1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulang merupakan benda hidup yang secara rutin terpapar dengan
lingkungan mekanik yang mengancam integritas strukturalnya. Ada beberapa
penyebab fraktur tulang. Tulang dapat beregenerasi dan membentuk jaringan
osseous yang pada bagian yang rusak atau hilang. Pada kenyataannya,
penyembuhan fraktur merupakan fenomena yang paling menakjubkan dari
semua proses biologis yang ada di dalam tubuh. Tulang merupakan kerangka
kerja tubuh manusia dan kepatahan dapat terjadi pada tulang manapun yang
membentuk tubuh. Pada dasarnya ada dua jenis fraktur tulang: hairline atau
simple fracture dan compound fracture (Chhavi, Sushma, Ravinder, Anju, &
Asha, 2011).
Nyeri, panas, kemerahan, dan pembengkakan (dolor, calor, rubor dan
tumor) merupakan manifestasi klasik dari proses inflamasi. Abnormalitas
sendi, otot, tendon, ligament yang terkena derta struktur tulang yang
mengalami abnormalitas dapat menghasilkan nyeri sehingga dibutuhkan
pengobatan untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan kualitas hidup (Maroon,
Bost, & Maroon, 2010).
Beberapa pilihan tradisional yang popuper sebagai penghilang nyeri
secara natural antara lain yaitu: capsaicin (derivat dari merica), ginger (jahe),
feverfew, turmeric (kunyit) dan Devils Claw. Selain itu, juga membuat daftar
jenis-jenis tradisional yang digunakan untuk manajemen nyeri yaitu: Ginseng
untuk fibromyalgia, Kava Kava untuk sakit kepala dan nyeri neuropatik, St.
John Wort untuk sciatica, arthritis, dan nyeri neuropatik, dan akar Valerian
untuk spasme dan kram otot (Bhatia, 2015).
Pasien-pasien yang mengalami nyeri mau mencoba berbagai macam
terapi, termasuk pendekatan konvensional dan alternatif untuk menghilangkan
nyeri. Penghilangan nyeri merupakan alasan yang paling sering dikemukakan
oleh orang-orang yang mencari obat-obatan komplementer dan alternatif atau
complementary and alternative medicines (CAM). CAM meliputi tindakan-
tindakan terapeutik seperti relaksasi, meditasi, biofeedback, hypnosis, imagery,
2. 2
chiropractic, akupuntur, pijat, aromatherapy, dan terapi tradisional (Wirth,
Hudgins, & Paice, 2005).
Dewasa ini, diperkirakan sekitar 80% orang di negara berkembang
masih menggunakan obat-obatan tradisional yang sebagian besarnya berbasis
tumbuhan dan hewan untuk perawatan kesehatan primer mereka. Permintaan
dan popularitas obat-obatan tradisional semakin meningkat dari hari ke hari.
Obat-obatan tradisional utamanya dipilih karena keefektifannya, efek samping
yang lebih sedikit, dan harga yang relatif murah. Obat-obat tradisional juga
memiliki prospek yang cerah di pasar global. Pasaran obat-obat ayu verda
diperkirakan meningkat 20% pertahun (Verma & Sigh, 2008).
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Jelaskan tentang konsep dari patah tulang
2. Jelaskan tentang terapi konvensional pada patah tulang (fraktur)
3. Jelaskan tentang terapi komplementer pada patah tulang (fraktur)
4. Jelaskan tentang pengobatan tradisional pada patah tulang (fraktur).
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dari patah tulang.
2. Mahasiswa mampu mengerti tentang terapi konvensional pada patah tulang
(fraktur).
3. Mahasiswa mampu mengerti tentang terapi komplementer pada patah tulang
(fraktur)
4. Mahasiswa mampu mengerti tentang pengobatan tradisional pada patah
tulang (fraktur).
D. Manfaat penulisan
Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan secara langsung terapi
konvensional, terapi komplementer dan pengobatan tradisional pada patah
tulang dimasyarakat guna mempercepat penyembuhan patah tulang
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian patah tulang (fraktur) menurut para ahli
adalah :
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis
dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat
dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
B. Klasifikasi fraktur
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
4. 4
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur) 8 Dikatakan lengkap bila
patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur
melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur) Bila antara patahan
tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya
biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
5. 5
4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
C. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
D. Patofisiologis
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
6. 6
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat
anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth,
2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon,
otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
7. 7
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare,
2002).
F. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang
harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat 16
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur (Mansjoer, 2000).
8. 8
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan
anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005)
antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis
dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya
globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan
cidera remuk).
9. 9
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai dengan tidak ada
nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan
dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
10. 10
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).
H. Pengobatan konvensional/medis pada patah tulang
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah
mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan
klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi
fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang.
Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi
tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur
kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan
traksi mekanis. Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup
gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal
yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna
fixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi
fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam
fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan.
3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk
mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah
dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara
menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol
11. 11
dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan
mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi,
mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi
nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik
tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin.
I. Terapi komplementer pada patah tulang
Berikut ini adalah beberapa terapi komplementer yang dapat dilakukan
pada patah tulang :
1. Pijat urut
Seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan atau perawatan
dengan cara mengurut atau memijat sebagian atau seluruh tubuh. Tujuannya
untuk relaksasi otot, menghilangkan kelelahan, mengatasi gangguan
kesehatan atau menyembuhkan keluhan penyakit. Pemijatan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan jari tangan, telapak tangan, siku, lutut,
tumit, atau alat tertentu, seperti pijat yang dilakukan oleh dukun atau tukang
pijat dan pijat tunanetra.
2. Pijat refleksi
Seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan cara pijit
dengan jari tangan atau alat bantu lainnya pada zona-zona refleksi, terutama
pada telapak kaki dan tangan.
3. Akupresuris
Seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan pemijatan
ada titik-titik akupuntur dengan menggunakan ujung jari dan alat bantu
lainnya, kecuali jarum.
4. Akupunturis
Seseorang yang melakukan pelayanan pengobatyan dengan
perangsang pada titik-titik akupuntur dengan cara menusukkan jarum dan
sarana lain, seperti elektro-akupuntur.
5. Chiropractor
Seseorang yang melakukan pengobatan kiropraksi dengan cara
teknik khusus untuk gangguan otot dan persendian.
12. 12
J. Pengobatan tradisional pada patah tulang
Patah tulang banyak memakai rempah-rempah sebagai pengobatan
alternatif untuk mempercepat maupun mendukung proses penyembuhan.
Berbagai rempah-rempah digunakan melancarkan proses penyembuhan.
Pengobatan obat-obatan tradisional memang tidak memiliki efek samping,
namun zat aktif yang dimiliki oleh berbagai rempah-rempah tersebut juga bisa
saja menimbulkan efek tidak baik dengan dosis yang tidak sesuai. Berikut
adalah beberapa ramuan tradisional yang biasa digunakan untuk proses
penyembuhan patah tulang.
1. Ramuan Tradisional dari Umbi Gadung
Gadung adalah tanaman yang biasa disebut kentang hutan. Tanaman
ini merambat dengan umbi yang muncul dari tanah. Hingga saat ini,
budidaya gadung telah banyak dilakukan terutama pada daerah Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan lain-lain. Kandungan asam sianida dalam gadung cukup
berbahaya jika tidak diolah dengan benar. Bagi yang tidak terbiasa
sebaiknya menggunakan penutup hidung karena zat aktif asam sianida saat
pengolahan ramuan ini dapat terhisap da menyebabkan rasa pusing. Umbi
gadung banyak ditemui pada musim hujan.
Cara pengolahan umbi gadung ini yaitu dengan mengupas umbi
sebesar kepalan tangan hingga bersih. Umbi yang telah dikupas kemudian
diparut hingga lembut. Serat gandum yang telah diparut kemudian diremas
dan dicampur dengan garam secukupnya. Ramuan yang telah jadi dapat
langsung diaplikasikan pada bagian tubuh yang mengalami cedera. Pada
penempelan ramuan sebaiknya dibalut dengan daun bakung. Pemakaian dari
ramuan ini yakni 2 kali sehari.
2. Ramuan Daun Kangkung
Kangkung adalah tanaman yang termasuk ke dalam kategori sayur
sayuran. Cara mengobati pengapuran pada leher dapat dilakukan dengan
komsumsi kangkung, yakni tanaman yang biasa diolah menjadi tumis,
sayur, pecel, dan lain lain. Kangkung terkenal dengan kandungan zat besi
yang tinggi. Zat besi dapat mendukung pembentuka sel darah merah.
Konsumsi kangkung yang berlebih dapat mengakibatkan penyakit asam
13. 13
urat. Cara menggunakan sayur kangkung menjadi ramuan obat tradisional
patah tulang yaitu dengan mencuci hingga bersih. Kangkung yang telah
bersih kemudian ditumbuk hingga halus. Serat kangkung yang halus
dicampur dengan air garam kemudian diremas. Sari dari sayur kangkung di
oleskan pada bagian tubuh yang cedera. Balutan bunga bakung bisa
ditambahkan pada bagian cedera tersebut. Hal ini bisa dilakukan selama 2
kali sehari.
3. Patah tulang
Tanaman patah tulang adalah salah satu tanaman yang termasuk ke
dalam kategori tanaman hias. Bentuk tanaman ini seakan hanya terdiri atas
batang-batang yang patah tanpa adanya daun.
Cara menggunakan tanaman patah tulang yakni dengan
menggosokkan kulit tanaman bagian atas dengan getah yang terdapat pada
tanaman. Kulit tersebut kemudian ditumbuk hingga halus. Serat-serat yang
telah halus, dicampur dengan satu daun srigi yang telah dicuci hingga
bersih. Keduanya ditumbuk hingga halus merata. Ramuan yang telah
tercampur kemudian ditempelkan di atas bagian tubuh yang terkena cedera
sehingga dapat membantu penyembuhan patah tulang tanpa operasi,
kemudian anggota tubuh dibalut dengan daun randu atau bakung. Ramuan
diganti selama dua kali sehari.
4. Jahe
Jahe adalah salah satu rempah yang sangat terkenal. Terdapat tiga
varietas jahe yang dikenal yakni jahe iprit, jahe gajah, dan jahe merah. Jahe
memiliki sensasi hangat saat dikomsumsi maupun ditempelkan ke tubuh.
Khasiat jahe sudah banyak diketahui dan digunakan untuk berbagai
penyakit. Salah satu penyakit yang dapat menggunakan jahe sebagai
alternetif obat yakni cedera yang mengakibatkan obat tradisional patah
tulang.
Cara menggunakan jahe untuk penderita patah tulang yakni pertama
jahe dibersihkan dari kulitnya. Jahe yang telah bersih kemudian dicuci
dengan air mengalir. Jahe tersebut diparut hingga halus. Jahe yang telah
diparut kemudian diremas hingga yang tersimpan hanya sari jahe. Sari jahe
14. 14
selanjutnya dicampurkan dengan minyak serai sebanyak 2 sendok makan.
Minyak nyamplung juga ditambahkan pada ramuan sebanyak 2 sendok
makan. Ramuan yang telah siap, kemudian diusapkan pada bagian tubuh
yang mengalami cedera. Setelah itu dibalut dengan daun bakung. Lakukan
hal ini selama dua kali dalam sehari.
15. 15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tulang merupakan benda hidup yang secara rutin terpapar dengan
lingkungan mekanik yang mengancam integritas strukturalnya. Ada beberapa
penyebab fraktur tulang. Tulang dapat beregenerasi dan membentuk jaringan
osseous yang pada bagian yang rusak atau hilang. Pada kenyataannya,
penyembuhan fraktur merupakan fenomena yang paling menakjubkan dari
semua proses biologis yang ada di dalam tubuh. Tulang merupakan kerangka
kerja tubuh manusia dan kepatahan dapat terjadi pada tulang manapun yang
membentuk tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami nyeri mau mencoba berbagai macam
terapi, termasuk pendekatan konvensional dan alternatif untuk menghilangkan
nyeri. Penghilangan nyeri merupakan alasan yang paling sering dikemukakan
oleh orang-orang yang mencari obat-obatan komplementer dan alternatif atau
complementary and alternative medicines (CAM). CAM meliputi tindakan-
tindakan terapeutik seperti relaksasi, meditasi, biofeedback, hypnosis, imagery,
chiropractic, akupuntur, pijat, aromatherapy, dan terapi herbal.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam peningkatan ilmu bagi
mahasiswa dan mahasiswi Stikes Panrita Husada Bulukumba Kelas Konversi
Bantaeng tentang jenis-jenis terapi pada patah tulang sehingga nantinya dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.