Penelitian ini mengkaji pengaruh pengobatan tuberkulosis paru dengan obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap terhadap kadar asam urat serum pada 41 pasien. Hasilnya menunjukkan kadar asam urat meningkat secara signifikan pada minggu ke-4 pengobatan dan tetap tinggi pada minggu ke-8, kemudian menurun pada minggu ke-12 meski belum ke level semula. Peningkatan disebabkan oleh pirazinamid dan etambutol yang men
1 of 3
Download to read offline
More Related Content
pengaruh obat anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap terhadap kadar asam urat
1. CONTINUING MEDICAL PENELITIAN
HASIL EDUCATION
Pengaruh Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi
Dosis Tetap terhadap Kadar Asam Urat
Diana, AMC Karema-K*, JC Matheos**
*Divisi Rematologi, ** Divisi Pulmonologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/BLU RSUP Prof. Dr. RD Kandou, Manado, Indonesia
ABSTRAK
Pengobatan TB dengan obat antituberkulosis (OAT) utama meliputi Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin. Pirazinamid
bersifat tuberkulostatik dan dapat menyebabkan hiperurisemia karena metabolitnya (asam pirazinoat) dapat mengurangi sekresi asam urat
melalui ginjal. Penelitian retrospektif di RSUP Manado tahun 1995 dari 968 pasien menemukan 23,14% hiperurisemia, 25,9% di antaranya
asimptomatis. Di Minahasa, Sulawesi Utara (1999) hiperurisemia pada dewasa muda 34,3% pada pria dan 23,31% pada wanita. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengobatan TB paru dengan OAT – Kombinasi Dosis Tetap (KDT) terhadap kadar asam urat serum
pada pasien TB di BLU RSUP Prof. Dr. RD. Kandou Manado dengan cara pengambilan sampel konsekutif. Metode penelitian yang digunakan
adalah quasi experimental design - time series experiments. Data kadar asam urat serum dikumpulkan pada minggu ke-0, minggu ke-4, minggu
ke-8, minggu ke-12. Analisis statistik dengan uji Shapiro - Wilk untuk uji distribusi data dan uji komparasi dengan uji T- berpasangan. Hasilnya
memperlihatkan bahwa selama 6 bulan didapatkan 41 pasien tuberkulosis terdiri dari 24 pria dan 17 wanita. Rerata kadar asam urat sebelum
pengobatan OAT-KDT 5,01 (CI [Confidence Interval] 2,6-6,9); rerata minggu ke-4 10,58 (5,7-18,7); rerata minggu ke-8 10,55 (6,1-16,3) dan rerata
sesudah fase intensif 6,31 (3,3-10,1). Kadar asam urat meningkat bermakna dari minggu ke-0 dengan minggu ke-4 (p < 0,05). Sedangkan kadar
asam urat minggu ke-4 dan minggu ke-8 tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Penurunan asam urat dari minggu ke-8 dan minggu ke-12 adalah
bermakna (p < 0,05). Simpulannya, terjadi peningkatan asam urat serum pada fase intensif, terutama minggu ke-4 dan relatif menetap pada
minggu ke-8, serta terjadi penurunan asam urat serum setelah masuk fase lanjutan, minggu ke-12 walaupun belum kembali ke kadar sebelum
pengobatan.
Kata kunci: TB paru, OAT-KDT, asam urat
ABSTRACT
Oral antituberculosis drugs (OAT) for tuberculosis treatment include Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide, Ethambutol and Streptomycin.
Pyrazinamide is tuberculostatic and can lead to hyperuricemia because its metabolite (pirazinoic acid) may reduce the secretion of uric acid
through kidneys. A retrospective study in Manado in 1995 found hyperuricemia in 23.14% among 968 patients, 25.9% asymptomatic. This study
was aimed to determine the effect of OAT – Fixed Dose Combination (FDC) treatment on serum uric acid levels. The study was conducted in
the Pulmonology Department, Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital, Manado by consecutive sampling. This study is a quasi-experimental research
design - experiments time series. Data collected included serum uric acid levels at week 0, week 4, week 8, week 12. Statistical analysis was
performed. The result showed that during 6 months there were 41 tuberculosis patients consisted of 24 men and 17 women. Average uric acid
levels before OAT - FDC treatment was 5.0098 (2.6 to 6.9), after fourth week was 10.5707 (5.7 to 18.7), while after eighth week was 10.5488 (6.1
to 16.3). Average uric acid levels after the intensive phase was 6.3098 (3.3 to 10.1). A significant increase of uric acid from week zero to week four
was found (p <0.05), while the increase between the fourth week and eighth week was not significant (p>0.05). Decrease from the eighth week
and twelfth week was significant (p <0.05). As conclusion, serum uric acid was increased in the intensive phase, especially in the fourth week
and relatively persistent in the eighth week, and serum uric acid was decreased after twelve weeks, although not to its former levels prior to
treatment. Diana, AMC Karema-K, JC Matheos. Effect of Oral Anti Tuberculosis Drugs – Fixed Dose Combination on Uric Acid Level.
Key words: pulmonary TB, OAT FDC, uric acid serum
LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
dapat menyerang berbagai organ seperti
paru, pleura, usus, otak, kulit, kelenjar dan
sebagainya. Pengobatan TB dengan obat
Alamat korespondensi
antituberkulosis (OAT) utama meliputi
Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol,
dan Streptomisin.1 Pirazinamid bersifat
tuberkulostatik dan dapat menyebabkan
hiperurisemia karena metabolitnya (asam
pirazinoat) dapat mengurangi sekresi asam
urat melalui ginjal.2 Penelitian retrospektif
di RSUP Manado tahun 1995 pada 968
pasien menemukan 23,14% hiperurisemia,
25,9% di antaranya asimtomatis.4 Rotty dan
Karema (1999) di Minahasa, Sulawesi Utara
mendapatkan hiperurisemia pada usia
email: diana_tjan@yahoo.com
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
413
2. HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Karakteristik sampel penelitian
n
Umur(tahun)
Min
41
18
Maks
60
Rerata ± SD
38,07 ± 14,056
Lingkar Pinggang(cm)
41
58
85
69,88 ± 7,315
IMT(kg/m2)
41
14,53
23,73
19,29 ± 2,239
41
12,3
16,3
13,71 ± 1,087
91,89 ± 19,387
Hb(mg/dL)
2
LFG(mL/mnt/1,73m )
41
60,71
134,25
GDP(mg/dL)
41
71
99
85,88 ± 8,462
GD2PP(mg/dL)
41
88
135
104,49 ± 11,485
SGOT(U/L)
41
13
33
22,63 ± 6,007
SGPT(U/L)
41
6
42
19,98 ± 9,832
Albumin(g/dL)
41
2,8
4,9
4,05 ± 0,465
Kolesterol Total(mg/dL)
41
117
199
159,22 ± 26,21
Kol LDL(mg/dL)
41
65
147
102,07 ± 23,212
Kol HDL(mg/dL)
41
24
71
40,24 ± 11,128
Trigliserida(mg/dL)
41
58
144
93,07 ± 23,50
Asam Urat(mg/dL)
41
2,6
6,9
5,01 ± 1,273
Sistolik(mmHg)
41
100
120
104,63 ± 6,363
41
60
80
66,59 ± 6,168
Diastolik(mmHg)
SD: Standard Deviation
Tabel 2 Perbandingan kadar asam urat sampel
Kadar asam urat serum
p
p (pria)
p (wanita)
p (<40 thn)
p (>40 thn)
Minggu ke-0 : ke-4
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Minggu ke-0 : ke-8
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Minggu ke-0 : ke-12
0,000
0,000
0,002
0,000
0,006
Minggu ke-4 : ke-8
0,989
0,989
0,891
0,522
0,408
Minggu ke-8 : ke-12
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
p < 0,05 : berbeda bermakna (Uji t - berpasangan)
dewasa muda 34,3% pada pria dan 23,31%
pada wanita.5
TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh pengobatan
TB paru dengan OAT Kombinasi Dosis Tetap
(KDT) terhadap kadar asam urat serum pada
pasien TB paru di BLU RSUP Prof. Dr. RD.
Kandou Manado sebelum dan sesudah 4, 8, 12
minggu pengobatan. Tujuan sekunder untuk
mengetahui apakah pengaruh pengobatan
OAT KDT terhadap kadar asam urat tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia.
METODE
Penelitian quasi experimental design - time
series experiments. Besar sampel minimal
dihitung dengan rumus analitik numerik
berpasangan diperoleh hasil 33 sampel, cara
pengambilan sampel konsekutif. Kriteria
inklusi adalah pasien TB paru baru, lakilaki atau perempuan dewasa (usia 18 - 60
414
tahun), tidak mempunyai kebiasaan makan
dengan asupan purin tinggi, bersedia
mengikuti penelitian dan menandatangani
informed consent. Kriteria eksklusi adalah
hiperurisemia; sedang menderita: penyakit
ginjal kronik (PGK) (eLFG < 60 ml/menit/1,73
m2 dengan rumus Cockcroft-Gault), diabetes
melitus (DM) menurut ADA 2005, hipertensi
menurut JNC-7 2003 , obesitas (IMT ≥ 30 kg/
m2), sindrom metabolik (SM) menurut IDF
2005, gout menurut kriteria ARA; sedang
menggunakan obat diuretika (tiazid,
furosemid), asam asetilsalisilat, asam nikotinat;
aktif mengkonsumsi alkohol; sedang hamil.
Analisis statistik adalah Shapiro - Wilk untuk uji
distribusi data dan uji komparasi dengan uji
t-berpasangan.
HASIL
Selama 6 bulan didapatkan 41 sampel meliputi
24 laki-laki (58,5%) dan 17 perempuan (41,5%).
Usia sampel 11-41 tahun sebanyak 26 orang
(63,4%) dan usia 41-60 tahun sebanyak 15
orang (36,6%). Rerata kadar asam urat sebelum
pengobatan OAT-KDT 5,01 (CI [Confidence
Interval] 2,6-6,9); rerata minggu ke-4 10,58
(5,7-18,7); rerata minggu ke-8 10,55 (6,1-16,3)
dan rerata sesudah fase intensif 6,31 (3,310,1). Diperoleh peningkatan asam urat yang
bermakna dari minggu ke-0 dengan minggu
ke-4 (p <0,05). Sedangkan kadar asam urat
minggu ke-4 dan minggu ke-8 tidak berbeda
bermakna (p >0,05). Penurunan asam urat
dari minggu ke-8 dan minggu ke-12 adalah
bermakna (p <0,05).
Hasil uji statistik (uji t berpasangan)
berdasarkan gender dan usia mendapatkan
perbedaan bermakna kadar asam urat antara
minggu 0 dengan minggu ke-4, 8, 12 dan
antara minggu ke-8 dengan minggu ke-12 (p
<0,05); sedangkan pada minggu ke-4 dengan
minggu ke-8 tidak ada perbedaan bermakna
(p >0,05).
DISKUSI
Terjadi peningkatan kadar asam urat serum
pada 41 (100%) sampel dan hiperurisemia
39 (95%) sampel. Hasil ini serupa dengan
penelitian Isnaeni dkk6 yang mendapatkan
peningkatan pada 35 (100%) dan hiperurisemia
pada 29 (82,85%) sampel; Qureshi dkk
mendapatkan 48% hiperurisemia, Zierski
dkk 56% hiperurisemia dan Khanna dkk
91,34% hiperurisemia.7 Solangi dkk8 63,8%
hiperurisemia, Nahar dkk9 55,88% hiperurisemia,
Adebisi dkk10 51,6% hiperurisemia, Papastavros
dkk11 47% hiperurisemia. Perbedaan kejadian
hiperurisemia pada penelitian ini karena
pada penelitian ini digunakan OAT-4KDT
yang mengandung Isoniazid (H), Rifampisin
(R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) pada
fase intensif. Sesuai hasil penelitian Khanna
dkk., kejadian hiperurisemia lebih tinggi pada
kombinasi ZE dibanding dengan Z atau E
saja, yaitu 91,34%; 73,4%; 51,61%. Pirazinamid
dan Etambutol memfasilitasi pertukaran ion
di tubulus ginjal menyebabkan reabsorpsi
berlebihan asam urat sehingga menimbulkan
hiperurisemia.
Beberapa penelitian lain menggunakan
salisilat untuk mengatasi artralgia, sedangkan
salisilat juga dapat memengaruhi kadar asam
urat. Salisilat dosis besar (analgesik) bersifat
menurunkan asam urat sedangkan salisilat
dosis kecil akan menghambat ekskresi asam
urat sehingga terjadi hiperurisemia.2,3,7
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
3. HASIL PENELITIAN
Peningkatan kadar asam urat dialami seluruh
pasien pada minggu ke-4 berkisar antara
5,7 – 18,7 mg/dL (10,57 ± 2,49 ; rerata ± SB),
peningkatan ini sangat bermakna (p < 0,05).
Hal ini serupa dengan hasil penelitian Solangi
dkk8 mendapatkan kadar asam urat 9,68 ±
1,52 mg/dL, Nahar dkk9 6,22 ± 2,70 mg/dL.
Qureshi dkk 5,2 ± 0,6 mg/dL, Khanna dkk 7,51
mg/dL.7 Peningkatan kadar asam urat yang
cukup tinggi pada penelitian ini dibanding
dengan penelitian lain, diduga karena faktor
genetik,3 karena insiden hiperurisemia di
Manado cukup tinggi,4,5 diperberat dengan
efek samping pirazinamid yang terdapat
dalam OAT - 4KDT.2
Pada minggu ke-8, terjadi peningkatan kadar
asam urat berkisar 6,1 – 16,3 mg/dL (10,54 ±
2,33 ; rerata ± SB). Hal ini serupa dengan hasil
penelitian Solangi dkk8 mendapatkan 9,64 ±
1,43 mg/dL, Isnaeni dkk6 8,78 ± 2,53 mg/dL,
Nahar dkk9 6,34 ± 1,52 mg/dL. Qureshi dkk
6,4 ± 0,8 mg/dL, Khanna dkk 8,81 mg/dL.7
Peningkatan kadar asam urat minggu ke-8
berbeda bermakna dengan kadar asam urat
minggu ke-0 namun tidak berbeda bermakna
dengan kadar asam urat minggu ke-4. Pada
minggu ke-8, kadar asam urat hanya sedikit
meningkat atau relatif menetap dibandingkan
kadar asam urat minggu ke-4. Hal ini serupa
dengan yang didapatkan oleh Solangi dkk8
dan Nahar dkk9 tidak ada perbedaan bermakna
kadar asam urat minggu ke-8 dengan minggu
ke-4. Keadaan ini diduga karena efek samping
Pirazinamid dalam OAT - 4KDT pada minggu
ke-4 membuat kadar asam urat sudah
meningkat hampir titik jenuh.2,3
Pengobatan TB fase lanjutan menggunakan
OAT-2KDT yang mengandung RH, ZE sudah
tidak diberikan,1,2 ; terjadi penurunan kadar
asam urat minggu ke-12, yaitu berkisar 3,3 –
10,1 mg/dL (6,3 ± 1,59 ; rerata ± SB). Hal ini
serupa dengan hasil penelitian Solangi dkk8
yang mendapatkan kadar 5,08 ± 0,57 mg/
dL, Isnaeni dkk6 4,79 ± 1,44 mg/dL, Qureshi
dkk7 4,5 ± 0,3 mg/dL. Penelitian Adebisi dkk10
dan Papastavros dkk11 mendapatkan kadar
asam urat kembali normal pada fase lanjutan
pengobatan TB. Pada penelitian ini, kadar
asam urat minggu ke-12 berbeda bermakna
dengan kadar asam urat minggu ke-0,
ke-4 dan ke-8; walaupun belum kembali
ke kadar asam urat sebelum pengobatan.
Pada beberapa pasien yang diikuti sampai
minggu ke-16 didapatkan kadar asam urat
kembali seperti minggu ke-0. Keadaan
ini mencerminkan bahwa efek samping
hiperurisemia OAT-4KDT fase intensif bersifat
reversibel, walaupun pada genetik tertentu
memerlukan waktu yang lebih lama untuk
kembali normal.2,3
Penelitian
ini
mendapatkan
keluhan
artralgia pada 5 sampel (12,2%). Isnaeni dkk6
mendapatkan artralgia 13,8%. Qureshi dkk
mendapatkan artralgia 22% dan Khanna dkk
mendapatkan artralgia 11%.7 Efek samping
pirazinamid dapat meningkatkan kadar asam
urat namun bersifat reversibel dan umumnya
subklinis.1,2
Uji perbandingan berdasarkan usia, gender
dan per kelompok usia sesuai gender;
didapatkan hasil yang sama dengan yaitu
terdapat perbedaan bermakna kadar asam
urat antara minggu 0 dan minggu 4, 8,
12 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan asam urat karena efek samping
pirazinamid tidak dipengaruhi oleh usia
maupun gender; meskipun diketahui pada
usia > 40 tahun terjadi penurunan fungsi
ginjal, sedangkan hormon esterogen
menekan kadar asam urat. Sampel penelitian
ini adalah subjek yang dengan fungsi ginjal
normal.
Tidak didapatkan hubungan bermakna
antara kadar kolesterol total, trigliserida, LDL,
HDL dengan kadar asam urat (p > 0,05).
Hal ini mencerminkan bahwa kadar asam
urat sampel tidak dipengaruhi oleh profil
lemaknya. Sampel penelitian ini adalah subjek
yang tidak menderita obesitas maupun
sindrom metabolik.
SIMPULAN
1. Terdapat peningkatan bermakna kadar
asam urat serum pada fase intensif, terutama
pada minggu ke-4 dan relatif menetap pada
minggu ke-8 pengobatan OAT – KDT;
2. Terdapat penurunan bermakna kadar
asam urat serum setelah masuk masa
intermiten (minggu ke-12), walaupun belum
kembali ke kadar sebelum pengobatan OAT KDT.
SARAN
Pemantauan kadar asam urat serum selama
fase intensif pengobatan dengan OAT – KDT
(RHZE) terutama pada pasien yang sudah
hiperurisemia sebelum mulai pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Aditama TY, Subuh M, Mustikawati DE, dkk. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia – Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Jakarta 2011.
2.
Deck DH, Winston LG. Antimycobacterial drugs. In: Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic and clinical pharmacology. 12th ed. Mc Graw Hill, New York 2012, pp. 770-5.
3.
Kelley WN, Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, et al. Textbook of rheumatology. Vol.2. 9th ed. Elsevier, Philadelphia 2012, pp 1313 – 47
4.
Rotty LWA, Karema-Kaparang AMC. Pola hiperurisemia pada penderita rawat inap di RSUP Manado. Dipresentasikan pada KOPAPDI X, Padang, 26 Juni 1996.
5.
Rotty LWA, Karema-Kaparang AMC. Gambaran asam urat pada suku Minahasa usia dewasa muda. Naskah Lengkap KONKER IRA VI, Malang, 1999.
6.
Isnaeni MP, Sumariyono, Rumende CM, dkk. Peningkatan kadar asam urat darah pasien TB yang mendapat terapi pyrazinamide dan ethambuthol: implikasi terhadap penghentian terapi
7.
Qureshi W, Hassan G, Kadri SM, et al. Hyperuricemia and arthralgias during pyrazinamide therapy in patients with pulmonary tuberculosis. Laboratory Medicine 2007; 38(8): 495-7.
8.
Solangi GA, Zuberi BF, Shaikh S, Shaikh WM. Pyrazinamide induced hyperuricemia in patients taking anti-tuberculous therapy. JCPSP 2004; 14(3): 136-8.
TB. Dalam: Setiyohadi B, Kasjmir YI. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2011. Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Jakarta 2011, 123-7.
9.
Nahar BL, Hossain M, Islam MM, Saha DR. A comparative study on the adverse effect of two anti-tuberculosis drugs regimen in initial two-month treatment period. Bangladesh J Pharmacol 2006; 1: 51-7.
10. Adebisi SA, Oluboyo PO, Okesina AB. Effect of drug induced hyperuricemia on renal function in Nigerians with pulmonary tuberculosis. Afr J Med Med Sci 2000; 29: 297-300.
11. Papastavros T, Dolovich LR, Holbrook A, Whitehead L, Loeb M. Adverse events associated with pyrazinamide and levofloxacin in the treatment of latent multidrug resistant tuberculosis.
CMAJ 2002; 167(2): 131-6.
CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013
415