1. REMAJA ANTARA TEMAN SEBAYA DAN KARAKTER SOSIALNYA
Abrori, M.Kes
Remaja (Adolesence) berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya,
adolensecentia yang berarti remaja), yang berarti pula tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa
dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja
awal (10–14 tahun), masa remaja penengahan (14–17) tahun) dan masa remaja akhir (17–
19 tahun), Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik biologis psikologis maupun
sosial, tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan
kejiwaan (Santrok,2003).
Konsep tentang remaja, bukanlah berasal dari bidang hukum, melainkan berasal dari
bidang ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi dan Paedagogi.
Konsep remaja merupakan konsep yang relatif baru muncul setelah era industrialisasi
merata di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya. Di
Indonesia, konsep remaja tidak dikenal dalam undang-undang yang berlaku. Hukum
Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa walaupun batasan yang diberikan
berbeda-beda. Hukum perdata misalnya, memberikan batasan usia 21 tahun (atau kurang
dari itu tapi sudah menikah) untuk menyatakan kedewasaan seseorang. Hukum pidana
memberikan batasan 18 tahun sebagai usia dewasa (atau yang kurang dari itu tapi sudah
menikah). Anak-anak yang kurang dari 18 tahun masih menjadi tanggung jawab orang
tuanya kalau ia melanggar hukum pidana. (Hurlock, 1990)
Undang-Undang Kesejahteraan Anak (UU No.4/1979) usia 21 tahun dan belum
menikah adalah sebagai anak-anak. Oleh karena itu, berhak mendapat perlakuan dan
kemudahan yang diperuntukkan bagi anak. Undang-undang lalu lintas menetapkan batas
usia 18 tahun untuk SIM-A (surat izin mengemudi kendaraan roda empat berbobot dua ton).
Batas 21 tahun untuk SIM-BI ke atas (kendaraan roda empat di atas dua ton). Undang-
undang ini tidak mengecualikan mereka yang sudah menikah di bawah usia tersebut dan
memperlakukan semua yang di bawah usia tersebut sebagai belum cukup umur atau belum
dewasa.
Tampaknya hanya undang-undang perkawinan saja yang mengenal konsep remaja
walaupun secara tidak terbuka. Usia minimal untuk suatu perkawinan menurut undang-
undang tersebut adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 UU No.
1/1974 tentang Perkawianan). Jelas bahwa undang-undang tersebut menganggap orang di
atas usia bukan lagi anak-anak sehingga mereka sudah boleh menikah. Walaupun begitu,
selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua (Pasal 6
Ayat 2 UU No. 1/1974). Dari batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa waktu antara 16/19
tahun sampai 21 tahun inilah yang dapat disejajarkan dengan pengertian-pengertian remaja
dalam ilmu-ilmu sosial yang lain.
2. WHO (World Health Organization) Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi
tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Remaja adalah suatu masa ketika: pertama
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Kedua Individu mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Ketiga
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri.
Pada tahun-tahun berikutnya, definisi ini semakin berkembang ke arah yang lebih
konkret operasional. WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia
remaja. Selanjutnya WHO menyatakan walaupun definisi di atas terutama didasarkan pada
usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-
14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Dalam hal ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (youth). (Pratiwi, 2004) Di
Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia
14-24 tahun sebagai usia muda. Hal ini dikemukakan dalam sensus penduduk 1980.
(Widjanarko, 1999)
Secara nasional, belum ada profil remaja Indonesia yang seragam. Namun, sebagai
pedoman umum dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk
remaja Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut: pertama Usia 11 tahun adalah usia
ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik). Kedua
Usia 11 tahun sudah dianggap akil balig, baik secara adat maupun agama sehingga
masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak. Ketiga Pada usia tersebut
mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya fase genital
dari perkembangan psikoseksual (Freud) &tercapainya puncak perkembangan kognitif
(Piaget) maupun moral (Kohlberg).
Batas usia 25 tahun yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas
usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh
sebagai orang dewasa. Dengan perkataan lain, orang-orang sampai batas usia 24 tahun
belum memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologi, masih
digolongkan remaja.
Aspek-Aspek Perkembangan Pada Remaja
Perkembangan dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju
kearah suatu organisasi pada tingkat integritasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan,
pematangan dan belajar (F.J.Monks, dkk dalam Desmita, 2012:190). Aspek-aspek
perkembangan tersebut secara umum akan diuraikan sebagai berikut.
Perubahan fisik
Perkembangan pada remaja ditandai dengan dua ciri (Desmita, 2012:190), yaitu ciri
seks primer dan ciri seks sekunder. Perubahan ciri-ciri seks primer menunjuk pada organ
tubuh yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, sedangkan ciri seks
sekunder adalah pertumbuhan yang melengkapi kematangan individu sehingga tampak
sebagai lelaki atau perempuan. Remaja pria mengalami pertumbuhan bulu-bulu pada kumis,
3. jambang, janggut, tangan, kaki, ketiak, dan kelaminnya. Pada pria telah tumbuh jakun dan
suara remaja pria berubah menjadi parau dan rendah. Kulit berubah menjadi kasar. Pada
remaja wanita juga mengalami pertumbuhan bulu-bulu secara lebih terbatas, yakni pada
ketiak dan kelamin. Pertumbuhan juga terjadi pada kelenjar yang bakal memproduksi air
susu di buah dada, serta pertumbuhan pada pinggul sehingga menjadi wanita dewasa
secara proporsional
Perkembangan kognitif
Masa remaja adalah satu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan
menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Dalam hal ini, karena
selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf
yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa
remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan
sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe berfungsi dalam aktivitas kognitif
tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan
mengambil keputusan (Mussen, Conger & Kagan dalam Desmita, 2012:194)
Ditinjau dari perspektif teori Piaget, maka pemikiran masa remaja telah memasuki
tahap pemikiran operasional formal. Remaja sudah dapat berpikir secara abstrak, hipotetis,
sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkret. Lima hal
pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasional formal remaja
dikemukakan oleh Keating (Yusuf, 2005: 195) yaitu sebagai berikut: Pertama cara berpikir
remaja berlainan dengan cara berpikir anak-anak, yang tekanannya kepada kesadarannya
sendiri di sini dan sekarang (here and now),cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dua
kemungkinan (word of possibilities), remaja sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi
dan dapat membedakan antara yang nyata dan konkret dengan yang abstrak dan mungkin.
Kedua melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara
ilmiah. Ketiga remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat
perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.Keempat
remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif
itu efisien atau tidak efisien, serta menghabiskan waktunya untuk mempertimbangkan
pengaturan kognitif internal tentang bagaimana dan apa yang haru dipikirkan. Dengan
demikian, introspeksi menjadi bagian kehidupan remaja sehari-hari. Kelima berpikir operasi
formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir. Horizon
berpikirnya semakin meluas, bisa meliputi aspek agama, keadilan, moralitas, dan identitas.
Perkembangan berpikir remaja dapat termanifestasi pada pengambilan keputusan.
Peningkatan kemampuan dalam mengambil keputusan terjadi pada masa remaja. Remaja
mulai mengambil keputusan-keputusan tentang masa depan, sekolah lanjutan, keputusan
mengikuti ekstrakurikuler, keputusan berteman dengan siapa saja, dan sebagainya. Pada
masa ini, remaja perlu memiliki lebih banyak peluang untuk mempraktikan dan
mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis dan positif. Daniel Keating (Desmita,
2012:199) mengungkapkan kalau keputusan yang diambil remaja tidak disukai, maka
remaja perlu diberikan suatu pilihan yang lebih baik untuk dipilih.
4. Perkembangan sosial
Hal-hal yang berkaitan dengan penyesuaian sosial merupakan salah satu tugas
perkembangan pada masa remaja. Kuatnya pengaruh teman sebaya merupakan salah satu
karakteristik perkembangan sosial di masa remaja. Pengaruh teman sebaya lebih
berpengaruh bagi remaja dibandingkan dengan pengaruh keluarga pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku.
Pada masa ini berkembang juga sikap konformitas. Yusuf (2005: 198) mendefinisikan
konformitas sebagai kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain (teman sebaya). Sikap konformitas ini
dapat berdampak baik dan buruk bagi remaja bergantung pada nilai, opini, kebiasaan,
kegemaran, atau keinginan yang diikutinya.
Perkembangan kognisi sosial merupakan salah satu ciri penting dari karakteristik
perkembangan remaja. Dacey & Kenny (Desmita, 2012:205) mendefinisikan kognisi sosial
sebagai kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan
interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman serta berguna untuk
memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi.
Desmita (2012:205) mengungkapkan salah satu bagian penting dari perubahan
perkembangan aspek kognisi sosial remaja adalah egosentrisme remaja. Egosentrisme
yang dimaksud yaitu kecenderungan remaja untuk menerima dunia dari perspektif remaja itu
sendiri.
Perkembangan kepribadian
Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan integrasi
kepribadian. Faktor-faktor dan pengalaman baru yang tampak terjadinya perubahan-
perubahan kepribadian pada masa remaja, meliputi (a) perolehan pertumbuhan fisik yang
menyerupai masa dewasa; (b) kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-
dorongan dan emosi baru; (c) kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk
mengarahkan diri dan mengevaluasi kembali tentang standar (norma), tujuan, dan cita-cita;
(d) kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual, berteman dengan pria atau
wanita; dan (e) munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anak dan
masa dewasa (Yusuf, 2005: 201).
Perkembangan identitas diri merupakan aspek penting dalam masa remaja. Menurut
Desmita (2012:211) dalam konteks psikologi perkembangan, pembentukan identitas
merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada
akhir masa remaja. Menurut James Marcia dan Waterman (Yusuf, 2005: 201) identitas diri
merujuk kepada pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-
kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi
kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi
seksual dan filsafat hidup. Terdapat empat alternatif bagi remaja dalam menguji diri dan
pilihan-pilihannya, yaitu sebagai berikut: (1) Identity achievement, yang berarti setelah
remaja memahami pilihan yang realistik, maka remaja harus membuat pilihan dan
5. berperilaku sesuai dengan pilihan yang diambil; (2) Identity foreclosure, yang berarti
menerima pilihan orangtua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan;
(3) Identity diffusion, yang berarti kebingungan tentang siapa dirinya dan mau apa dalam
hidup ; (4) Moratorium, yang menurut Erikson berarti penundaan dalam komitmen remaja
terhadap pilihan-pilihan aspek pribadi atau okupasi. Marcia memperluas pengertiannya yaitu
meliputi usaha-usaha yang aktif remaja untuk menghadapi krisis pembentukan identitas diri.
Tugas – Tugas Perkembangan Remaja
Havighurst (dalam Panut, 2005:23) menyebutkan adanya sepuluh tugas
perkembangan remaja yaitu : (1) menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya
secara efektif; (2) menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita; (3)
menginginkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab sosial; (4) mencapai
kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya; (5) belajar bergaul dengan
kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki;
(6) perkembangan skala nilai; (7) secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih
adekuat; (8)persiapan mandiri secara ekonomi; (9)pemilihan dan latihan jabatan; (10)
mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Pada masa
peralihan ini, seorang remaja mengalami banyak perubahan, baik perubahan dari segi fisik,
psikis maupun sosial. Secara sosial, remaja dihadapkan dengan problem yang berkaitan
dengan interaksi terhadap orang lain maupun terhadap lingkungan, remaja juga dituntut
untuk mampu memilah mana yang akan diikuti dan mana yang tidak.
Penulis Alumni Kajian Kesehatan Reproduksi, HIV dan AIDS Undip Semarang
Daftar Pustaka
1. Adolescent Pregnancy And Parenthood. (Online). (Diakses tanggal 20 Feb 2010).
Diunduh dan: http:llwww.encdigests.org/pre-92 14/pregnancy. Html
2. Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston:
McGraw-Hill.
3. Widjanarko, M. Seksualitas Remaja. Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 1999.
4. Pratiwi. Pendidikan Seks untuk Remaja. Penerbit Tugu. Yogyakarta. 2004.
5. Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M.,
Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of
Developmental Psychology, 1993
6. Sulaeman, D.. Psikologi Remaja (Dimensi-dimensi Perkembangan). Bandung: Mandar
Maju. 1995
6. berperilaku sesuai dengan pilihan yang diambil; (2) Identity foreclosure, yang berarti
menerima pilihan orangtua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan;
(3) Identity diffusion, yang berarti kebingungan tentang siapa dirinya dan mau apa dalam
hidup ; (4) Moratorium, yang menurut Erikson berarti penundaan dalam komitmen remaja
terhadap pilihan-pilihan aspek pribadi atau okupasi. Marcia memperluas pengertiannya yaitu
meliputi usaha-usaha yang aktif remaja untuk menghadapi krisis pembentukan identitas diri.
Tugas – Tugas Perkembangan Remaja
Havighurst (dalam Panut, 2005:23) menyebutkan adanya sepuluh tugas
perkembangan remaja yaitu : (1) menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya
secara efektif; (2) menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita; (3)
menginginkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab sosial; (4) mencapai
kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya; (5) belajar bergaul dengan
kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki;
(6) perkembangan skala nilai; (7) secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih
adekuat; (8)persiapan mandiri secara ekonomi; (9)pemilihan dan latihan jabatan; (10)
mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Pada masa
peralihan ini, seorang remaja mengalami banyak perubahan, baik perubahan dari segi fisik,
psikis maupun sosial. Secara sosial, remaja dihadapkan dengan problem yang berkaitan
dengan interaksi terhadap orang lain maupun terhadap lingkungan, remaja juga dituntut
untuk mampu memilah mana yang akan diikuti dan mana yang tidak.
Penulis Alumni Kajian Kesehatan Reproduksi, HIV dan AIDS Undip Semarang
Daftar Pustaka
1. Adolescent Pregnancy And Parenthood. (Online). (Diakses tanggal 20 Feb 2010).
Diunduh dan: http:llwww.encdigests.org/pre-92 14/pregnancy. Html
2. Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston:
McGraw-Hill.
3. Widjanarko, M. Seksualitas Remaja. Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 1999.
4. Pratiwi. Pendidikan Seks untuk Remaja. Penerbit Tugu. Yogyakarta. 2004.
5. Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M.,
Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of
Developmental Psychology, 1993
6. Sulaeman, D.. Psikologi Remaja (Dimensi-dimensi Perkembangan). Bandung: Mandar
Maju. 1995