際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
1
EPISTEMOLOGI KURIKULUM 2013
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang di ampu
oleh Drs. Z. Sukawi. MA
Disusun Oleh :
R. Lutfi. Guefara
Pasca Sarjana Magister Pendidikan Agama Islam 
Universitas Sains Ilmu Quran UNSIQ
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya kurikulum adalah sebuah elemen yang juga memiliki peran
penting dalam output yang akan dihasilkan dunia pendidikan nantinya. Namun,
aplikasi yang benar dan perhatian yang serius akan menjadi bahan kajian serta
kritikan ketika konsep kurikulum ini justru tidak seperti apa yang diharapkan.
Terlebih menyimpang atau tidak sepenuhnya sesuai kebutuhan peserta didik. Dalam
membuat sebuah kurikulum, kita perlu memperhatikan bagaimana kondisi peserta
didik itu. Kemudian bagaimana kita menyampaikannya? Apa saja yang sesuai untuk
bisa diberikan kepada siswa? Apakah sesuai ataukah tidak? Semuanya itu perlu
diberikan sebuah kajian tersendiri. Pada makalah ini, akan diulas terkait dengan
kurikulum 2013 di Indonesia dilihat dari sudut pandang epistemologi.
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya
dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada
anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan
cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan.
Lahirnya kurikulum 2013 adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk
memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan
psikomotor maupun mempurkat kartakter peserta didik.
B. Rumusan Masalah
Untuk membatasi permasalahan dalam penulisan makalah ini, penulis hanya ingin
mengetengahkan dua hal dalam epistimologi pendidikan yaitu :
1. Pengertian Epistimologi secara singkat, dan Korelasi epistimologi terhadap
kurikulum pendidikan di Indonesia?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistimologi
Pola belajar seseorang mempengaruhi kualitas dan kuantitas seseorang dalam
memahami sesuatu. Boleh jadi ketika pendidik menerangkan suatu ilmu kepada 50
peserta didik, daya tangkap mereka berbeda satu dengan yang lainnya. Selain
beberapa faktor yang mempengaruhi hal demikian, ada faktor yang sangat
mempengaruhinya yaitu Bagaimana mereka mendapat pengetahuan itu? Mengapa
berbeda tingkat kualitasnya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di dalam epistemologi.
Istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F
Ferier pada tahun 1854 (Runes, 1971:94). Secara etimologis epistemologi berakar
kata dari bahasa Yunani episteme yang mempunyai arti pengetahuan atau ilmu
pengetahuan. Logos juga berarti pengetahuan. Dari dua pengertian tersebut dapat
dipahami bahwa epistemology adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa epistemology membicarakan dirinya sendiri,
membedah lebih dalam tentang dirinya sendiri. Dengan kata lain episteme berarti
Knowledge atau science, sedangkan logos berarti the theory of the nature of knowing
and the means by which we know. Dengan demikian epistemology atau teori
pengetahuan didefinisikan sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan, hipotesis-hipotesis dan dasar-dasarnya serta reliabilitas
umum yang dapat untuk mengklaim sesuatu sebagai ilmu pengetahuan.
Pembicaran tentang epistemologi akan berkutat pada tataran apa yang dapat
diketahui dan bagaimana cara mengetahui. Dengan demikian dalam pembahasan ini
akan mengacu kepada beberapa teori tentang pengetahuan itu sendiri. Membahas
epistemology tidak akan lepas dari berbagai teori tentang pengetahuan, meskipun
dalam realitasnya banyak teori-teori tentang pengetahuan mempunyai perbedaan-
perbedaan. Terjadinya perbedaan tersebut akibat adanya perbedaan metode, obyek,
sistem dan tingkat kebenarannya yang berbeda..
4
Ada dua teori tentang kebenaran dan hakekat pengetahuan, dua teori tersebut
adalah realisme yang mempunyai pandangan bahwa gambaran atau kopi yang
sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat). Artinya apa
yang digambarkan akal adalah sesuai dengan realitas di luar akal atau diri manusia.
Dengan pendapat tersebut aliran realisme berpendapat bahwa pengetahuan dianggap
benar ketika sesuai dengan kenyataan. Teori kedua tentang hakikat pengetahuan
adalah idealisme. Idealisme meyakini bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar-benar sesuai dengan realitas adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses
mental/psikologis yang bersifat subyektif.
Hakikat dari suatu ilmu pengetahuan bila dilihat dari sudut epistemologi
adalah berfokus kepada pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?.
Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak
didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau
kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama. Sebagai
contoh perlakuan antara siswa yang memiliki kemampuan intelektualitas tinggi
dengan yang standart. Bagi mereka siswa yang memiliki kemampuan intelektual di
atas rata-rata justru akan memilih keluar atau tidur daripada mendengarkan guru
mengajar karena merasa bosan, ketika guru memberikan materi yang sebenarnya
levelnya disampaikan kepada mereka yang memiliki intelektualitas rata-rata. Mereka
harus difasilitasi dengan sesuatu yang lebih. Adanya kelas akselerasi yang
notebenennya usaha untuk memfasilitasi anak-anak yag seperti ini teryata menuai pro
kontra tersendiri pada beberapa kalangan. Adanya aspek kesenjangan sosial dan
adanya pembedaan-pembedaan menyebabkan kontranya sistem ini.
Siswa yang memiliki kelebihan dalam hal musik atau olahraga dan memiliki
kemampuan yang minim dalam hal matematika misalnya, tentu dia akan merasa
kesulitan atau bahkan tersiksa dengan adanya pelajaran ini. Kondisi ini sungguh
memprihatinkan pada banyak kalangan. Pasalnya salah satu syarat kelulusan siswa
untuk Ujian Nasional (UN) ternyata matematika termasuk ke dalam mata pelajaran
yang diujikan. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah kemudian siswa yang
5
memiliki kelebihan seperti itu padahal memiliki kelebihan dalam hal musik atau
olahraga termasuk siswa yang bodoh? Bagaimana bentuk penghargaan atas prestasi
yang mereka raih? Sejauh ini dari pemeritah terkait dengan Ujian Nasional ini bisa
dibilang mereka masih bersikukuh untuk mempertahankan ini.
B. Pengertian Kurikulum
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang
artinya berarti berlari1 dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum
berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis
finish.2
Dalam bahasa arab, kurikulum dikenal dengan manhaj yang berarti jalan terang
yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya.3 Kosakata kurikulum
telah masuk dalam kosakata bahasa indonesia, dengan arti susunan rencana
pengajaran.4 Secara terminologi, para ahli mendefinisikan kurikulum diantaranya :
1. M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus
disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan5
2. Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang
direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai
sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.6
1S. Nasution, Pengembangan KurikulumPendidikan, (Bandung : Citra Ardiya Bakti, 1991), h. 9
2Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002) h. 150
3Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2002) h. 56
4W.J.S Perwadinata, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991) cet. Ke-12, h.
543
5M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 183
6Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h. 121
6
3. Oemar Hamalik menjelaskan bahwa kurikulum adalah suatu program pendidikan
yang disediakan untuk membelajarkan siswa.7
4. Syamsul Nizar menyatakan bahwa kurikulum adalah landasan yang digunakan
pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.8
5. Menurut Iskandar dan Usman Mulyadi, kurikulum adalah program pendidikan
yang disediakan oleh sekolah untuk siswa, melalui program yang direncanakan
tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga mendorong
perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan pendidikan yang telah
ditentukan.9
6. S. Nasution berpendapat, lazimnya kurikulum dipadang sebagai suatu rencana
yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan berserta staf pengajarnya.10
C. KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013 menekankan pada perubahan mindset para pendidik. Hal kecil
yang perlu diperhatikan dalam perubahan mindset antara lain:
1. Performance:
Pada ajaran Ki Hajar Dewantara sistem pendidikan yang lebih menekankan bada
budaya timur yaitu dengan sistem among. Among dalam bahasa jawa yang
artinya momong yang mengandung makna bahwa seorang pendidik dalam
mendidik selalu mengontrol, mengendalikan, dan mengarahkan terdidik secara
proporsional. Hal ini merupakan perubahan dari sistem pendidikan lama yaitu
7Oemar Hamalik, Kurikulumdan Pembelajaran ,( Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 16
8Syamsul Nizar, Op cit. h. 56
9Iskandar W dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara,
1988) hlm. 6
10 S. Nasution, Kurikulumdan Pengajaran (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 5
7
seorang pendidik lebih cenderung otoriter dan terkesan lebih menakutkan.
Sedangkan dalam kurikulum 2013 peran pendidik diharapkan dapat menjadi
pendamping yang sabar, menjadi fasilitator yang cermat dengan keunikan anak,
dan melakukan fasilitasi dengan tepat dan efektif.
2. Teaching system:
Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center
dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa
hanyalah bagaikan sebuah patung yang bernafas yang tidak diberi kebebasan
dalam berkreatif. Dalam kurikulum 2013 ini diharapkan siswa lebih proaktif dan
kreatif sehingga lebih tercipta suasana yang demokratis, jadi dengan kata lain
dalam proses pembelajaran ini adalah memanusiakan manusia.
D. Epistimologi kurikulum 2013
Landasan epistimologi pada kurikulum 2013 menurut penulis tercermin secara
operasional dalam metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara
memperoleh ilmu dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan: a) kerangka
pemikiran yang bersifat logis dengan argumentsi yang bersifat konsisten dengan
pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun., b) menjabarkan hipotesis yang
merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, c) melakukan verivikasi
terhadap hipotesis termasuk untuk menguji kebenaran pernyataan secara faktual.
Kurikulum 2013 yang dikaji dari landasan Kajian Epistimologi, yakni saat
Implementasi kurikulum 2013 telah selesai dilaksanakan, pemahaman masing-masing
instruktur nasional, guru inti, kepala sekolah dan guru sasaran tidak semuanya sama.
Beberapa persepsi yang berbeda mengalir disekolah masing-masing. Kondisi ini
sedikit banyak menimbulkan beberapa pertanyaan yang tidak bertepi dan dapat
menjadi resistensi berkelanjutan pada kurikulum 2013. Gambaran umum proses
pelaksanaan kurikulum 2013 diantaranya:
1. Bahwa Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif,
8
inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang terintegrasi
2. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
tahu mengapa.
3. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik tahu bagaimana.
4. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik tahu apa.
5. Dimana hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan
untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta
didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Metode pembelajaran dalam kurikulum 2013 menggunakan sistem scientific
approach atau dengan istilah lain pendekatan ilmiah. Materi pelajaran dalam
pendekatan ilmiah berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan
logika. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dan siswa terbebas
dari prasangka yang serta merta, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir
logis. Hal ini mendorong siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah menerapkan 5 Me yaitu
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring :
1. Mengamati
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta
didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan
metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara
objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
2. Menanya
9
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya
belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika
itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar
yang baik.
3. Menalar
Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Ada dua cara
menalar, yaitu
a. Penalaran Induktif
Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum.
menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau
pengalaman empirik. Contoh:
 Singa binatang berdaun telinga, berkembang biak dengan cara melahirkan.
 Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara
melahirkan.
 Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan.
 kesimpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak
dengan melahirkan.
b. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal
yang bersifat khusus. Contoh :
 Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk
beroperasi
 Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik
untuk beroperas.
10
 Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk
beroperasi.
4. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi
yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus
memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan
pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah
dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya
sehari測hari.
5. Membentuk Jejaring
Membentuk jejaring dalam hal ini yang dimaksud adalah pembelajaran
kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih
dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya
merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan
memaknai kerja sama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik
dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan
bersama
11
BAB III
KESIMPULAN
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya
dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada
anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan
cara menyempaikannya seperti apa ? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan.
Secara epistemologi, kurikulum 2013 menjawab pertanyaan tentang sejauh mana
pengetahuan dapat diperoleh peserta didik secara terpercaya. Hal ini dapat dilihat dari
proses pembelajaran yang menanamkan 5 Me dalam proses pembelajaran dan
gambaran umum proses pelaksanaan kurikulum 2013 yang dijelaskan diatas.
12
Daftar Pustaka
Syamsul Nizar, 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta. Ciputat Press,
Ramayulis, 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia,
Zakiah Daradjat, dkk, 1992. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta. Bumi Aksara,
S. Nasution, 1991. Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung. Citra Ardiya
Bakti.
S. Nasution, 2010. Kurikulum dan Pengajaran Jakarta : Bumi Aksara,
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran , Jakarta : Bumi Aksara, 2010
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991
Iskandar W dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta:
Bina Aksara, 1988

More Related Content

Epistemologi kurikulum 2013_pasca_sarjan

  • 1. 1 EPISTEMOLOGI KURIKULUM 2013 Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang di ampu oleh Drs. Z. Sukawi. MA Disusun Oleh : R. Lutfi. Guefara Pasca Sarjana Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Sains Ilmu Quran UNSIQ 2014
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya kurikulum adalah sebuah elemen yang juga memiliki peran penting dalam output yang akan dihasilkan dunia pendidikan nantinya. Namun, aplikasi yang benar dan perhatian yang serius akan menjadi bahan kajian serta kritikan ketika konsep kurikulum ini justru tidak seperti apa yang diharapkan. Terlebih menyimpang atau tidak sepenuhnya sesuai kebutuhan peserta didik. Dalam membuat sebuah kurikulum, kita perlu memperhatikan bagaimana kondisi peserta didik itu. Kemudian bagaimana kita menyampaikannya? Apa saja yang sesuai untuk bisa diberikan kepada siswa? Apakah sesuai ataukah tidak? Semuanya itu perlu diberikan sebuah kajian tersendiri. Pada makalah ini, akan diulas terkait dengan kurikulum 2013 di Indonesia dilihat dari sudut pandang epistemologi. Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya kurikulum 2013 adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor maupun mempurkat kartakter peserta didik. B. Rumusan Masalah Untuk membatasi permasalahan dalam penulisan makalah ini, penulis hanya ingin mengetengahkan dua hal dalam epistimologi pendidikan yaitu : 1. Pengertian Epistimologi secara singkat, dan Korelasi epistimologi terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia?
  • 3. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Epistimologi Pola belajar seseorang mempengaruhi kualitas dan kuantitas seseorang dalam memahami sesuatu. Boleh jadi ketika pendidik menerangkan suatu ilmu kepada 50 peserta didik, daya tangkap mereka berbeda satu dengan yang lainnya. Selain beberapa faktor yang mempengaruhi hal demikian, ada faktor yang sangat mempengaruhinya yaitu Bagaimana mereka mendapat pengetahuan itu? Mengapa berbeda tingkat kualitasnya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di dalam epistemologi. Istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferier pada tahun 1854 (Runes, 1971:94). Secara etimologis epistemologi berakar kata dari bahasa Yunani episteme yang mempunyai arti pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Logos juga berarti pengetahuan. Dari dua pengertian tersebut dapat dipahami bahwa epistemology adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa epistemology membicarakan dirinya sendiri, membedah lebih dalam tentang dirinya sendiri. Dengan kata lain episteme berarti Knowledge atau science, sedangkan logos berarti the theory of the nature of knowing and the means by which we know. Dengan demikian epistemology atau teori pengetahuan didefinisikan sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, hipotesis-hipotesis dan dasar-dasarnya serta reliabilitas umum yang dapat untuk mengklaim sesuatu sebagai ilmu pengetahuan. Pembicaran tentang epistemologi akan berkutat pada tataran apa yang dapat diketahui dan bagaimana cara mengetahui. Dengan demikian dalam pembahasan ini akan mengacu kepada beberapa teori tentang pengetahuan itu sendiri. Membahas epistemology tidak akan lepas dari berbagai teori tentang pengetahuan, meskipun dalam realitasnya banyak teori-teori tentang pengetahuan mempunyai perbedaan- perbedaan. Terjadinya perbedaan tersebut akibat adanya perbedaan metode, obyek, sistem dan tingkat kebenarannya yang berbeda..
  • 4. 4 Ada dua teori tentang kebenaran dan hakekat pengetahuan, dua teori tersebut adalah realisme yang mempunyai pandangan bahwa gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat). Artinya apa yang digambarkan akal adalah sesuai dengan realitas di luar akal atau diri manusia. Dengan pendapat tersebut aliran realisme berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar ketika sesuai dengan kenyataan. Teori kedua tentang hakikat pengetahuan adalah idealisme. Idealisme meyakini bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan realitas adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses mental/psikologis yang bersifat subyektif. Hakikat dari suatu ilmu pengetahuan bila dilihat dari sudut epistemologi adalah berfokus kepada pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama. Sebagai contoh perlakuan antara siswa yang memiliki kemampuan intelektualitas tinggi dengan yang standart. Bagi mereka siswa yang memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata justru akan memilih keluar atau tidur daripada mendengarkan guru mengajar karena merasa bosan, ketika guru memberikan materi yang sebenarnya levelnya disampaikan kepada mereka yang memiliki intelektualitas rata-rata. Mereka harus difasilitasi dengan sesuatu yang lebih. Adanya kelas akselerasi yang notebenennya usaha untuk memfasilitasi anak-anak yag seperti ini teryata menuai pro kontra tersendiri pada beberapa kalangan. Adanya aspek kesenjangan sosial dan adanya pembedaan-pembedaan menyebabkan kontranya sistem ini. Siswa yang memiliki kelebihan dalam hal musik atau olahraga dan memiliki kemampuan yang minim dalam hal matematika misalnya, tentu dia akan merasa kesulitan atau bahkan tersiksa dengan adanya pelajaran ini. Kondisi ini sungguh memprihatinkan pada banyak kalangan. Pasalnya salah satu syarat kelulusan siswa untuk Ujian Nasional (UN) ternyata matematika termasuk ke dalam mata pelajaran yang diujikan. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah kemudian siswa yang
  • 5. 5 memiliki kelebihan seperti itu padahal memiliki kelebihan dalam hal musik atau olahraga termasuk siswa yang bodoh? Bagaimana bentuk penghargaan atas prestasi yang mereka raih? Sejauh ini dari pemeritah terkait dengan Ujian Nasional ini bisa dibilang mereka masih bersikukuh untuk mempertahankan ini. B. Pengertian Kurikulum Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya berarti berlari1 dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.2 Dalam bahasa arab, kurikulum dikenal dengan manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya.3 Kosakata kurikulum telah masuk dalam kosakata bahasa indonesia, dengan arti susunan rencana pengajaran.4 Secara terminologi, para ahli mendefinisikan kurikulum diantaranya : 1. M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan5 2. Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.6 1S. Nasution, Pengembangan KurikulumPendidikan, (Bandung : Citra Ardiya Bakti, 1991), h. 9 2Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002) h. 150 3Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2002) h. 56 4W.J.S Perwadinata, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991) cet. Ke-12, h. 543 5M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 183 6Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h. 121
  • 6. 6 3. Oemar Hamalik menjelaskan bahwa kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa.7 4. Syamsul Nizar menyatakan bahwa kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.8 5. Menurut Iskandar dan Usman Mulyadi, kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh sekolah untuk siswa, melalui program yang direncanakan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan pendidikan yang telah ditentukan.9 6. S. Nasution berpendapat, lazimnya kurikulum dipadang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan berserta staf pengajarnya.10 C. KURIKULUM 2013 Kurikulum 2013 menekankan pada perubahan mindset para pendidik. Hal kecil yang perlu diperhatikan dalam perubahan mindset antara lain: 1. Performance: Pada ajaran Ki Hajar Dewantara sistem pendidikan yang lebih menekankan bada budaya timur yaitu dengan sistem among. Among dalam bahasa jawa yang artinya momong yang mengandung makna bahwa seorang pendidik dalam mendidik selalu mengontrol, mengendalikan, dan mengarahkan terdidik secara proporsional. Hal ini merupakan perubahan dari sistem pendidikan lama yaitu 7Oemar Hamalik, Kurikulumdan Pembelajaran ,( Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 16 8Syamsul Nizar, Op cit. h. 56 9Iskandar W dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988) hlm. 6 10 S. Nasution, Kurikulumdan Pengajaran (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 5
  • 7. 7 seorang pendidik lebih cenderung otoriter dan terkesan lebih menakutkan. Sedangkan dalam kurikulum 2013 peran pendidik diharapkan dapat menjadi pendamping yang sabar, menjadi fasilitator yang cermat dengan keunikan anak, dan melakukan fasilitasi dengan tepat dan efektif. 2. Teaching system: Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah patung yang bernafas yang tidak diberi kebebasan dalam berkreatif. Dalam kurikulum 2013 ini diharapkan siswa lebih proaktif dan kreatif sehingga lebih tercipta suasana yang demokratis, jadi dengan kata lain dalam proses pembelajaran ini adalah memanusiakan manusia. D. Epistimologi kurikulum 2013 Landasan epistimologi pada kurikulum 2013 menurut penulis tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara memperoleh ilmu dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan: a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentsi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun., b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, c) melakukan verivikasi terhadap hipotesis termasuk untuk menguji kebenaran pernyataan secara faktual. Kurikulum 2013 yang dikaji dari landasan Kajian Epistimologi, yakni saat Implementasi kurikulum 2013 telah selesai dilaksanakan, pemahaman masing-masing instruktur nasional, guru inti, kepala sekolah dan guru sasaran tidak semuanya sama. Beberapa persepsi yang berbeda mengalir disekolah masing-masing. Kondisi ini sedikit banyak menimbulkan beberapa pertanyaan yang tidak bertepi dan dapat menjadi resistensi berkelanjutan pada kurikulum 2013. Gambaran umum proses pelaksanaan kurikulum 2013 diantaranya: 1. Bahwa Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan dan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif,
  • 8. 8 inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi 2. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu mengapa. 3. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana. 4. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu apa. 5. Dimana hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Metode pembelajaran dalam kurikulum 2013 menggunakan sistem scientific approach atau dengan istilah lain pendekatan ilmiah. Materi pelajaran dalam pendekatan ilmiah berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dan siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. Hal ini mendorong siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah menerapkan 5 Me yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring : 1. Mengamati Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. 2. Menanya
  • 9. 9 Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. 3. Menalar Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Ada dua cara menalar, yaitu a. Penalaran Induktif Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Contoh: Singa binatang berdaun telinga, berkembang biak dengan cara melahirkan. Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan. Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan. kesimpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. b. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Contoh : Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas.
  • 10. 10 Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi. 4. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari測hari. 5. Membentuk Jejaring Membentuk jejaring dalam hal ini yang dimaksud adalah pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerja sama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama
  • 11. 11 BAB III KESIMPULAN Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa ? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Secara epistemologi, kurikulum 2013 menjawab pertanyaan tentang sejauh mana pengetahuan dapat diperoleh peserta didik secara terpercaya. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang menanamkan 5 Me dalam proses pembelajaran dan gambaran umum proses pelaksanaan kurikulum 2013 yang dijelaskan diatas.
  • 12. 12 Daftar Pustaka Syamsul Nizar, 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta. Ciputat Press, Ramayulis, 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Zakiah Daradjat, dkk, 1992. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta. Bumi Aksara, S. Nasution, 1991. Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung. Citra Ardiya Bakti. S. Nasution, 2010. Kurikulum dan Pengajaran Jakarta : Bumi Aksara, Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran , Jakarta : Bumi Aksara, 2010 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991 Iskandar W dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Bina Aksara, 1988