Perencanaan produksi agregat dilakukan untuk mengatur produksi PT X agar dapat memenuhi permintaan pasar yang berfluktuasi dengan biaya minimum. Metode yang digunakan adalah peramalan, penetapan strategi agregat (Chase, Level, Hybrid), perhitungan disagregasi, dan penentuan jadwal produksi. Hasilnya, strategi Hybrid terpilih karena memberikan biaya terendah sebesar Rp34,3 miliar untuk satu tahun ke depan.
1 of 11
Download to read offline
More Related Content
33 132-1-pb
1. PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT PRODUK TEMBAKAU RAJANG
P01 DAN P02 DI PT X
AGGREGATE PRODUCTION PLANNING FOR TOBACCO PRODUCTS
P01 AND P02 IN PT X
Itsna Aulia Octavianti1), Nasir Widha Setyanto2), Ceria Farela Mada Tantrika3)
Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail: itsna.aulia@gmail.com1), nazzyr_lin@ub.ac.id2), ceria_fmt@ub.ac.id3)
Abstrak
Perencanaan agregat dibuat untuk menyesuaikan kemampuan produksi dalam menghadapi permintaan
pasar yang tidak pasti dengan mengoptimumkan penggunaan tenaga kerja dan peralatan produksi yang
tersedia sehingga biaya total produksi dapat ditekan seminim mungkin. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan strategi agregat yang sesuai untuk digunakan dalam perencanaan produksi perusahaan
penghasil tembakau rajang yang memiliki permintaan berfluktuasi. Strategi yang digunakan antara lain
Chase Strategy, Level Strategy dan Hybrid Strategy yang kemudian dipilih strategi terbaik yang memberikan
biaya produksi paling minimum. Strategi agregat terpilih digunakan untuk melakukan perencanaan produksi
agregat untuk periode mendatang, dilanjutkan dengan perhitungan disagregasi serta penentuan Jadwal
Induk Produksi. Strategi agregat terpilih adalah Hybrid Strategy yang memberikan total biaya produksi
paling minimum sebesar Rp 34.309.781.219, dimana biaya produksi mengalami penghematan sebesar Rp
234.376.086 dari biaya produksi awal perusahaan. Perencanaan produksi agregat untuk satu tahun ke
depan memberikan perkiraan biaya produksi sebesar Rp 36.058.349.808.
Kata kunci: Perencanaan Produksi Agregat, Peramalan, Disagregasi, Jadwal Induk Produksi
maksimal, sehingga proses produksi yang
terjadi di perusahaan berjalan kurang efektif
dan efisien, yang mana secara tidak langsung
hal tersebut berdampak pada besarnya biaya
produksi.
Salah satu cara agar PT X dapat
menjalankan aktivitas produksinya seefisien
dan semaksimal mungkin demi terpenuhinya
permintaan pasar adalah dengan menggunakan
perencanaan produksi yang tepat. Sebelum
dilakukan perencanaan produksi, terlebih
dahulu
dilakukan
peramalan
untuk
memperkirakan permintaan konsumen yang
berfluktuatif.
P01
10000
5000
0
Jan
Apr
Juli
Okt
Jan
Apr
Juli
Okt
Jan
Apr
Juli
Okt
1. Pendahuluan
PT X merupakan salah satu perusahaan
penghasil tembakau rajang yang saat ini sedang
berkembang dan termasuk dalam salah satu
pengusaha tembakau rajang terbesar di
Indonesia. Permintaan prroduk PT X sangat
berfluktuasi dari tahun ke tahun., terutama
untuk produk jenis P01 dan P02 yang memiliki
persentase permintaan sebesar 29-39% dari
total permintaan produk secara keseluruhan.
Dikarenakan fluktuasi permintaan inilah,
masalah utama yang dihadapi oleh PT X adalah
sering terjadinya kelebihan atau kekurangan
produk. Kelebihan produk mengakibatkan
terjadinya penumpukan di gudang barang jadi
yang berdampak pada besarnya biaya
penyimpanan, sedangkan kekurangan produk
mengakibatkan tidak terpenuhinya permintaan
konsumen yang ada di pasar. Hal ini
disebabkan oleh perencanaan dan penjadwalan
produksi yang dilakukan PT X masih bersifat
subyektif, yakni hanya berdasarkan perkiraan
dan pengalaman masa lalu. Di samping itu,
tidak terdapatnya suatu perencanaan produksi
yang komprehensif juga mengakibatkan
perusahaan kesulitan untuk memanfaatkan
kapasitas dan sumber daya yang ada secara
2010
2011
2012
Gambar 1. Grafik Permintaan P01
264
2. P02
Jan
Apr
Juli
Okt
Jan
Apr
Juli
Okt
Jan
Apr
Juli
Okt
8000
6000
4000
2000
0
2010
2011
2012
Gambar 2. Grafik Permintaan P02
Pola permintaan produk P01 dan P02
tidak membentuk suatu kecenderungan (trend)
ataupun pola yang berulang pada periodeperiode tertentu (seasonal), sehingga metode
peramalan dengan pertimbangan trend dan
seasonal tidak perlu lagi dipertimbangkan
(Gaspersz, 2001). Menurut Makridakis,
Wheelwright dan Hyndman (2000) metode
peramalan yang tepat digunakan untuk
permintaan yang tidak memiliki pola trend dan
seasonal adalah Exponential Smoothing,
Moving Average dan Weighted Moving
Average.
Metode Exponential Smoothing memiliki
karakteristik dimana jika forecast error adalah
positif, berarti nilai aktual permintaan lebih
tinggi daripada nilai ramalan, sehingga metode
exponential smoothing akan secara otomatis
meningkatkan nilai peramalan, dan begitu pula
sebaliknya (Gaspersz, 2001). Metode Moving
Average
diperoleh
dengan
merata-rata
permintaan berdasarkan beberapa data masa
lalu yang terbaru, sedangkan metode Weighted
Moving Average adalah model rata-rata
bergerak berbobot yang lebih responsif
terhadap perubahan, sebab data dari periode
yang lebih baru memiliki bobot yang lebih
tinggi karena merepresentasikan kondisi yang
terakhir terjadi (Nasution dan Prasetyawan,
2008).
Ketiga metode peramalan tersebut dipilih
metode
peramalan
terbaik
dengan
menggunakan MAD, MSE, dan MAPE. MAD
diperoleh dengan mengambil nilai absolut dari
tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah
periode data. MSE merupakan rata-rata selisih
kuadrat antara nilai yang diramalkan dan yang
diamati. Sedangkan MAPE dihitung sebagai
rata-rata diferensiasi absolut antara nilai yang
diramal dan aktual untuk n peiode (Heizer dan
Render, 2005). Setelah diperoleh hasil
peramalan, kemudian dibuat suatu perencanaan
produksi .
Sesuai dengan permasalahan di PT X
tentang terjadinya fluktuasi permintaan serta
perencanaan perusahaan yang masih bersifat
subjektif, perencanaan produksi agregat dapat
menjadi solusi. Perencanaan agregat dibuat
untuk menyesuaikan kemampuan produksi
dalam menghadapi permintaan pasar yang tidak
pasti dengan mengoptimumkan penggunaan
tenaga kerja dan peralatan produksi yang
tersedia sehingga biaya total produksi dapat
ditekan seminim mungkin. Kata agregat
tersebut menyatakan bahwa perencanaan dibuat
pada tingkat kasar untuk memenuhi total
kebutuhan semua produk yang akan dihasilkan
(bukan per individu produk) dengan
menggunakan sumber daya yang berupa
kapasitas mesin yang tersedia, jumlah tenaga
kerja yang ada, tingkat persediaan yang
ditentukan, dan penjadwalannya (Nasution dan
Prasetyawan, 2008).
Perencanaan produksi agregat memiliki
tiga strategi, yakni Chase Strategy, Level
Strategy, dan Hybrid Strategy. Chase Strategy
menyesuaikan tingkat produksi terhadap
fluktuasi permintaan dengan mengubah-ubah
jumlah tenaga kerja melalui hiring dan firing,
Level Strategy menggunakan jumlah tenaga
kerja serta inventory dan backorder, sedangkan
Hybrid Strategy menggunakan overtime/
undertime atau merekrut tenaga kerja
subcontract/part time (Reid dan Sanders, 2007).
Perencanaan produksi agregat terdiri dari
empat fase, yaitu
persiapan peramalan
permintaan
agregat,
mengkhususkan
kebijaksanaan organisasi untuk melancarkan
penggunaan kapasitas, menentukan alternatif
produksi yang layak, serta menentukan strategi
produksi yang optimal (Nasution dan
Prasetyawan, 2008).
Nasution dan Prasetyawan (2008) juga
menyatakan biaya-biaya yang terlibat dalam
perencanaan agregat adalah:
1. Hiring Cost (Biaya Penambahan Tenaga
Kerja) yaitu biaya-biaya untuk iklan, proses
seleksi dan training.
2. Firing Cost (Biaya Pemberhentian Tenaga
Kerja) yaitu berupa uang pesangon bagi
karyawan yang di-PHK, menurunnya moral
kerja dan produktivitas karyawan yang
masih bekerja, dan tekanan yang bersifat
sosial.
3. Overtime Cost dan Undertime Cost (Biaya
Lembur dan Biaya Menganggur) dimana
biaya tambahan lembur biasanya 150% dari
biaya kerja regular, sedangkan bila tenaga
265
3. kerja yang berlebih tidak dapat dilakukan
alokasi yang efektif, maka perusahaan
dianggap menanggung biaya menganggur.
4. Inventory Cost dan Backorder Cost (Biaya
Persediaan dan Biaya Kehabisan Persediaan)
dimana biaya persediaan berupa biaya
tertahannya
modal,
pajak,
asuransi,
kerusakan bahan, dan biaya sewa gudang.
Biaya kehabisan persediaan ini dihitung
berdasarkan berapa barang diminta yang
tidak tersedia.
5. Subcontract Cost (Biaya Subkontrak) yaitu
biaya yang dikeluarkan perusahaan pada
saat permintaan melebihi kemampuan
kapasitas regular, sehingga kelebihan
permintaan yang tidak bisa ditangani
disubkontrakkan kepada perusahaan lain.
Selanjutnya, dikarenakan P01 dan P02
merupakan suatu item produk dari kelompok
blending tembakau yang bernama BTA, maka
dilakukan perhitungan disgagreasi. Perhitungan
disagregasi
sendiri
merupakan
proses
pemecahan product family menjadi item.
Perhitungan disagregasi tersebut dilakukan
dengan menggunakan metode Hax dan Meal.
Bedworth dan Bailey menyatakan bahwa
metode Hax and Meal merupakan metode yang
paling aplikatif jika dibandingkan dengan
metode disagregasi lainnya (Kusuma, 2009).
Perhitungan disagregasi berfungsi untuk
menentukan Jadwal Induk Produksi, dimana
Jadwal Induk Produksi merupakan pernyataan
akhir mengenai berapa banyak item-item akhir
yang harus diproduksi dan kapan harus
diproduksi (Nasution dan Prasetyawan, 2008).
Dengan
menerapkan
perencanaan
produksi agregat ini, diharapkan mampu
memberikan solusi yang lebih baik bagi
perusahaan guna mengatasi permasalahan yang
ada.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah rangkaian
tahapan sistematis yang harus ditetapkan
terlebih
dahulu
sebelum
melakukan
penyelesaian masalah yang sedang dibahas.
2.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
deskriptif, yaitu penelitian yang ciri utamanya
adalah memberikan penjelasan objektif,
komparasi, dan evaluasi sebagai bahan
pengambilan keputusan bagi yang berwenang.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah mencari
penjelasan atas suatu fakta atau kejadian yang
terjadi, misalnya kondisi atau hubungan yang
ada, pendapat yang berkembang, akibat atau
efek yang terjadi, atau kecenderungan yang
sedang berlangsung.
2.2 Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan
data
yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah
dengan teknik survey (field research) dan studi
literatur (library research).
1. Survey (Field Research)
Bertujuan untuk pencarian suatu masalah
yang terjadi pada perusahaan. Adapun cara
pengumpulan data-datanya adalah:
a. Observasi, yaitu pengumpulan data
dengan
mengadakan
pengamatan
langsung terhadap penjadwalan produksi
pada PT X.
b. Wawancara, yaitu dengan melakukan
tanya jawab dan diskusi dengan
departemen PPIC untuk mendapatkan
informasi tentang penjadwalan dan
permasalahan yang dialami.
c. Dokumentasi,
yaitu
melihat
dan
menggunakan
laporan-laporan
dan
catatan-catatan
yang
ada
pada
perusahaan.
2. Studi Literatur
Hal ini bertujuan untuk pemecahan suatu
permasalahan yang telah dirumuskan
berdasarkan teoi-teori yang telah didapatkan
selama menempuh perkuliahan. Teori-teori
tersebut
didapatkan dari
buku-buku
perkualiahan, peneliti terdahulu, dan
informasi lainnya yag berhubungan dengan
permasalahan yang ada.
2.3 Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengamatan pada
perusahaan dan pengambilan data-data yang
diperlukan, maka data tersebut akan diolah
melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Melakukan perhitungan biaya produksi awal
PT X.
2. Mengevaluasi biaya produksi dengan Chase
Strategy, Level Strategy dan Hybrid
Strategy.
3. Memilih strategi terbaik yang memberikan
biaya produksi paling minimum.
4. Melakukan perencanaan produksi agregat
untuk periode satu tahun ke depan dengan
strategi terpilih.
a. Meramalkan
permintaan
dengan
menggunakan metode Exponential
266
4. Smoothing, Moving Average, dan
Weighted Moving Average.
b. Menggunakan
kapasitas
sesuai
kebijkasanaan organisasi.
c. Menentukan alternatif produksi yang
layak.
d. Menentukan strategi produksi yang
optimal.
5. Melakukan perhitungan disagregasi dengan
metode Hax dan Meal.
6. Menentukan Jadwal Induk Produksi.
7. Melakukan analisis hasil.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Bahan Baku dan Proses Produksi
Berikut adalah penjelasan bahan baku
pada PT X, serta urutan proses produksi.
1. Bahan Baku yang Digunakan
Bahan baku yang digunakan terdiri dari
bahan baku utama dan bahan baku
penunjang.
a. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama terdiri dari tembakau,
saos, dan obat.
2. Proses Produksi
PT X memiliki tahap-tahap pelaksanaan
proses produksi tembakau rajang sebagai
berikut:
a. Proses penimbangan
Tembakau yang dibeli dari supplier
berupa ball diuraikan dan ditimbang
sesuai dengan bon permintaan dari PPIC,
kemudian disimpan di gudang bahan
baku.
b. Proses kupas dan siram
Tembakau dari gudang bahan baku
diambil untuk dikupas (pemotongan
pangkal daun atau butting) dan
disiram/dibersihkan.
c. Proses vacuum
Proses
vakum
berguna
untuk
membersihkan tembakau dari debu dan
kotoran-kotoran lain yang tidak dapat
dibersihkan pada saat proses kupas dan
siram.
d. Proses conditioning
Pada proses conditioning, dilakukan
pengaturan temperatur dan kelembaban
tembakau. Pengaturan kelembaban dan
temperatur tembakau dilakukan dengan
menyemprotkan steam secara langsung /
tak langsung ke tembakau yang masuk
dalam mesin conditioning dan bersamaan
dengan itu juga ditambahkan air untuk
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
memberikan kelembaban pada tembakau
agar tidak mudah hancur karena kering.
Proses blending
Pada
proses
blending
dilakukan
pencampuran berbagai jenis tembakau
dan obat menjadi satu.
Proses fermentasi
Setelah melalui proses
blending,
tembakau didiamkan satu malam.
Proses perajangan
Proses perajangan dilakukan untuk
mendapatkan tembakau dalam bentuk
irisan kecil yang seragam.
Proses pengeringan
Setelah proses perajangan, kelembaban
tembakau masih sangat tinggi sehingga
dilakukan proses pengeringan untuk
menurunkan kadar air sehingga tembakau
menjadi lebih kering dan merata.
Proses pendinginan
Setelah dikeringkan dengan mesin oven,
tembakau didinginkan dengan mesin
cooler.
Proses pemberian saos
Tahap terakhir sebelum dilakukan proses
pengemasan, dilakukan proses pemberian
saos dengan menggunakan mesin saos.
Fungsi saos adalah untuk memberikan
efek rasa dan aroma tertentu.
Proses pengemasan
Hasil akhir dari keseluruhan proses
produksi tembakau dengan menggunakan
mesin adalah tembakau rajang yang siap
dikemas. Proses pengemasan dilakukan
dengan memasukkan tembakau rajang
pada kantong beserta kertas pembungkus
rokoknya.
3.2 Penentuan Kapasitas Produksi
Penentuan kapasitas produksi terdiri dari
jam kerja per bulan, jumlah tenaga kerja yang
digunakan dan waktu produksi per output.
3.2.1 Jam Kerja per Bulan
Jam kerja reguler yang ditetapkan PT X
dalam sehari adalah selama 8 jam. Pada tahun
2012 terdapat 6 hari kerja (Senin-Sabtu),
sedangkan pada tahun 2013 diberlakukan
kebijakan baru dimana terdapat 5 hari kerja
(Senin-Jumat). Jam kerja per bulan diperoleh
dari jumlah hari kerja dalam satu bulan
dikalikan 8 jam kerja.
267
5. 3.2.2 Jumlah Tenaga Kerja Langsung
Total jumlah tenaga kerja di PT X adalah
287 orang, dimana 15 orang adalah tenaga kerja
tidak langsung dan 272 orang sisanya adalah
tenaga kerja langsung. PT X memiliki
kebijakan yang mengestimasikan bahwa 35%
kapasitas produksi perusahaan digunakan untuk
memproduksi produk P01 dan P02. Dengan
demikian, jumlah tenaga kerja langsung untuk
memproduksi P01 dan P02 adalah sebanyak 96
orang yang diperoleh dari total 272 orang
tenaga kerja dikali 35%.
3.2.3 Waktu Produksi per Output
Proses produksi dimulai dari proses
kupas siram hingga pengemasan membutuhkan
waktu 4 hari atau setara dengan 32 jam kerja.
Dalam satu kali proses diperoleh output ratarata sebesar 8000 kg tembakau
rajang.
Sehingga lama proses produksi dengan
menggunakan 96 tenaga kerja adalah 3072 jam.
3.3 Perhitungan Biaya Produksi Awal
Perhitungan biaya produksi awal PT X
berdasarkan perencanaan produksi periode
Januari-Desember 2012 sesuai dengan kondisi
asli di perusahaan, dimana permintaan P01 dan
P02 telah dijumlahkan karena P01 dan P02
termasuk dalam satu kelompok blending atau
product family yang sama yaitu BTA.
Total biaya produksi awal = biaya tenaga kerja
langsung + biaya bahan baku langsung + biaya
overhead produksi + biaya inventory
= Rp 1.125.120.000 + Rp 30.777.643.240 +
Rp 2.105.355.223 + Rp 536.038.842
= Rp 34.544.157.305.
3.4 Evaluasi Biaya Produksi Dengan Tiga
Strategi Agregat
Evaluasi biaya produksi dilakukan
dengan tiga strategi agregat, yaitu Chase
Strategy dengan hiring dan firing, Level
Strategy dengan inventory dan backorder, serta
Hybrid Strategy dengan overtime dan
undertime. Perhitungan ketiga strategi tersebut
ditunjukkan secara berurutan pada Tabel 1, 2
dan 3. Berdasarkan perhitungan tersebut
diketahui total biaya produksi untuk masingmasing strategi:
1. Chase Strategy
Total biaya chase strategy = biaya tenaga
kerja langsung + biaya bahan baku langsung
+ biaya overhead produksi + biaya inventory
+ biaya hiring + biaya firing
= Rp 1.125.120.000 + Rp 30.777.643.240 +
Rp 2.105.355.223 + Rp 9.040.012 + Rp
28.800.000 + Rp 209.575.000
= Rp 34.363.613.539
2. Level Strategy
Total biaya produksi Level Strategy = biaya
tenaga kerja langsung + biaya bahan baku
langsung + biaya overhead produksi + biaya
inventory + biaya backorder
= Rp 1.125.120.000 + Rp 30.777.643.240 +
Rp 2.105.355.223 + Rp 95.950.650 + Rp
394.680.000
= Rp 34.498.749.113
3. Hybrid Strategy
Total biaya produksi Hybrid Strategy =
biaya tenaga kerja langsung + biaya bahan
baku langsung + biaya overhead produksi +
biaya inventory + biaya overtime + biaya
undertime
= Rp 1.125.120.000 + Rp 30.777.643.240 +
Rp 2.105.355.223 + Rp 4.711.930 + Rp
242.519.040 + Rp 54.428.160
= Rp 34.309.777.593.
3.5 Pemilihan Strategi Agregat
Setelah dilakukan perhitungan biaya
produksi awal perusahaan dan evaluasi biaya
produksi dengan menggunakan tiga strategi
agregat, maka dilakukan pemilihan strategi
agregat terbaik yang memberikan biaya
produksi paling minimum.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui
bahwa strategi agregat yang memiliki biaya
produksi paling minimum adalah Hybrid
Strategy
dengan
nilai
sebesar
Rp
34.309.777.593 sehingga dapat diperoleh
penghematan sebesar Rp 234.379.712 dari
biaya produksi awal PT X . Dengan demikian
strategi agregat yang dipilih untuk digunakan
dalam perencanaan produksi agregat periode
mendatang adalah Hybrid Strategy.
268
7. Tabel 3. Hybrid Strategy
Permintaan
Bulan
Jam
kerja
dengan
1 TK
Rencana (Kg)
Rencana (jam)
Jam kerja
dengan 96
TK
Ouput per
bulan (kg)
Inv
Awal
(kg)
Overtime
Undertime
Overtime
Undertime
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
6220
Kg
Jam
(1)
(2)
(3)=(2)x
3072
(4)
(5)=(4)x96
(6)=(5):3072
x 8000
1
49576
19037
200
19200
50000
2
36216
13907
192
18432
48000
3
56664
21759
208
19968
52000
4664
1790,976
4
50040
19215
192
18432
48000
2040
783,36
5
59024
22665
208
19968
52000
7024
2697,216
6
59360
22794
200
19200
50000
9360
3594,24
7
61528
23627
208
19968
52000
9528
3658,752
8
52464
20146
168
16128
42000
10464
4018,176
9
63624
24432
200
19200
50000
13624
5231,616
10
64704
24846
208
19968
52000
12704
4878,336
11
64800
24883
200
19200
50000
14800
12
30080
11551
160
15360
40000
Total
648080
248863
2344
225024
586000
Tabel 4. Perbandingan Biaya Produksi
Perencanaan
Produksi
Strategi
Biaya Produksi
Penghematan
Awal
-
Rp 34.544.157.305
-
Rp 34.363.613.539
Rp 180.543.766
Agregat
Chase
Strategy
Level
Strategy
Hybrid
Strategy
Rp 34.498.749.113
Rp 45.408.192
Rp 34.309.777.593
Rp 234.379.712
Analisis perbandingan biaya produksi
awal dengan biaya produksi melalui Hybrid
Strategy ditinjau dari komponen-komponen
berikut:
1. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung pada produksi
awal dan pada perencanaan agregat melalui
Hybrid Strategy adalah sama yaitu sebesar
Rp 1.125.120.000 sesuai dengan jam kerja
reguler yang tersedia untuk 96 orang tenaga
kerja.
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung pada produksi
awal dan pada perencanaan agregat melalui
Hybrid Strategy adalah sama yaitu sebesar
Rp 1.125.120.000 sesuai dengan jam kerja
reguler yang tersedia untuk 96 orang tenaga
kerja.
3. Biaya Bahan Baku Langsung dan Biaya
Overhead Produksi
Biaya bahan baku langsung dan biaya
overhead produksi yang dikeluarkan adalah
sama sebab jumlah produk yang dihasilkan
dan kapasitas produksi yang digunakan
besarnya sama.
6644
2551,296
11784
4525,056
5683,2
9920
84208
28348
3809,28
32335,87
10885,63
3. Biaya Inventory
Biaya inventory saat produksi awal sebesar
Rp 536.038.842, sedangkan pada Hybrid
Strategy biaya inventory hanya terjadi pada
saat menyimpan inventory awal yang
diperoleh dari periode sebelumnya sebesar
Rp 4.711.930.
4. Biaya Overtime dan Undertime
Pada saat produksi awal tidak dilakukan
overtime dan undertime, tapi dengan Hybrid
Strategy diperlukan biaya overtime sebesar
Rp 242.519.040 dan biaya undertime sebesar
Rp 54.428.160.
3.6 Perencanaan Agregat dengan Strategi
Terpilih
Setelah dilakukan evaluasi biaya produksi
antara perencanaan produksi awal dengan
perencanaan produksi menggunakan 3 strategi
agregat, langkah selanjutnya adalah melakukan
perencanaan agregat dengan strategi terpilih
untuk periode Januari-Desember
2013.
Perencanaan agregat untuk periode JanuariDesember 2013 terdiri dari empat fase, yaitu
dijelaskan pada subbab-subbab selanjutnya.
3.6.1 Peramalan Permintaan
Metode peramalan yang digunakan untuk
meramalkan permintaan P01 dan P02 adalah
metode moving average, weighted moving
average, dan exponential smoothing; karena
ketiga
metode
tersebut
tidak
mempertimbangkan pola trend dan seasonal.
270
8. Peramalan dengan metode exponential
smoothing dilakukan dengan nilai α 0,1; 0,2;
0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 0,95 dan 0,99.
Sedangkan metode moving average dilakukan
dengan nilai n sama dengan 2, 3, 4, dan 5.
Metode weighted moving average dilakukan
dengan nilai n = 2 dengan bobot w1= 0,6 dan
w2= 0,4; n = 3 dengan bobot w1= 0,5 ; w2= 0,3
dan w3= 0,2; kemudian n = 4 dengan bobot w1=
0,4; w2= 0,3; w3= 0,2 dan w1= 0,1. Dari masingmasing metode dipilih yang memberikan
MAPE terkecil, kemudian antar metode dipilih
lagi metode terbaik yang memberikan MAPE
terkecil.
Tabel 2 menunjukkan hasil peramalan
untuk P01. Hasil peramalan tersebut merupakan
hasil peramalan dengan nilai MAPE terkecil
dari masing-masing metode. Dari ketiga metode
tersebut, dipilih metode terbaik untuk P01
dengan nilai MAPE terkecil yaitu 45,684 pada
metode exponential smoothing dengan α = 0,6.
Sedangkan pada Tabel 5 ditunjukkan hasil
peramalan untuk P02. Dari Tabel 6 dapat
diketahui metode terbaik untuk produk P02
yaitu Moving Average 3 bulan, dengan nilai
MAPE terkecil yaitu sebesar 25, 3736.
Tabel 5. Hasil Peramalan P01 Periode JanuariDesember 2013
Metode Peramalan
Periode
Exponential
Smoothing
(α=0,6)
Moving
Average
(n=2 bln)
Weighted
Moving
Average
(n=2bln)
Januari
25673,19
20796
22508,8
Februari
25673,19
25078
25249,28
Maret
25673,19
22937
24153,09
April
25673,19
24007,5
24591,56
Mei
25673,19
23472,25
24416,17
Juni
25673,19
23739,88
24486,33
Juli
25673,19
23606,06
24458,27
Agustus
25673,19
23672,97
25673,19
23639,52
24465
Oktober
25673,19
23656,24
24466,8
Nopember
25673,19
23647,88
24466,08
Metode Peramalan
Periode
Exponential
Smoothing
(α=0,99)
Moving
Average
(n=3 bln)
Weighted
Moving Average
(n=3 bln)
Januari
42070,63
29053,33
31856
Februari
42070,63
29551,11
32080
Maret
42070,63
33641,48
34060,8
April
42070,63
30748,64
33025,6
Mei
42070,63
31313,74
33147,04
Juni
42070,63
31901,29
33293,36
Juli
42070,63
31321,23
33195,91
Agustus
42070,63
31512,09
33215,37
September
42070,63
31578,2
33225,13
Oktober
42070,63
31470,5
33216,36
November
42070,63
31520,26
33218,79
Desember
42070,63
31522,99
33219,33
MAD
12170,8219
6808,380
9569,7
MSE
201956985
81522
156547964,2
MAPE
46,7316997
25,3736
29,58164569
3.6.2 Penggunaan Kapasitas Berdasarkan
Kebijaksanaan Organisasi
Pada tahun 2013 terjadi perubahan
kebijakan perusahaan dimana hari kerja
produktif yang sebelumnya adalah enam hari
dalam seminggu, untuk tahun 2013 berubah
menjadi lima hari dalam seminggu mulai Senin
hingga Jumat. Perubahan kebijakan ini
dilakukan perusahaan untuk mengurangi biaya
produksi bersangkutan dengan upah tenaga
kerja langsung yang harus dikeluarkan. Dengan
terjadinya perubahan jumlah hari kerja, maka
kapasitas produksi ikut berubah sehingga
penggunaan
mesin
akan
berkurang.
Berkurangnya
penggunaan
mesin
mengakibatkan penurunan biaya overhead
produksi.
24469,49
September
Tabel 6. Hasil Peramalan P02 Periode JanuariDesember 2013
Desember
25673,19
23652,06
24466,37
MAD
8656,689554
12464,57143
10796,4
MSE
118176534,8
189027010,3
154683
MAPE
45,6843698
53,95892025
47,14555
3.6.3 Penentuan Alternatif Produksi yang
Layak
Alternatif produksi bersangkutan dengan
cara organisasi memanfaatkan sumber daya
yang dimilikinya untuk melakukan aktivitas
produksinya, misalnya dengan melakukan
backorder atau hiring dan firing tenaga kerja.
Berdasarkan
evaluasi
biaya
dengan
menggunakan 3 strategi agregat, diperoleh
Hybrid Strategy yang memberikan biaya
produksi minimum melalui overtime dan
undertime.
271
9. 3.6.4 Penentuan Strategi Produksi yang
Optimal
Pada fase ini dilakukan perencanaan
produksi agregat dengan menggunakan Hybrid
Strategy, dimana permintaan P01 dan P02 yang
diperoleh dari peramalan telah dijumlahkan
atau diagregatkan. Hasil perencanaan produksi
agregat untuk periode Januari-Desember 2013
ditunjukkan pada Tabel 7. Dari perencanaan
tersebut, diperoleh perkiraan total biaya
produksi sebagai berikut.
Total biaya produksi tahun 2013 =
biaya
tenaga kerja langsung + biaya bahan baku
langsung + biaya overhead produksi + biaya
inventory + biaya overtime + biaya undertime
= Rp 917.760.000 + Rp 32.446.133.625 + Rp
2.124.141.364 + Rp 7.260.016 + Rp
563.054.80 3 + Rp 0.
= Rp 36.058.349.808.
3.7 Perhitungan Disagregasi
Setelah dilakukan perencanaan produksi
agregat untuk tahun 2013, selanjutnya
dilakukan perhitungan disagregasi untuk
mengetahui jumlah produk yang harus
diproduksi
tiap
periode.
Perhitungan
disgaregasi dari periode Januari hingga
Desember 2013 ditunjukkan pada Tabel 8.
dengan mengalikan tiap output permintaan
dengan 3072 jam. Tahap pertama dalam proses
disagregasi yaitu melakukan perhitungan
volume
produksi
optimal.
Kemudian
dilanjutkan dengan perhitungan disagregasi
untuk masing-masing periode.
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui
bahwa perencanaan disagregat sesuai dengan
kapasitas perencanaan agregatnya. Pada bulan
pertama rencana agregatnya adalah 17287,11
jam orang. Sedangkan rencana disagregat
bulan pertama untuk P01 adalah 7795,00 jam
orang dan P02 adalah 9492,11 jam orang
sehingga totalnya sama dengan 17287,11 jam
orang.
Dengan
demikian,
perencanaan
disagregat periode Januari 2013 sesuai dengan
perencanaan agregatnya.
3.8 Jadwal Induk Produksi
Dari perhitungan disagregasi dengan
metode Hax dan Meal, dapat disusun Jadwal
Induk Produksi untuk periode Januari hingga
Desember 2013.
Tabel 9. Jadwal Induk Produksi
JIP
Bulan
Rencana
Agregat
(Jam)
Kilogram
Jam
P01
P02
P01
P02
Jumlah
1
17287,11
20299,48
24719,04
7795,001
9492,1
17287,11
2
21206,13
24901,41
30322,89
9562,142
11643,9
21206,13
3
22776,83
26745,82
32568,85
10270,39
12506,4
22776,83
4
21665,98
25441,39
30980,44
9769,495
11896,5
21665,98
5
21882,98
25696,21
31290,72
9867,343
12015,6
21882,98
6
22108,6
25961,14
31613,34
9969,078
12139,5
22108,6
7
21885,86
25699,58
31294,84
9868,64
12017,2
21885,86
8
21959,15
25785,64
31399,64
9901,687
12057,5
21959,15
9
21984,53
25815,45
31435,94
9913,134
12071,4
21984,53
10
21943,18
25766,89
31376,8
9894,486
12048,7
21943,18
11
21962,28
25789,33
31404,12
9903,102
12059,2
21962,28
12
21963,33
25790,56
31405,62
9903,575
12059,8
21963,33
Total
258626
Tabel 8. Hasil Perhitungan Disagregat
Disagregat
Bulan
Agregat
P01
P02
1
17287,11
7795,00
9492,11
2
21206,13
9562,14
11643,99
3
22776,83
10270,39
12506,44
4
21665,98
9769,50
11896,48
5
21882,98
9867,34
12015,64
6
22108,60
9969,08
12139,52
7
21885,86
9868,64
12017,22
8
21959,15
9901,69
12057,46
9
21984,53
9913,13
12071,40
10
21943,18
9894,49
12048,69
11
21962,29
9903,10
12059,18
12
21963,33
9903,58
12059,76
Pada
penelitian
ini,
perhitungan
disagregasi dilakukan dengan menggunakan
Metode Hax dan Meal. Perhitungan disagregasi
berada pada level item, sehingga yang menjadi
fokus adalah P01 dan P02 secara individual.
Jumlah permintaan serta inventory P01 dan P02
terlebih dulu diubah dari kg menjadi jam orang
258626
Jadwal Induk Produksi diubah dari
satuan output menjadi kilogram dengan
mengalikan 1 output dengan 8000 kg, dimana
8000 kg merupakan hasil produksi rata-rata
dalam sekali proses (3072 jam) seperti yang
disajikan pada Tabel 9.
272
10. Tabel 7. Perencanaan Agregat Periode Januari-Desember 2013
Permintaan
Rencana (kg)
Jam
kerja
1 TK
Bulan
Jam
kerja
denga
n 96
TK
Output
per
bulan
(kg)
Inv
Awal
(kg)
9708
Kg
Ouput
(per 8000
kg)
Jam
1
54726,52
6,840815
21014,984
168
16128
42000
2
55224,3
6,903038
21206,131
160
15360
3
59314,67
7,414334
22776,833
152
4
56421,83
7,052729
21665,983
5
56986,93
7,123366
6
57574,48
7
Rencana (jam)
Over
Time
Under
Time
Over
Time
Under
Time
Agregat
Xt*
3018,52
0
1159,1117
0
17287,11
40000
15224,3
0
5846,1312
0
21206,13
14592
38000
21314,67
0
8184,8333
0
22776,83
176
16896
44000
12421,83
0
4769,9827
0
21665,98
21882,981
184
17664
46000
10986,93
0
4218,9811
0
21882,98
7,19681
22108,6
152
14592
38000
19574,48
0
7516,6003
0
22108,60
56994,42
7,124303
21885,857
184
17664
46000
10994,42
0
4221,8573
0
21885,86
8
57185,28
7,14816
21959,148
112
10752
28000
29185,28
0
11207,148
0
21959,15
9
57251,39
7,156424
21984,534
168
16128
42000
15251,39
0
5856,5338
0
21984,53
10
57143,69
7,142961
21943,177
168
16128
42000
15143,69
0
5815,177
0
21943,18
11
57193,45
7,149181
21962,285
160
15360
40000
17193,45
0
6602,2848
0
21962,29
12
57196,18
7,149523
21963,333
128
12288
32000
25196,18
0
9675,3331
0
21963,33
Total
683213,14
85,4
262353,85
1912
183552
478000
195505,1
4
0
75073,974
0
258625,97
3.9
Analisis Hasil
Analisis dilakukan pada masing-masing
hasil perhitungan yang telah diperoleh.
3.9.1 Analisis Hasil Perencanaan Agregat
dengan Strategi Terpilih
Perencanaan produksi agregat periode
Januari-Desember 2013 menggunakan Hybrid
Strategy yang terpilih berdasarkan evaluasi
karena memberikan biaya produksi paling
minimum. Selanjutnya dilakukan peramalan
dengan metode Exponential Smoothing, Moving
Average, dan Weighted Moving Average;
dimana diperoleh bahwa metode peramalan
terbaik untuk P01 adalah Exponential
Smoothing dengan nilai α = 0,6 dan metode
Moving Average untuk P02 dengan n = 3. Hasil
peramalan tersebut kemudian digunakan untuk
melakukan perencanaan produksi agregat
periode mendatang. Perencanaan produksi
agregat periode Januari-Desember 2013
memberikan perkiraan total biaya produksi
sebesar Rp 36.058.349.808. Sesuai dengan
kebijakan perusahaan yang memberlakukan 5
hari kerja dalam seminggu demi mengurangi
biaya produksi bersangkutan dengan upah
tenaga kerja langsung yang harus dikeluarkan,
perkiraan biaya yang dihitung memberikan
hasil terjadinya penurunan biaya pada aspek
biaya tenaga kerja langsung, tapi di sisi lain
terjadi kenaikan biaya pada aspek biaya bahan
baku langsung dan biaya overhead produksi.
Biaya bahan baku langsung mengalami
kenaikan karena jumlah produk yang akan
diproduksi diramalkan lebih besar daripada
tahun sebelumnya.
3.9.2 Analisis Hasil Perhitungan Disagregasi
Perhitungan disagregat dengan Metode
Hax dan Meal memberikan hasil berupa jumlah
produksi per item produk P01 dan P02 tiap
periode. Dari perhitungan disagregasi tersebut
diketahui jumlah produk P01 dan P02 dalam
satuan jam menunjukkan bahwa jam yang
dibutuhkan untuk memproduksi kedua produk
tersebut sesuai dengan kapasitas jam yang
tersedia berdasarkan perencanaan agregat
sebelumnya.
3.9.3 Analisis Jadwal Induk Produksi
Berdasarkan Lampiran 2, jumlah produk
yang akan direalisasikan ditambah dengan sisa
inventory periode sebelumnya telah sesuai
dengan jumlah produk yang diramalkan.
Sedangkan kapasitas jam yang dihasilkan
merupakan penggabungan antara kapasitas jam
kerja reguler dan kapasitas overtime yang telah
273
11. direncanakan secara agregat. JIP tersebut
berfungsi bagi perusahaan untuk mengetahui
berapa kilogram tembakau P01 dan P02 yang
harus diproduksi selama Januari-Desember
2013 serta alokasi jam kerja yang dibutuhkan,
baik reguler maupun overtime.
4. Penutup
Dari penelitian tentang perencanaan
produksi agregat pada PT X didapatkan
kesimpulan sebagai berikut.
1. Berdasarkan hasil analisis pembahasan,
strategi terbaik untuk perencanaan produksi
agregat periode Januari-Desember 2013
adalah Hybrid Strategy karena memberikan
total biaya produksi paling minimum sebesar
Rp
34.309.781.219,
dibandingkan
menggunakan Chase Strategy dan Level
Strategy yang membutuhkan biaya masingmasing sebesar Rp 34.363.613.539 dan Rp
34.498.749.113.
2. Dari hasil perencanaan produksi agregat
periode Januari-Desember 2013; Jadwal
Induk Produksi untuk P01 rata-rata sebesar
25307,74 kg dengan jumlah terbesar
26745,82 kg untuk periode Maret 2013.
Sedangkan Jadwal Induk Produksi untuk
P02 memiliki jumlah rata-rata sebesar
30817,69 kg dengan jumlah terbesar
32568,85 kg untuk periode Maret 2013.
3. Perhitungan biaya produksi awal PT X
sebesar Rp 34.544.157.305 sedangkan
perhitungan biaya perencanaan agregat
menggunakan strategi terpilih sebesar Rp
34.309.781.219, sehingga biaya produksi
mengalami penghematan atau penurunan
sebesar
Rp 234.376.086. Kemudian
perencanaan produksi agregat untuk periode
selanjutnya yaitu periode Januari-Desember
2013 memberikan perkiraan biaya produksi
sebesar Rp 36.058.349.808.
Kusuma, H. (2009). Manajemen Produksi:
Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
Yogyakarta: Andi Offset
Makridakis, S., S.C. Wheelwright, & R. J.
Hyndman. (2000). Forecasting: Methods and
Applications. New York: John Wiley & Sons.
Nasution, A. H. & Y. Prasetyawan. (2008).
Perencanaan & Pengendalian Produksi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Reid, R. D. & N. R. Sanders. (2007).
Operations Management 3rd Edition. New
York: John Wiley & Sons.
Daftar Pustaka
Gasperz, V. (2001). Production Planning and
Inventory Control. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Heizer, J. dan B. Render. (2005). Manajemen
Operasi Edisi Ketujuh Terjemahan. Jakarta:
Salemba Empat.
274