Dokumen tersebut membahas tentang politik hukum pidana dalam sistem hukum nasional Indonesia, termasuk fakta sosiologis, nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, dan peraturan perundang-undangan yang dapat menetapkan politik hukum."
2. FAKTA SOSIOLOGIS INDONESIA
De facto, Indonesia adalah adalah suatu negara
yang memiliki keragaman penduduk dengan
beragam latarbelakang sosial dan budaya.
Keragaman dimaksud juga telah diikat dan diangkat
dengan sebuah motto Bhinneka Tunggal Ika.
Keragaman itu secara politik diikat menjadi satu oleh
satunya bangsa, tanah air dan bahasa, yaitu
Indonesia;
Secara de jure, keragaman sosial budaya juga
disertai dengan keragaman hukum adat dan
kebiasaan dimana disebagian masyarakat Indonesia
hukum adat dan kebiasaan tersebut masih hidup
dan berkembang ditengah-tengah masyarakat,
seperti di: Papua, Dayak, Samin, Badui dan lain
sebagainya;
3. Indonesia adalah negara dengan penduduknya
mayoritas beragama Islam tetapi Indonesia bukanlah
Negara Islam. Kendati Hukum Islam tidak menjadi
sendi dan dasar hukum untuk tata kehidupan
masyarakat secara keseluruhan tetapi dalam soal
hukum tertentu digunakan hukum Islam, yaitu antara
lain mengenai: perkawinan dan waris;
Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 secara tegas
menyatakan bahwa negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia....
4. Pada aras politik, karakter kekuasaan
berkembang melalui gagasan desentralisasi,
dimana pemerintah daerah diberikan
keleluasaan untuk mengembangkan
kebijakan daerah kecuali kebijakan yang
menyangkut hal-hal antara lain: keamanan,
keuangan, luar negeri;
Politik Ekonomi dan pengelolaan kekayaan
alam berkembang kearah liberalisasi
sedangkan konstitusi meletakannya dalam
faham sosialisme
5. BENTUK & TUJUAN NEGARA
Negara Hukum yang Demokratis
Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa
{Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 38I ayat (5) dan
Pembukaan UUD}
6. POLITIK HUKUM ?
Kebijakan dasar
dalam bidang hukum pidana
yang bersumber dari nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat
untuk mencapai tujuan negara
yang dicita-citakan
7. POLITIK HUKUM
Konfigurasi politik sebagai variabel bebas
dapat mempengaruhi karakter produk hukum
sebagai variabel terpengaruh;
pembentukan hukum konfigurasi kekuatan
politik yang ada di parlemen dan/atau
kelompok vested interest akan berpengaruh
dan mempengaruhi karakter produk hukum
yang dihasilkan parlemen tersebut;
Contoh Pembuatan RUU Anti Pornografi
dan Pornoaksi.
8. Nilai yang Berkembang
di dalam Masyarakat
Adanya kebutuhan Transitional Justice yang
melindungi kepentingan korban;
Adanya pergulatan antara Kantianisme vs
Utilitarianisme;
Adanya pergulatan antara sistem civil law dan
common law;
Adanya nilai masyarakat adat vs masyarakat
digital;
Adanya pemahaman yg bersifat Sekulerisme vs
Religiusitas
9. 奈鴛晦掘珂粥
DALAM POLITIK HUKUM
Legalitas vs Living Law
Pasal 1 ayat (3) RUU KUHP menegaskan
keberpihakan pada living Law nilai-nilai hukum yang
hidup di dalam masyarakat;
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam
masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut
dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau
prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh
masyarakat bangsa-bangsa.
10. Kantianisme vs Utilitarianisme
Sebagian studi rakyat menginginkan
hukum mati tetap diberlakukan tanpa
syarat u/ kejahatan tertentu;
Putusan Mahkamah Konstitusi masih
menjustifikasi adanya hukuman mati;
Sebagian kalangan hukuman mati
sudah kurang relevan; dan dalam
pergaulan u/ kerjasama internasional u/
kejahatan transnasional
11. TRANSITIONAL JUSTICE?
Di dalam RUU KUHP
Justice yg berpihak pada korban kejahatan
Ada perubahan dari teori absolut menuju
relativisme;
Ada Pergerakan dari Punishers menuju ke
Reducers;
Pemidanaan belum sepenuhnya dapat
menimbulkan Efek Deterent; dan belum
dieefektifkan sebagai akat untuk mencegah
suatu kejahatan.
12. Pasal 54 (RUU KUHP)
(1) Pemidanaan bertujuan:
a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan
norma hukum demi pengayoman masyarakat;
b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan
sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;
c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai
dalam masyarakat;
d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana; dan
e. memaafkan terpidana.
(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan
dan merendahkan martabat manusia.
13. (1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan :
a. kesalahan pembuat tindak pidana; b. motif dan tujuan
melakukan tindak pidana; c. sikap batin pembuat tindak
pidana; d. apakah tindak pidana dilakukan dengan
berencana; e. cara melakukan tindak pidana; f. sikap
dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak
pidana; g. riwayat hidup dan keadaan sosial dan
ekonomi pembuat tindak pidana; h. pengaruh pidana
terhadap masa depan pembuat tindak pidana; i.
pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga
korban; j. pemaafan dari korban dan/atau
keluarganya; dan/atau k. pandangan masyarakat
terhadap tindak pidana yang dilakukan.
(2) Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat,
atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau
yang terjadi kemudian, dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau
mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi
keadilan dan kemanusiaan.
14. Pasal 60 RUU KUHP
(1) Jika suatu tindak pidana diancam dengan pidana
pokok secara alternatif, maka
penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih
diutamakan apabila hal itu dipandang telah sesuai dan
dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.
(2) Jika pidana penjara dan pidana denda diancamkan
secara alternatif, maka untuk tercapainya tujuan
pemidanaan, kedua jenis pidana pokok tersebut dapat
dijatuhkan secara kumulatif, dengan ketentuan tidak
melampaui separuh batas maksimum kedua jenis pidana
pokok yang diancamkan tersebut.
15. Peraturan Perundangan yang Dapat
Menetapkan Politik Hukum?.
MPR berwenang menetapkan dan merubah Undang
Undang Dasar (sesuai Pasal 3 ayat {1} UUD 1945);
DPR bersama Presiden berwenang mengajukan
Rancangan Undang Undang, membahasnya untuk
mendapatkan persetujuan bersama antara DPR dan
Presdien, serta selanjutnya disahkan oleh Presiden
menjadi Undang Undang (Pasal 5 ayat {1} juncto
Pasal 20 ayat {1} {2} {3} {4} UUD 1945);
Presiden berwenang menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU),
Peraturan Pemerintah (PP), serta Peraturan Presiden
(Perpres) seperti diatur di dalam Pasal 22 ayat (1)
juncto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 UUD 1945;
Peraturan Daerah