1. 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Spektrum Elektromagnetik
Spektrum Frekuensi Radio merupakan sumber daya alam terbatas. Dikatakan terbatas
karena spektrum frekuensi merupakan gelombang elektromagnetik yang merambat di
udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan dan tidak dapat dibuat atau di
daur ulang oleh manusia. Oleh karena itu spektrum frekuensi merupakan ranah publik
yang berfungsi untuk penyiaran.1
Izin kepemilikan frekuensi memiliki hak kebendaan dan memberikan hak kepemilikan
kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Spektrum
ini tidak dapat dikuasai dan atau dimiliki secara individual. Oleh karena itu, negara
menguasai dan mengaturnya sebagai sumber daya untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.2
Spektrum elektromagnetik merupakan jantung lembaga penyiaran televisi swasta.
Spektrum ini digunakan sebagai media penghantar untuk memancarkan program siaran
televisi. Di berbagai negara demokrasi, penggunaan spektrum ini diatur oleh suatu
lembaga yang diberi wewenang khusus di bidang penyiaran. Sebaliknya, apabila
penggunaannya tidak diatur, maka dampaknya akan terjadi interferensi sinyal televisi
karena kemungkinan terjadinya dua atau lebih stasiun televisi berada di frekuensi yang
sama lebih besar.3
1
Indonesia. UU No. 32/2002 tentang penyiaran. Pasal 1 ayat 8.
2
Viktor Menayang, Ranah Publik itu hanya Dipinajamkan, Trust (14-20 Juni 2004): 72-73
3
Michael C dorf, : Howard Stern Goes Into Orbit, Taking the First Amendment With Him,
http://www.writ.news.findlaw.com/dorf/20051219 diakses tanggal 20 Nopember 2008.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
2. 9
Spektrum frekuensi radio diatur penggunaannya agar tidak terjadi kekacauan antar kanal
frekuensi.4 Setiap pengguna spektrum frekuensi telah memiliki kanal-kanal frekuensi
tersendiri sesuai dengan izin penggunaan. Sehingga sangat wajar apabila pelanggaran
terhadap penggunaan frekuensi dapat menyebabkan izin frekuensi televisi dicabut, agar
pengguna bisa tertib dalam penggunaan frekuensi.5
II.1. Sejarah Lembaga penyiaran televisi swasta di Indonesia.
Sejarah penyiaran Indonesia menunjukan bahwa dalam perjalanannya penyiaran
memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan negeri ini, baik pada saat merebut
kemerdekaan maupun pada saat mempertahankan dan mengisinya. Hal ini terkait dengan
sifat penyiaran itu sendiri yakni sebagai alat dari komunikasi massa yang efektif.
Siaran televisi pertama kali ditayangkan pada tahun 1962, saat itu bertepatan dengan
The 4th Asian Games. Peresmian pesta olahraga tersebut bersamaan dengan peresmian
penyiaran televisi oleh Presiden Soekarno, tanggal 24 Agustus 1962. Televisi yang
pertama muncul di Indonesia adalah TVRI dengan jam siar antara 30-60 menit perhari.6
Perkembangan pertelevisian berkembang pesat. Saat pertama kali TVRI diresmikan,
tercatat terdapat 10.000 buah pesawat televisi yang ada di Jakarta.7 Tujuh tahun
kemudian (1969), jumlah pesawat televisi di Jakarta meningkat menjadi 65.000 buah, dan
sampai Maret 1972 jumlah pesawat televisi di Indonesia adalah 212.580 buah.8 Jumlah
ini terus meningkat hingga saat ini.
4
Departemen Perhubungan. Keputusan Menteri No. 76 tahun 2003 tentang rencana induk
frekuesni radio.
5
Indonesia. UU no. 32 tahun 2002. Pasal 34 ayat 4 butir d.
6
www.TVRI.co.id, Sejarah TVRI, diakses tanggal 28 Nopember 2008. Pukul 21.00 WIB.
7
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, cet. 1996 (Jakarta:
Rineka Cipta, 1996), hal. 34.
8
Ibid.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
3. 10
Perkembangan dunia penyiaran Indonesia, dewasa ini terlihat semakin semarak. Sejak
diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 11/Kep/Menpen/1990
Tentang Penyiaran Televisi di Indonesia, lembaga penyiaran televisi swasta berubah
signifikan bahkan telah membuka pasar baru bagi interaksi ekonomi pelaku usaha dan
masyarakat.9
Hasilnya saat ini telah berdiri sejumlah setasiun televisi swasta di luar TVRI yang
memiliki jangkauan siaran nasional, antara lain PT. Rajawali Citra Televisi (RCTI), PT.
Surya Citra Televisi (SCTV), PT Andalas Televisi (ANTV), PT. Indosiar Visual Mandiri
(INDOSIAR), PT. Media Televisi Indonesia (METRO TV), PT. Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI), PT. Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV), PT. Lativi Media
Karya (TV ONE), PT. Duta Visual Nusantara (TRANS 7), PT. Global Informasi Bermutu
(GLOBAL TV). Fenomena semaraknya industri yang satu ini, tidak terlepas dari
keleluasaan yang diberikan pemerintah melalui produk hukumnya baik dalam bentuk
undang-undang dan peraturan-peraturan pelaksananya dan juga sebagai akibat dari
kemajuan ekonomi negara ini.10
Penyiaran melalui instrumentnya berperan penting di berbagai sektor kehidupan
masyarakat Indonesia. Sebagai contoh:
- Sektor pendidikan, penyiaran sangat berperan penting untuk menjadi sarana
pembelajaran bagi perkembangan pendidikan anak.11
- Sektor kesehatan, media dapat berperan sebagai suatu saran untuk
menyukseskan segala macam program kesehatan yang ditetapkan pemerintah,
peran media tersebut diantaranya dilakukan dengan advokasi, dan sosialisasi
atas program terkait.
9
Agus Sudibyo, Penyiaran dan Eksistensi KPI, Kompas (24 januari 2007):6.
10
Khaerul Tanjung, Kajian Tentang Pembatasan Kepemilikan Dan jangkauan Wilayah Siaran
Pada Lembaga penyiaran televisi swasta Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha (Tesis Universitas
Indonesia, 2007), hal 8.
11
Anakku Diltelan (Konglomerat) Televisi, Majalah Tempo (Edisi 3-9 Juli 2006), hal. 108.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
4. 11
Peran penting media tersebut muncul dari sifat teknologi media itu sendiri yaitu sebagai
instrumen untuk memperluas wacana keterbukaan.12 Oleh karenanya bila media
menyajikan suatu tayangan yang didalamnya banyak mempertontonkan hal-hal negatif,
maka tentunya akan berdampak buruk bagi pembangunan masyarakat di negeri itu.
II.2. Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia
Prinsip dasar penyelenggaranan penyiaran berkaitan dengan prinsip-prinsip penjaminan
dari negara agar aktivitas penyiaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran berdampak
positif bagi publik. Prinsip dasar penyelenggaraan penyiaran inilah yang menjadi
pegangan dalam pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.
Dalam hal ini, publik harus memilii akses yang memadai untuk dapat terlibat,
memanfaatkan, mendapatkan perlindungan serta mendapatkan keuntungan dari kegiatan
penyiaran. Guna mencapai keberhasilan dari prinsip ini, juga dibutuhkan prinsip lain,
yang secara melekat (embedded) menyokongnya, yakni prinsip keberagaman
kepemilikan (diversity ownership) dan keberagaman isi (diversity of content) dari
lembaga penyiaran.13
Prinsip keberagaman kepemilikan berarti adanya keanekaragaman pemilik dan tidak
saling berhubungan satu sama lain. Prinsip ini bertujuan agar tidak terjadi konsentrasi
kepemilikan modal (capital) dalam lembaga penyiaran, serta saat bersamaan diarahkan
untuk mendorong adanya perlibatan modal dari masyarakat luas di Indonesia. Oleh
karena itu prinsip keberagaman kepemilikan menjadi prinsip dasar yang harus dipegang
teguh untuk mencipatakan sistem persaingan yang sehat, mencegah terjadinya monopoli
dan oligopoli, serta memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat luas.
12
Ibid.
13
Prinsip ini dapat dilihat pada It is about public access to a range of voices and a range of
content, irrespective of patterns of demand. The definition of pluralism embrace both diversity of
ownership (i.e. the existence of a variety of separate and automous media suppliers) and diversity of out
put (i.e Varied media content). Gillian Doyle. Media Ownership. (Sage Press, 2002), 5.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
5. 12
Prinsip keberagaman isi berarti adanya keanekaragaman isi siaran yang sesuai dengan
pedoman yang perilaku penyiaran dan standar program penyiaran. Keberagaman isi
diharapkan agar tidak terjadi monopoli informasi yang dilakukan pelaku usaha industri
penyiaran.
Dengan kedua prinsip ini, diharapkan negara dapat melakukan penjaminan terhadap
publik melalui penciptaaan iklim kompetitif antar lembaga penyiaran agar bersaing
secara sehat dalam menyediakan pelayanan informasi yang terbaik kepada publik.
Dengan harapan, penggunaan frekuensi dapat dilaksanakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Mara Einsten berpendapat bahwa sejauh ini belum ada pihak yang mampu
mendefinisikan keragaman (diversity) dalam konteks media penyiaran. Termasuk oleh
penyedia program, pemerintah, akademisi maupun pengadilan sekalipun.14 Bahkan, untuk
mengukur dan menentukan adanya keragaman itu sendiri juga masih sulit dilakukan.15
Namun demikian, prinsip keragaman (diversity) menjadi indikator bagi terciptanya iklim
persaingan sehat antar lembaga penyiaran dalam menyediakan pelayanan informasi
kepada masyarakat. Selain itu, UU No. 32/2002 juga menjadikan prinsip keragaman ini
menjadi dasar penyiaran di Indonesia.16
II.4. Alasan-alasan Hukum Pembatasan Kepemilikan Frekuensi
Apabila dilakukan pengkajian atas peta kepemilikan lembaga televisi di Indonesia, maka
dapat diketahui latar belakang perlunya pengaturan pembatasan kepemilikan. Salah satu
14
Mara Einsten, Media Diversity: Economics, Ownwership, and the FCC, (New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates, Inc., 2004), hal. 6
15
B.M Owen, Regulating Diversity: The case of radio formats, Journal of Broadcasting, (edisi
21, 1977): 305-319.
16
Indonesia. UU no. 32 tahun 2002. Konsiderans.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
6. 13
alasan utama yang telah diuraikan adalah mencegah monopolisasi informasi dan
penguasaan terhadap pembentukan pendapat umum (public opinion).17
Selanjutnya persoalan kepemilikan lembaga penyiaran televisi berhubungan erat dengan
isi siaran (content program). Di samping itu struktur pasar yang buruk menyebabkan
persaingan yang tidak sehat sehingga mendorong tayangan asal dongkrak rating.18
Sehingga diperlukan pedoman perilaku penyiaran televisi.
Tidak hanya itu, kenyataan di lapangan bahwa penguasaan atas lebih dari satu stasiun
televisi oleh suatu badan usaha menyebabkan alokasi frekuensi menjadi tidak merata dan
tidak adil. Bahkan dilihat dari sisi perilaku beberapa pemilik stasiun televisi swasta,
memperlakukan frekuensi sebagai asset pribadi yang bisa diwariskan, disewakan bahkan
diperjualbelikan dengan menyiasati hukum.19
Jika melihat konsideran Undang-Undang Penyiaran, maka akan ditemukan alasan-alasan
hukum adanya pembatasan kepemilikan lembaga penyiaran televisi.20 Alasan-alasan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Alasan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam dasar konstitusi Indonesia UUD 1945 dengan tegas dinyatakan bahwa Indonesia
adalah Negara hukum (rechstatt).21 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional Negara
17
Ben Bagdikian dan Douglas Kellner berpendapat kecenderungan monopoli media seakan
menguatkan logika akumulasi yaitu tidak hanya akumulasi modal tetapi juag dukungan pendapat umum
dan ogika eksklusi yang menyingkirkan suara yang lain. Bio Nugroho, Menata Ranah Siar, Tempo, (19
Maret 2006): 101.
18
Banyak program televisi berperingkat tinggi justru dipandang belum mencerdaskan, tidak
realistis, dan berbau kekerasan. Peringkat Tak Identik Kualitas, Kompas (1 Juni 2006:12)
19
Bisnis Manis Izin Frekuensi, Tempo (19 maret 2006): 99.
20
Dalam konsideran UU Penyiaran pada bagian menimbang dikatakan bahwa UU Penyiaran
didasarkan sebagai perwujudan HAM, frekuensi merupakan sumber daya alam terbatas, menjaga
kemajemukan, peran penting dalam ekonomi dan sosial budaya. Indonesia. UU no. 32 tahun 2002.
Konsideran
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
7. 14
menjamin kemerdekaan berpendapat dan memperoleh informasi dengan media apapun
sebgai perwujudan penghormatan atas HAM, sebagaimana diatur pasla 28F UUD 1945,
yang berbunyi:22
Setiap orang berhak untuk berkomunkasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, danmenyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia
Tetapi sebaliknya, kemerdekaan itu harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras
dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan dalam menggunakan hak. Kemerdekaan
itu tidak hanya memikirkan diri sendiri namun juga memikirkan kemerdekaan orang lain
sehingga tidak menyinggung hak orang lain.
Dasar hukum internasional terkait kebebasan atas informasi sebagai HAM adalah Pasal
19 deklarasi Umum Hak Asasi Manusia. 23 Pasal ini menerangkan bahwa:
Setiap orang .. berhak untuk mencari, menerima dan menyebarkan berbagai
informasi dan ide-ide baik lisan maupun tertulis melalui berbagai cara tanpa
mengenal batas-batas Negara.
Perlindungan hak kebebasan atas informasi itu kemudian dielaborasi dalam Pasal 19
ICCPR (Kovenan Internasional mengenai hak-hak sipil dan politik), dan instrument
HAM regional maupun keputusan-keputusan institusi hak asasi manusai internasional.
Alasan demokrasi menjadi dasar pokok dalam penyusunan UU. No 32/2002. Di
Indonesia, setiap individu memiliki kebebasan berbicara (freedom of Speech),
memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa intervensi pemerintah. Namun pada
saat yang bersamaan, berlaku pula UU no. 36/1999 tentang telekomunikasi yang
mengatur pembatasan penggunaan spektrum gelombang radio.24
21
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Perubahan ketiga, Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi:
Negara Indonesia adalah negara hukum.
22
Indonesia, Undang-Undang dasar 1945, Perubahan Kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus
2000. Pasal 28f.
23
Resolusi MU PBB No. 217 A (III), 1948, sekalipun dalam bentuk dekalarasi, akan tetapi
DUHAM telah diterima secara luas sebagai hukum kebiasaan internasional yang mengikat Negara-negara.
24
Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 67.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
8. 15
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi nilai-nilai demokrasi dan
HAM dalam industri penyiaran juga menghendaki kriteria yang jelas, adil, merata dan
seimbang dalam pengaturan akses media.25 Alasan hak asasi manusia ini diharapkan
dapat menjadi patokan dalam perlindungan hukum pada pemusatan kepemilikan izin.
b. Alasan Keterbatasan Sumber Daya
Alasan keterbatasan sumber daya menjadi alasan penting laindalam pembataan
kepemilikan. Sumber daya yang dimaksud disini adalah frekuensi. Frekuensi tidak dapat
dimiliki dan dikuasai oleh individu atau badan usaha secara monopoli. Alasan utamanya
adalah karena frekuensi jumlahnya terbatas, sehingga tidak mungkin seluruh individu
atau badan usaha menggunakannya secara bersamaan untuk menyiarkan sesuatu.26
Oleh karena itu, UU No. 32/2002 telah mengatur bahwa setiap lembaga penyiaran wajib
memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran sebelum menyelenggarakan kegiatannya.27
Izin penyelengaraan penyiaran inilah yang menjadi kontrol bagi penggunaan frekuensi
dalam kerangka kemanfaatan bagi kepentingan publik. Hal ini dikarenakan frekuensi
merupakan ranah publik sehingga penggunaannya harus sebesar-besarnya demi
kepentingan publik.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa alasan sumber daya yag terbatas menjadi
alasan pokok perlunya pembatasan kepemilikan atas lembaga penyiaran televisi. Selain
itu, pada dasarnya lembaga penyiaran hanya meminjamkan frekuensi yang terbatas itu
dari publik.
c. Alasan keberagaman
25
Leen dHaenens, Western Broadcasting the Dawn of the 21st Century, (New York: Mouten de
Gruyter, 2001), hal 24-26.
26
Efendi Gazali, ed., Kontruksi Sosial Industri Penyiaran (Plus Acuan Tentang Penyiaran Publik
dan Komunitas), (Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, 2003), hal. 36.
27
Indonesia. UU No. 32/2002. Pasal 33 ayat 1.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
9. 16
Alasan keberagaman merupakan alasan pokok lain yang diperlukan dalam pengaturan
pembatasan kepemilikan lembaga penyiaran televisi. Negara Indonesia adalah bangsa
yang majemuk sehingga penting untuk menjaga integrasi nasional, termasuk melalui
konsep otonomi daerah. Atas dasar itu, UU No. 32/2002 membentuk dan menyusun
Sistem Penyiaran Nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang
menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata seimbang guna
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.28
Alasan hukum lain adalah keragaman kepemilikan diperlukan agar dapat menciptakan
persaingan sehat dalam industri lembaga penyiran televisi. Terkait hal tersebut, UU no
5/1999 menjadi dasar hukum penting. Keragaman mencegah monopoli dan pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usah tidak sehat
dan dapat merugikan kepentingan umum.
Mike Feintuck berpendapat bahwa salah satu alasan dibentuknya regulasi penyiaran
adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Hal itu hanya terjadi apabila Negara
dapat menjamin keragaman dalam komunikasi yang efektif. Hal itu hanya terjadi apabila
egara dapat menjamin keragaman dalam komunikasi (diversity of Comunication).
Keragaman komunikasi ini berhubungan erat dengan keterbatasan frekuensi, efektifitas
komunikasi dan juga terhadap demokratisasi komunikasi.29
Selanjutnya, Feintuck juga berpendapat bahwa dasar regulasi penyiaran ditujukan untuk
keragaman politik dan budaya. Secara politis, keragaman bertalian erat dengan nilai
demokrasi yang menghendaki terjadinya aliran ide secara luas melalui suatu instrumen
yang memungkinkan semua orang dapat mengaksesnya secara merata.30
28
Sitem penyiaran nasional adalah tatanan peneyelenggaraan penyiaran nasional berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku menuju tercapainya asa, tujuan, fungsi, dan arah
penyiaran nasional sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Lihat . Pasal 1 angka 10, UU no.
32/2002.
29
Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interst and Law, (Edinburgh: University Press, 1998),
hal. 43-45
30
ibid.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
10. 17
Jika satu orang atau kelompok mendominasi kepemilikan media, dan menggunakan
posisi tersebut untuk mengkontrol isi tampilan media, maka ketika itulah terjadi reduksi
keberagaman sudut pandang (heterodox view).31 Oleh karena itulah, tujuan
pengkalsifikasian peran dan fungsi keempat lembaga penyiaran ditujukan untuk
menegakan prinsip pengaturan penyiaran yang demokratis, yaitu prinsip keragaman
kepemilikan (diversity of ownership) dan prinsip keragaman isi (diversity of content).
d. Alasan ekonomi
Alasan ekonomi menajdi dasar hukum dalam pengaturan pembatasan kepemilikan
televisi. Tanpa regulasi akan terjadi pemusatan kepemilikan, bahkan monopolisasi media.
Praktek monopoli itu mampu menciptakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaran jasa
lembaga penyiaran televisi sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan umum. Oleh karena itulah, arah penyiaran dalam UU No.
32/2002 adalah untuk mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang
sehat di bidang penyiaran.32
Disamping itu terdapat pula UU No. 5/1999 yang secara khusus mengatur tentang
larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat33. Bila dikaji lebih jauh,
ternyata Indonesia yang menganut pola ekonomi pasar sekalipun, juga membutuhkan
peraturan persaingan. Ini disebabkan karena ekonomi yang dibebaskan dari kendali
birokrasi saja belum menjamin bahwa tangan tidak terlihat pasar (invisible had, istilah
Adam Smith, pencetus teori ekonomi pasar) pasti akan berhasil mencapai hasil-hasil yang
31
Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi, hal. 68.
32
Bunyi Pasal 5 UU no. 32/2002 menegaskan bahwa penyiaran diarahkan untuk menjunjung
tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia. UU no. 32 tahun 2002. Pasal 5.
33
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, UU No. 5, LN. No.33 Tahun 1999, TLN No. 3817
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
11. 18
tidak hanya memperhatikan kepentingan pelaku pasar, tetapi juga kepentingan
masyarakat luas.34
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa alasan ekonomi dalam pengaturan pembatasan
kepemilikan lembaga penyiaran televisi merupakan upaya negara dalam menyediakan
ruangan untuk merekonsialisasi kepentingan pelaku usaha jasa penyiaran televisi yang
berperan serta di dalam pasar dan kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu alasan
ekonomi menjadi salah satu alasan pembatasan kepemilikan frekuensi.
e. Alasan Sosial Budaya
Lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting
dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan serta
kontrol dan perekat sosial.35 Alasan sosial budaya menjadi salah satu dasar pembentukan
UU no. 32/2002. Sesuai dengan amanat UUD 1945 yang menegaskan bahwa Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.36
Siaran dipancarkan dan diterima secara bersamaaan, serentak dan bebas, memiliki
pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak. Oleh
karena itu penyelenggaraan penyiaran bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata
susila, budaya kepribadian dan kesatuan bangsa
II.5 Prosedur Pengajuan Izin Frekuensi
Departemen Kominfo telah menetapkan, bahwa izin penyelenggaraan penyiaran
diberikan kepada pemohon sesuai dengan ketersediaan frekuensi dalam rencana induk
34
Mike Feintuck. Media Regulation. Hal 43.
35
Khaerul Tanjung. Kajian Tentang Pembatasan. Hal 44.
36
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Perubahan keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus
2002, pasal 32 ayat (1)
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
12. 19
(master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran.37 Pemohon
hanya dapat mengajukan permohonan apabila kesempatan atau peluang untuk
penggunaan frekuensi dibuka oleh permerintah.
Apabila pada satu wilayah jangkauan siaran jumlah rekomendasi kelayakan yang
disampaikan oleh KPI kepada Menteri tidak melebihi jumlah frekuensi yang tersedia
dalam rencana induk (master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan
penyiaran, maka Forum Rapat Bersama (FRB) melakukan penilaian bersama terhadap
rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran. Rekomendasi itu berisikan usulan
alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI serta terpenuhinya persyaratan
administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran. Akan tetapi, apabila pada satu
wilayah jangkauan siaran jumlah rekomendasi kelayakan yang disampaikan oleh KPI
kepada Menteri melebihi jumlah frekuensi yang tersedia dalam rencana induk (master
plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran, maka dilakukan
seleksi setelah dilakukan evaluasi persyaratan administrasi, program siaran, dan data
teknik penyiaran.38
Seleksi tersebut dilakukan dengan cara evaluasi komparatif, atau lelang, dimana apabila
diperlukan untuk kepentingan proses lelang tersebut, Menteri dapat mengundang
pemohon untuk mengikuti Forum Rapat Bersama. Tata cara dan kriteria seleksi tersebut
ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Komunkasi dan Informasi No. 28 Tahun
2008. Kewajiban seleksi ini merupakan salah satu bagian terpenting dari Peraturan
Menkominfo No. 8/P.M.KOMINFO/3/2007 tentang Tata Cara Perizinan dan
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, yang telah ditanda-tangani dan
mulai berlaku pada tanggal 21 Maret 2007.
II.6 Akusisi Sebagai Pengalihan Kepemilikan Perusahaan
37
www.Depkominfo.go.id diakses tanggal 8 Desember 2008 pukul 20.00 WIB.
38
Ibid.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
13. 20
II.6.1 Pengertian Akuisisi
Dalam UU perseroan terbatas disebutkan bahwa ada dua subjek hukum yang dapat
melakukan pengambilalihan perseroan. Pertama adalah badan hukum dan kedua adalah
orang perseorangan. Badan hukum yang dimaksudkan tersebut bisa berupa badan hukum
39
(berbentuk) perseroan dan bisa badan hukum bukan perseroan. Pengambilalihan
tersebut dapat dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham,
yang demikian dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. 40
II.6.2 Akibat Hukum Akuisisi
Praktek akuisisi tentunya akan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Hal tersebut
dikarenakan adanya perpindahan kepemilikan sejumlah saham kepada pihak yang
melakukan akuisisi dimana perpindahan tersebut tentunya akan membawa pada
perubahan-perubahan tertentu.
Berpindahnya kepemilikan saham tersebut akan mengakibatkan adanya perubahan
pengendalian pada perusahaan. Pihak yang melakukan akuisisi akan menjadi pengendali
bagi perusahaan yang sahamnya akan diakuisisi. Selain itu, sebagai akibat dari akuisisi
saham ini, secara otomatis perusahaan penagkuisisi telah mengambil alih baik secara
aktiva maupun pasiva perusahaan tersebut.41
Akuisisi timbul sebagai akibat dari pesatnya perkembangan dunia usaha. Meskipun
akuisisi bukanlah satu-satunya cara untuk menumbuhkan aktivitas bidang usaha suatu
perusahaan, namun akuisisi mempunyai nilai lebih yang menjadikannya lebih dipilih oleh
pelaku usaha.
39
Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, TLN No.
4756. Pasal 1 butir 11.
40
Indonesia, UUPT 40 Tahun 2007. Pasal 125
41
Hera Nurherawati, Aspek-aspek yuridis dari akuisisi suatu PT (akuisisi Bank Papan Sejahtera:
Suatu Studi Kasus) Skripsi Sarjana Hukum UI, Depok 1996 hal.57.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
14. 21
Tujuan utama dari akuisisi adalah sebagai upaya menciptakan sinergi yang
menguntungkan. Sinergi disini ditujukan untuk menambah nilai dari suatu perusahaan.
Penyatuan usaha diharapkan membuat manajeman perusahaan, produksi atau distribusi
tercipta dalam skala ekonomis yang luas, dengan demikian akan lebih leluasa bergerak.42
42
Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi Take Over, dan LBO. Cet 2 (Bandung:PT Citra Aditya
Bakti, 2004) hal. 4.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
15. 21
BAB III
GAMBARAN UMUM UNIT ANALISIS DAN DISPLAY DATA
III.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Pada gambaran umum objek penelitian saya akan memaparkan objek penelitian yang
berupa profil singkat objek penelitian dan lokasi penelitian. Gambaran ini berguna agar
pembaca dapat mengetahui dengan mudah objek penelitian dari penelitian hukum ini.
Berikut ini merupakan pemaparan dari objek penelitian.
III.1.1 Lembaga Penyiaran Televisi Swasta
Lembaga Penyiaran Swasta merupakan penyelenggara penyiaran yang bersifat komersial
berbentuk badan hukum Indonesia. Bidang usaha lembaga ini hanya menyelenggarakan
jasa penyiaran televisi yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembahasan berikut ini merupakan pembahasan dari lembaga penyiaran yang menjadi
objek penelitian dalam penelitian hukum ini. Lembaga penyiaran swasta ini dijadikan
sebagai objek penelitian karena berkaitan erat dengan permasalahan penelitian hukum ini.
1. Stasiun televisi Trans TV
a. Alamat : Bank Mega Tower, Jalan Kapten Tendean, Jakarta.
b. Pengelola : PT Televisi Transformasi Indonesia
c. Pemilik saham : Chaerul Tanjung (100%)
d. Tokoh Penting : Ishadi S.K (Direktur Utama Trans TV dan mantan
Direktur Utama TVRI)
2. Stasiun televisi Trans 7
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
16. 22
a. alamat : Bank Mega Tower, Jalan Kapten Tendean, Jakarta.
b. Pengelola : PT. Duta Nusantara Tivi Tujuh
c. Induk Perusahaan: Kelompok Kompas Gramedia (KKG)
d. Pemilik Saham : 1. Jacob Oetama (51%)
2. Chaerul Tandjung (49%)
3. Stasiun televisi RCTI
a. Alamat : Kebon Jeruk, Jakarta.
b. Pengelola : PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia
c. Pemilik Saham : PT. Media Nusantara Citra, Tbk 100%
d.Tokoh Penting : Harry Tanoesudibyo.
4. Stasiun televisi Global TV
a. Alamat : Gedung Indovision Lt 17, Jalan Panjang Jakarta.
b. Pengelola : PT Global Informasi Bermutu
c. Induk Perusahaan: PT. Bimantara Citra, Tbk.
d. Pemilik Saham : PT. MNC (100%)
III.1.2 Departemen Komunikasi dan Informatika Direktorat Jendral Pos dan
Telekomunikasi
a. Alamat : Gedung Sapta Pesona lantai 7, Jl. Medan Merdeka No.
17 Jakarta 10110.
b. Profile singkat :
Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi merupakan instansi yang berwenang
merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi di bidang pos dan
telekomunikasi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud di atas
Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi menyelenggarakan fungsi :
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
17. 23
a. Penyiapan perumusan kebijaksanaan Departemen Komunikasi dan Informatika
di bidang pos, telekomunikasi dan informatika, spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pos, telekomunikasi dan informatika,
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
c. Perumusan standardisasi, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang
pos, telekomunikasi dan informatika, spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.
c. Visi
Terciptanya pembinaan penyelenggaraan pos, telekomunikasi dan informatika
yang dinamis dengan peran aktif seluruh potensi nasional.
d. Misi
1. Meningkatkan kualitas pengaturan dan sumber daya manusia
2. Meningkatkan pemerataan pelayanan ke seluruh pelosok nusantara
3. Meningkatkan iklim usaha dan peran serta masyarakat
4. Meningkatkan jenis dan kualitas pelayanan jasa
5. Mendorong optimalisasi penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan yang
tepat guna
6. Meningkatkan pembinaaan potensi pos,telekomunikasi dan informatika.
e. Fungsi Ditjen Postel
Selama ini, Ditjen Postel 3 (tiga) fungsi pokok di bidang penyelenggaraan pos dan
telekomunikasi nasional,yaitu: pengaturan, pengawasan dan pengendalian. Fungsi
pengaturan meliputi kegiatan yang bersifat umum dan teknis operasional yang
antara lain diimplementasikan dalam bentuk pengaturan perizinan dan persyaratan
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
18. 24
dalam penyelenggaraan pos dan telekomunikasi. Fungsi pengawasan merupakan
suatu fungsi dari Ditjen Postel untuk memantau dan mengawasi seluruh kegiatan
penyelenggaraan pos dan telekomunikasi agar tetap berada dalam koridor
peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sedangkan fungsi pengendalian
merupakan fungsi yang bertujuan memberi pengarahan dan bimbingan terhadap
penyelenggaraan pos & telekomunikasi, termasuk juga agar penegakan hukum
(law enforcement) di bidang penyelenggaraan pos dan telekomunikasi dapat
dilaksanakan dengan baik.
Ketiga fungsi di atas merupakan pengejawantahan dari fungsi penetapan
kebijakan yang dimiliki oleh Menteri Komunikasi dan Informatika selaku Menteri
yang ruang lingkupnya di bidang pos dan telekomunikasi. Fungsi penetapan
kebijakan merupakan fungsi strategis yang dimiliki oleh Menteri dalam hal
perumusan perencanaan dasar strategis dan perencanaan dasar teknis pos dan
telekomunikasi nasional. Dengan demikian,maka pengaturan pengawasan dan
pengendalian yang dilaksanakan oleh Ditjen Postel mengacu kepada kebijakan
yang telah ditentukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
Ditjen Postel selama ini selalu berusaha untuk dapat mengimplementasikan semua
kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika di bidang pos & telekomunikasi
dengan baik, sehingga penyelenggaraan pos & telekomunikasi nasional dapat
dinikmati oleh rakyat banyak dan tidak terbatas pada masyarakat di kota-kota
besar saja.
III.1.3. Komisi Penyiaran Indonesia (Lembaga Negara Independen)
a. Alamat : Gedung Sekretariat Negara lantai 6 Jalan Gajah Mada
No. 18, Jakarta.
b. Profil Singkat :
KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta
mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
19. 25
(KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas
KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi). Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai
oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh
APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi).
Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI
Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu,
anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan
Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah).
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon II yang
stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non PNS. KPI
mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu
memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002
Pasal 3:
"Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi
nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan
bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan
umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis,
adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia."
Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga bidang, yaitu
bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran. Bidang
kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi
KPID serta pengembangan kelembagaan KPI. Bidang struktur penyiaran bertugas
menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran. Sedangkan bidang
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
20. 26
pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat,
advokasi dan literasi media.
III.2 Display Data
Display data merupakan pemaparan hasil temuan data di lapangan. Wawancara dilakukan
dalam bentuk diskusi. Oleh karena itu hasil wawancara tidak disampaikan dalam bentuk
dialog tanya-jawab.
III.2.2 Hasil Temuan Data Dan Wawancara
1. Wawancara dengan Ir. Rahman Baharuddin, MT., Kasi Penetapan Non Dinas
Tetap & Bergerak Terestrial Ditjen Postel Depkominfo.
Saya memilih beliau dengan pertimbangan bahwa beliau dapat memberikan
informasi mengenai pemberian izin frekuensi kepada stasiun televisi yang
merupakan tugas dari Ditjen Postel. Saya mewawancarai beliau dua kali yaitu
pada hari Kamis tanggal 11 Desember 2008 pukul 14.30 WIB dan hari Selasa
tanggal 16 Desember 2008 pukul 09.00 WIB bertempat di kantor Ditjen Postel.
Di hari pertama beliau tidak bisa memberi informasi banyak, dikarenakan beliau
harus pergi ke Pontianak Kalimantan Barat. Beliau hanya menjelaskan secara
singkat, bahwa berkenaan dengan penggunaan spectrum frekuensi, LPS tidak ada
yang melanggar.
Di hari kedua beliau menjelaskan bahwa pelaku usaha telah melakukan kegiatan
penyiaran sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak ada pelanggaran
yang dilakukan. Oleh karena itu, Ditjen Postel tidak memiliki alasan untuk
mencabut izin frekuensi.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
21. 27
Mengenai dilanggarnya substansi undang-undang, itu bukan ruang lingkup kerja
Ditjen Postel. Tugas Ditjen Pstel adalah memberikan kanal frekuensi dan
mencabut izin frekuensi apabila terbukti adanya pelanggaran.
Mengenai adanya dugaan oleh KPI tentang pengalihan izin frekuensi yang
dilakukan pelaku usaha, seharusnya berdasarkan pasal 8 ayat 4 PP no 50 tahun
2005, KPI memberikan rekomendasi pencabutan izin berdasar adanya dugaan
pengalihan frekuensi, namun hingga saat ini KPI tidak memberikan rekomendasi.
Oleh karena Ditjen Postel tidak melihat adanya pelanggaran terhadap regulasi
yang ada, dan tidak adanya rekomendasi dari KPI tentang pencabutan izin perihal
adanya dugaan pengalihan kepemilikan, maka Ditjen Postel tidak melakukan
tindakan apapun atas dugaan ini.
Menurut Pak Rahman, izin frekuensi bukan merupakan aset, karena frekuensi
milik Negara. Sehingga pengambilalihan perusahaan tidak menyebabkan
peralihan izin kepemilikan frekuensi.
2. Hasil temuan data dari Manajemen Global TV.
Manajemen Global TV hanya memberikan surat terbuka resmi dari manajemen
Global TV, sebagai jawaban yang sudah disediakan bagi masyarakat yang
mencari informasi mengenai masalah yang berkaitan dengan PT. Global
Informasi Bermutu dalam kaitan peralihan kepemilikan dan perubahan visi
perusahaan. Surat tersebut berisikan informasi seperti berikut:
1.PT Global Informasi Bermutu telah memperoleh Izin Prinsip Pendirian
Lembaga Penyiaran Televisi Swasta No. 801/MP/PM/1999 pada tanggal 25
Oktober 1999 ('Izin Prinsip') dari Menteri Penerangan Indonesia pada waktu
itu.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
22. 28
2.Kemudian pada tanggal 23 Oktober 2002, PT Global Informasi Bermutu
mendapatkan Izin Telekomunikasi Khusus No. KP. 296/2002 dari Menteri
Perhubungan ('Izin Telekomunikasi Khusus').
3.Bimantara diundang masuk oleh PT Global Informasi Bermutu dalam rangka
penambahan modal tahun 2001, untuk kebutuhan Capex (capital expenditure)
dan Opex (operational expenditure).
4.Pada saat Bimantara masuk ke PT Global Informasi Bermutu, semua izin dan
persyaratan untuk penyiaran sudah ada dan terpenuhi.
5.Izin-izin yang berkaitan dengan penyiaran (Izin Prinsip dan Izin Khusus),
sejak awal diberikan kepada PT Global Informasi Bermutu dan sampai
sekarang tetap berada dalam perseroan yang sama dan tidak pernah
diperjualbelikan.
6.Dalam Izin Prinsip yang dimiliki PT Global Informasi Bermutu, disebutkan
bahwa sifat siaran Global TV adalah 'terbuka untuk umum'. Hal ini sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu yaitu UU No.
24/1997 tentang Penyiaran, di mana dalam Pasal 11 ayat (3)-nya menyebutkan
"Lembaga Penyiaran Swasta dilarang didirikan semata-mata hanya
dikhususkan untuk menyiarkan mata acara tentang aliran politik, ideologi,
agama, aliran tertentu, perseorangan atau golongan tertentu.
3. Hasil wawancara dengan Bapak Amar Ahmad, M.Si., Komisioner Komisi
Penyiaran Indonesia.
Saya memilih beliau, karena beliau adalah salah satu dari 4 (empat) komisoner
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Beliau merupakan komisioner yang
menangani mengenai masalah perizinan kepemilikan frekuensi, sehingga sangat
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
23. 29
relevan dengan penelitian ini. Saya mewawancarai beliau pada tanggal 16
Desember 2008, pukul 11.00 WIB bertempat di kantor KPI.
Beliau menjelaskan bahwa KPI mempermasalahkan mengenai penyesuaian
perizinan kepemilikan frekuensi bagi stasiun televisi yang lahir senelum UU
Penyiaran. Seharusnya izin frekuensi melalui KPI, tapi pada kenyataannya stasiun
televisi banyak yang tidak melalui KPI tetapi langsung ke pemerintah melalui
Depkominfo. Semua data-data administrasi untuk pengajuan perizinan ada pada
SKDI Depkominfo, tetapi tidak pernah diserahkan kepada KPI.
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU penyiaran telah mengebiri tugas KPI
berkenaan dengan pengajuan izin harus melalui KPI. Dahulu pernah dilakukan
Judicial Review terhadap Peraturan Pemerintah ini ke Mahkamah Agung, tapi
MA memenangkan pihak pemerintah. Akibatnya, KPI tidak bisa melakukan apa-
apa dan perizinan melalui SKDI Depkominfo.
Permasalahan lain adalah mengenai larangan menggunakan stasiun relai berskala
nasional. Hal ini bertujuan agar di setiap daerah memiliki stasiun televisi, karena
frekuensi di daerah tersebut bukan punya Jakarta tapi milik masyarakat daerah itu.
Boleh dilakukan kerjasama dengan stasiun televisi nasional yang ada di Jakarta,
tetapi stasiun di daerah memiliki badan hukum sendiri atau berbeda dengan badan
hukum yang ada di Jakarta.
Pada kenyataannya stasiun televisi masih banyak yang memiliki jangkauan siaran
nasional atau mempunyai stasiun relai, hal itu dikarenakan adanya legitimasi oleh
pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 17 2006 tentang Penyesuaian. Jadi,
pelaku usaha yang mempunyai daya jangkau nasional, cukup melapor ke menteri
saja, setelah itu permasalahan selesai. Peraturan pemerintah tentang penyesuaian
itu juga yang membuat perubahan visi pada Global TV tidak dipermasalahkan
lagi.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
24. 30
Perihal pemusatan kepemilikan, Peraturan Pemerintah juga yang membuka
peluang bagi pelaku usaha untuk memiliki saham pada perusahaan penyiaran
lainnya sehingga terjadi pengambilaihan. Pada pasal 32 ayat 1 PP 50 tahun 2005,
merupakan peraturan pelaksana dari pasal 18 ayat 1 UU no. 32 tahun 2002
dimana pemusatan kepemilikan dibatasi, namun pembatasannya yang ada di
Peraturan Pemerintah terlalu luas, sehingga menghilangkan ruh dari undang-
undang penyiaran yaitu diversifikasi kepemilikan.
Peraturan-peraturan pemerintah itulah yang membuat KPI tidak bisa berbuat apa-
apa. Hanya bisa berteriak, tetapi tidak bisa melakukan tindakan yang konkrit.
Peraturan pemerintah itu yang membatasi gerak dari KPI, oleh karena itu KPI
mengajukan Judicial Review ke MA, tapi sangat disayangkan MA memenangkan
pihak pemerintah.
Kemudian yang menjadi masalah lagi adalah apakah pengambilalihan perusahaan
melalui pembelian saham dapat memindahkan izin frekuensi atau tidak. Bagi KPI,
pengambilalihan perusahaan melalui pembelian saham itu merupakan bentuk dari
pemindahtanganan izin frekuensi. Hal ini didasarkan pada UUPT 2007, dimana
apabila terjadi pengambilalihan perusahaan melaui pembelian saham, maka aktiva
dan pasiva perusahaan tersebut akan beralih juga. Izin frekuensi merupakan asset
dari industri penyiaran. Namun pandangan pemerintah berbeda, mereka
mengatakan bahwa pengambilalihan perusahaan tidak memindahkan izin
frekuensi karena frekuensi milik Negara bukan milik perusahaan sehingga itu
bukan asset perusahaan. Lain lagi dengan pelaku usaha, yang mengatakan bahwa
itu tidak menyebabkan perpindahan iji frekuensi, karena izin tersebut masih ada
pada perusahaan yang lama, tidak ikut beralih ke perusahaan yang mengambil
alih.
Mengenai rekomendasi tentang pencabutan karena adanya dugaan perpindahan
izin frekuensi, belum KPI lakukan. KPI mengalami kesulitan untuk memberikan
bukti-bukti pelanggaran tersebut, karena semua bukti administrasi terdapat pada
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
25. 31
SKDI Depkominfo. Selain itu, KPI tidak memiliki anggaran untuk menggugat
melalui pengadilan. Membayar pengacara sangat mahal, dan KPI tidak mau
menggunakan dana di luar anggaran, karena itu sangat sensitif dan membuat KPI
diperiksa oleh KPK.
Kelemahan KPI adalah KPI kekurangan lulusan fakultas hukum. Komisoner KPI
tidak terlalu mengerti hukum di Indonesia, karena Komisioner KPI tidak ada yang
lulusan dari pendidikan hukum. KPI kecewa dengan Peraturan Pemerintah tentang
penyiaran yang ada saat ini. Peraturan Pemerintah tersebut secara substansi
melanggar UU Penyiaran.
Oleh karena itu, KPI berharap ada pihak yang mengajukan judicial review ke
Mahkamah Konstitusi berkenaan dengan UU penyiaran yang mempersempit tugas
KPI. Saat ini KPI bagaikan tidak punya tangan dan kaki, hanya bisa teriak. KPI
sudah mengajukan Judicial review ke Mahkamah Konstitusi tapi permohonan
KPI ditolak dengan alasan KPI tidak memenuhi legal standing.
4. Hasil wawancara dengan Ishadi S.K Direktur Utama Trans Corporation.
Wawancara dengan pihak Trans Corporation bertujuan untuk mengetahui
mengenai pengambilalihan TV 7 yang kemudian menjadi Trans 7. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui secara langsung dari perusahaan berkenaan dengan
permasalahan yang menyangkut perusahaan Trans Corporation.
Wawancara dilakukan kepada Bapak Ishadi S.K, Direktur Utama Trans
Corporation dikantor Trans TV, namun karena kesibukan, beliau hanya
memberikan informasi singkat yang langsung menjawab inti permasalahan.
Beliau menjelaskan bahwa perubahan pada Trans 7 yang dulu dikenal dengan TV
7, hanya pada struktur kepemilikan, karena izin frekuensinya tetap ada di
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009
26. 32
perseroan, bukan melekat pada pemilik. Semua sudah memenuhi prosedur dimana
Chaerul Tandjung hanya memiliki 49 % saham dari Trans 7 sesuai dengan
Peraturan Pemerintah no 50 tahun 2005.
5. Hasil wawancara dengan Gilang Iskandar, Sekretaris perusahaan RCTI
Wawancara dengan pihak RCTI bertujuan untuk mengetahui mengenai isu
pemusatan kepemilikan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung dari
perusahaan berkenaan dengan permasalahan yang menyangkut perusahaan.
Wawancara dilakukan kepada Bapak Gilang Iskandar, Sekretaris Perusahaan
RCTI.
Beliau menjelaskan dalam permasalahan pemusatan kepemilikan, PT. MNC telah
memenuhi semua prosedur yang ada. Semua ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan telah dipenuhi.
Berkaitan dengan sistem televisi jaringan tanpa memiliki stasiun relai sendiri,
Bapak Gilang berpendapat ini tidak mungkin dapat dilaksanakan, karena terdapat
banyak kendala. Di antaranya masalah legal, teknis, keuangan, dan operasional.
Apabila aturan yang mengatur masalah tersebut belum siap, maka akan sangat
sulit melaksanakan sistem itu.
Dari segi izin siaran, apakah saat stasiun televisi nasional membentuk badan
hukum baru, maka semua izin yang telah mereka miliki di stasiun relai secara
otomatis akan diakui, seperti izin usaha, frekuensi, dan lain-lain. Masalah yang
lebih prinsip lagi adalah apakah bisa undang-undang berlaku mundur. Televisi
nasional lahir sebelum undang-undang ini ada, maka hal itu akan menjadi masalah
serius bagi pihak-pihak yang sudah go public seperti SCTV, dan Indosiar, karena
kalau memecah aset akan menjadi tindak pidana.
Hukum yang..., Bustanul Arifin, FHUI, 2009