際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Demokrasi di Indonesia Pasca Reformasi Adalah
Demokrasi Keblinger
Pengertian Demokrasi
Demokrasi ialah suatu bentuk kerajaan di mana kuasa menggubal undang-undang dan struktur
kerajaan adalah ditentukan oleh rakyat. Dalam sistem demokrasi, undang-undang digubal sama
ada oleh rakyat atau wakil yang dipilih oleh rakyat. Sebuah negara atau kerajaan yang
mengamalkan sistem demokrasi adalah dipanggil negara atau kerajaaan yang demokratik.
Perkataan ini berasal dari Yunani 隆侶亮凌虜留鱈留 dari 隆侶亮凌 bermaksud rakyat, ditambah pula
dengan 虜留竜旅僚 bermaksud memerintah, dengan kata hubung 鱈留; yang memberi maksud
Diperintah oleh Rakyat. Terma ini kadangkala digunakan untuk mengukur sejauh mana
pengaruh rakyat diatas kerajaannya. Demokrasi secara ekstrem boleh dilihat dalam sistem
kerajaan seperti anarkisme dan komunisme (menurut teori Karl Marx ia merupakan peringkat
terakhir pembangunan sosial dimana demokrasi adalah diamalkan secara langsung , dan tiada
kerajaan yang bebas dari kehendak rakyat).
Pendapat lain mengatakan demokrasi adalah kolektivitas yg memerintah diri sendiri dan
mayoritas anggota turut ambil bagian secara langsung maupun tak langsung ada kemerdekaan
rohani dan kesamaan didepan hokum (Bonger), atau bias dikatakan adalah hakekat demokrasi
kedaulaan politik setelah ditangan rakyat (alfian).
Macam Demokrasi
Macam-macam demokrasi adalah Demokrasi Konstitusional yaitu demokrasi yang dimana
pemerintahan yg terbatas kekuasaannya dan negara hukum yg tunduk kepada rule of law
(Miriam Budiardjo) kemudian Demokrasi Totaliter yaitu demokrasi yang dimana pemerintah yg
tak dibatasi kekuasaannya dan bersifat totaliter (M. Budiardjo)
Kriteria Negara Demokrasi
Menurut Robert A. Dahl negara bisa dikatakan negara demokrasi jika pejabat dipilih, Pemilu yang
bebas dan fair dan hak pilih mencakup semua.
Menurut Amien Rais negara bisa dikatakan ketika negara berpartisipasi dalam buat keputusan,
kesamaan di depan hokum dan distribusi pendapatan secar adil dan kesempatan dalam
pendidikan dan bebas berpendapat.
Elemen dalam demokrasi
Demokrasi modern mempunyai sifat-sifat dengan institusi-institusi berikut:
Pertama perlembagaan yang mengadakan kuasa dan kawalan operasi formal kerajaan, sama
ada secara tulisan, secara norma atau gabungan kedua-duanya. Lazimnya Perlembagaan akan
memasuki doktrin pembahagian kuasa untuk memastikan seseorang itu tidak diberi lebih dari
satu kuasa.
Ke dua pilihan raya untuk memilih pegawai-pegawai awam, yang dikelolakan secara bebas dan
adil
Ke tiga rakyat diberi hak mengundi
Ke empat ebebasan bersuara (berceramah, berhimpun dan sebagainya)
Ke lima kebebasan akhbar dan akses kepada media lain
Ke enam kebebasan persatuan
Ke tujuhemua orang dalam masyarakat menikmati hak yang sama dari segi undang-undang.
Salahsatu pra-syarat demokrasi ialah wujudnya Aturan Undang-Undang Rule of Law
Ke delapan rakyat yang berpendidikan dan berpengetahuan tentang hak asasi manusia dan
tanggungjawab sivik.
DEMOKRASI KLASIK vs MODERN
Mendengar kata demokrasi seakan mengingatkan kita pada suatu bentuk
pemerintahan yang aspiratif. Tidak salah memang jika diartikan demikian karena
kata demokrasi itu sendiri berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Dari segi etimologi, istilah demokrasi berasal Yunani kuno yaitu demos
yang berarti rakyat dan kratia yang artinya memerintah. Menurut para filsuf,
demokrasi merupakan perpaduan antara bentuk negara dan bentuk
pemerintahannya. Seiring dengan berlalunya waktu, demokrasi pun mewujudkan
diri dalam banyak bentuk, seperti demokrasi barat (liberal), demokrasi timur
(proletar) dan sebagainya.
Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM
tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara
langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam
rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan. Sedangkan demokrasi
dalam pengertiannya yang modern muncul pertama kali di Amerika. Konsep
demokrasi modern sebagian besar dipengaruhi oleh para pemikir besar seperti
Marx, Hegel, Montesquieu dan Alexis de Tocqueville. Mengingat semakin
berkembangnya negara-negara pada umumnya, secara otomatis menyebabkan
makin luasnya negara dan banyaknya jumlah warganya serta meningkatnya
kompleksitas urusan kenegaraan, mengakibatkan terjadinya perwalian aspirasi
dari rakyat, yang disebut juga sebagai demokrasi secara tidak langsung.
Demokrasi Klasik
Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal
berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk
negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsiktradisional. Para penganut aliran ini adalah
Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino.
Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasan
berada di tangan rakyat sehingaa kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih
diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan
tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah
dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur sehingga mengakibatkan keadaan
menjadi kacau, yang disebut Anarki. Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi
sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap
kepentingan umum. Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian
kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan
oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas
Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat
dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri.
Demokrasi Modern
Ada tiga tipe demokrasi modern, yaitu :
Demokrasi representatif dengan sistem presidensial 
Dalam sistem ini terdapat pemisahan tegas antara badan dan fungsi legislatif
dan eksekutif. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden, wakil presiden dan
menteri yang membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Dalam
hubungannya dengan badan perwakilan rakyat (legislatif), para menteri tidak
memiliki hubungan pertanggungjawaban dengan badan legislatif.
Pertanggungjawaban para menteri diserahkan sepenuhnya kepada presiden.
Presiden dan para menteri tidak dapat diberhentikan oleh badan legislatif.
Demokrasi representatif dengan sistem parlementer 
Sistem ini menggambarkan hubungan yang erat antara badan eksektif dan
legislatif. Badan eksekutif terdiri dari kepala negara dan kabinet (dewan menteri),
sedangkan badan legisletafnya dinamakan parlemen. Yang bertanggung jawab
atas kekuasaan pelaksanaan pemerintahan adalah kabinet sehingga
kebijaksanaan pemerintahan ditentukan juga olehnya. Kepala negara hanyalah
simbol kekuasaan tetapi mempunyai hak untuk membubarkan parlemen.
Demokrasi representatif dengan sistem referendum (badan pekerja) 
Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini
dapat dilihat dari sistemnya sendiri di mana BADAN eksekutifnya merupakan
bagian dari badan legislatif. Badan eksekutifnya dinamakan bundesrat yang
merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif) yang terdiri dari
nationalrat-badan perwakilan nasional- dan standerat yang merupakan
perwakilan dari negara-negara bagian yag disebut kanton.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh American Institute of Public
Opinion terhadap 10 negara dengan pemerintahan terbaik, diantaranya yaitu
Switzerland, Inggris, Swedia dan Jepang di posisi terakhir, dapat disimpulkan
bahwa ciri-ciri demokrasi (modern) yaitu adanya hak pilih universal,
pemerintahan perwakilan, partai-partai politik bersaing, kelompok-kelompok yang
berkepentingan mempunyai otonomi dan sistem-sistem komunikasi umum,
frekuensi melek huruf tinggi, pembangunan ekonomi maju, besarnya golongan
menengah.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Akhir milenium kedua ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Rejim
Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto
akhirnya tumbang.
Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam
arti sesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah
Soeharto tumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan
secara damai, bertahap dan progresif. Yang ada justru muncul berbagai konflik
serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas
dari pengaruh krisis moneter yang menjalar kepada krisis keuangan sehingga
pengaruh depresiasi rupiah berpengaruh signifikan terhadap kehidupan ekonomi
rakyat Indonesia. Inflasi yang dipicu kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada kualitas
kehidupan masyarakat. Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam
sebuah era demokrasi sesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat
kehidupan ekonomi mereka justru tidak lebih baik dibandingkan ketika masa
Orde Baru.

Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai
versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah
demokrasi terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan
mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang
dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang
saat ini masih dalam masa transisi.
Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa
memberikan pelajaran berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa
memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang
jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran
mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi
tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah
melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah
memperkuat posisi Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan
Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan
Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut
diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat
berbagai kebijakan politik pada masa itu.
Lain pula dengan masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto. Stabilitas keamanan
sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. namun tingkat kehidupan
ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi
BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara
umum. Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah
menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif
terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju
yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan
ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.
Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali
dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan
terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas
dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya
kepemimpinan yang kuat.
Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa
kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai
adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung
yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam
tahapan demokratisasi di Indonesia. Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan
menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Para kaum tertindas mampu
menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini
terpendam dapat diketahui oleh publik. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat
melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan
dalam mengambil suatu kebijakan publik.
Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu
membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa
tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun
sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya
kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan.
Demokrasi di Indonesia masih berada pada masa transisi dimana berbagai prestasi sudah
muncul dan diiringi prestasi yang lain. Sebagai contoh, munculnya Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya
beberapa koruptor. Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia
(BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadan dengan dosa-dosa mereka terhadap
perekonomian.
Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem
pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen.
Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang masih dibahas di
parlemen. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan
organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat
Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang
sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya
mendapat dukungan yang kuat dari berbagai organisasi Islam.
Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme
internasional. Hal ini menyebabkan dilema. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka
tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata
kepada publik namun bisa dirasakan.
Tantangan dan Harapan Amartya Sen, penerima nobel bidang ekonomi menyebutkan bahwa
demokrasi dapat mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini akan terbukti bila pihak legislatif
menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan programprogram yang efektif untuk mengurangi kemiskinan. Sayangnya, dalam masa transisi ini, hal itu
belum terjadi secara signifikan.
Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi
yang cukup. Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan dampak
ekonomi yang positif buat mereka. Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam masa transisi.
Demokrasi masih terkesan isu kaum elit, sementara ekonomi adalah masalah riil kaum ekonomi
bawah yang belum diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini adalah salah satu tantangan
terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan
demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik.
Setiap manusia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, berserikat dan
bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan
main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus yang terdapat dalam undang-undang
maupun peraturan pemerintah.
Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi,
berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan kerusakan. Tidak sedikit
fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika terjadinya demonstrasi menyampaikan
pendapat. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agar mereka bisa menikmati
demokrasi.
Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akan mengakibatkan
masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini adalah tantangan
yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak.
Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentu menguntungkan
Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi itu sendiri karena tidak
diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya menguntungkan Indonesia. Standar
ganda pihak asing juga akan menjadi penyebab mandulnya demokrasi di Indonesia.
Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi tantangan bagi
demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde Baru yang meledak pada
saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan bagian daridemonstrasi yang sulit
dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Padahal anarkisme justru bertolak belakang
dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai Islam.
Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesarbesarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa
memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi
kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih
memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.
Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara
yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa
dan negara. Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi rakyat.
Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang
kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya. Negara yang kuat tidak identik
dengan otoritarianisme maupun militerisme.
Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang
kehidupan lainnya. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan
rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya
pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu
sendiri.
Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik,
sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping
mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang serius dalam
implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi. Semakin rendahnya tingkat
kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena kuatnya bidang politik
ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi akan
berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia. Sumber daya
manusia yang lemah jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah
demokrasi.
Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki
kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya
iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar
menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa
berkembang ke arah yang lebih baik.
Demokrasi Keblinger
Saat ini terjadi sebuah fenomena menarik dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Artis,
sebagai bagian dari warga negara, ramai-ramai mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai
politik untuk menduduki jabatan publik.Dalam konteks sejarah politik bangsa, masuknya artis
dalam kancah politik bukan sesuatu yang baru. Artis telah membanjiri kehidupan politik praktis,
terutama sejak masa Orde Baru (1966-1998). Hampir semua partai politik saat itu punya unsur
artis dalam aktivitas politiknya.
Tidak saja dalam kapasitasnya sebagai vote getter seperti Rhoma Irama di PPP, Harry de Fretes,
Rano Karno untuk PDI atau beberapa artis safari yang berkampanye untuk Golkar, termasuk di
antaranya Titiek Puspa, Camelia Malik, tetapi juga dalam kapasitas sebagai anggota badan
legislatif seperti Rhoma Irama yang uniknya masuk ke dalam parlemen atas budi baik Golkar.
Fungsinya tidak saja dalam kapasitas penarik massa ataupun anggota Dewan, tetapi bahkan
saat ini telah pula memasuki wilayah eksekutif meski baru pada wilayah lokal. Untung saja badan
yudikatif, yang memang didisain eksklusif oleh para penemu demokrasi di Barat sejak awal,
harus diisi oleh kalangan profesional di bidang hukum di mana kapabilitasnya lebih jelas dan
terukur.
Seandainya tidak, bukan tidak mungkin kita akan mendapatkan seorang pelawak dalam jajaran
hakim konstitusi atau pejabat penting di Mahkamah Agung.
Makhluk Visioner
Tidak ada sebuah syarat baku yang sama diterapkan di seluruh dunia untuk menguji kelayakan
dan kepantasan seorang wakil rakyat.
Namun setidaknya dari semangat demokrasi, baik dalam makna normatif, prosedural ataupun
substansial, diisyaratkan tiga karakteristik yang harus dipenuhi seorang wakil rakyat, yakni
memiliki kejelasan visi (vision), daya dukung publik yang memadai (acceptibility), dan rasa
tanggung jawab (responsibility).
Ketiganya jelas syarat minimal untuk membentuk sebuah demokrasi yang rasional, kontekstual,
dan bermoral. Dalam praktiknya, ketiga syarat itu tidak disematkan pada sekelompok orang
tertentu. Bahkan dalam logika demokrasi, yang mengakui persamaan, semua orang dianggap
mungkin untuk memiliki ketiganya.
Atas dasar pemahaman inilah secara substansial seorang artis sebagai seorang warga negara
patut diperlakukan sama dengan kalangan lain yang memiliki profesi bukan artis. Persoalannya
adalah apakah artis yang saat ini berputar haluan menjadi wakil rakyat memiliki kemampuan
untuk memenuhi ketiga syarat itu? Tentu saja kita tidak bisa menghakimi seseorang dari kulit
luarnya sebagaimana pepatah dont judge the book form the title.
Mungkin saja seorang artis itu memang benar-benar bisa memenuhi ketiganya. Sementara
belum tentu juga mereka yang bukan dari kalangan artis benar-benar bisa memenuhi ketiganya.
Terbukti mereka yang tertangkap melakukan korupsi dan dicap sebagai politisi busuk berasal
dari beragam latar belakang profesi. Namun, tidak salah juga jika ada kalangan yang
mengkhawatirkan masuknya artis dalam dunia perpolitikan kita.
Alasannya sederhana, dengan maraknya infotainment, sebenarnya gerak langkah artis sudah
terpantau habis-habisan oleh publik. Dari informasi yang didapatkan itu, memang jarang sekali
artis-artis tertangkap sedang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pengasahan
kapabilitas sebagai seorang wakil rakyat.
Tidak ditemui sebelumnya misalnya artis seperti Wulan Guritno, Eko Patrio, atau Dicky Chandra
sedang mengasah visi diri untuk menawarkan solusi konkret jangka pendek bagi rakyat, apalagi
untuk menjawab sebuah pertanyaan serius mau dibawa ke mana Indonesia lima puluh tahun
kedepan? Ada yang mengatakan segalanya akan dapat diatasi dengan learning by doing. Toh
kebanyakan pejabat publik juga belum berpengalaman ketika menjabat.
Pandangan ini sekilas memang benar. Namun sejatinya salah. Sebab dalam konteks
perpindahan profesi, yang melibatkan kemampuan, perasaan, dan pengorbanan yang demikian
besar (great leap), dan pekerjaan itu secara esensial menyangkut hidup orang banyak, istilah
learning by doing adalah sebuah keabsurdan.
Kalau Anda ingin menjadi ahli membuat kue, mungkin bisa ditempuh dalam beberapa hari, itu
pun dengan risiko kegagalan paling hanya kue menjadi bantat atau gosong. Namun, kalau Anda
ingin mendapatkan kemampuan mengurus jutaan orang dengan risiko makin meluasnya
pengangguran dan hancurnya kesejahteraan atau bahkan runtuhnya sebuah bangsa, tentu Anda
memerlukan waktu yang lebih lama untuk menjadi kampiun di bidang itu.
Masalahnya sederhana saja, apakah kita mau menyerahkan nasib kita kepada orang yang masih
harus belajar banyak? Apakah kita mau disopiri oleh orang yang masih belum layak turun ke
jalan?
Kenapa Bisa Terjadi?
Pertama, hal ini karena memang aturan main yang memungkikan hal itu. Prof Syamsuddin Haris
(2008) mengindikasikan bahwa sistem pemilihan langsung memungkinkan popularitas berbicara
banyak.
Di sinilah paradoks demokrasi. Karena suara rakyat ternyata bisa menjadi bencana ketika
memilih orang yang tak kompeten. Sebagaimana yang dikhawatirkan Plato, alih-alih menjadi vox
populi vox dei (suara rakyat suara Tuhan), fenomena ini lebih dekat kepada vox populi vox diaboli
(suara rakyat suara setan).
Kedua, selain sistem pemilihan, tradisi politik bangsa ini turut menyumbang bagi munculnya
fenomena artis berpolitik ini. Tradisi pertama adalah adanya pertanggungjawaban kolektif
ketimbang pertanggungjawaban individual dalam ranah badan legislatif. Hal ini mengakibatkan
keunggulan dan atau ketidakberesan seorang anggota Dewan ditanggung beramai-ramai oleh
fraksi atau partai.
Dalam kondisi seperti itu, artis atau siapa pun yang tidak bisa bekerja dengan baik tidak
terekspos dan bahkan dapat bersembunyi di ketiak fraksi dan teman-temannya. Sementara
tradisi kedua adalah status ban serep bagi orang nomor dua pemerintahan. Tradisi ini memang
mulai tergerus di tingkat nasional dan di beberapa daerah. Namun secara umum tradisi
memberikan kerja-kerja seremonial (dan bukan substansial) kepada orang nomor dua itu masih
berlaku di banyak daerah.
Akibat dari kondisi ini, tidak mengherankan jika posisi nomor dua menjadi incaran bagi mereka
yang merasa populer tetapi memiliki kompetensi pemerintahan yang rendah. Dalam situasi
seperti itulah, dapat dipahami kalau artis kemudian ramai-ramai merebut atau dianjurkan untuk
merebut posisi ban serep itu.
Ketiga, hal lain yang turut bertanggung jawab akan fenomena artis berpolitik adalah partai politik
itu sendiri. Sebagai institusi pengusung calon-calon pengisi jabatan publik, partai politik
merupakan media yang bertanggung jawab bagi hadirnya pejabat publik dari kalangan artis.
Dengan pertimbangan untuk menggaet suara, partai saat ini mencari segala macam cara untuk
mendongkrak popularitasnya dan meraih sebanyak mungkin jabatan publik. Sayangnya, dalam
konteks mendukung artis untuk berpolitik praktis, memang tidak ada aturan main yang dilanggar
oleh partai, selain mungkin aturan kaderisasi internalnya.
Partai politik lebih terfokus untuk bagaimana beriklan dan tampil seatraktif mungkin di depan
publik tanpa harus berpusing-pusing apakah tawarannya itu realistis dan mampu benar-benar
menjawab persoalan yang dihadapi rakyat. Semuanya itu memperlihatkan bahwa demokrasi kita
belumlah mapan.
Demokrasi yang mengisyaratkan sebuah pemerintahan rasional, visioner, dan bertanggung
jawab justru dijawab dengan menghadirkan makhluk-makhluk manis yang sejatinya hanya bisa
mengumpulkan kerumunan orang untuk kemudian meninggalkannya dan tidak hanya artis.
Fenomena bagaimana orang yang tidak berkompeten kemudian berani mengajukan diri ini terjadi
di negara AS pada masa-masa awal berlangsungnya demokrasi di negara itu.
Pada masa itu istilah demokrasi keblinger menjadi demikian populer yang puncaknya terutama
disulut dengan terpilihnya seorang bekas pembuat sepatu menjadi Wakil Gubernur New York
(Gonick: 2008). Mungkin dalam hal ini kita bisa berlega hati. Karena memang ternyata demokrasi
yang rasional memerlukan waktu yang tidak sebentar, sebagaimana yang juga dialami negara
sekaliber AS.

More Related Content

Demokrasi di indonesia pasca reformasi adalah demokrasi

  • 1. Demokrasi di Indonesia Pasca Reformasi Adalah Demokrasi Keblinger Pengertian Demokrasi Demokrasi ialah suatu bentuk kerajaan di mana kuasa menggubal undang-undang dan struktur kerajaan adalah ditentukan oleh rakyat. Dalam sistem demokrasi, undang-undang digubal sama ada oleh rakyat atau wakil yang dipilih oleh rakyat. Sebuah negara atau kerajaan yang mengamalkan sistem demokrasi adalah dipanggil negara atau kerajaaan yang demokratik. Perkataan ini berasal dari Yunani 隆侶亮凌虜留鱈留 dari 隆侶亮凌 bermaksud rakyat, ditambah pula dengan 虜留竜旅僚 bermaksud memerintah, dengan kata hubung 鱈留; yang memberi maksud Diperintah oleh Rakyat. Terma ini kadangkala digunakan untuk mengukur sejauh mana pengaruh rakyat diatas kerajaannya. Demokrasi secara ekstrem boleh dilihat dalam sistem kerajaan seperti anarkisme dan komunisme (menurut teori Karl Marx ia merupakan peringkat terakhir pembangunan sosial dimana demokrasi adalah diamalkan secara langsung , dan tiada kerajaan yang bebas dari kehendak rakyat). Pendapat lain mengatakan demokrasi adalah kolektivitas yg memerintah diri sendiri dan mayoritas anggota turut ambil bagian secara langsung maupun tak langsung ada kemerdekaan rohani dan kesamaan didepan hokum (Bonger), atau bias dikatakan adalah hakekat demokrasi kedaulaan politik setelah ditangan rakyat (alfian). Macam Demokrasi Macam-macam demokrasi adalah Demokrasi Konstitusional yaitu demokrasi yang dimana pemerintahan yg terbatas kekuasaannya dan negara hukum yg tunduk kepada rule of law (Miriam Budiardjo) kemudian Demokrasi Totaliter yaitu demokrasi yang dimana pemerintah yg tak dibatasi kekuasaannya dan bersifat totaliter (M. Budiardjo) Kriteria Negara Demokrasi Menurut Robert A. Dahl negara bisa dikatakan negara demokrasi jika pejabat dipilih, Pemilu yang bebas dan fair dan hak pilih mencakup semua. Menurut Amien Rais negara bisa dikatakan ketika negara berpartisipasi dalam buat keputusan, kesamaan di depan hokum dan distribusi pendapatan secar adil dan kesempatan dalam pendidikan dan bebas berpendapat. Elemen dalam demokrasi Demokrasi modern mempunyai sifat-sifat dengan institusi-institusi berikut: Pertama perlembagaan yang mengadakan kuasa dan kawalan operasi formal kerajaan, sama ada secara tulisan, secara norma atau gabungan kedua-duanya. Lazimnya Perlembagaan akan memasuki doktrin pembahagian kuasa untuk memastikan seseorang itu tidak diberi lebih dari satu kuasa. Ke dua pilihan raya untuk memilih pegawai-pegawai awam, yang dikelolakan secara bebas dan adil Ke tiga rakyat diberi hak mengundi Ke empat ebebasan bersuara (berceramah, berhimpun dan sebagainya) Ke lima kebebasan akhbar dan akses kepada media lain Ke enam kebebasan persatuan Ke tujuhemua orang dalam masyarakat menikmati hak yang sama dari segi undang-undang. Salahsatu pra-syarat demokrasi ialah wujudnya Aturan Undang-Undang Rule of Law Ke delapan rakyat yang berpendidikan dan berpengetahuan tentang hak asasi manusia dan tanggungjawab sivik.
  • 2. DEMOKRASI KLASIK vs MODERN Mendengar kata demokrasi seakan mengingatkan kita pada suatu bentuk pemerintahan yang aspiratif. Tidak salah memang jika diartikan demikian karena kata demokrasi itu sendiri berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari segi etimologi, istilah demokrasi berasal Yunani kuno yaitu demos yang berarti rakyat dan kratia yang artinya memerintah. Menurut para filsuf, demokrasi merupakan perpaduan antara bentuk negara dan bentuk pemerintahannya. Seiring dengan berlalunya waktu, demokrasi pun mewujudkan diri dalam banyak bentuk, seperti demokrasi barat (liberal), demokrasi timur (proletar) dan sebagainya. Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan. Sedangkan demokrasi dalam pengertiannya yang modern muncul pertama kali di Amerika. Konsep demokrasi modern sebagian besar dipengaruhi oleh para pemikir besar seperti Marx, Hegel, Montesquieu dan Alexis de Tocqueville. Mengingat semakin berkembangnya negara-negara pada umumnya, secara otomatis menyebabkan makin luasnya negara dan banyaknya jumlah warganya serta meningkatnya kompleksitas urusan kenegaraan, mengakibatkan terjadinya perwalian aspirasi dari rakyat, yang disebut juga sebagai demokrasi secara tidak langsung. Demokrasi Klasik Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsiktradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino. Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasan berada di tangan rakyat sehingaa kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur sehingga mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki. Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas
  • 3. Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri. Demokrasi Modern Ada tiga tipe demokrasi modern, yaitu : Demokrasi representatif dengan sistem presidensial Dalam sistem ini terdapat pemisahan tegas antara badan dan fungsi legislatif dan eksekutif. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden, wakil presiden dan menteri yang membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Dalam hubungannya dengan badan perwakilan rakyat (legislatif), para menteri tidak memiliki hubungan pertanggungjawaban dengan badan legislatif. Pertanggungjawaban para menteri diserahkan sepenuhnya kepada presiden. Presiden dan para menteri tidak dapat diberhentikan oleh badan legislatif. Demokrasi representatif dengan sistem parlementer Sistem ini menggambarkan hubungan yang erat antara badan eksektif dan legislatif. Badan eksekutif terdiri dari kepala negara dan kabinet (dewan menteri), sedangkan badan legisletafnya dinamakan parlemen. Yang bertanggung jawab atas kekuasaan pelaksanaan pemerintahan adalah kabinet sehingga kebijaksanaan pemerintahan ditentukan juga olehnya. Kepala negara hanyalah simbol kekuasaan tetapi mempunyai hak untuk membubarkan parlemen. Demokrasi representatif dengan sistem referendum (badan pekerja) Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari sistemnya sendiri di mana BADAN eksekutifnya merupakan bagian dari badan legislatif. Badan eksekutifnya dinamakan bundesrat yang merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif) yang terdiri dari nationalrat-badan perwakilan nasional- dan standerat yang merupakan perwakilan dari negara-negara bagian yag disebut kanton. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh American Institute of Public Opinion terhadap 10 negara dengan pemerintahan terbaik, diantaranya yaitu Switzerland, Inggris, Swedia dan Jepang di posisi terakhir, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri demokrasi (modern) yaitu adanya hak pilih universal, pemerintahan perwakilan, partai-partai politik bersaing, kelompok-kelompok yang berkepentingan mempunyai otonomi dan sistem-sistem komunikasi umum, frekuensi melek huruf tinggi, pembangunan ekonomi maju, besarnya golongan menengah. Perkembangan Demokrasi di Indonesia Akhir milenium kedua ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Rejim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto
  • 4. akhirnya tumbang. Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah Soeharto tumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan secara damai, bertahap dan progresif. Yang ada justru muncul berbagai konflik serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yang menjalar kepada krisis keuangan sehingga pengaruh depresiasi rupiah berpengaruh signifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat. Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam sebuah era demokrasi sesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat kehidupan ekonomi mereka justru tidak lebih baik dibandingkan ketika masa Orde Baru. Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi. Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik pada masa itu. Lain pula dengan masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto. Stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara umum. Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998. Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas
  • 5. dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat. Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia. Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Para kaum tertindas mampu menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini terpendam dapat diketahui oleh publik. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik. Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan. Demokrasi di Indonesia masih berada pada masa transisi dimana berbagai prestasi sudah muncul dan diiringi prestasi yang lain. Sebagai contoh, munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya beberapa koruptor. Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadan dengan dosa-dosa mereka terhadap perekonomian. Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang masih dibahas di parlemen. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dari berbagai organisasi Islam. Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme internasional. Hal ini menyebabkan dilema. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata kepada publik namun bisa dirasakan. Tantangan dan Harapan Amartya Sen, penerima nobel bidang ekonomi menyebutkan bahwa demokrasi dapat mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini akan terbukti bila pihak legislatif menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan programprogram yang efektif untuk mengurangi kemiskinan. Sayangnya, dalam masa transisi ini, hal itu belum terjadi secara signifikan. Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang cukup. Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka. Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam masa transisi. Demokrasi masih terkesan isu kaum elit, sementara ekonomi adalah masalah riil kaum ekonomi bawah yang belum diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini adalah salah satu tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Setiap manusia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, berserikat dan bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus yang terdapat dalam undang-undang
  • 6. maupun peraturan pemerintah. Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi, berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan kerusakan. Tidak sedikit fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika terjadinya demonstrasi menyampaikan pendapat. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agar mereka bisa menikmati demokrasi. Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akan mengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak. Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentu menguntungkan Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi itu sendiri karena tidak diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya menguntungkan Indonesia. Standar ganda pihak asing juga akan menjadi penyebab mandulnya demokrasi di Indonesia. Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde Baru yang meledak pada saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan bagian daridemonstrasi yang sulit dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Padahal anarkisme justru bertolak belakang dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai Islam. Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesarbesarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan. Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya. Negara yang kuat tidak identik dengan otoritarianisme maupun militerisme. Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang kehidupan lainnya. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri. Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi. Semakin rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi. Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik. Demokrasi Keblinger Saat ini terjadi sebuah fenomena menarik dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Artis, sebagai bagian dari warga negara, ramai-ramai mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai
  • 7. politik untuk menduduki jabatan publik.Dalam konteks sejarah politik bangsa, masuknya artis dalam kancah politik bukan sesuatu yang baru. Artis telah membanjiri kehidupan politik praktis, terutama sejak masa Orde Baru (1966-1998). Hampir semua partai politik saat itu punya unsur artis dalam aktivitas politiknya. Tidak saja dalam kapasitasnya sebagai vote getter seperti Rhoma Irama di PPP, Harry de Fretes, Rano Karno untuk PDI atau beberapa artis safari yang berkampanye untuk Golkar, termasuk di antaranya Titiek Puspa, Camelia Malik, tetapi juga dalam kapasitas sebagai anggota badan legislatif seperti Rhoma Irama yang uniknya masuk ke dalam parlemen atas budi baik Golkar. Fungsinya tidak saja dalam kapasitas penarik massa ataupun anggota Dewan, tetapi bahkan saat ini telah pula memasuki wilayah eksekutif meski baru pada wilayah lokal. Untung saja badan yudikatif, yang memang didisain eksklusif oleh para penemu demokrasi di Barat sejak awal, harus diisi oleh kalangan profesional di bidang hukum di mana kapabilitasnya lebih jelas dan terukur. Seandainya tidak, bukan tidak mungkin kita akan mendapatkan seorang pelawak dalam jajaran hakim konstitusi atau pejabat penting di Mahkamah Agung. Makhluk Visioner Tidak ada sebuah syarat baku yang sama diterapkan di seluruh dunia untuk menguji kelayakan dan kepantasan seorang wakil rakyat. Namun setidaknya dari semangat demokrasi, baik dalam makna normatif, prosedural ataupun substansial, diisyaratkan tiga karakteristik yang harus dipenuhi seorang wakil rakyat, yakni memiliki kejelasan visi (vision), daya dukung publik yang memadai (acceptibility), dan rasa tanggung jawab (responsibility). Ketiganya jelas syarat minimal untuk membentuk sebuah demokrasi yang rasional, kontekstual, dan bermoral. Dalam praktiknya, ketiga syarat itu tidak disematkan pada sekelompok orang tertentu. Bahkan dalam logika demokrasi, yang mengakui persamaan, semua orang dianggap mungkin untuk memiliki ketiganya. Atas dasar pemahaman inilah secara substansial seorang artis sebagai seorang warga negara patut diperlakukan sama dengan kalangan lain yang memiliki profesi bukan artis. Persoalannya adalah apakah artis yang saat ini berputar haluan menjadi wakil rakyat memiliki kemampuan untuk memenuhi ketiga syarat itu? Tentu saja kita tidak bisa menghakimi seseorang dari kulit luarnya sebagaimana pepatah dont judge the book form the title. Mungkin saja seorang artis itu memang benar-benar bisa memenuhi ketiganya. Sementara belum tentu juga mereka yang bukan dari kalangan artis benar-benar bisa memenuhi ketiganya. Terbukti mereka yang tertangkap melakukan korupsi dan dicap sebagai politisi busuk berasal dari beragam latar belakang profesi. Namun, tidak salah juga jika ada kalangan yang mengkhawatirkan masuknya artis dalam dunia perpolitikan kita. Alasannya sederhana, dengan maraknya infotainment, sebenarnya gerak langkah artis sudah terpantau habis-habisan oleh publik. Dari informasi yang didapatkan itu, memang jarang sekali artis-artis tertangkap sedang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pengasahan kapabilitas sebagai seorang wakil rakyat. Tidak ditemui sebelumnya misalnya artis seperti Wulan Guritno, Eko Patrio, atau Dicky Chandra sedang mengasah visi diri untuk menawarkan solusi konkret jangka pendek bagi rakyat, apalagi untuk menjawab sebuah pertanyaan serius mau dibawa ke mana Indonesia lima puluh tahun kedepan? Ada yang mengatakan segalanya akan dapat diatasi dengan learning by doing. Toh kebanyakan pejabat publik juga belum berpengalaman ketika menjabat. Pandangan ini sekilas memang benar. Namun sejatinya salah. Sebab dalam konteks perpindahan profesi, yang melibatkan kemampuan, perasaan, dan pengorbanan yang demikian besar (great leap), dan pekerjaan itu secara esensial menyangkut hidup orang banyak, istilah
  • 8. learning by doing adalah sebuah keabsurdan. Kalau Anda ingin menjadi ahli membuat kue, mungkin bisa ditempuh dalam beberapa hari, itu pun dengan risiko kegagalan paling hanya kue menjadi bantat atau gosong. Namun, kalau Anda ingin mendapatkan kemampuan mengurus jutaan orang dengan risiko makin meluasnya pengangguran dan hancurnya kesejahteraan atau bahkan runtuhnya sebuah bangsa, tentu Anda memerlukan waktu yang lebih lama untuk menjadi kampiun di bidang itu. Masalahnya sederhana saja, apakah kita mau menyerahkan nasib kita kepada orang yang masih harus belajar banyak? Apakah kita mau disopiri oleh orang yang masih belum layak turun ke jalan? Kenapa Bisa Terjadi? Pertama, hal ini karena memang aturan main yang memungkikan hal itu. Prof Syamsuddin Haris (2008) mengindikasikan bahwa sistem pemilihan langsung memungkinkan popularitas berbicara banyak. Di sinilah paradoks demokrasi. Karena suara rakyat ternyata bisa menjadi bencana ketika memilih orang yang tak kompeten. Sebagaimana yang dikhawatirkan Plato, alih-alih menjadi vox populi vox dei (suara rakyat suara Tuhan), fenomena ini lebih dekat kepada vox populi vox diaboli (suara rakyat suara setan). Kedua, selain sistem pemilihan, tradisi politik bangsa ini turut menyumbang bagi munculnya fenomena artis berpolitik ini. Tradisi pertama adalah adanya pertanggungjawaban kolektif ketimbang pertanggungjawaban individual dalam ranah badan legislatif. Hal ini mengakibatkan keunggulan dan atau ketidakberesan seorang anggota Dewan ditanggung beramai-ramai oleh fraksi atau partai. Dalam kondisi seperti itu, artis atau siapa pun yang tidak bisa bekerja dengan baik tidak terekspos dan bahkan dapat bersembunyi di ketiak fraksi dan teman-temannya. Sementara tradisi kedua adalah status ban serep bagi orang nomor dua pemerintahan. Tradisi ini memang mulai tergerus di tingkat nasional dan di beberapa daerah. Namun secara umum tradisi memberikan kerja-kerja seremonial (dan bukan substansial) kepada orang nomor dua itu masih berlaku di banyak daerah. Akibat dari kondisi ini, tidak mengherankan jika posisi nomor dua menjadi incaran bagi mereka yang merasa populer tetapi memiliki kompetensi pemerintahan yang rendah. Dalam situasi seperti itulah, dapat dipahami kalau artis kemudian ramai-ramai merebut atau dianjurkan untuk merebut posisi ban serep itu. Ketiga, hal lain yang turut bertanggung jawab akan fenomena artis berpolitik adalah partai politik itu sendiri. Sebagai institusi pengusung calon-calon pengisi jabatan publik, partai politik merupakan media yang bertanggung jawab bagi hadirnya pejabat publik dari kalangan artis. Dengan pertimbangan untuk menggaet suara, partai saat ini mencari segala macam cara untuk mendongkrak popularitasnya dan meraih sebanyak mungkin jabatan publik. Sayangnya, dalam konteks mendukung artis untuk berpolitik praktis, memang tidak ada aturan main yang dilanggar oleh partai, selain mungkin aturan kaderisasi internalnya. Partai politik lebih terfokus untuk bagaimana beriklan dan tampil seatraktif mungkin di depan publik tanpa harus berpusing-pusing apakah tawarannya itu realistis dan mampu benar-benar menjawab persoalan yang dihadapi rakyat. Semuanya itu memperlihatkan bahwa demokrasi kita belumlah mapan. Demokrasi yang mengisyaratkan sebuah pemerintahan rasional, visioner, dan bertanggung jawab justru dijawab dengan menghadirkan makhluk-makhluk manis yang sejatinya hanya bisa mengumpulkan kerumunan orang untuk kemudian meninggalkannya dan tidak hanya artis.
  • 9. Fenomena bagaimana orang yang tidak berkompeten kemudian berani mengajukan diri ini terjadi di negara AS pada masa-masa awal berlangsungnya demokrasi di negara itu. Pada masa itu istilah demokrasi keblinger menjadi demikian populer yang puncaknya terutama disulut dengan terpilihnya seorang bekas pembuat sepatu menjadi Wakil Gubernur New York (Gonick: 2008). Mungkin dalam hal ini kita bisa berlega hati. Karena memang ternyata demokrasi yang rasional memerlukan waktu yang tidak sebentar, sebagaimana yang juga dialami negara sekaliber AS.