2. Definisi PPN & PPnBM
PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT)
atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak
langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang)
yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak
keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut
ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN
yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
PPnBM
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan
PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. PPnBM hanya dikenakan satu kali,
yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan barang kena pajak yang
tergolong mewah oleh pengusaha kena pajak pabrikan.
3. 1. Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan
penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor
pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.
2. Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai
produksi dan distribusi.
3. Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada
objek pajak.
4. Menghindari pengenaan pajak berganda.
5. Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung
(indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan
besaran pajak masukan dan pajak keluaran.
4. Subjek Pajak PPN dan
PPnBM
Pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang
tergolong mewah ataupun melakukan impor barang kena pajak
yang tergolong mewah.
PPnBMPPnBM
Pengusaha yaitu orang-orang pribadi atau badan dalam
bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.(Pasal 1 angka 14 UU PPN)
PPNPPN
5. Objek Pajak PPN dan PPnBM
Objek pajak PPN berdasarkan pasal 4 UU PPN dan PPnBM adalah:
1.Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat
berikut ini.
a.Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena
pajak.
b.Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang
kena pajak tidak berwujud.
c.Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.
d.Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak.
3. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
4. Pemanafaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor barang kean pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
PPN
6. Objek PPnBM berdasarkan Pasal 5 UU PPN dan PPnBM adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah
tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.
Sesuai dengan memori penjelasan Pasal 5 ayai (1) UU PPN dan PPnBM, yang
dimaksud dengan barang kena pajak yang tergolong mewah adalah:
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
c. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi.
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status.
PPnBM
7. Barang Tidak Kena PPN
Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
Barang-barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
Makanan dan minuman yang disajikan
di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya (tidak termasuk
katering) ;
Uang, emas batangan, dan surat-surat
berharga.
8. Jasa Tidak Kena PPN
A. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
B. Jasa di bidang pelayanan sosial;
C. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
D. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
E. Jasa di bidang keagamaan;
F. Jasa di bidang pendidikan;
G. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
H. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
I. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
J. Jasa di bidang tenaga kerja;
K. Jasa di bidang perhotelan;
L. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum.
10. Tarif Pajak
PPNPPN PPnBMPPnBM
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah adalah paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi
75% (tujuh puluh lima persen).
Atas ekspor Barang Kena Pajak
Yang Tergolong Mewah dikenakan
pajak dengan tarif 0% (nol persen).
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah
10% (sepuluh persen).
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas
ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%
(nol persen).
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif
pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diubah menjadi
serendah-rendahnya 5% (lima
persen) dan setinggi-tingginya 15%
(lima belas persen).
11. Cara Menghitung Pajak
1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk
Masa Pajak yang sama.
3.Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan
tetap dapat dikreditkan.
4.Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak.
5.Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
6.Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang
bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak
Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
12. 7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui
dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk
penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
8. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan
Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
9. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan.
13. CONTOH SOAL
1. PKP A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak A.
2. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor
sebesar Rp15.000.000,00.
PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% x Rp15.000.000,00
= Rp 1.500.000,00
3. Pengusaha Kena Pajak D mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah
dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
PPN = 10% x Rp5.000.000,00 = Rp 500.000,00
PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
Editor's Notes
#10: 1. Harga jual, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, setelah dikurangi diskon;
2. Penggantian, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, setelah dikurangi diskon;;
3. Nilai impor, yaitu harga import (CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan;
4. Nilai Lain, yaitu nilai yang diatur tersendiri dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan
5. Nilai ekspor, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta oleh eksportir. (Khusus untuk Ekspor tarif PPN adalah 0%).