ݺߣ

ݺߣShare a Scribd company logo
Siapkah Industri Penerbangan Domestik Hadapi ASEAN Open Sky?
Oleh: Damayanti.
Pasar penerbangan tunggal untuk ASEAN yang dikenal dengan proyek ASEAN Open
Sky akan berlaku pada Desember 2015. Tentu, beragam tantangan dan peluang akan muncul
bagi Indonesia, khususnya bagi industri penerbangan. Meskipun itu akan mampu
meningkatkan industri transportasi udara di ASEAN yang berdampak positif terhadap sektor
pariwisata dan lainnya, kesiapan industri penerbangan dalam negeri menjadi hal yang patut
dipertanyakan.
Indonesia memiliki pasar penerbangan yang potensial. Dengan lebih dari 18.000 pulau yang
tersebar, penerbangan merupakan akses yang lebih memungkinkan. Meski demikian, hingga
kini pemanfaatan maskapai penerbangan di Tanah Air belum terasa maksimal. Infrastruktur
yang kurang mendukung, harga tiket yang belum terjangkau oleh sejumlah lapisan
masyarakat, tingkat keamanan yang belum memadai, masih menjadi kendala dalam industri
penerbangan.
Peluang
Walau begitu, data Angkasa Pura II menunjukkan bahwa minat dan penggunaan
transportasi udara tiap tahun meningkat. Antara tahun 2010 dan 2014, Indonesia
diekspektasikan menjadi pasar dengan pertumbuhan penumpang internasional tertinggi
keenam. Di tahun 2014, Indonesia akan berada di posisi pasar domestik terbesar kesembilan
dan berada di peringkat 10 besar untuk kargo internasional. Kemajuan ini menunjukkan akan
semakin banyak warga baik di dalam maupun di luar negeri yang memilih menggunakan
pesawat daripada transportasi lain mengingat waktu tempuhnya yang lebih cepat dan lebih
murah.
Hasil penelitian Mott MacDonald mengungkapkan bahwa ASEAN Open Sky akan
menambah sekitar Rp.2,9 triliun ($2,7 miliar) terhadap produk domestik bruto (PDB) dan
lapangan pekerjaan sekitar 16.000 pada 2025. Para maskapai penerbangan dan operator
bandara akan mendapat manfaat dengan pemberlakuan integrasi ASEAN, membuat bisnisnya
dapat bebas bergabung lintas batas dan meraup keuntungan dari peningkatan frekuensi
penumpang dan pesawat.
Para pelaku industri penerbangan seharusnya jeli melihat peluang di pasar regional,
terlebih lagi pasar domestik yang sangat potensial. Potensi penerbangan di Tanah Air sangat
tinggi karena lokasi Indonesia berada di tengah Asia Tenggara. Untuk itu, Indonesia
semestinya mampu mendulang banyak keuntungan dengan mempersiapkan industri
penerbangan sebaik mungkin memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan
Beberapa pertanyaan yang harus dijawab antara lain: Mungkinkah industri
penerbangan dalam negeri mampu bersaing dengan industri ASEAN lainnya? Sudahkah
pemerintah menyiapkan infrastruktur untuk itu? Apakah pemerintah telah mewaspadai
dampak isi perjanjian multilateral terhadap ekonomi domestik?
Persoalan terumit kemungkinan akan dihadapi oleh para maskapai penerbangan.
Untuk dapat menyaingi maskapai penerbangan negara lain, sejumlah hal patut
dipertimbangkan guna meningkatkan daya saing industri dalam negeri seperti peningkatan
armada pesawat, kualitas pelayanan, daya saing harga serta keamanan penerbangan.
Citylink
Dari banyak maskapai penerbangan yang ada di Indonesia, hingga kini, Citylink
tampil sebagai maskapai penerbangan yang berbiaya rendah dan masuk dalam peringkat ke-4
dari 10 maskapai penerbangan terbaik di Indonesia pada 2014. Citilink juga masuk dalam
daftar maskapai berbiaya rendah pada 2012, dan pernah menjual tiketnya seharga Rp.55ribu.
Ia juga satu dari maskapai penerbangan domestik yang diperbolehkan mendarat di Eropa. Di
ASEAN, Indonesia dapat berbangga Citylink masuk dalam maskapai berbiaya kompetitif,
bersaing dengan JetStar Singapura dan Air Asia Malaysia.
Perusahaan maskapai tersebut mendorong kemajuan industri penerbangan tidak hanya
di Tanah Air tetapi juga di ASEAN, memungkinkan banyak kelas menengah ke bawah tidak
merasa berat mengeluarkan ongkos untuk naik pesawat. Harapannya, Citylink mampu
berkompetisi pada ASEAN Open Sky dan semakin banyak maskapai yang mengikuti
jejaknya. Guna mendukungnya, banyak pihak harus terlibat, terutama pemerintah.
Hal utama yang krusial dilakukan mendorong pembangunan infrastruktur. Indonesia
akan menghadapi MEA, tapi kualitas bandara udaranya sangat jauh di bawah negara-negara
ASEAN. Kualitas infrastruktur pun bervariasi di seluruh provinsi, dan jasa penerbangan
hingga kini masih terkonsentrasi di Indonesia bagian barat. Oleh karenanya, dibutuhkan
sinergi antara pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti operator bandara, dan
perusahaan swasta untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur bandara udara,
khususnya di Sumatera Utara Bandara Kualanmu, Jakarta Soekarno Hatta, dan bandara baru
di wilayah Jabodetabek, Yogyakarta, Bali Utara, dan Banten.
Mendorong penambahan hub alternatif. Akibat terkonsentrasi di bagian barat, banyak
penumpang penuh di Bandara Soekarno-Hatta.Indonesia memiliki sekitar 299 bandara
komersial di seluruh nusantara tetapi setengah dari penumpangnya datang ke Tanah Air
melewati Jakarta. Hingga kini beberapa provinsi yang potensial belum dijadikan sebagai hub
alternatif. Dengan berlakunya MEA, keharusan untuk menambah hub alternatif untuk koneksi
internasional semakin mendesak.
Penambahan sumber daya manusia (SDM) prima bagi sektor industri penerbangan
patut diperhatikan. Untuk menambah armada pesawat, meningkatkan kualitas pelayanan,
serta tingkat keamanan penerbangan, dibutuhkan banyak tenaga profesional. Indonesian
National Air Carriers Association (INACA) menyebutkan, setiap tahun dibutuhkan 500 pilot,
yang tersedia hanya 300. Hingga 2015, Indonesia diperkirakan akan kekurangan 2.400 pilot.
Itu artinya, dibutuhkan banyak sekolah yang mampu menghasilkan tenaga penerbangan yang
handal saat ini dan di masa mendatang.
Selain itu, Indonesia perlu memajukan kerjasama dengan negara-negara di luar
ASEAN. Berdasarkan data INACA, rute penerbangan internasional intra-ASEAN mencapai
47,4 persen, sisanya di luar daripada regional tersebut. Indonesia yang memiliki posisi
strategis urgen untuk mendorong kerjasama dengan berbagai negara-negara lain untuk
merambah pasar yang lebih besar.
Pemerintah telah mulai membahas berbagai persoalan yang berkaitan dengan
peraturan dan infrastruktur bandara. Kita berharap seluruh upaya yang dikerahkan untuk
meningkatkan kualitas infrastruktur, membuka hub alternatif, mendukung kemajuan
maskapai penerbangan, dan meningkatkan kerjasama dengan negara di luar ASEAN, dan
berbagai upaya lainnya, memungkinkan industri penerbangan domestik siap menghadapi
ASEAN Open Sky.
Catatan: Telah terbit baik di media online maupun cetak Harian Analisa
Untuk link tautan online: http://analisadaily.com/news/read/siapkah-industri-
penerbangan-domestik-hadapi-asean-open-sky/76532/2014/10/29
Terbit di Kolom Opini tanggal 29 Oktober 2014
Data Diri:
Nama : Damayanti
No Handphone : 0852-9773-2855
Alamat Rumah : Jalan Tangguk Bongkar 8 No.73 Mandala, Medan, Sumut
Email : damayanti_sinaga@yahoo.co.id
Scan Tanda Pengenal

More Related Content

Siapkah Industri Penerbangan Domestik Hadapi ASEAN Open Sky?

  • 1. Siapkah Industri Penerbangan Domestik Hadapi ASEAN Open Sky? Oleh: Damayanti. Pasar penerbangan tunggal untuk ASEAN yang dikenal dengan proyek ASEAN Open Sky akan berlaku pada Desember 2015. Tentu, beragam tantangan dan peluang akan muncul bagi Indonesia, khususnya bagi industri penerbangan. Meskipun itu akan mampu meningkatkan industri transportasi udara di ASEAN yang berdampak positif terhadap sektor pariwisata dan lainnya, kesiapan industri penerbangan dalam negeri menjadi hal yang patut dipertanyakan. Indonesia memiliki pasar penerbangan yang potensial. Dengan lebih dari 18.000 pulau yang tersebar, penerbangan merupakan akses yang lebih memungkinkan. Meski demikian, hingga kini pemanfaatan maskapai penerbangan di Tanah Air belum terasa maksimal. Infrastruktur yang kurang mendukung, harga tiket yang belum terjangkau oleh sejumlah lapisan masyarakat, tingkat keamanan yang belum memadai, masih menjadi kendala dalam industri penerbangan. Peluang Walau begitu, data Angkasa Pura II menunjukkan bahwa minat dan penggunaan transportasi udara tiap tahun meningkat. Antara tahun 2010 dan 2014, Indonesia diekspektasikan menjadi pasar dengan pertumbuhan penumpang internasional tertinggi keenam. Di tahun 2014, Indonesia akan berada di posisi pasar domestik terbesar kesembilan dan berada di peringkat 10 besar untuk kargo internasional. Kemajuan ini menunjukkan akan semakin banyak warga baik di dalam maupun di luar negeri yang memilih menggunakan pesawat daripada transportasi lain mengingat waktu tempuhnya yang lebih cepat dan lebih murah. Hasil penelitian Mott MacDonald mengungkapkan bahwa ASEAN Open Sky akan menambah sekitar Rp.2,9 triliun ($2,7 miliar) terhadap produk domestik bruto (PDB) dan lapangan pekerjaan sekitar 16.000 pada 2025. Para maskapai penerbangan dan operator bandara akan mendapat manfaat dengan pemberlakuan integrasi ASEAN, membuat bisnisnya dapat bebas bergabung lintas batas dan meraup keuntungan dari peningkatan frekuensi penumpang dan pesawat. Para pelaku industri penerbangan seharusnya jeli melihat peluang di pasar regional, terlebih lagi pasar domestik yang sangat potensial. Potensi penerbangan di Tanah Air sangat tinggi karena lokasi Indonesia berada di tengah Asia Tenggara. Untuk itu, Indonesia semestinya mampu mendulang banyak keuntungan dengan mempersiapkan industri penerbangan sebaik mungkin memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tantangan Beberapa pertanyaan yang harus dijawab antara lain: Mungkinkah industri penerbangan dalam negeri mampu bersaing dengan industri ASEAN lainnya? Sudahkah pemerintah menyiapkan infrastruktur untuk itu? Apakah pemerintah telah mewaspadai dampak isi perjanjian multilateral terhadap ekonomi domestik?
  • 2. Persoalan terumit kemungkinan akan dihadapi oleh para maskapai penerbangan. Untuk dapat menyaingi maskapai penerbangan negara lain, sejumlah hal patut dipertimbangkan guna meningkatkan daya saing industri dalam negeri seperti peningkatan armada pesawat, kualitas pelayanan, daya saing harga serta keamanan penerbangan. Citylink Dari banyak maskapai penerbangan yang ada di Indonesia, hingga kini, Citylink tampil sebagai maskapai penerbangan yang berbiaya rendah dan masuk dalam peringkat ke-4 dari 10 maskapai penerbangan terbaik di Indonesia pada 2014. Citilink juga masuk dalam daftar maskapai berbiaya rendah pada 2012, dan pernah menjual tiketnya seharga Rp.55ribu. Ia juga satu dari maskapai penerbangan domestik yang diperbolehkan mendarat di Eropa. Di ASEAN, Indonesia dapat berbangga Citylink masuk dalam maskapai berbiaya kompetitif, bersaing dengan JetStar Singapura dan Air Asia Malaysia. Perusahaan maskapai tersebut mendorong kemajuan industri penerbangan tidak hanya di Tanah Air tetapi juga di ASEAN, memungkinkan banyak kelas menengah ke bawah tidak merasa berat mengeluarkan ongkos untuk naik pesawat. Harapannya, Citylink mampu berkompetisi pada ASEAN Open Sky dan semakin banyak maskapai yang mengikuti jejaknya. Guna mendukungnya, banyak pihak harus terlibat, terutama pemerintah. Hal utama yang krusial dilakukan mendorong pembangunan infrastruktur. Indonesia akan menghadapi MEA, tapi kualitas bandara udaranya sangat jauh di bawah negara-negara ASEAN. Kualitas infrastruktur pun bervariasi di seluruh provinsi, dan jasa penerbangan hingga kini masih terkonsentrasi di Indonesia bagian barat. Oleh karenanya, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti operator bandara, dan perusahaan swasta untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur bandara udara, khususnya di Sumatera Utara Bandara Kualanmu, Jakarta Soekarno Hatta, dan bandara baru di wilayah Jabodetabek, Yogyakarta, Bali Utara, dan Banten. Mendorong penambahan hub alternatif. Akibat terkonsentrasi di bagian barat, banyak penumpang penuh di Bandara Soekarno-Hatta.Indonesia memiliki sekitar 299 bandara komersial di seluruh nusantara tetapi setengah dari penumpangnya datang ke Tanah Air melewati Jakarta. Hingga kini beberapa provinsi yang potensial belum dijadikan sebagai hub alternatif. Dengan berlakunya MEA, keharusan untuk menambah hub alternatif untuk koneksi internasional semakin mendesak. Penambahan sumber daya manusia (SDM) prima bagi sektor industri penerbangan patut diperhatikan. Untuk menambah armada pesawat, meningkatkan kualitas pelayanan, serta tingkat keamanan penerbangan, dibutuhkan banyak tenaga profesional. Indonesian National Air Carriers Association (INACA) menyebutkan, setiap tahun dibutuhkan 500 pilot, yang tersedia hanya 300. Hingga 2015, Indonesia diperkirakan akan kekurangan 2.400 pilot. Itu artinya, dibutuhkan banyak sekolah yang mampu menghasilkan tenaga penerbangan yang handal saat ini dan di masa mendatang. Selain itu, Indonesia perlu memajukan kerjasama dengan negara-negara di luar ASEAN. Berdasarkan data INACA, rute penerbangan internasional intra-ASEAN mencapai 47,4 persen, sisanya di luar daripada regional tersebut. Indonesia yang memiliki posisi strategis urgen untuk mendorong kerjasama dengan berbagai negara-negara lain untuk merambah pasar yang lebih besar.
  • 3. Pemerintah telah mulai membahas berbagai persoalan yang berkaitan dengan peraturan dan infrastruktur bandara. Kita berharap seluruh upaya yang dikerahkan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur, membuka hub alternatif, mendukung kemajuan maskapai penerbangan, dan meningkatkan kerjasama dengan negara di luar ASEAN, dan berbagai upaya lainnya, memungkinkan industri penerbangan domestik siap menghadapi ASEAN Open Sky. Catatan: Telah terbit baik di media online maupun cetak Harian Analisa Untuk link tautan online: http://analisadaily.com/news/read/siapkah-industri- penerbangan-domestik-hadapi-asean-open-sky/76532/2014/10/29 Terbit di Kolom Opini tanggal 29 Oktober 2014 Data Diri: Nama : Damayanti No Handphone : 0852-9773-2855 Alamat Rumah : Jalan Tangguk Bongkar 8 No.73 Mandala, Medan, Sumut Email : damayanti_sinaga@yahoo.co.id