Majelis Tarjih Muhammadiyah menggunakan metode ijtihad yang meliputi:
1. Ijtihad Bayani yaitu menafsirkan nash yang mujmal dengan berpegang teguh pada dalil-dalil al-Quran dan hadis.
2. Ijtihad Qiyasi yaitu menyamakan hukum baru dengan hukum lama berdasarkan persamaan illat/sebab hukum.
3. Ijtihad Istishlahi yaitu menetapkan hukum baru untuk kemas
1 of 34
More Related Content
Manhaj tarjih muhammadiyah wawan gunawan aw
1. MANHAJ TARJIH
MUHAMMADIYAH:
Ushul Fiqh
Majelis Tarjih Muhammadiyah
Wawan Gunawan Abd. Wahid
Ketua Div. Sos Bud Hukum dan Keluarga Majelis
Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
(2005-2010)
4. Lanjutan
Manhaj Tarjih adalah pedoman
beristinbath yang digunakan para ulama
Muhammadiyah;
Sebagai suatu pedoman bertarjih Manhaj
Tarjih mengalami dinamika;
Manhaj Tarjih disusun dan dikembangkan
berdasarkan pengalaman para ulama
menemukan hukum Islam.
5. DUA MODEL MANHAJ TARJIH
1.Periode K.H. Ahmad Azhar Basyir ,MA dan
Prof. Asymuni Abdurrahman
(Metode Bayani, Qiyasi dan Istishlahi);
2. Periode Prof. Amin Abdullah dan Prof.
Syamsul Anwar
(Metode Bayani, Burhani dan Irfani)
6. Pokok-pokok Manhaj Tarjih
Muhammadiyah
1. Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al-
Quran dan as-sunnah as-Sahihah. Ijtihad dan
istinbath atas dasar illat terhadap hal-hal yang
tidak terdapat di dalam nash, dapat dilakukan
sepanjang tidak menyangkut bidang taabbudi
dan memang merupakan hal yang diajarkan
dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Dengan perkataan lain, Majelis Tarjih menerima
ijtihad termasuk qiyas sebagai cara dalam
menetapkan hukum yang tidak ada nashnya
secara langsung;
7. Pengertian Shahihah dalam Majelis
Tarjih
Hadis tersebut berkualitas shahih
sebagaimana dipahami dalam ilmu hadis;
Hadis tersebut berkualitas hasan yang
kualitasnya di bawah shahih tapi lebih
tinggi dari hadis dlaif;
9. 2. Dalam menentukan sesuatu keputusan
dilakukan dengan cara musyawarah.
Dalam menetapkan masalah ijtihad
digunakan sistem ijtihad jamaiy. Dengan
demikian pendapat perorangan dari
anggota majelis tidak dapat dipandang
kuat;
10. 3. Tidak mengikatkan diri pada suatu
mazhab tetapi pendapat-pendapat mazhab
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan hukum sepanjang sesuai
dengan jiwa al-Quran dan as-Sunnah atau
dasar-dasar lain yang dipandang kuat;
11. 4. Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak
beranggapan bahwa hanya Majelis Tarjih
yang paling benar.Keputusan diambil atas
dasar landasan dalil-dalil yang dipandang
paling kuat yang didapat ketika keputusan
diambil. Koreksi dari siapapun akan
diterima sepanjang dapat diberikan dalil-
dalil lain yang lebih kuat. Dengan
demikian Majelis Tarjih dimungkinkan
mengubah keputusan yang pernah
ditetapkan;
12. Contoh Putusan yang dikoreksi
Hukum Memasang gambar KH Ahmad
Dahlan pada awalnya dinyatakan haram
karena dikhawatirkan menimbulkan kultus
dan syirik;
Putusan hukum tersebut dikoreksi dengan
putusan kemudian yang menyatakan
boleh memasang photo/gambar KH
Ahmad Dahlan.
13. 5. Di dalam masalah aqiedah (tawhid) hanya
dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir;
6. Tidak menolak ijma Shahabat sebagai dasar
sesuatu keputusan;
7. Terhadap dalil-dalil yang mengandung taarudl
digunakan cara al-jamu wat-tawfieq da kalau
tidak dapat diakukan barudilakukan tarjih;
14. 8. Menggunakan asas sadd adz-dzarai untuk
menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah;
9. Mentalil dapat dipergunakan untuk memahami
kandungan dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah
sepanjang sesuai dengan kandungan syariah.
Adapun kaidah al-hukmu yaduru maa illatihi
wujudan waadaman dalam hal-hal tertentu
dapat berlaku;
15. 10. Penggunaan dalil untuk menetapkan sesuatu
hukum, dilakukan dengan cara komprehensif,
utuh dan bulat tidak terpisah;
11. Dalil-dalil umum al-Quran dapat diktakhsis
hadis Ahad kecuali dalam bidang aqidah;
12. Dalam mengamalkan agama Islam
menggunakan prinsip at-taysir;
16. 13. Dalam bidang ibadah yang ketentuan-
ketentuannya dari al-Quran dan as-
Sunnah, pemahamannya dapat dilakukan
dengan mnggunakan akal sepanjang
diketahui latarbelakang dan tujuannya.
Meskipun harus diakui bahwa akal besifat
nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash
daripada akal memiliki kelenturan dalam
menghadapiperubahan situasi dan kondisi;
14. Dalam hal-hal yang termasuk al-umur
ad-dunyawiyyah pengunaan akal sangat
diperlukan demi kemaslahatan ummat;
17. 15. Untuk memahami nash yang musytarak
paham Shahabat dapat diterima;
16. Dalam memahami nash yang erkaitan
dengan aqiedah makna zhahir
didahulukan daripada takwil. Dalam hal
ini takwil Shahabat tidak harus diterima
18. Tiga Model Ijtihad
(1) Ijtihad Bayani
adalah ijtihad terhadap nash yang mujmal,
baik karena belum jelas makna lafazh yang
dimaksud maupun karena lafazh itu
mengandung makna ganda mengandung arti
musytarak ataupun karena pengertian
lafazh dalam ungkapan yang konteksnya
mempunyai arti yang jumbuh (mutasyabih),
ataupun adanya beberapa dalil yang
bertentangan (taarudh). Dalam hal yang
terakhir digunakan jalan ijtihad dengan
jalan tarjih.
19. Ijtihad Bayani (2)
Secara epistemologis ijtihad Bayani adalah
suatu cara memperoleh pengetahuan
dengan berpijak pada nash baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung artinya menggunakan nash atau
teks suci sebagai sumber pengetahuan yang
jadi. Dengan demikian informasi hokum
yang dimunculkan nash diambil secara apa
adanya. Sedangkan secara tidak langsung
maksudnya melakukan penyimpulan hokum
dengan berpijak pada nash tersebut. Dalam
ungkapan lain porsi nash dalam ijtihad
bayani sangat dominant daripada porsi
penalaran akal.
20. Contoh Ijtihad Bayani Langsung:
Ketentuan shalat Tarawih 11 Raaat dengan
rangkaian 4-4-3 dan 2-2-2-2-21;
Contoh Ijtihad Bayani Tidak Langsung:
Shalat ied yang bersamaan waktunya shalat
Jumat tidak menggugurkan shalat jumat (Hadis
dijumpai dalam ketentuan Surat yang dibaca
Rasulullah pada shalat jumat)
21. Ciri-ciri lain model bayani
Senantiasa berpijak pada dalil
nash
Memperhatikan aspek kesahihan
transmissional.
Berpegang pada makna zahir
teks
22. Ijtihad Qiyasi
adalah menyeberangkan hukum yang
telah ada nashnya kepada masalah
baru yang belum ada hukumnya
berdasarkan nash, karena adanya
persamaan illat (HPT 278)
23. Contoh Ijtihad Qiyasi
2.1 Hokum syubhat untuk bunga bank
pemerintah. Muhammadiyah berpandangan
bahwa banga bank yang menyertai transaksi
perbankan pemerintah tidak sama dengan riba
yang disebutkan laam al-Quran
2.2. Masalah zakat selain sapi/ kerbau kambing
dan onta yang diqiyaskan kepada hewan
tersebut dimuka. Begitu juga kadar zakat
tanaman seperti tebu, kayu, getah, kelapa, lada,
cengkeh yang diqiyaskan pada gandum, beras,
jagung dan makanan pokok lainnya yang jika
telah mencapai 5 wasaq (7,5 kuintal) zakatnya
sebesar 5 atau 10 %.
24. (3) Ijtihad Istishlahi
yaitu ijtihad terhadap masalah yang
tidak ditunjukkan nash sama sekali
secara khusus, namun tidak adanya
nash mengenai masalah yang ada
kesamaannya. Dalam masalah yang
demikian penetapan hukum dilakukan
beradasarkan illah untuk
kemaslahatan.
25. Contoh Ijtihad Istishlahi
3.1. bayi tabung
3.2. aborsi untuk menjaga (potensi)
kehidupan ibu
3.3. Mengharamkan perkawinan antar
agama
27. Analisis
Tujuan utama pernikahan adalah terwujudnya
sakinah dalam keluarga. Untuk itu diperlukan
beberapa syarat terutama adanya kafaahfiddin
(kufu) dalam agama aka menjadikan kendala
terwujudnya sakinah tersebut.
Dalam agama dimungkinkan menetapkan suatu
huk惺u untuk menghindari kkemudlaratan yang
mungkin timbul (saddan lidzdzariah). Hal ini
sesuai aui pula dengan kaidah fqihiyyah yang
berbunyi:
Darul mafasidi muqaddamun alaa jalbil mashalih
UU no.1 1974 Bab I pasal 1 dan 2
28. Metode Burhani
Kata Burhani berasal dari kata al-burhan yang dalm bahasa
Arab dimakna sebagai al-hujjah al-fashilah al-bayinnah.
Dalam perspektif logika al-burhan dimaknai sebagai
aktifitas pikir yang menetapkan kebenaran sesuatu melalui
metode penalaran dengan mengaitkan pengetahuan yang
bukti-buktinya mendahului kebenaran. Dalam bahasa yang
sederhana burhan artinya aktifitas pikir untuk menentukan
kebenaran sesuatu.
Pendekatan burhani dalam pengetahuan adalah
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengamatan
indera, eksperimen dan hokum-hukum logika. Dalam
kaitannya dengan nash sebagai sumber kebenaran
pendekatan burhani merupakan perpaduan antara
kebenaran nash dengan realitas kongkrit dalam satu
jalinan.
Jika menghitung porsi akal dalam metode ijtihad burhani
perannya lebih besar daripada dalam metode bayani
karena disini akal digunakan untuk mengkorespondensi
kebenaran nash.
29. Metode Ijtihad Irfani
Kata irfani berasal dari kata arafa irfanan yang
secara tradisional dimaknai sebagai marifah atau
pengetahuan, juga dimaknai sebagai kasyf atau
pengetahuan yang diraih melalui latihan bathin.
Pengertian lebih dapat dipahami jika menyelisik kata
ahlul irfan yangsering juga disamakan dengan
mutashawwifin atau para ulma tashawwuf.
Pendekatan irfani secara metodologis dipraktekan
dengan lebih bertumpu pada instrument pengalaman
batin, zauq, qalb, wijdan, bashirah atau intuisi.
Sedangkan metodenya mempraktekkan kasyf dan
iktisyaf.
Contoh penggunaan metode irfani dalam hokum
Islam adalah menggunakan pakaian rapih yang
menutup aurat secara maksimal. Berdasarkan hadis
menutup aurat dan rukun shalat itu tidak disebutkan
akan tetapi secara irfani tidak dinyatakan benar
karena tidak memenuhi unsur kebaikan kepada Allah
30. PRINSIP UMUM MANHAJ
TARJIH:
Al-muraaat (konservasi) artinya pelestarian nilai-
nilai dasar yang termuat dalam wahyu untuk
menyelesaikan persoalan kehidupan. Ini dilakukan
dengan upaya furifikasi atau pemurnian ajaran
Islam. Prinsip ini dipraktekkan pada bidang akidah
dan ibadah;
At-tahdits (modernisasi) artinya upaya pelaksanaan
ajaran Islam guna memenuhi tuntutan spiritual
ummat sesuai dengan perkembangan zaman dan
tempat. Ini dilakukan dengan melakukan
reaktualisasi, reinterpretasi dan revitalisasi ajaran
Islam;
Al-ibtikar (kreasi), penciptaan rumusan pemikiran
Islam secara kreatif, konstruktif dalam menyauti
persoalan kekinian. Ini dilakukan dengan menerima
nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan nilai
Islam melalui seleksi yang ketat dan komprehensif.
31. Contoh Putusan Gunaka Manhaj
Bayani
Hukum mengimani seseorang setelah
kenabian Nabi Muhammad saw;
Hukum mandi shalat jumat;
32. Contoh Penggunaan Manhaj Irfani
Menunaikan shalat dengan menggunakan
pakaian yang tidak sekedar memenuhi
batas minimal ketentuan menutup aurat
tetapi;
Memperlakukan orang Ahmadiyah sesuai
dengan ajaran makarimal akhlaq yang
diajarkan Rasulullah saw.
33. PRINSIP ALIRAN TAWASSUTH
DALAM HUKUM ISLAM
meyakini hikmatu tasyri yang membawa
kemaslahatan;
menggabungkan antara teks denan
hikmatutasyri secara terpadu;
memandang secara seimbang antara teks dengan
realitas;
memandang secara adil antara persoalan dunia
dan akhirat;
mempermudah manusia;
Bersikap terbuka, dialog, toleran terhadap dunia.
34. LANGKAH-LAKAH ALIRAN TAWASSUTH
DALAM HUKUM ISLAM
mencari maqashid asy-syariat sebelum
mengeluarkan/menemukan hukum;
memahami teks dalam bingkai konteks
peristiwanya;