Dokumen tersebut membandingkan perkembangan jaringan telekomunikasi di Indonesia dengan negara lain. Indonesia memiliki tantangan berupa jumlah pulau yang tersebar luas sehingga biaya pembangunan infrastruktur menjadi tinggi. Penetrasi internet dan teledensitas Indonesia masih rendah dibanding negara Asia lain. Namun, tarif telepon di Indonesia termasuk yang paling murah di dunia karena persaingan operator seluler.
1 of 8
Download to read offline
More Related Content
Perbandingan perkembangan jaringan telekomunikasi di indonesia dengan negara lain(m8)
3. Perkembangan Telekomunikasi di Dunia
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki sekitar 17 ribu lebih pulau (6 ribu
pulau berpenduduk) yang tersebar dalam area geografis 1.919.440 km2. di satu sisi
kondisi ini merupakan suatu keuntungan yang besar bagi bangsa kita karena
memiliki sumber daya yang besar, baik secara demografis maupun geografis.
Jumlah pulau yang tersebar begitu banyak justru menjadi hambatan dalam proses
pembangunan dan pengembangan TIK. Aspek tingginya biaya menjadi salah satu
faktor penting sulitnya pembangunan dan pengembangan TIK hingga ke pelosok
negeri, sehingga fokus pembangunan lebih banyak dititikberatkan pada wilayah-
wilayah yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi seperti pulau Jawa dan sebagian
Sumatra.
Selain itu, perkembangan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia
masih belum memadai. Jumlah sambungan telepon tetap baru 8,7 juta atau dengan
tingkat teledensitas kurang dari 4 persen. Sementara pemerintah menargetkan
jumlah sambungan telepon per 100 penduduk sebesar 13% pada tahun 2009. Hal
itu berkebalikan dengan penetrasi telepon seluler yang telah mencapai 22,8%.
Sampai saat ini terdapat sekitar 43 ribu desa atau 65% desa yang belum terjangkau
oleh jaringan telepon.
4. Asumsi dari Internet World Stats yang memprediksi
dari jumlah penduduk Indonesia di tahun 2009 adalah
sekitar 240 juta orang penetrasi internet diperkirakan
hanya 10,4 persen. Indonesia hanya menempati
ranking ke-22 dari seluruh negara di Asia Untuk 5
besar penetrasi internet di Asia adalah:
1. Korea Selatan (77,3%)
2. Jepang (74,0%)
3. Hongkong (69,2%)
4. Singapura (66,7%)
5. Taiwan (65,9%)
5. Di sektor sumber daya manusia, jumlah perguruan tinggi (baik negeri maupun swasta)
yang melaksanakan program informatika/komputer berjumlah 476 perguruan tinggi,
bidang komunikasi berjumlah 136 perguruan tinggi, dengan lulusan per tahunnya
sebanyak + 25.000 orang, dimana hal ini masih jauh dari kebutuhan secara nasional.
Kondisi ini didukung oleh rata-rata partisipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan
yang masih rendah. Terutama untuk 7-12 tahun dan 13-15 tahun hanya mencapai angka
95,26% dan 82,09% bahkan untuk tingkat perguruan tinggi hanya mencapai angka 13%
(BPS, 2006).
Di lain sisi, Pemerintah menargetkan pada tahun 2010 seluruh desa dan kecamatan di
Tanah Air telah terhubung dengan infrastruktur telepon dan internet. Pada tahun 2010
seluruh daerah perbatasan di tanah air juga diharapkan dapat menerima siaran TVRI dan
RRI. Sebelumnya menurut Menteri Komunikasi dan Informasi (Kabinet Indonesia
Bersatu I), Mohammad Nuh mengatakan, total desa yang belum terjangkau jaringan
telekomunikasi sebanyak 31 ribu. Akhir tahun 2009, semua jaringan dapat menjangkau
seluruh desa. Menurutnya, untuk menyediakan jaringan telekomunikasi tersebut
disediakan anggaran sekitar Rp 2 triliun. Setelah jaringan tersambung yang menjadi
pemikiran ialah keterjangkauan akses telekomunikasi bagi masyarakat desa. Sebab, dari
akses internet tersebut masyarakat bisa melakukan transaksi ekonomi. Seluruh desa di
Indonesia jumlahnya mencapai 72 ribu lebih yang ditargetkan memiliki rumah pintar
lengkap dengan semua fasilitas penunjangnya termasuk jaringan internet.
6. Negara Dengan Biaya Telekomunikasi Termurah
di Dunia
Biaya telepon di setiap negara bervariasi. Ada yang sangat mahal seperti Jepang,
mencapai Rp 10.000 per menit. Ada pula yang tarifnya relatif terjangkau, bahkan
untuk masyarakat kelas menengah ke bawah sekalipun.
Lembaga riset Frost & Sullivan membuat daftar perbandingan tarif telepon (on
voice tariff) antar negara. Hasilnya relatif mengejutkan. Sebab, mayoritas negara-
negara maju di Eropa dan Amerika Utara cenderung membayar biaya telepon lebih
mahal dibanding negara kawasan Asia Pasifik.
Analis Frost & Sullivan Nitin Bhat menilai situasi tersebut wajar. Sebab, sistem
pembayaran yang biasanya dipakai di negara maju adalah pascabayar. Tarif
telepon di negara berkembang cenderung lebih murah karena penduduk yang
banyak serta banyak operator di pasar telekomunikasi seluler.
“Faktor demografi, aturan pemerintah, dan jumlah pemain di bisnis ini sangat
menentukan tarif telepon,” ujarnya di Senayan, Jakarta, Rabu (6/2).
7. Salah satu kunci mahalnya biaya menelepon adalah keberadaan sistem
roaming. Alias pengguna telepon membayar untuk setiap panggilan yang
masuk. Mayoritas operator telekomunikasi Amerika Serikat menerapkan
sistem seperti ini untuk pelanggan pascabayar, sehingga biaya bercakap-
cakap konsumen di negara itu relatif besar.
Syarat lain agar tarif bercakap-cakap via ponsel bisa murah adalah
ketersediaan infrastruktur. Buruknya jaringan di kebanyakan negara Afrika,
seperti Tanzania dan Nigeria, menurut Bhat, mengakibatkan biaya telepon
memakan sampai 35 persen pengeluaran pemilik ponsel per bulan.
Maka, beruntunglah rakyat di lima negara berikut yang menikmati
sambungan telepon lokal dan interlokal paling murah di dunia, salah satunya
adalah Indonesia.
Sama halnya dengan India, Indonesia juga dinobatkan sebagai negara
dengan tarif telepon termurah sejagat. Biaya untuk mengobrol hanya USD 1
sen per menit atau di kisaran Rp 90-100 setiap 60 detik.
8. Ninit Bhat dari lembaga Frost & Sullivan menyebut, saat ini belum ada negara
lain yang memiliki skema tarif komunikasi semurah di Indonesia.
“Sulit dicari bandingannya, bahkan di Asia Pasifik tarif telepon Indonesia dan
India paling murah,” ujarnya.
Awal reformasi, hanya orang kaya dan kelas menengah yang punya telepon
rumah atau telepon genggam. Pasalnya, biaya pulsa mencekik leher baik lintas
maupun ke sesama operator.
Situasi pun berubah ketika terjadi perang tarif pada 2005, seiring populernya
sistem prabayar dan murahnya biaya menelepon sesama pengguna operator
tertentu.
Pemain besar seperti Telkomsel, XL, dan Indosat saling banting harga, apalagi
ketika operator CDMA masuk ke pasaran. Saat ini, hampir seluruh operator di
Indonesia menawarkan tarif telepon relatif murah dibandingkan negara-negara
lain.
Sumber: http://fitria-sumawardani.blogspot.com/2014/11/biaya-telekomunikasi-di-indonesia-serta.html