際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
FERDY ACHMAD RAZZAAQ
110111100067
UTS Viktimologi
Soal No 1
Dalam Buku Bunga Rampai Viktimisasi karangan JE.Sahetapy dan kawan-
kawan menjelaskan bahwa Viktimilogi merupakan istilah yang berasal
dari bahasa latin Victima yang berarti korban dan logos yang
berarti ilmu, merupakan suatu bidang ilmu yang mengkaji permasalahan
korban beserta segala aspeknya.
Pada awal perkembangannya, viktimologi baru mendapat perhatian dari
kalangan ilmuwan terhadap persoalan korban dimulai pada saat Hans von
Hentig pada Tahun 1941 menulis sebuah makalah yang berjudul Remark
on the interaction of perpetrator and victim. Tujuh Tahun kemudian
beliau menerbitkan buku yang berjudul The Criminal and his victim
yang menyatakan bahwa korban mempunyai peranan yang menyatakan bahwa
korban mempunyai peranan yang menentukan dalam timbulnya kejahatan.
Viktimologi meneliti topic-topik tentang korban, seperti: peranan
korban pada terjadinya tindak pidana, hubungan antara pelaku dengan
korban, rentannya posisi korban dan peranan korban dalam system
peradilan pidana. Selain itu, menurut Muladi viktimologi merupakan
studi yang bertujuan untuk :
 Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban;
 Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya
viktimisasi;
 Mengembangkan system tindakan guna mengurangi penderitaan
manusia.
Menurut J.E. sahetapy ruang lingkup viktimologi meliputi bagaimana
seseorang (dapat) menjadi korban yang ditentukan oleh victim yang
tidak selalu berhubungan dengan masalah kejahatan, termasuk pula
korban kecelakaan, dan bencana alam selain dari korban kejahatan dan
penyalahgunaan kekuasaan.
Suatu viktimisasi antara lain dapat dirumuskan sebagai suatu
penimbunan penderitaan (mental,fisik, sosial, ekonomi, moral) pada
pihak tertentu dan dari kepentingan tertentu. Menurut J.E. Sahetapy,
viktimisasi adalah penderitaan, baik secara fisik maupun psikis
atau mental berkaitan dengan perbuatan pihak lain. Lebih
lanjut J.E. Sahetapy berpendapat mengenai paradigma viktimisasi
yang meliputi :
1. Viktimisasi politik, dapat dimasukkan aspek penyalahgunaan
kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi manusia, campur tangan
angkatan bersenjata diluar fungsinya, terorisme, intervensi, dan
peperangan lokal atau dalam skala internasional;
2. Viktimisasi ekonomi, terutama yang terjadi karena ada
kolusi antara pemerintah dan konglomerat, produksi barang-
barang tidak bermutu atau yang merusak kesehatan, termasuk
aspek lingkungan hidup;
3. Viktimisasi keluarga, seperti perkosaan, penyiksaan,
terhadap anak dan istri dan menelantarkan kaum manusia
lanjut atau orang tuanya sendiri;
4. Viktimisasi media, dalam hal ini dapat disebut penyalahgunaan
obat bius, alkoholisme, malpraktek di bidang kedokteran
dan lain-lain;
5. Viktimisasi yuridis, dimensi ini cukup luas, baik yang
menyangkut aspek peradilan dan lembaga pemasyarakatan
maupun yang menyangkut dimensi diskriminasi
perundangundangan, termasuk menerapkan kekuasaan dan
stigmastisasi kendatipun sudah diselesaikan aspek
peradilannya.Viktimologi dengan berbagai macam pandangannya
memperluas teori-teori etiologi kriminal yang diperlukan
untuk memahami eksistensi kriminalitas sebagai suatu
viktimisasi yang struktural maupun nonstruktural secara
lebih baik. Selain pandangan-pandangan dalam viktimologi
mendorong orang memperhatikan dan melayani setiap pihak
yang dapat menjadi korban mental, fisik, dan sosial.
Soal No 2
Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum sekaligus Anggota Tim Perumus
RUUPS, memberikan gambaran realita kedudukan saksi dan korban. Peran
saksi dan korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang
mendapatkan perlindungan, khususnya dari parat penegak hukum. Hal ini
disebabkan masih lemahnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang
menjamin
Bagaimana kedudukan korban dimuka pengadilan? Apakah ada jaminan
perlindungan yang diberikan oleh sistem KUHAP dalam meberikan
perlindungan terhadap korban?. Penuturan pendapat Martiman
Prodjohamidjojo menyoroti sebagai berikut:
Pengaturan tentang korban dalam sistem peradilan pidana, di dalam
KUHAP hanya ada beberapa pasal yang secara spesifik mengatur hak
korban, yaitu hak ketika ia menjadi saksi (Pasal 160 ayat (1) huruf
b) yang berisi Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah
korban yang menjadi saksi. Saksi korban-orang yang dirugikan akibat
terjadinya kejahatan atau pelanggaran-pelanggaran- didengar pertama
sebelum saksi lainnya karena ia dianggap sebagai saksi utama.
Disatu sisi KUHAP menempatkan korban pada tempat terpenting namun
pada pelaksanannya bukti formal berupa pengakuan atau kesaksian sejak
berlakunya KUHAP, tidak lagi menjadi materi utama penyidikan suatu
tindak pidana, karena kedua macam alat bukti ini masih dapat
disangkal terdakwa dalam sidang pengadilan, sehingga penyidik
dituntut untuk mengutamakan bukti materiil melalui penyidikan
intensif dalam semua tahap-tahap penyidikan, sebagai contoh pada
kasus perkosaan dan pemukulan maka untuk dapat meyakinkan hakim perlu
dihadirkan hasil visum et repertum, sementara untuk kasus perkosaan
sangat jarang sekali adanya saksi yang melihat langsung kejadian
tersebut.
Soal no 3
Hambatan pelaksanaan perlindungan saksi dan korban dalam UU No. 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU 13/2006)
antara lain:
 Belum adanya definisi mengenai pelapor,whistleblower dan justice
collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama);
 Belum adanya jaminan perlindungan dan reward atau penghargaan
terhadap whistleblower dan justice collaborator;
 Belum adanya pengaturan mengenai perlindungan terhadap saksi
ahli;
 Ketentuan kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) yang masih lemah mengenai kesekretariatan, organisasi,
dan struktur organisasi LPSK.
 Tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan
pembentukan LPSK di daerah;
 Keberadaan LPSK dan UU 13/2006 masih belum dipahami dan
diketahui aparat penegak hukum di daerah;
 Jaminan hukum pemberian bantuan, restitusi, dan kompensasi yang
saat ini belum cukup kuat karena hukum acaranya masih diatur
dalam peraturan pemerintah bukan setingkat undang-undang.
Terkait kendala dan kelemahan tersebut, LPSK mengajukan upaya revisi
UU 13/2006 dan saat ini telah mendapatkan izin prakarsa dari Presiden
RI.
Soal no 4
Sebelum masuk hubungan antara ilmu viktimologi dengan hukum pidana
saya terlebih dahulu mencari apa yang berkaitan yang menurut J.E
Sahetapy merupakan sisi dari mata uang yang saling berkaitan.
Hubungan antara viktimologi dengan hukum pidana yaitu tidak lepasnya
viktimologi itu sendiri dari bagian kriminologin itu sendiri dan
Khusus mengenai hubungan antara kriminologi dan hukum pidana
dikatakan bahwa keduanya merupakan pasangan atau dwi tunggal yang
saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan baik tentang
penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai
timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga
memudahkan penentuan adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum
pidana hanya mempelajari delik sebagai suatu pelanggaran hukum,
sedangkan untuk mempelajari bahwa delik merupakan perbuatan manusia
sebagai suatu gejala social adalah kriminologi. Dilihat dari hubungan
antara viktimologi dengan hukum acara pidana sendiri dapat dilihat
dari bagaimana hami dalam menjatuhkan putusan melihat dari sisi
korban bukan hanya ditinjau dari sudut pandang terdakwa saja. Dan
dewasa ini sangat jarang hakim yang sebelum menjatuhkan putusan
melakukan penilaian seperti ini.
Soal No 5
Sebelum menelaahnya lebih dalam kasus AQJ maka kita harus mengetahui
kasus yang dilakukan oleh AQJ sendiri,yang disini AQJ anak yang masih
belia yang belum memiliki surat ijin mengemudi kemudian mengendarai
mobil sport milik kakaknya yang bertujuan hendak mengantarkan
pacarnya pulang kerumah. Dan pada saat perjalanan pulang AQJ terlibat
insiden kecelakaan hebat yang menewaskan hingga enam orang penumpang
mobil mini bus yang ditabrak oleh AQJ di ruas tol jagorawi.
Perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang keji dan tak
bertanggung jawab, perbuatan tersebut sangatlah merugikan korban
dibanyak variable atau hal. Padahal didalam Undang-Undang sebenarnya
perilaku demikian telah disinggung yaitu dalam UU No 22 tahun 2009
yang berbunyi sebagai berikut
Disini apabila ditinjau dari sudut pandang Korban sangat lah
dirugikan, didalam perspektif viktimologi maka korban memiliki
beberapa aspek yaitu diantaranya;
 Luka Fisik
 Kerugian Materi
 Kerugian Sosial dan Psikologis
 Lamanya penderitaan
 Perhatian Terhadap Korban Tindak Pidana
Jika kita hubungkan dengan korban kecelakaan AQJ maka sudah jelas
korban disini sudah memenuhi aspek aspek diatas misalnya
Luka Fisik
Tentu saja korban mengalami luka fisik setelah ditabrak oleh pelaku,
luka fisik ini adalah luka yang terlihat dengan kasat mata, luka
fisik ini bisa bervariasi mulai dari luka fisik ringan seperti lecet
sampai luka fisik berat seperti patah tulang yang bahkan mengharuskan
untuk di amputasi (definisi dari luka berat sendiri diatur didalam
pasal 90 Kitab Undang-undang Hukum Pidana)
Kerugian materi
Disini korban juga pasti mengalami kerugian materi, seperti kerugian
materi dari pakaian yang rusak akibat tabrak lari tersebut sampai
dengan biaya-biaya yang keluar untuk perawatan luka fisik yang timbul
dari tabrakan tersebut
Kerugian social dan psikologis
Kerugaian social dan psikologis mungkin bentuknya bisa dibilang
abstrak karena tak bisa dilihat secara riil, namun bisa dibuktikan
dengan keterangan ahli, misalnya menjadi pendiam atau trauma akibat
dari kejadian tabrak lari tersebut
Lamanya penderitaan
Dalam kasus tabrak lari pun dipastikan korban akan mengalami
penderitaan, namun jangka waktunya ialah berbeda-beda tergantumg
subyek orangnya
Perhatian terhadap korban tindak pidana
Disini perhatian akan korban ialah sangat minim, korban bisa menjadi
korban untuk kedua kalinya karena didalam system korban seakan tidak
diperhatikan, korban agak kurang diperhatikan karena hanya
menitikberatkan perhatiannya kepada pelaku saja sehingga agak
melupakan korban, padahal korban sudah banyak mengalami kerugian
tetapi malah mendapat kerugian tambahan akibat dari system yanag ada.
Dan apabila dikaitkan dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak * Sistem Peradilan Pidana Anak wajib
mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif Pasal 5 ayat (1)(Ayat 3
wajib diversi) * Keadilan restoratif adalah Penyelesaian perkara
tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada
keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pasal 1 angka (6) Diversi
adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan
pidana ke proses di luar peradilan pidana. Jadi dalam UU No. 11 Tahun
2012 sangat jelas disini AQJ sangat dilindungi oleh UU Sistem
Peradilan Pidana Anak dan korban menurut pandangan saya makin
dirugikan dengan tidak dapatnya di proses ke pengadilan sebagaimana
seperti yang korban harapkan terkait hukuman pidana yang dijatuhkan
kepada AQJ.
Sumber Referensi
Adnan Buyung Nasution, Rancangan Undang-undang Perlindungan Saksi dan
Korban, Sebuah Komentar, Makalah disampaikan dalam Simposium Nasional
Tinjauan Kritis RUU Perlindungan Saksi dan Korban, Universitas
Brawijaya Malang, 20 Maret 2002
JE. Sahetapy (ed), Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1987
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak
http://en.wikipedia.org/wiki/Victimology&gt
http://news.detik.com/read/2013/09/09/081616/2352793/10/1/ini-
kronologi-kecelakaan-beruntun-yang-melibatkan-anak-ahmad-dhani

More Related Content

Viktimologi

  • 1. FERDY ACHMAD RAZZAAQ 110111100067 UTS Viktimologi Soal No 1 Dalam Buku Bunga Rampai Viktimisasi karangan JE.Sahetapy dan kawan- kawan menjelaskan bahwa Viktimilogi merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin Victima yang berarti korban dan logos yang berarti ilmu, merupakan suatu bidang ilmu yang mengkaji permasalahan korban beserta segala aspeknya. Pada awal perkembangannya, viktimologi baru mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan terhadap persoalan korban dimulai pada saat Hans von Hentig pada Tahun 1941 menulis sebuah makalah yang berjudul Remark on the interaction of perpetrator and victim. Tujuh Tahun kemudian beliau menerbitkan buku yang berjudul The Criminal and his victim yang menyatakan bahwa korban mempunyai peranan yang menyatakan bahwa korban mempunyai peranan yang menentukan dalam timbulnya kejahatan. Viktimologi meneliti topic-topik tentang korban, seperti: peranan korban pada terjadinya tindak pidana, hubungan antara pelaku dengan korban, rentannya posisi korban dan peranan korban dalam system peradilan pidana. Selain itu, menurut Muladi viktimologi merupakan studi yang bertujuan untuk : Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban; Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya viktimisasi; Mengembangkan system tindakan guna mengurangi penderitaan manusia. Menurut J.E. sahetapy ruang lingkup viktimologi meliputi bagaimana seseorang (dapat) menjadi korban yang ditentukan oleh victim yang tidak selalu berhubungan dengan masalah kejahatan, termasuk pula korban kecelakaan, dan bencana alam selain dari korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan. Suatu viktimisasi antara lain dapat dirumuskan sebagai suatu penimbunan penderitaan (mental,fisik, sosial, ekonomi, moral) pada pihak tertentu dan dari kepentingan tertentu. Menurut J.E. Sahetapy, viktimisasi adalah penderitaan, baik secara fisik maupun psikis atau mental berkaitan dengan perbuatan pihak lain. Lebih lanjut J.E. Sahetapy berpendapat mengenai paradigma viktimisasi yang meliputi : 1. Viktimisasi politik, dapat dimasukkan aspek penyalahgunaan kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi manusia, campur tangan angkatan bersenjata diluar fungsinya, terorisme, intervensi, dan peperangan lokal atau dalam skala internasional;
  • 2. 2. Viktimisasi ekonomi, terutama yang terjadi karena ada kolusi antara pemerintah dan konglomerat, produksi barang- barang tidak bermutu atau yang merusak kesehatan, termasuk aspek lingkungan hidup; 3. Viktimisasi keluarga, seperti perkosaan, penyiksaan, terhadap anak dan istri dan menelantarkan kaum manusia lanjut atau orang tuanya sendiri; 4. Viktimisasi media, dalam hal ini dapat disebut penyalahgunaan obat bius, alkoholisme, malpraktek di bidang kedokteran dan lain-lain; 5. Viktimisasi yuridis, dimensi ini cukup luas, baik yang menyangkut aspek peradilan dan lembaga pemasyarakatan maupun yang menyangkut dimensi diskriminasi perundangundangan, termasuk menerapkan kekuasaan dan stigmastisasi kendatipun sudah diselesaikan aspek peradilannya.Viktimologi dengan berbagai macam pandangannya memperluas teori-teori etiologi kriminal yang diperlukan untuk memahami eksistensi kriminalitas sebagai suatu viktimisasi yang struktural maupun nonstruktural secara lebih baik. Selain pandangan-pandangan dalam viktimologi mendorong orang memperhatikan dan melayani setiap pihak yang dapat menjadi korban mental, fisik, dan sosial. Soal No 2 Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum sekaligus Anggota Tim Perumus RUUPS, memberikan gambaran realita kedudukan saksi dan korban. Peran saksi dan korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapatkan perlindungan, khususnya dari parat penegak hukum. Hal ini disebabkan masih lemahnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjamin Bagaimana kedudukan korban dimuka pengadilan? Apakah ada jaminan perlindungan yang diberikan oleh sistem KUHAP dalam meberikan perlindungan terhadap korban?. Penuturan pendapat Martiman Prodjohamidjojo menyoroti sebagai berikut: Pengaturan tentang korban dalam sistem peradilan pidana, di dalam KUHAP hanya ada beberapa pasal yang secara spesifik mengatur hak korban, yaitu hak ketika ia menjadi saksi (Pasal 160 ayat (1) huruf b) yang berisi Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Saksi korban-orang yang dirugikan akibat terjadinya kejahatan atau pelanggaran-pelanggaran- didengar pertama sebelum saksi lainnya karena ia dianggap sebagai saksi utama. Disatu sisi KUHAP menempatkan korban pada tempat terpenting namun pada pelaksanannya bukti formal berupa pengakuan atau kesaksian sejak berlakunya KUHAP, tidak lagi menjadi materi utama penyidikan suatu tindak pidana, karena kedua macam alat bukti ini masih dapat disangkal terdakwa dalam sidang pengadilan, sehingga penyidik
  • 3. dituntut untuk mengutamakan bukti materiil melalui penyidikan intensif dalam semua tahap-tahap penyidikan, sebagai contoh pada kasus perkosaan dan pemukulan maka untuk dapat meyakinkan hakim perlu dihadirkan hasil visum et repertum, sementara untuk kasus perkosaan sangat jarang sekali adanya saksi yang melihat langsung kejadian tersebut. Soal no 3 Hambatan pelaksanaan perlindungan saksi dan korban dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU 13/2006) antara lain: Belum adanya definisi mengenai pelapor,whistleblower dan justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama); Belum adanya jaminan perlindungan dan reward atau penghargaan terhadap whistleblower dan justice collaborator; Belum adanya pengaturan mengenai perlindungan terhadap saksi ahli; Ketentuan kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang masih lemah mengenai kesekretariatan, organisasi, dan struktur organisasi LPSK. Tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan pembentukan LPSK di daerah; Keberadaan LPSK dan UU 13/2006 masih belum dipahami dan diketahui aparat penegak hukum di daerah; Jaminan hukum pemberian bantuan, restitusi, dan kompensasi yang saat ini belum cukup kuat karena hukum acaranya masih diatur dalam peraturan pemerintah bukan setingkat undang-undang. Terkait kendala dan kelemahan tersebut, LPSK mengajukan upaya revisi UU 13/2006 dan saat ini telah mendapatkan izin prakarsa dari Presiden RI. Soal no 4 Sebelum masuk hubungan antara ilmu viktimologi dengan hukum pidana saya terlebih dahulu mencari apa yang berkaitan yang menurut J.E Sahetapy merupakan sisi dari mata uang yang saling berkaitan. Hubungan antara viktimologi dengan hukum pidana yaitu tidak lepasnya viktimologi itu sendiri dari bagian kriminologin itu sendiri dan Khusus mengenai hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan baik tentang penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik merupakan perbuatan manusia
  • 4. sebagai suatu gejala social adalah kriminologi. Dilihat dari hubungan antara viktimologi dengan hukum acara pidana sendiri dapat dilihat dari bagaimana hami dalam menjatuhkan putusan melihat dari sisi korban bukan hanya ditinjau dari sudut pandang terdakwa saja. Dan dewasa ini sangat jarang hakim yang sebelum menjatuhkan putusan melakukan penilaian seperti ini. Soal No 5 Sebelum menelaahnya lebih dalam kasus AQJ maka kita harus mengetahui kasus yang dilakukan oleh AQJ sendiri,yang disini AQJ anak yang masih belia yang belum memiliki surat ijin mengemudi kemudian mengendarai mobil sport milik kakaknya yang bertujuan hendak mengantarkan pacarnya pulang kerumah. Dan pada saat perjalanan pulang AQJ terlibat insiden kecelakaan hebat yang menewaskan hingga enam orang penumpang mobil mini bus yang ditabrak oleh AQJ di ruas tol jagorawi. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang keji dan tak bertanggung jawab, perbuatan tersebut sangatlah merugikan korban dibanyak variable atau hal. Padahal didalam Undang-Undang sebenarnya perilaku demikian telah disinggung yaitu dalam UU No 22 tahun 2009 yang berbunyi sebagai berikut Disini apabila ditinjau dari sudut pandang Korban sangat lah dirugikan, didalam perspektif viktimologi maka korban memiliki beberapa aspek yaitu diantaranya; Luka Fisik Kerugian Materi Kerugian Sosial dan Psikologis Lamanya penderitaan Perhatian Terhadap Korban Tindak Pidana Jika kita hubungkan dengan korban kecelakaan AQJ maka sudah jelas korban disini sudah memenuhi aspek aspek diatas misalnya Luka Fisik Tentu saja korban mengalami luka fisik setelah ditabrak oleh pelaku, luka fisik ini adalah luka yang terlihat dengan kasat mata, luka fisik ini bisa bervariasi mulai dari luka fisik ringan seperti lecet sampai luka fisik berat seperti patah tulang yang bahkan mengharuskan untuk di amputasi (definisi dari luka berat sendiri diatur didalam pasal 90 Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Kerugian materi Disini korban juga pasti mengalami kerugian materi, seperti kerugian materi dari pakaian yang rusak akibat tabrak lari tersebut sampai dengan biaya-biaya yang keluar untuk perawatan luka fisik yang timbul dari tabrakan tersebut
  • 5. Kerugian social dan psikologis Kerugaian social dan psikologis mungkin bentuknya bisa dibilang abstrak karena tak bisa dilihat secara riil, namun bisa dibuktikan dengan keterangan ahli, misalnya menjadi pendiam atau trauma akibat dari kejadian tabrak lari tersebut Lamanya penderitaan Dalam kasus tabrak lari pun dipastikan korban akan mengalami penderitaan, namun jangka waktunya ialah berbeda-beda tergantumg subyek orangnya Perhatian terhadap korban tindak pidana Disini perhatian akan korban ialah sangat minim, korban bisa menjadi korban untuk kedua kalinya karena didalam system korban seakan tidak diperhatikan, korban agak kurang diperhatikan karena hanya menitikberatkan perhatiannya kepada pelaku saja sehingga agak melupakan korban, padahal korban sudah banyak mengalami kerugian tetapi malah mendapat kerugian tambahan akibat dari system yanag ada. Dan apabila dikaitkan dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak * Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif Pasal 5 ayat (1)(Ayat 3 wajib diversi) * Keadilan restoratif adalah Penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pasal 1 angka (6) Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Jadi dalam UU No. 11 Tahun 2012 sangat jelas disini AQJ sangat dilindungi oleh UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan korban menurut pandangan saya makin dirugikan dengan tidak dapatnya di proses ke pengadilan sebagaimana seperti yang korban harapkan terkait hukuman pidana yang dijatuhkan kepada AQJ.
  • 6. Sumber Referensi Adnan Buyung Nasution, Rancangan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, Sebuah Komentar, Makalah disampaikan dalam Simposium Nasional Tinjauan Kritis RUU Perlindungan Saksi dan Korban, Universitas Brawijaya Malang, 20 Maret 2002 JE. Sahetapy (ed), Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1987 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak http://en.wikipedia.org/wiki/Victimology&gt http://news.detik.com/read/2013/09/09/081616/2352793/10/1/ini- kronologi-kecelakaan-beruntun-yang-melibatkan-anak-ahmad-dhani