RS,
iasudah bisa pulang. Ketika ditanya mengapa nekat mau minum obat penghenti
jantung, semula Aman tak mau menjawab. Kepala saya puyeng dan stress,
tukasnya. Yang jelas, sudah beberapa hari sebelumnya Aman punya rencana untuk
menghentikan jantungnya denga jalan meminum obat penghenti jantung.
Menurut Aman, beberapa waktu yangUmi dan Pak Api (panggilan Aman pada
Nong dan Sapri), tapi enggak dikasih. Padahal uang tersebut harus segera dibayar.
Paling telat hari Sabtu lalu. Bila enggak membayar, menurut guru, saya tidak akan
mendapat nomor ujian. Berarti saya tidak bias mengikuti ujian, ungkap Aman
sambil menundukkan kepalanya.
CARI IBU KANDUNG
Merasa diabaikan kedua orang tuan angkatnya. Aman pun menjadi frustasi dan
sedih. Mereka enggak bias mengerti perasaan saya, ujar Aman pelan. Aman
mengaku ingin diperlakukan seperti anak-anak lainnya. Terkadang ia ingin
mendapat uang jajan dari orang tua angkatnya. Tapi, saya tak pernah mendapat
uang jajan yang cukup.
Aman mengaku ingin memiliki ibu, ayah, dan saudara kandung seperti teman-
temannya. Saya kecewa tak seperti teman-teman lain. Sekarang saya punya niat
lagi mencari ibu saya, lanjutnya dengan nada lirih.
3.2 Jawaban Pertanyaan
17. 1. Diagnosa
Diagnosa yang muncul dari kasus di atas yaitu: Resiko Bunuh Diri
Alasan: karena pada kasus terdapat tindakan yang menyatakan percobaan bunuh
diri. Seperti Aman mencampur obat penghenti jantung dengan air minum lalu
segera meminumnya.
2. Faktor Presifitasi
Aman tidak diberi uang untuk membayar ujiannya sebesar Rp 100 ribu oleh orang
tua angkatnya kalau tidak ia tidak akan dapat nomor ujian
Kedua orang tua angkat Aman tidak pernah mengerti perasaan Aman
Aman tidak pernah mendapat uang jajan dari orang tua angkatnya
3. Faktor Predisposisi
Aman merasa kesepian dan diabaikan oleh orang tuanya, aman frustasi dan sedih
karena tidak dianggap
4. Pohon masalah
Resiko Bunuh Diri
Keputusasaan
Harga Diri Rendah
Koping Keluarga Tidak Efektif
5. Analisa Data
DS:
Aman mengatakan ia sudah ditinggal ibu kandungnya sejak usianya 40 hari
Aman mengatak hidupnya begitu pahit
Aman mengatakan ia merasa kesepian dan diabaikan
Aman mengatakan kepada Geza untuk membeli obat penghenti jantung
18. Aman mengatakan beberapa hari sebelumnya sudah berencana untuk
menghentikan jantungnya
Aman mengatakan tidak diberi orang tua angkat uang untuk membayar uang ujian
Aman mengatakan kedua orang tuanya tidak pernah mengerti perasaannya
Aman mengatakan ingin diperlakukan seperti anak lainnya
DO:
Aman tampak menyuruh Geza membeli obat penghenti jantung
Aman tampak mencampur obat penghenti jantung dengan air minum lalu segera
meminumnya
Aman tampak sedih dan frustasi
6. Tindakan Keperawatan
Karena kasus tersebut merupakan kasus resiko bunuh diri yang termasuk golongan
percobaan bunuh diri maka tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah:
a) Tindakan keperawatan untuk pasien
Melindungi pasien dengan cara:
1) Temani pasien terus- menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat yang
aman
2) Jauhkan semua benda yang berbahaya
3) Periksa apakah pasien benar- benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
4) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri
20. BAB V
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Beberapa ahli psikiatri mengemukakan pengertian tentang bunuh diri antaralain :
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Bunuh diri mikro (microsuicide ) : kematian akibat perilaku bunuh diri misalnya
bunuh diri pelan pelan atau terdapat pada orang orang yang dengan sengaja
tidak mau berobat meskipun menderita sakit, mogok makan, diet berlebih, dsb.
Bunuh diri terselubung (masked suicide) : orang yang sengaja melakukan
tindakan yang mengakibatkan kematian dengancara terselubung, misalnya :
mendatangi tempat kerusuhan sehingga terbunuh, olahraga yang berbahaya,
overdosis pada pasien ketergantungan zat dan sebagainya.
Menurut WHO membagi bunuh diri menjadi 4 kategori sosial, yaitu : Bunuh
diri egoistic, Bunuh diri altruistic, Bunuh diri anomik , Bunuh diri fatalistik
Faktor Penyebab terjadinya Bunuh diri,yaitu :
1. Etiologi bunuh diri yang digolongkan atas berbagai unsur :
2. Faktor determinan, meliputi : Kebudayaan, Jenis kelamin,Umur, Status
sosial.
Asuhan keperawatan pasien dengan resiko perilaku bunuh diri
Pengkajian,Diagnosa keperawatan, Perencanaan, Tindakan keperawatan,
Evaluasi
21. 3.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang ingin
mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri
pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan jiwa
22. Daftar Pustaka
Jenny, dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Keliat Budianna, dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Dalami Ermawati, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.
Ingram, dkk. (1995). Catatan Kuliah Psikiatri. Jakarta : EGC
Tomb, David . (2004). Psikiatri. Jakarta : EGC