Deskripsi, morfologi, anatomi, dll. tentang lobster atau Panulirus sp
1 of 3
More Related Content
Panulirus sp (Lobster) - Zoologi invertebrata - Tugas Paper
1. Klasifikasi Panulirus sp
Menurut Spence (1989), Panulirus spp. dalam Anonim (2010) Di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Invertebrata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Palurinudae
Genus : Panulirus
Spesies : Panulirus sp.
Morfologi Panulirus sp
Menurut Spence (1989), lobster
terdiri dari kepala dan thorax yang
tertutup oleh karapas dan memiliki
abdomen yang terdiri dari enam
segmen. Karakteristik yang paling
mudah untuk mengenali lobster
adalah adanya capit (chelae) besar
yang pinggirnya bergerigi tajam
yang dimiliki lobster untuk menyobek dan juga menghancurkan makanannya. Udang karang
mudah dikenal karena bentuknya yang besar dibanding dengan udang niaga lainnya. Isnansetyo
dan Yuspanani (1993) memberikan gambaran morfologi udang karang, yaitu mempunyai
bentuk badan memanjang, silindris, kepala besar ditutupi oleh capace berbentuk silindris,
keras, tebal dan bergerigi. Mempunyai antenna besar dan panjang menyerupai cambuk,
dengan rostum kecil. Pada udang barong betina endopod pada pleopod II tanpa appendix
interna/stylamblys. Muljanah et. al. (1994) menyatakan bahwa, lobster secara umum memiliki
tubuh yang berkulit sangat keras dan tebal, terutama di bagian kepala, yang ditutupi oleh duri-
duri besar dan kecil. Mata lobster agak tersembunyi di bawah cangkang ruas abdomen yang
Spiny Lobster
2. ujungnya berduri tajam dan kuat. Lobster memiliki dua pasang antena, yang pertama kecil dan
ujungnya bercabang dua, disebut juga sebagai kumis. Antena kedua sangat keras dan panjang
dengan pangkal antena besar kokoh dan ditutupi duri-duri tajam, sedangkan ekornya melebar
seperti kipas. Warna lobster bervariasi tergantung jenisnya, pola-pola duri di kepala, dan warna
lobster biasanya dapat dijadikan tanda spesifik jenis lobster.
Anatomi Panulirus sp berupa: Alat pencernaan sempurna, pada mulut terdapat rahang lateral
yang beradaptasi untuk mengunyah dan mengisap. Anus terdapat di bagian ujung (posterior)
tubuh. Sistem peredaran darah terbuka, memiliki jantung pembuluh terletak di daerah dorsal
(punggung), bernafas dengan insang. Sistem saraf berupa tangga tali. Ganglion otak
berhubungan dengan alat indera, memiliki alat indera berupa antena yang berfungsi sebagai
alat peraba, mata tunggal (ocellus) dan mata majemuk (facet), organ pendengaran khususnya
pada insecta statocyst (alat keseimbangan). Alat eksresi berupa coxal atau kelenjar hijau,
saluran Malpighi. Alat reproduksi, biasanya terpisah (dioceus). Lobster (Panulirus sp) betina,
biasanya memiliki area dorsal sampai ekor yang lebih lebar, ini digunakan untuk menyimpan
telur. pada lobster betina, swimmerets lebih lembut dibanding jantan. pada jantan, bagian
swimmerets lebih tebala dan keras. (Anonim, 2010). Biasanya Lobster keluar dari tempat
tinggalnya ke perairan yang dalam untuk bertelur atau kawin. Reproduksi lopster secara
eksternal, dimulai setelah lopster betina melakukan moulting. Menurut subani (1984) Proses
yang terjadi yaitu lobster jantan meletakkan cairan kental dari liang kelamin (Liang sperma)
pada lubang pengeluaran lobster betina. Kemudian cairan tersebut mengeras membentuk
semacam kantong sperma. Setelah kejadian tersebut lobster betina mulai mengeluarkan butir-
butir telur yang berwujud cairan kental kemudian melekat pada kaki-kaki renangnya.
Selanjutnya, lobster betina merobek kantong sperma dengan ujung kaki jalan kelima yang
berupa capit semu (Pseudo claw), dan dengan demikian terjadi pembuahan.
Siklus Hidup Panulirus sp
Menurut Subani, 1984 in
Utami 1999, lobster dapat
digolongkan sebagai
binatang yang mengasuh
3. dan memelihara keturunannya walaupun sifatnya hanya sementara. Lobster betina yang
sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan butir-butir
telurnya di bagian bawah badan (abdomen) sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi
larva udang. Menjelang akhir periode pengeluaran telur dan setelah dibuahi, lobster akan
bergerak menjauhi pantai dan menuju ke perairan karang yang lebih dalam untuk penetasan.
Nontji (1993) menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan setiap ekor betina lobster dapat
mencapai lebih dari 400.000 butir. Telur-trlur tersebut akan menetas dan berubah menjadi
larva pelagis. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, udang karang (lobster) mempunyai daur hidup
yang kompleks. Telur yang telah dibuahi menetas menjadi larva dengan beberapa tingkatan
(stadium). Larva lobster memiliki bentuk yang sangat berbeda dari yang dewasa. Larva pada
stadium filosoma misalnya, mempunyai bentuk yang pipih seperti daun sehingga mudah
terbawa arus. Semenjak telur menetas menjadi larva hingga mencapai tingkat dewasa dan
akhirnya mati, maka selama pertumbuhannya, lobster selalu mengalami pergantian kilit
(moulting). Pergantian kulit tersebut lebih sering terjadi pada stadia larva. (Subani, 1984 in
Utami, 1999) Secara umum dikenal adanya tiga tahapan stadia larva, yaitu “naupliosoma“,
“filosoma“, dan “puerulus“. Perubahan dari stadia satu ke stadia berikutnya selalu terjadi
pergantian kulit yang diikuti perubahan-perubahan bentuk (metamorphose) yang terlihat
dengan adanya modifikasi-modifikasi terutama pada alat geraknya. Pada stadia filosoma yaitu
bagian pergantian kulit yang terakhir, terjadi stadia baru yang bentuknya sudah mirip lobster
dewasa walaupun kulitnya belum mengeras atau belum mengandung zat kapur. Pertumbuhan
berikutnya setelah mengalami pergantian kulit lagi, terbentuklah lobster muda yang kulitnya
sudah mengeras karena diperkuat dengan zat kapur. Bentuk dan sifatnya sudah mirip lobster
dewasa (induknya) atau disebut sebagai juvenile. Lama hidup sebagai stadia larva untuk lobster
berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Lobster yang hidup di perairan tropis, prosesnya lebvih
cepat dibanding dengan yang hidup di daerah sub-tropis. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai stadia dewasa untuk lobster torpis antara 3 sampai 7 bulan (Subani, 1984 in Utami,
1999). Udang karang (Panulirus sp) hidup pada beberapa kedalaman tergantung pada jenis
spesies dan lingkunga yang cocok. udang karang (Panulirus sp) dapat hidup pada kedalaman 5 –
30 meter (Subani, 1977 in Hasrun, 1996).