1. Makna Kepangkatan dan Eselonisasi PNS
Tim Konsultan LPTUI / 01-Jan-1970
Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa sebetulnya makna pangkat dan jenjang eselon di
lingkungan pemerintah? Apakah itu sekedar penamaan atau mencerminkan suatu tanggung
jawab tertentu?
Dalam pengelolaan Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PNS), hingga saat ini dikenal
adanya 17 jenjang KEPANGKATAN (bisa dilihat antara lain dalam Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri, Lampiran I).
Jenjang kepangkatan itu dapat dibagi menjadi: 1) kelompok JURU, 2) kelompok PENGATUR,
3) kelompok PENATA, dan 4) kelompok PEMBINA.
Sering terjadi jenjang kepangkatan ini lebih banyak dipahami semata-mata sebagai panduan
penggajian. Kalau si Badu sudah mencapai pangkat Penata, maka gajinya lebih besar dari si
Amir yang pangkatnya baru Pengatur. Tapi, apa perbedaan kontribusi yang mesti diberikan
Badu dan Amir dengan jenjang pangkat yang berbeda? Itu yang kadang belum tertangkap
dengan jelas.
Oleh karena itu alangkah baiknya jika pangkat dengan penamaan seperti di atas secara tegas
mencerminkan pula tuntutan peran yang berbeda dari pengembannya. Dengan begitu, masing-
masing orang paham bahwa dirinya bertanggungjawab mengkontribusikan sesuatu sesuai
dengan jenjang pangkatnya sehingga menjadi wajar bahwa gaji yang diterima pun menjadi
berbeda.
Berikut sebuah gagasan LPTUI tentang MAKNA KEPANGKATAN PNS:
1. JURU
JURU merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan I/a hingga I/d dengan sebutan
secara berjenjang: JURU MUDA, JURU MUDA TINGKAT I, JURU, dan JURU TINGKAT I. Jika dilihat
dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan
pendidikan formal jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama, atau yang setingkat. Dari
ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan
JURU baru membutuhkan kemampuan-kemampuan skolastik dasar dan belum menuntut suatu
ketrampilan bidang ilmu tertentu. Dapat dikatakan bahwa JURU merupakan pelaksana
pembantu (pemberi ASISTENSI) dalam bagian kegiatan yang menjadi tanggung jawab jenjang
kepangkatan di atasnya (PENGATUR).
2. PENGATUR
PENGATUR merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan II/a hingga II/d dengan
sebutan secara berjenjang: PENGATUR MUDA, PENGATUR MUDA TINGKAT I, PENGATUR, dan
PENGATUR TINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati
golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang Sekolah Lanjutan Atas hingga
Diploma III, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-
pekerjaan di tingkat kepangkatan PENGATUR sudah mulai menuntut suatu ketrampilan dari
bidang ilmu tertentu, namun sifatnya sangat teknis. Dengan demikian pada tingkatan ini,
PENGATUR adalah orang yang MELAKSANAKAN langkah-langkah realisasi suatu kegiatan yang
merupakan operasionalisasi dari program instansinya.
2. 3. PENATA
PENATA merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan III/a hingga III/d dengan sebutan
secara berjenjang: PENATA MUDA, PENATA MUDA TINGKAT I, PENATA, dan PENATATINGKAT I.
Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang menempati golongan ini adalah mereka
dengan pendidikan formal jenjang S1 atau Diploma IV ke atas, atau yang setingkat. Dari
ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan
PENATA sudah mulai menuntut suatu keahlian bidang ilmu tertentu dengan lingkup
pemahaman kaidah ilmu yang telah mendalam. Dengan pemahamannya yang komprehensif
tentang sesuatu maka PENATA bukan lagi sekedar pelaksana, melainkan sudah memiliki
tanggung jawab MENJAMIN MUTU proses dan keluaran kerja tingkatan PENGATUR.
4. PEMBINA
PEMBINA merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan IV/a hingga IV/e dengan
sebutan secara berjenjang: PEMBINA, PEMBINA TINGKAT I, PEMBINA UTAMA MUDA, PEMBINA
UTAMA MADYA dan PEMBINA UTAMA. Sebagai jenjang tertinggi, kepangkatan ini tentunya
diperoleh sesudah melalui suatu perjalanan karier yang panjang sebagai PNS. Ini berarti
pekerjaan pada kelompok kepangkatan PEMBINA semestinya bukan saja menuntut suatu
keahlian bidang ilmu tertentu yang mendalam, namun juga menuntut suatu kematangan dan
kearifan kerja yang sudah diperoleh sepanjang masa kerjanya. Dengan demikian, PEMBINA
adalah model peran bagi jenjang-jenjang di bawahnya guna keperluan MEMBINA DAN
MENGEMBANGKAN kekuatan sumberdaya untuk jangkauan pandang ke depan.
Bagaimana dengan ESELONISASI? Dalam pengelolaan PNS, hirarki jabatan struktural dikenal
dengan istilah Eselon yang seluruhnya terdiri dari 9 jenjang Eselon yang dapat dibagi menjadi:
1) jabatan ESELON I, 2) jabatan ESELON II, 3) jabatan ESELON III, 4) jabatan ESELON IV,
dan 5) jabatan ESELON V. (Catatan: Jabatan Eselon V sudah tidak banyak lagi).
Guna memantapkan makna eselonisasi, hendaknya setiap tingkatan eselon dikaitkan juga
dengan makna kepangkatan PNS. Berikut pemikiran LPTUI tentang MAKNA ESELONISASI PNS
(Eselon I hingga IV), khususnya di tingkat PROVINSI:
1. ESELON I
ESELON I merupakan hirarki jabatan struktural yang tertinggi, terdiri dari 2 jenjang: ESELON IA
dan ESELON IB. Jenjang pangkat bagi Eselon I adalah terendah Golongan IV/c dan tertinggi
Golongan IV/e. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya sudah berpangkat PEMBINA yang
makna kepangkatannya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, maka
Eselon I dapat dianggap sebagai PUCUK PIMPINAN WILAYAH (PROVINSI) yang berfungsi sebagai
penanggungjawab efektivitas provinsi yang dipimpinnya. Hal itu dilakukan melalui keahliannya
dalam menetapkan kebijakan-kebijakan pokok yang akan membawa provinsi mencapai sasaran-
sasaran jangka pendek maupun jangka panjang.
3. 2. ESELON II
ESELON II merupakan hirarki jabatan struktural lapis kedua, terdiri dari 2 jenjang: ESELON IIA
dan ESELON IIB. Jenjang pangkat bagi Eselon II adalah terendah Golongan IV/c dan tertinggi
Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya juga sudah berpangkat PEMBINA
yang makna kepangkatannya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi,
maka Eselon II dapat dianggap sebagai MANAJER PUNCAK SATUAN KERJA (INTANSI). Mereka
mengemban fungsi sebagai penanggungjawab efektivitas instansi yang dipimpinnya melalui
keahliannya dalam perancangan dan implementasi strategi guna merealisasikan implementasi
kebijakan-kebijakan pokok provinsi.
3. ESELON III
ESELON III merupakan hirarki jabatan struktural lapis ketiga, terdiri dari 2 jenjang: ESELON IIIA
dan ESELON IIIB. Jenjang pangkat bagi Eselon III adalah terendah Golongan III/d dan tertinggi
Golongan IV/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya juga berpangkat PEMBINA atau
PENATA yang sudah mumpuni (Penata Tingkat I) sehingga tanggungjawabnya adalah MEMBINA
DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, Eselon III dapat dianggap sebagai MANAJER
MADYA SATUAN KERJA (INTANSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab penyusunan dan
realisasi program-program yang diturunkan dari strategi instansi yang ditetapkan oleh Eselon II.
4. ESELON IV
ESELON IV merupakan hirarki jabatan struktural lapis keempat, terdiri dari 2 jenjang: ESELON
IVA dan ESELON IVB. Jenjang pangkat bagi Eselon IV adalah terendah Golongan III/b dan
tertinggi Golongan III/d. Ini berarti secara kepangkatan, personelnya berpangkat PENATA yang
sudah cukup berpengalaman. Makna kepangkatannya adalah MENJAMIN MUTU. Oleh
karenanya di tingkat provinsi, Eselon IV dapat dianggap sebagai MANAJER LINI SATUAN KERJA
(INSTANSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab kegiatan yang dioperasionalisasikan dari
program yang disusun di tingkatan Eselon III.
Pemaknaan yang lebih jelas seperti ini akan membuat peran yang mesti dijalankan di tiap-tiap
hirarki eselon pun akan menjadi semakin jelas (LPTUI telah menindaklanjuti konsep ini dengan
perumusan Model Peran Eselon, 2006). Dengan demikian, jika pengelolaan PNS dilakukan
berfondasi pada kejelasan peran di tiap-tiap jabatan, maka diharapkan kinerja PNS akan
semakin baik pula. Kenapa kita tidak segera memulainya sekarang?