2. A. Kebudayan Indonesia yang Mulai Hilang
Kita sebagai orang Indonesia yang berbudi luhur pasti tahu dengan budaya
yang akan dibahas ini, tapi belakangan kita bisa melihat, merasakan (bahkan
mungkin mengalami) udah mulai berkurang. Jadi, kami coba angkat deh,
supaya Anda mau mengembalikan budaya kita, menjadi budaya
sesungguhnya!
1. Cium Tangan Pada Orang Tua
Biasanya sih dibilang “salim“, bila di semasa saya hal ini merupakan kewajiban
anak kepada orang tua disaat ingin pergi ke sekolah atau berpamitan ke
tempat lain. Sebenarnya hal ini penting loh, selain menanamkan rasa cinta
kita sama ortu, cium tangan itu sebagai tanda hormat dan terima kasih kita
sama mereka, sudahkah kalian mencium tangan orang tua hari ini?
2. Penggunaan tangan kanan
Bila di luar negeri sih, saya rasa gak masalah dengan penggunaan tangan baik
kanan ataupun kiri, tapi hal ini bukanlah budaya kita. Budaya kita
mengajarkan untuk berjabat tangan, memberikan barang, ataupun makan
menggunakan tangan kanan. (kecuali memang di anugerahi kebiasaan kidal
sejak lahir).
3. 3. Senyum dan Sapa
Ini sih Indonesia banget! Dulu citra bangsa kita identik dengan ramah tamah dan
murah senyum. So, jangan sampai hilang, ya! Ga ada ruginya juga kita ngelakuin hal
ini, toh juga bermanfaat bagi kita sendiri. Karena senyum itu ibadah dan sapa itu
menambah keakraban dengan sekitar kita.
4. Musyawarah
Satu lagi budaya yang udah jarang ditemuin khususnya di kota-kota besar semisal
Jakarta. Kebanyakan penduduk di kota besar hanya mementingkan egonya masing-
masing, pamer inilah itulah, mau jadi pemimpin kelompok ini itu dan bahkan suka
main hakim sendiri. Tapi coba kita melihat desa-desa yang masih menggunakan
budaya ini mereka hidup tentram dan saling percaya, ga ada yang namanya saling sikut
dan menjatuhkan, semua perbedaan di usahakan secara musyawarah dan mufakat.
Jadi sebaiknya Anda yang ‘masih’ merasa muda harus melestarikan budaya ini demi
keberlangsungan negara Indonesia yang tentram dan cinta damai.
Dan budaya yang terakhir,..
5. Gotong Royong
“Itu bukan urusan gue!“, “emang gue pikiran“, Whats up bro? Ada apa dengan kalian?
Hayoolah kita sebagai generasi muda mulai menimbulkan lagi rasa simpati dengan
membantu seksama, karena dengan kebiasaann seperti inilah bangsa kita bisa
merdeka saat masa penjajahan, ga ada tuh perasaan curiga, dan dulu persatuan kita
kuat.
4. B. Permainan tradisional yang telah di geser
dengan permainan modern
1. benthik
permainan yang menggunakan 2 kayu,1 panjang dan 1pendek terdiri dari 3
babak yaitu,:
1.ijen
2.tek tek
3.nyatus
permainan yang hanya bisa di lakukan jika 2 orang atau lebih agar
mengasyikkan.
5. 2. bekel
Bekel banyak dimainkan oleh anak perempuan. Permainan ini dapat
dilakukan sendiri maupun berramai-ramai. Bekel terdiri dari sebuah bola
yang terbuat dari karet, dan beberapa biji bekel yang terbuat dari logam
(kuningan). Intinya adalah mengambil biji bekel secepat mungkin
sebelum bola memantul 2 kali. Pada awalnya biji bekel diambil satu per
satu. Kemudian diambil dua dua, dan seterusnya hingga pada akhirnya
seluruh biji bekel harus diambil dalam sekali genggaman ketika bola bekel
dilempar ke lantai dan memantul kembali. Setelah itu biji bekel harus di
susun tegak satu per satu, dua dua dan seterusnya. Setelah itu biji bekel di
susun miring ke kiri dan selanjutnya miring ke kanan.
6. Dan kebudayaan jawa yang semakin menghilang
ini adalah kromo inggil
Praktisi dan pakar pendidikan bahasa daerah dari Kelompok
Pelestari Bahasa Jawa (KPBJ) Jateng, Harti Muryani mengungkapkan,
satu bahasa lokal yang kini telah berada di ambang kepunahan
adalah Bahasa Jawa Kawi. Sedangkan jenis bahasa yang masih dalam
taraf terancam dari kepunahan adalah Bahasa Jawa Krama Inggil.
Faktor penyebabnya sangat sederhana namun berdampak luar biasa.
Para generasi penerus ternyata merasa dirinya kuno atau kampungan
jika berdialog dengan bahasa lokal terutama jika menetap di kota-
kota besar. Mereka enggan menggunakan bahasa lokal untuk
percakapan sehari-hari. "Karena kehilangan generasi penerus
sementara generasi tua mulai berkurang, maka hilanglah tradisi
percakapan lokal, berganti dengan dialek nasional," kata Harti
Muryani di Purwokerto, Selasa (2/10).