際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Tragedi di Hari Sabtu

     Hari ini, hariSabtu adalah hari terakhir UAS. Hatiku pun sangat lega
karena tinggal menunggu hari aku akan memasuki kelas yang lebih tinggi yaitu
kelas 1 SMP. Tidak terbayang bagaimana senangnya hatiku saat itu. Namun
dibalik semua itu aku juga merasa khawatir dengan hasil UN-ku. Tetapiaku
yakin hasilnya tidak akan mengecewakan.

     Minggu depan sekolah telah mulai diliburkan untuk semua anak kelas 6.
Oleh karena itu aku pun tidak akan menyianyiakan hari itu. Pulang sekolah, aku
berkumpul dengan teman-temanku. Kita semua bercanda dan tertawa, melepas
kepenatan hari-hari sebelumnya yang menyibukkanku dan teman-temanku
dengan belajar dan belajar agar dalam menghadapi UN dapat menjawab
semua pertanyaan-pertanyaan yang sangat membuatku menjadi tak berkutik.
Di tempat ini kita bergurau, yaitu di depan rumah Dima, salah satu temanku
yang halaman rumahnya bisa dibilang luas dan menjadikan kita lebih leluasa
dalam bermain.

     Setelah selesai bergurau, aku dan teman-temanku merasa lapar, dan
kamipun membeli makanan yang dijual oleh tetangga Dima. Kita tidak berdua,
selain Dima, teman yang ikut bersamaku adalah Wafi dan Oty. Kita memang
Empat Sekawan yang tak bisa dipisahkan. Di manapun ada aku, di sana juga
ada Dima, Wafi, dan Oty. Dan begitu juga sebaliknya. Kita berempat telah
bersahabat sejak kita masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.

     Makanan yang tadi kami beli sudah habis. Tiba-tiba ibu Dima memanggil
Dima. Dima pun menghampiri ibunya. Beberapa menit kemudian Dima datang
sambil membawa buah salak dan jeruk. Kami semua memakan salak dan jeruk
yang diberi Dima. Dima memberikan dua salak dan dua jeruk ke setiap anak.
Bisik-bisik terdengar suara Oty, dia merencanakan sesuatu.

     Al, gimana kalo kulit dan biji buah-buahan yang kita makan ditaruh di
depan Wafi? bisik Oty sambil tertawa lirih, takut Wafi dan Dima mendengarnya.

     Iya, yuk, jawabku sambil mengedipkan mata tanda setuju.
Buah salak dan jeruk dari Dima habis, di depan Wafi berserakan sampah
kulit jeruk dan biji salak.

        Dim, liat deh, Wafi makan buahnya melebihi jatah, hehe, kata Oty.

        Iya. Pantas Wafi gendut, haha, jawabku mengiyakan pernyataan Oty
tadi.

        Walaupun aku makannya banyak, tapi kulit dan bijinya kan nggak aku
makan. Tapi liat aja Oty sama Alya, nggak ada bekasnya, karena salak dan
jeruk kulitnya dimakan semua dengan kulit dan bijinya, hahaha,jawab Wafi
asal, membuat aku, Oty, dan Dima tertawa.

        Fi, yuk kita ke rumah kamu aja? Kan gak enak kalo terus-terusan di
depan rumah Dima, kata Oty sambil melirik kepada Wafi.Ada adik Dima yang
masih bayi, jadi kita berempat tidak bisa bergurau terlalu keras.

        Tapi Alya sama Dimanya mau nggak? tanya Wafi kepada Oty sambil
memperhatikan aku dan juga Dima.

        Terserah aja deh mau di mana, jawabku.

        Ya, aku juga ngikut aja deh, ucap Dima.

        Yaudah, yuk ke rumahku, ajak Wafi kepada aku, Oty dan Dima.

        Lima menit kemudian kita berempat sampai di depan rumah Wafi. Tidak
begitu jauh sih jarak rumah Dima sama Wafi, tapi karena kita naik sepedanya
sambil bercerita, lama juga sampai di rumah Wafinya.

        Wafi memulai masuk ke dalam rumahnya. Sepi. Orang tua Wafi sedang
pergi, sedangkan adiknya sedang bermain di rumah temannya. Wafi
mempersilakan teman-temannya duduk. Lima menit kemudian, Elok, teman kita
sekaligus tetangganya Wafi datang bergabung.Oty meminta Wafi menyalakan
Tvnya.

        Acara itu aja, bagus, saranku kepada Oty yang memegang remote Tv.

        Iya yang itu aja, Dima mengiyakan.

        Heem, jawab Oty.
Eh volumenya dikerasin dikit dong, pinta Elok.

     Nih, remotenya, atur sendiri aja, jawab Oty sambil menyerahkan remote
kepada Elok.

     Elok sibuk memencet tombol atur volume. Makin lama volumenya makin
keras, aku pun protes kepada Elok.

     Lok, volumenya dikurangin dong, nggak baik volume tinggi buat telinga
kita, kataku sambil menepuk pundak Elok.

     Yahh, nggak apa-apa sih, kan nggak ada orang, jawab Elok santai.

     Yaudah deh, terserah kamu aja, awas loh kalo ada apa-apa,
jawabkusedikit mengancam.

     Tiba-tiba Oty melihat sesuatu.

     Eh teman-teman, liat! tunjuk Oty ke jendela dapur rumah Wafi.

     Ada apa Ty? Aku nggak liat apa-apa, jawab Dima.

     Ada sesosok bayangan..., jawab Oty menggantung.

     Tiba-tiba Oty dan Dima berteriak. Diikuti teriakanku, Wafi, dan Elok.
Walaupun aku nggak tau apa-apa, tapi ikut berteriak. Kami semua takut, walau
sebenarnya Elok dan Wafi juga tidak tau apa yang terjadi. Aku jadi bingung
sendiri. Akhirnya kami pun masuk ke dalam kamar Wafi yang dikomandoi oleh
Oty dan Dima. Aku juga ikut masuk ke dalam kamar Wafi tersebut.Elok masuk
ke kamar Wafi dengan membawa remote TV yang dari tadi ia pegang.

     Ada apa sih tadi? tanyaku heran dengan perasaan takut.

     A..aa..da se..sosok ba..yang..an lewat di da..pur, Oty menjawab dengan
kalimat terputus-putus.

     Maksud kamu hantu, gitu? tanya Wafi yang penasaran yang juga
sebenarnya ketakutan.

     I...iya, jawab Oty.

     Elok yang suaranya paling cempreng langsung berteriak histeris melebihi
teriakan Oty yang melihat secara langsung bayangannya. Aku dan Dima
mencoba menenangkan Elok, sedangkan Oty yang tadinya paling ketakutan,
setelah melihat biskuit di kamar Wafi dia mulai tenang dan memakan biskuit
tersebut. Wafi, empunya rumah sedang mencari sesuatu. Yapp, apalagi kalau
bukan buku doa-doa yang ada doa melihat makhluk gaib.

     Kamu sih Lok, udah dibilangin sama Alya jangan keras-keras, malah
dikerasin mulu, yaudah deh hantunya ke ganggu. Jadi gini deh, ucap Dima
menyalahkan Elok yang masih terlihat takut dan hampir menangis.

     Iya iya, aku minta maaf, aku nggak tau bakal jadi gini, sesal Elok dengan
wajah pucat.

     Udah Dima, nggak usah dibahas lagi, kata Wafi.

     Elok sudah terlihat lumayan tenang tapi dia sekali-kali berteriak, membuat
aku, Oty, Dima, dan Wafi takut. Kami menduga Elok kerasukan, tapi ternyata
tidak. Kami berlima membacadoa sebisanya karena buku yang dicari-cari Wafi
ada di mushola rumah yang letaknya paling ujung rumah Wafi dan kalau mau
mengambil bukunya berarti kami juga harus melewati dapur.

     Sudah setengah jam kami berada di kamar Wafi. Tak ada yang berani
keluar kamar untuk mematikan TV yang masih menyala dengan suaranya yang
keras. Tapi berkat teriakan Elok, ayah Elok, yaitu Pak Ahmad yang kebetulan
lewat di samping rumah Wafi langsung masuk dan mencari keberadaan kami
yang akhirnya Pak Ahmad temukan di kamar Wafi.

     Kalian tidak apa-apa? tanya Pak Ahmad cemas.

     Nggak apa-apa kok Yah, jawab Elok.

     Tapi kenapa tadi kalian teriak? Ada apa? Pasti ada sesuatu, tebak Pak
Ahmad. Dia memang penebak jitu. Tebakannya sering benar.

     Iya Yah, tadi ada hantu di dapur, jawab Elok, suaranya bergetar karena
dia masih merasa takut.

     Di dapur? Di dekat jendela? tebak Pak Ahmad lagi.

     Yaa.. jawab kami berlima kompak.

     Sejenak Pak Ahmad berfikir. Ia memikirkan sesuatu.
Di sana tidak ada apa-apa, ayo kita keluar, tidak usah takut, ajak Pak
Ahmad.

     Yuk, kami semua keluar rumah Wafi dan menuju ke kebun yang ada di
samping rumah Wafi yang letaknya di luar jendela dapur rumah Wafi.

     Kami kaget. Awalnya memang kami berlima tidak percaya, setelah kami
mengecek dari dalam rumah dan luar rumah kami akhirnya mengangguk-
angguk paham. Tak ada yang menduga kalau bayangan yang tadi ada di dapur
rumah Wafi adalah pohon mangga kecil yang bergerak karena tertiup angin.
Setelah beberapa menit kami diam tanpa kata, tiba-tiba kami semua tertawa
menertawakan diri kita sendiri, kami selalu tergesa-gesa dalam mengambil
keputusan, terutama kejadian yang tadi. Pohon disangka hantu.

     Hahahahahaha, tawaku, Oty, Dima, Wafi, dan Elok mengakhiri
pengalamanku bertemu hantu Pohon Mangga hari ini.

More Related Content

Tragedi di Hari Sabtu

  • 1. Tragedi di Hari Sabtu Hari ini, hariSabtu adalah hari terakhir UAS. Hatiku pun sangat lega karena tinggal menunggu hari aku akan memasuki kelas yang lebih tinggi yaitu kelas 1 SMP. Tidak terbayang bagaimana senangnya hatiku saat itu. Namun dibalik semua itu aku juga merasa khawatir dengan hasil UN-ku. Tetapiaku yakin hasilnya tidak akan mengecewakan. Minggu depan sekolah telah mulai diliburkan untuk semua anak kelas 6. Oleh karena itu aku pun tidak akan menyianyiakan hari itu. Pulang sekolah, aku berkumpul dengan teman-temanku. Kita semua bercanda dan tertawa, melepas kepenatan hari-hari sebelumnya yang menyibukkanku dan teman-temanku dengan belajar dan belajar agar dalam menghadapi UN dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang sangat membuatku menjadi tak berkutik. Di tempat ini kita bergurau, yaitu di depan rumah Dima, salah satu temanku yang halaman rumahnya bisa dibilang luas dan menjadikan kita lebih leluasa dalam bermain. Setelah selesai bergurau, aku dan teman-temanku merasa lapar, dan kamipun membeli makanan yang dijual oleh tetangga Dima. Kita tidak berdua, selain Dima, teman yang ikut bersamaku adalah Wafi dan Oty. Kita memang Empat Sekawan yang tak bisa dipisahkan. Di manapun ada aku, di sana juga ada Dima, Wafi, dan Oty. Dan begitu juga sebaliknya. Kita berempat telah bersahabat sejak kita masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Makanan yang tadi kami beli sudah habis. Tiba-tiba ibu Dima memanggil Dima. Dima pun menghampiri ibunya. Beberapa menit kemudian Dima datang sambil membawa buah salak dan jeruk. Kami semua memakan salak dan jeruk yang diberi Dima. Dima memberikan dua salak dan dua jeruk ke setiap anak. Bisik-bisik terdengar suara Oty, dia merencanakan sesuatu. Al, gimana kalo kulit dan biji buah-buahan yang kita makan ditaruh di depan Wafi? bisik Oty sambil tertawa lirih, takut Wafi dan Dima mendengarnya. Iya, yuk, jawabku sambil mengedipkan mata tanda setuju.
  • 2. Buah salak dan jeruk dari Dima habis, di depan Wafi berserakan sampah kulit jeruk dan biji salak. Dim, liat deh, Wafi makan buahnya melebihi jatah, hehe, kata Oty. Iya. Pantas Wafi gendut, haha, jawabku mengiyakan pernyataan Oty tadi. Walaupun aku makannya banyak, tapi kulit dan bijinya kan nggak aku makan. Tapi liat aja Oty sama Alya, nggak ada bekasnya, karena salak dan jeruk kulitnya dimakan semua dengan kulit dan bijinya, hahaha,jawab Wafi asal, membuat aku, Oty, dan Dima tertawa. Fi, yuk kita ke rumah kamu aja? Kan gak enak kalo terus-terusan di depan rumah Dima, kata Oty sambil melirik kepada Wafi.Ada adik Dima yang masih bayi, jadi kita berempat tidak bisa bergurau terlalu keras. Tapi Alya sama Dimanya mau nggak? tanya Wafi kepada Oty sambil memperhatikan aku dan juga Dima. Terserah aja deh mau di mana, jawabku. Ya, aku juga ngikut aja deh, ucap Dima. Yaudah, yuk ke rumahku, ajak Wafi kepada aku, Oty dan Dima. Lima menit kemudian kita berempat sampai di depan rumah Wafi. Tidak begitu jauh sih jarak rumah Dima sama Wafi, tapi karena kita naik sepedanya sambil bercerita, lama juga sampai di rumah Wafinya. Wafi memulai masuk ke dalam rumahnya. Sepi. Orang tua Wafi sedang pergi, sedangkan adiknya sedang bermain di rumah temannya. Wafi mempersilakan teman-temannya duduk. Lima menit kemudian, Elok, teman kita sekaligus tetangganya Wafi datang bergabung.Oty meminta Wafi menyalakan Tvnya. Acara itu aja, bagus, saranku kepada Oty yang memegang remote Tv. Iya yang itu aja, Dima mengiyakan. Heem, jawab Oty.
  • 3. Eh volumenya dikerasin dikit dong, pinta Elok. Nih, remotenya, atur sendiri aja, jawab Oty sambil menyerahkan remote kepada Elok. Elok sibuk memencet tombol atur volume. Makin lama volumenya makin keras, aku pun protes kepada Elok. Lok, volumenya dikurangin dong, nggak baik volume tinggi buat telinga kita, kataku sambil menepuk pundak Elok. Yahh, nggak apa-apa sih, kan nggak ada orang, jawab Elok santai. Yaudah deh, terserah kamu aja, awas loh kalo ada apa-apa, jawabkusedikit mengancam. Tiba-tiba Oty melihat sesuatu. Eh teman-teman, liat! tunjuk Oty ke jendela dapur rumah Wafi. Ada apa Ty? Aku nggak liat apa-apa, jawab Dima. Ada sesosok bayangan..., jawab Oty menggantung. Tiba-tiba Oty dan Dima berteriak. Diikuti teriakanku, Wafi, dan Elok. Walaupun aku nggak tau apa-apa, tapi ikut berteriak. Kami semua takut, walau sebenarnya Elok dan Wafi juga tidak tau apa yang terjadi. Aku jadi bingung sendiri. Akhirnya kami pun masuk ke dalam kamar Wafi yang dikomandoi oleh Oty dan Dima. Aku juga ikut masuk ke dalam kamar Wafi tersebut.Elok masuk ke kamar Wafi dengan membawa remote TV yang dari tadi ia pegang. Ada apa sih tadi? tanyaku heran dengan perasaan takut. A..aa..da se..sosok ba..yang..an lewat di da..pur, Oty menjawab dengan kalimat terputus-putus. Maksud kamu hantu, gitu? tanya Wafi yang penasaran yang juga sebenarnya ketakutan. I...iya, jawab Oty. Elok yang suaranya paling cempreng langsung berteriak histeris melebihi teriakan Oty yang melihat secara langsung bayangannya. Aku dan Dima
  • 4. mencoba menenangkan Elok, sedangkan Oty yang tadinya paling ketakutan, setelah melihat biskuit di kamar Wafi dia mulai tenang dan memakan biskuit tersebut. Wafi, empunya rumah sedang mencari sesuatu. Yapp, apalagi kalau bukan buku doa-doa yang ada doa melihat makhluk gaib. Kamu sih Lok, udah dibilangin sama Alya jangan keras-keras, malah dikerasin mulu, yaudah deh hantunya ke ganggu. Jadi gini deh, ucap Dima menyalahkan Elok yang masih terlihat takut dan hampir menangis. Iya iya, aku minta maaf, aku nggak tau bakal jadi gini, sesal Elok dengan wajah pucat. Udah Dima, nggak usah dibahas lagi, kata Wafi. Elok sudah terlihat lumayan tenang tapi dia sekali-kali berteriak, membuat aku, Oty, Dima, dan Wafi takut. Kami menduga Elok kerasukan, tapi ternyata tidak. Kami berlima membacadoa sebisanya karena buku yang dicari-cari Wafi ada di mushola rumah yang letaknya paling ujung rumah Wafi dan kalau mau mengambil bukunya berarti kami juga harus melewati dapur. Sudah setengah jam kami berada di kamar Wafi. Tak ada yang berani keluar kamar untuk mematikan TV yang masih menyala dengan suaranya yang keras. Tapi berkat teriakan Elok, ayah Elok, yaitu Pak Ahmad yang kebetulan lewat di samping rumah Wafi langsung masuk dan mencari keberadaan kami yang akhirnya Pak Ahmad temukan di kamar Wafi. Kalian tidak apa-apa? tanya Pak Ahmad cemas. Nggak apa-apa kok Yah, jawab Elok. Tapi kenapa tadi kalian teriak? Ada apa? Pasti ada sesuatu, tebak Pak Ahmad. Dia memang penebak jitu. Tebakannya sering benar. Iya Yah, tadi ada hantu di dapur, jawab Elok, suaranya bergetar karena dia masih merasa takut. Di dapur? Di dekat jendela? tebak Pak Ahmad lagi. Yaa.. jawab kami berlima kompak. Sejenak Pak Ahmad berfikir. Ia memikirkan sesuatu.
  • 5. Di sana tidak ada apa-apa, ayo kita keluar, tidak usah takut, ajak Pak Ahmad. Yuk, kami semua keluar rumah Wafi dan menuju ke kebun yang ada di samping rumah Wafi yang letaknya di luar jendela dapur rumah Wafi. Kami kaget. Awalnya memang kami berlima tidak percaya, setelah kami mengecek dari dalam rumah dan luar rumah kami akhirnya mengangguk- angguk paham. Tak ada yang menduga kalau bayangan yang tadi ada di dapur rumah Wafi adalah pohon mangga kecil yang bergerak karena tertiup angin. Setelah beberapa menit kami diam tanpa kata, tiba-tiba kami semua tertawa menertawakan diri kita sendiri, kami selalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, terutama kejadian yang tadi. Pohon disangka hantu. Hahahahahaha, tawaku, Oty, Dima, Wafi, dan Elok mengakhiri pengalamanku bertemu hantu Pohon Mangga hari ini.