際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Brigadir Samsul Burhan merasa tergerak
hatinya saat melihat kondisi Mak Sarmi. Ia
dengan sukarela membantu Mak Sarmi dalam
menghadapi masa susahnya.
	 Tangan takdir mungkin kini mulai
memihak pada Mak Sarmi. Memberi ruang
harap bagi kehidupannya ke depan. Bibirnya
yang terkatup sepertinya ingin bereaksi saat
melihat uluran tangan Brigadir Samsul Burhan.
Ia seperti ingin berpesan sesuatu padanya.
Saat ini mungkin untaian kata bukan menjadi
sebuah solusi yang akan memaparkan segala
isi hatinya. Namun sepertinya Tuhan masih
berbaik hati pada Mak Sarmi. Genggaman
tangannya seolah menjadi bagian dari suara
yang tak sempat terbuka. Menjadi bahasa
isyarat yang menghubungkan batin Mak Sarmi
dengan batin Brigadir Samsul Burhan.
	 Kini Brigadir Samsul Burhan menjadi
pahlawan yang berseragam kemanusiaan.
Dengan tangannya ia menggenggam
kepedulian antar sesama. Lewat tangannya ia
memberi contoh pada manusia lainnya. Lewat
kebaikannya ini ada sebuah pembelajaran
tersirat, bahwa hidup tidak hanya sekadar
hidup, tapi juga memberi kehidupan pada
orang lain. Kini demi kelayakan hidup Mak
Sarmi, Brigadir Samsul Burhan berencana
akan membawa Mak Sarmi ke panti jompo di
Kabupaten Pemalang dalam waktu dekat ini.
(Ah. Sad/)
Hidup dibawah garis kemiskinan membuat
wanita kelahiran Madiun, 18 Juli 1930
ini menjadi korban ego kaum anak. Atas
alasan tuntutan ekonomi, Boimin dan Eva
rela meninggalkan sang ibu sendirian di
kediamannya yang terletak di Jl. Merak Gg.
4 nomor 9A Rt 03 Rw 03, Kelurahan Kandang
Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota
Pekalongan. Suami istri ini pergi merantau
demi mendapatkan sesuap nasi. Ya, tentu saja
bagi warga miskin seperti mereka sesuap nasi
adalah impian.
	 Di bulan Oktober 2014 Boimin pergi
merantau ke Jakarta, dan dilanjut pada
bulan Desember 2014 Eva pergi merantau
ke Jogjakarta. Sementara sang ibu dibiarkan
hidup dalam ruang sempit berukuran 1x2 Meter
bersama kerabat dekat Boimin yang secara
mental terganggu. Sungguh memprihatinkan
kondisi Mak Sarmi ini. Seluruh anggota
tubuhnya sudah tak dapat difungsikan lagi.
Ia bagaikan mayat hidup yang menunggu
kematian sempurnanya datang. Setiap hari
ia harus melihat tarian lalat yang bergantian
menghinggapi anggota tubuhnya. Sesekali
ia harus puas mencium bau kotorannya
sendiri. Membiarkan kotoran itu membanjiri
tempat tidurnya, dan bahkan tidur bersama
kotorannya tersebut.
	 Sudah dua puluh tahun lamanya Mak
Sarmi merasakan nikmatnya hidup tanpa
bersuara. Tentu saja ini adalah sebuah
karunia gempita. Sapuan nasib semacam ini
juga tentunya tak pernah menjadi impian bagi
setiap manusia. Begitu pun Mak Sarmi. Dalam
diamnya, tentu ia sudah banyak mengeluarkan
keluh sapanya pada sang Illahi. Mungkin bila
kita dapat mendengar kontak suaranya, kita
akan mendengar banyak keluhan yang keluar
dari bibir kelu Mak Sarmi.
	 Banyak tetangga yang tahu tentang
polemik kehidupan yang dialami oleh Mak
Sarmi. Tapi semua fakta ini tak menggugah
rasa kemanusiaan mereka, walaupun hanya
sekadar menengoknya. Mata dan nurani
mereka seolah tumpul tanpa suara. Malahan
mereka dengan gampangnya berkoar pada
pihak kelurahan agar Ibu Sarmi segera
dipulangkan saja ke Madiun. Tentu saja ini
adalah sebuah keputusan tanpa prinsip.
Karena dengan dipindahkannya Mak Sarmi ke
Madiun belum tentu kelayakan hidupnya akan
lebih membaik.
	 Awalnya Ibu Atik yang merupakan
kerabat jauh dari keluarga mereka mau
merawat dan memberi makan pada Mak
Sarmi. Tapi akhirnya titik kejenuhan itu
datang, dan membuat kebaikannya berhenti
secara sepihak. Alasannya karena Ibu Atik
merasa lelah, dan tak tahan dengan bau yang
dimunculkan dari rumah itu.
	 Disaat latar kemanusiaan masyarakat
membisu,sebuahpertolonganakhirnyadatang.
Tangan tak terduga menjadi penyelamat Mak
Sarmi. Seorang Bhabinkamtibmas bernama
SENJA KELAM WANITA RENTA
Kehidupan adalah sebuah
pola. Dimana dalam pola
itu telah terbentuk sebuah
cerita. Dimana dalam cerita
itu telah termaktub nilai-
nilai. Sebuah nilai kehidupan
selalu ada maket-maket
yang tertanam. Maket itulah
yang nantinya akan menjadi
letak pertanggung jawaban
kita pada sang Illahi. Dan
ketika masa pertanggung
jawaban itu tiba kita tak bisa
lagi menjadi kamuflase yang
doyan menyembunyikan
kebodongan kita.
TOrehan Pena kehidupAN
TOPAN
Fakta masyarakat sering kali terlepas dari alur publikasi. Padahal ada kehidupan yang tidak hanya butuh
simpatik yang tinggi, tapi juga perjalanan empati. Contohnya, pada potret kehidupan wanita tua bernama
Sarmi. Wanita renta ini harus rela menjadi korban dari kaum anak yang tak tahu balas budi. Masa tuanya
harus ia lalui dalam kemandirian.
Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah

More Related Content

Senja kelam wanita renta

  • 1. Brigadir Samsul Burhan merasa tergerak hatinya saat melihat kondisi Mak Sarmi. Ia dengan sukarela membantu Mak Sarmi dalam menghadapi masa susahnya. Tangan takdir mungkin kini mulai memihak pada Mak Sarmi. Memberi ruang harap bagi kehidupannya ke depan. Bibirnya yang terkatup sepertinya ingin bereaksi saat melihat uluran tangan Brigadir Samsul Burhan. Ia seperti ingin berpesan sesuatu padanya. Saat ini mungkin untaian kata bukan menjadi sebuah solusi yang akan memaparkan segala isi hatinya. Namun sepertinya Tuhan masih berbaik hati pada Mak Sarmi. Genggaman tangannya seolah menjadi bagian dari suara yang tak sempat terbuka. Menjadi bahasa isyarat yang menghubungkan batin Mak Sarmi dengan batin Brigadir Samsul Burhan. Kini Brigadir Samsul Burhan menjadi pahlawan yang berseragam kemanusiaan. Dengan tangannya ia menggenggam kepedulian antar sesama. Lewat tangannya ia memberi contoh pada manusia lainnya. Lewat kebaikannya ini ada sebuah pembelajaran tersirat, bahwa hidup tidak hanya sekadar hidup, tapi juga memberi kehidupan pada orang lain. Kini demi kelayakan hidup Mak Sarmi, Brigadir Samsul Burhan berencana akan membawa Mak Sarmi ke panti jompo di Kabupaten Pemalang dalam waktu dekat ini. (Ah. Sad/) Hidup dibawah garis kemiskinan membuat wanita kelahiran Madiun, 18 Juli 1930 ini menjadi korban ego kaum anak. Atas alasan tuntutan ekonomi, Boimin dan Eva rela meninggalkan sang ibu sendirian di kediamannya yang terletak di Jl. Merak Gg. 4 nomor 9A Rt 03 Rw 03, Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Suami istri ini pergi merantau demi mendapatkan sesuap nasi. Ya, tentu saja bagi warga miskin seperti mereka sesuap nasi adalah impian. Di bulan Oktober 2014 Boimin pergi merantau ke Jakarta, dan dilanjut pada bulan Desember 2014 Eva pergi merantau ke Jogjakarta. Sementara sang ibu dibiarkan hidup dalam ruang sempit berukuran 1x2 Meter bersama kerabat dekat Boimin yang secara mental terganggu. Sungguh memprihatinkan kondisi Mak Sarmi ini. Seluruh anggota tubuhnya sudah tak dapat difungsikan lagi. Ia bagaikan mayat hidup yang menunggu kematian sempurnanya datang. Setiap hari ia harus melihat tarian lalat yang bergantian menghinggapi anggota tubuhnya. Sesekali ia harus puas mencium bau kotorannya sendiri. Membiarkan kotoran itu membanjiri tempat tidurnya, dan bahkan tidur bersama kotorannya tersebut. Sudah dua puluh tahun lamanya Mak Sarmi merasakan nikmatnya hidup tanpa bersuara. Tentu saja ini adalah sebuah karunia gempita. Sapuan nasib semacam ini juga tentunya tak pernah menjadi impian bagi setiap manusia. Begitu pun Mak Sarmi. Dalam diamnya, tentu ia sudah banyak mengeluarkan keluh sapanya pada sang Illahi. Mungkin bila kita dapat mendengar kontak suaranya, kita akan mendengar banyak keluhan yang keluar dari bibir kelu Mak Sarmi. Banyak tetangga yang tahu tentang polemik kehidupan yang dialami oleh Mak Sarmi. Tapi semua fakta ini tak menggugah rasa kemanusiaan mereka, walaupun hanya sekadar menengoknya. Mata dan nurani mereka seolah tumpul tanpa suara. Malahan mereka dengan gampangnya berkoar pada pihak kelurahan agar Ibu Sarmi segera dipulangkan saja ke Madiun. Tentu saja ini adalah sebuah keputusan tanpa prinsip. Karena dengan dipindahkannya Mak Sarmi ke Madiun belum tentu kelayakan hidupnya akan lebih membaik. Awalnya Ibu Atik yang merupakan kerabat jauh dari keluarga mereka mau merawat dan memberi makan pada Mak Sarmi. Tapi akhirnya titik kejenuhan itu datang, dan membuat kebaikannya berhenti secara sepihak. Alasannya karena Ibu Atik merasa lelah, dan tak tahan dengan bau yang dimunculkan dari rumah itu. Disaat latar kemanusiaan masyarakat membisu,sebuahpertolonganakhirnyadatang. Tangan tak terduga menjadi penyelamat Mak Sarmi. Seorang Bhabinkamtibmas bernama SENJA KELAM WANITA RENTA Kehidupan adalah sebuah pola. Dimana dalam pola itu telah terbentuk sebuah cerita. Dimana dalam cerita itu telah termaktub nilai- nilai. Sebuah nilai kehidupan selalu ada maket-maket yang tertanam. Maket itulah yang nantinya akan menjadi letak pertanggung jawaban kita pada sang Illahi. Dan ketika masa pertanggung jawaban itu tiba kita tak bisa lagi menjadi kamuflase yang doyan menyembunyikan kebodongan kita. TOrehan Pena kehidupAN TOPAN Fakta masyarakat sering kali terlepas dari alur publikasi. Padahal ada kehidupan yang tidak hanya butuh simpatik yang tinggi, tapi juga perjalanan empati. Contohnya, pada potret kehidupan wanita tua bernama Sarmi. Wanita renta ini harus rela menjadi korban dari kaum anak yang tak tahu balas budi. Masa tuanya harus ia lalui dalam kemandirian. Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah