際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
(032) HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DAN KEMATANGAN EMOSI
DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA AWAL

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah suatu periode yang sering dikatakan sebagai periode badai dan
tekanan yaitu sebagai suatu masa dimana terjadi ketegangan emosi yang tinggi yang
diakibatkan adanya perubahan fisik dan kelenjar (Hurlock, 1980: 212). Di masa ini
remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu, karena mereka ada dalam
masa peralihan dan mereka berusaha menyesuaikan perilaku baru dari fase-fase
perkembangan sebelumnya. Gejolak ditimbulkan baik oleh fungsi sosial remaja dalam
mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri dan memantapkan
posisinya dalam masyarakat); oleh pertumbuhan fisik (perkembangan tanda-tanda
seksual sekunder), perkembangan inteligensi (penalaran yang tajam dan kritis), serta
perubahan emosi (lebih peka, cepat marah dan agresif).
Pada umumnya permulaan masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik.
Kurang lebih bersamaan dengan perubahan fisik maupun psikis, mereka mulai
melepaskan diri dari ikatan orang tua dan kemudian terlihat perubahan-perubahan
kepribadian yang terwujud dalam cara hidup mereka untuk menyesuaikan diri dalam
masyarakat (Gunarsa, 1988).
Hurlock (1980:213) menyatakan bahwa lingkungan sosial yang menimbulkan perasaan
aman serta keterbukaan yang berpengaruh dalam hubungan sosial. Masa remaja yang
identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk
dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani tidak
memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, mereka seringkali meluapkan
kelebihan energinya ke arah yang negatif, salah satunya adalah muncul perilaku agresi.
Perilaku agresi merupakan salah satu bentuk respon yang bertujuan untuk mereduksi
ketegangan dan frustasi melalui bentuk-bentuk tingkah laku yang menyerang,
menuntut, menguasai, memerintah orang lain, melawan disiplin, memberontak,
kecenderungan tidak setuju terhadap pendapat atau perbuatan orang lain, yang
disebabkan oleh faktor-faktor psikologis atau gangguan-gangguan lainnya. Perilaku
agresi ini dilakukan secara verbal maupun fisik dengan disengaja (Schneiders, 1964)
Penelitian Mutadin (2002) yang menyatakan bahwa ada banyak contoh dalam
kehidupan menampakkan perilaku agresi di lingkungan sekitarnya, mulai dari tawuran
atau perkelahian antar pelajaran, sikap anti sosial, sikap anti kemapanan, pertentangan
dengan figur otoritas seperti orang tua maupun orang-orang yang dianggap penting,
serta banyak lagi contoh perilaku agresi remaja yang lainnya.
Bentuk nyata perilaku agresi yang dilakukan contohnya yaitu perkelahian atau tawuran
antar pelajar yang sering menimbulkan korban jiwa. Di kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta melalui Bimas Polri
Metro pada tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar, tahun 1994 meningkat
menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus
dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada
130 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan pada tahun
berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun
jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam
satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Tambunan, 2001).
Fenomena mengenai mudahnya para pelajar berkelahi atau yang sering disebut
tawuran, menjadi permasalahan yang sangat memprihatinkan, Berdasarkan interview
dengan beberapa siswa SMK Islam 1 Blitar pada 6 September 2007, dapat diambil
keterangan bahwa perkelahian yang terjadi biasanya karena adanya alasan sepele,
hanya dengan adu pandang dengan remaja lain yang ditafsirkan sebagai suatu
tantangan, perebutan wanita atau biasanya ada remaja lain yang menjahili sang pacar
hingga menimbulkan perkelahian, kesalahpahaman dan perselisihan pembicaraan,
membela teman dalam satu geng sehingga menimbulkan perkelahian massal atau
tawuran. Peristiwa tersebut banyak mendapat sorotan dan perhatian baik dari orang
tua, pemerintah, pendidik serta psikolog karena adanya gejala peningkatan tingkah laku
agresi.
Remaja yang berperilaku agresi secara konsisten menunjukkan kekurangan dalam
kemampuan interpersonal mereka terhadap perencanaan dan manajemen agresi
(Mundy, 1997). Kemunculan perilaku agresi bisa disebabkan karena berhadapan
dengan situasi-situasi atau keadaan yang tidak menyenangkan dalam lingkungannya.
Krahe (2005:111) menyatakan beberapa faktor yang dapat mendorong dan
meningkatkan perilaku agresi, antara lain keadaan yang dapat menyebabkan frustasi,
penggunaan alkohol, efek senjata, keadaan yang berdesak-desakan (crowding),
kebisingan, polusi udara, dan efek temperatur udara.
Bandura (dalam Tarmudji, 2001) menyatakan ada tiga sumber munculnya tingkah laku
agresif antara lain pengaruh keluarga, pengaruh subkultural, dan modeling (vicarious
learning). Perilaku agresi merupakan hasil proses belajar dalam interaksi sosial yang
dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Lingkungan sosial dalam hal ini mencakup
lingkungan keluarga sebagai lingkungan primer yang merupakan peletak dasar yang
membentuk perilaku, selain lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Sebagai faktor eksternal, pola asuh keluarga memiliki andil yang cukup besar dalam
membentuk perilaku agresi pada remaja. Kartono (2003: 61-62) mengemukakan bahwa
keluarga tidak bahagia dan berantakan akan mengembangkan emosi kepedihan dan
sikap negatif pada lingkungannya. Anak akan menjadi tidak bahagia, emosinya
gampang meledak dan akan mengalami gangguan dalam penyesuaian sosialnya.
Akibatnya, anak akan mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga untuk
memecahkan semua kesulitan batinnya, sehingga timbul perilaku agresi.
Willis (1993) menyatakan bahwa salah satu penyebab perilaku agresi yaitu dari
lingkungan keluarga yang meliputi kurang perhatian orang tua, kurangnya pengawasan
terhadap remaja serta dari perilaku orang tua sendiri. Oleh karena itu, pola asuh dalam
keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan anak. Selain itu masa remaja
adalah masa dimana mereka mulai meninggalkan masa anak-anak yang bergantung
pada orang tua, dengan mencari identitas diri untuk menjawab siapa diri mereka dan
menemukan tempatnya di dunia ini. Dalam mencari identitas / jati diri, mereka biasanya
menilai dan meniru perilaku orang dewasa sambil menyadari apa yang diharapkan oleh
orang dewasa. Model pertama yang mereka tiru biasanya tidak jauh adalah dari
keluarga mereka sendiri yaitu dari orang tuanya. Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang menentukan perilaku remaja. Pola asuh orang tua paling berperan dalam
ini. Perilaku orang tua mereka, yang telah terasa dan teramati sejak keluar dari rahim
sang ibu, telah tertanam pada diri mereka. Mulai dari belajar untuk bicara hingga
mengenal berbagai norma yang harus mereka patuhi. Dalam hal ini pola asuh orang tua
adalah salah satu contoh yang berpengaruh dalam perkembangan remaja.
Pola asuh orang tua menurut Hurlock (1973) dikategorikan menjadi tiga, yaitu : otoriter,
demokratis dan permisif, yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Dari
pola asuh tersebut timbul suatu perilaku baru yang muncul akibat diterapkannya dalam
suatu keluarga. Pada pola asuh otoriter, orang tua mengontrol segala aktivitas anak
dengan ketat, menuntut anak selalu patuh pada orang tua, membuat anak
menyesuaikan diri dengan standar yang ditentukan oleh orang tua dan menghukum
keras bila anak melanggar aturan, anak tidak dipuji saat mau melakukan sesuatu, serta
tidak memperhatikan keinginan anak karena orang tua cenderung memaksakan
kehendaknya. Akibatnya menyakitkan hati anak sehingga terkadang anak ngambek dan
tidak melaksanakan perintah orang tua, menimbulkan rasa takut dan dendam, tidak
adanya rasa kasih sayang kepada orang tua sehingga timbul perilaku agresi untuk
menentang kehendak orang tua. Selain itu dalam aplikasi kehidupan sehari-hari, remaja
yang dalam asuhan otoriter cenderung memunculkan perilaku agresi kepada
lingkungan sekitar sebagai modeling dari perilaku orang tua kepadanya. Pada pola
asuh demokratis, orang tua memberi kesempatan pada anak untuk mengatakan
pendapat, keluhan, kegelisahan dan menjelaskan bagaimana anak diharapkan. Selain
itu anak akan dihukum bila melakukan kesalahan. Akibatnya bagi remaja yang dalam
asuhan demokratis merasa mendapatkan perhatian dari orang tuanya dan cenderung
malu atau sungkan dalam melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak
orang tua. Biasanya remaja melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak
orang tua maupun perilaku agresi mereka secara sembunyi dari orang tua mereka.
Pada pola asuh permisif, orang tua membiarkan anak membuat regulasi sendiri dengan
hanya menyediakan sumber yang diperlukan anak, serta tidak adanya reward dan
punishment. Akibatnya bagi remaja yang dalam asuhan permisif merasa bebas
melakukan segalanya termasuk melampiaskan perilaku agresinya dan merasa acuh tak
acuh bila dinasehati orang lain bilamana mereka melakukan kesalahan.
Berdasarkan penelitian Baldwin (dalam Gerungan, 2000), membandingkan keluargakeluarga yang interaksinya bercorak demokratis dengan keluarga dimana pengawasan
orang tua yang keras terhadap anak (otoriter). Ia memperoleh hasil bahwa semakin
otoriter orang tuanya semakin berkurang ketaatan, timbulnya ciri-ciri pasifitas,
kurangnya inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang dan
takut-takut. Sebaliknya sikap-sikap demokratis dari orang tua menimbulkan ciri-ciri
berinisiatif, tidak takut-takut, lebih giat dan terencana, namun juga masih dimungkinkan
untuk berkembangnya sifat-sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri dari remaja
tersebut.
Selain pola asuh, terdapat pula kematangan emosi sebagai faktor internal yang ikut
memberikan andil dalam menentukan perilaku agresi bagi remaja. Kematangan emosi
dapat diketahui dari cara seseorang dapat mengatasi suatu masalah yang dihadapinya,
dapat menempatkan diri, dan mengontrol respon emosi yang sesuai dengan situasi
maupun individu yang sedang dihadapinya (Chaplin, 2001:165). Seorang remaja yang
matang secara emosi dapat bereaksi secara positif dan tepat sesuai dengan tempat
dan situasi.
Perkembangan emosi yang terjadi pada usia remaja mulai mengalami perbaikan dari
tahun ke tahun. Namun terkadang emosi mereka mudah meledak di saat mereka
mendapatkan pengaruh atau rangsangan yang mengakibatkan berkurangnya kontrol
terhadap emosi mereka. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari
bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan temanteman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seringkali remaja yang kematangan emosinya kurang, mengakibatkan diri mereka
kurang mampu dalam mengontrol perilaku agresinya. Emosi yang tidak ditekan dan
dikontrol dengan baik akan dapat menimbulkan perilaku agresi sebagai sarana
pengekpresian emosi mereka yang tak terkontrol dan tak terarah.
Hal tersebut di atas sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Trisnaningtyas
(2004:40) tentang hubungan antara kestabilan emosi dengan agresivitas pada petugas
Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Trisnaningtyas, kestabilan emosi berhubungan
erat dengan agresivitas. Kestabilan emosi tampak pada individu saat dihadapkan pada
suatu permasalahan. Individu yang stabil emosinya akan memiliki muatan emosional
yang rendah, mampu menganggulangi permasalahan yang dihadapi dan tidak
mengalami kesulitan emosional yang berlebih dalam merespon peristiwa yang riil dan
berimajinasi; sehingga dengan kestabilan emosi, individu tidak mengalami kesulitan
atau terhambat dalam melakukan penyesuaian terhadap lingkungan.
Sedangkan pada individu yang tidak stabil emosinya, dalam menghadapi permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari cenderung tidak dapat memfokuskan diri, melakukan
penghindaran, memusuhi orang lain, memperlihatkan rasa kurang simpatik, mengalami
kesulitan emosional terhadap situasi yang menekannya dan bereaksi negatif. Menurut
Eysenck (dalam Trisnaningtyas, 2004:41) individu ini mempunyai kecenderungan
mengalami konflik, hambatan atau kegagalan dalam menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungan.
SMK Islam 1 Blitar merupakan sekolah menengah kejuruan di bidang teknik yang
mempunyai program keahlian yaitu otomotif, mesin, listrik, perkayuan dan bangunan.
Siswa SMK Islam 1 Blitar rata-rata berada dalam usia remaja awal yaitu berumur antara
15  17 tahun. Sebagian besar siswa yang ada di sekolah tersebut berasal dari luar
kota Blitar atau bertempat tinggal di kabupaten Blitar, sedangkan SMK Islam 1 Blitar
berada di kotamadya Blitar. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu guru
BK SMK Islam 1 Blitar masalah yang dimiliki oleh siswa SMK Islam 1 Blitar antara lain
siswa sering membolos, melanggar peraturan sekolah, dan perilaku perkelahian antar
pelajar (wawancara, 2007). Perkelahian antar pelajar merupakan salah satu perilaku
agresi yang menjadi masalah yang cukup memprihatinkan bagi pihak SMK Islam 1
Blitar, karena terjadi secara tiba-tiba dan terjadi dalam tiap tahun. Permasalahan ini
dapat diakibatkan oleh faktor ekonomi, faktor lingkungan maupun faktor individu.
Namun berdasarkan interview dengan beberapa siswa, faktor lingkungan dan faktor
individu menjadi indikasi utama pada salah satu perilaku agresi ini (interview, 2007).
Lingkungan pertama bagi siswa adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga para
siswa SMK Islam 1 Blitar memiliki pola asuh yang berbeda-beda dalam mendidik anak.
Pola asuh otoriter, demokratis dan permisif dapat menentukan tingkat agresifitas bagi
siswa atau penyebab eksternal dari perilaku agresi. Sedangkan faktor internal yang
sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku agresi yaitu kematangan emosi.
Seseorang yang memiliki kematangan emosi tinggi dapat menilai sesuatu secara kritis
dan mampu mengendalikan perilaku agresinya. Dalam hal ini mengindikasikan bahwa
perilaku agresi yang muncul pada siswa SMK Islam 1 Blitar dapat diteliti melalui pola
asuh orang tua dan kematangan emosinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
judul Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dan Kematangan Emosi Dengan Perilaku
Agresi Remaja Awal Di SMK Islam 1 Blitar
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini, adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kecenderungan pola asuh orang tua pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
2. Bagaimana tingkat kematangan emosi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
3. Bagaimana tingkat perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
4. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresi pada
remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
5. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku agresi pada
remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
6. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh permisif dengan perilaku agresi pada
remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
7. Apakah terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi pada
remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
8. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dan kematangan emosi
dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai
berikut.
1. Mengetahui kecenderungan pola asuh orang tua pada remaja di SMK Islam 1 Blitar.
2. Mengetahui tingkat kematangan emosi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar.
3. Mengetahui tingkat perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar.
4. Mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresi pada remaja
di di SMK Islam 1 Blitar.
5. Mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku agresi pada
remaja di di SMK Islam 1 Blitar.
6. Mengetahui hubungan antara pola asuh permisif dengan perilaku agresi pada remaja
di di SMK Islam 1 Blitar.
7. Mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi pada
remaja di SMK Islam 1 Blitar.
8. Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan kematangan emosi dengan
perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar.
D. Hipotesa Penelitian
Menurut Arikunto (2002) Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang ditentukan
oleh peneliti, tetapi harus dibuktikan atau dites atau diuji kebenarannya. Dalam
penelitian ini hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut.
1. Terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresi pada remaja di
SMK Islam 1 Blitar.
2. Terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku agresi pada remaja
di SMK Islam 1 Blitar.
3. Terdapat hubungan antara pola asuh permisif dengan perilaku agresi pada remaja di
SMK Islam 1 Blitar.
4. Terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di
SMK Islam 1 Blitar.
5. Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dan kematangan emosi dengan
perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian, antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan memperkaya khasanah
keilmuan psikologi, khususnya di bidang ilmu Psikologi Klinis, Psikologi Sosial dan
Psikologi Perkembangan.
b. Bagi Peneliti, diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menerapkan teori
yang telah didapatkan selama masa perkuliahan dalam kehidupan nyata, khususnya
dalam dunia pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua
1) Memberikan kontribusi dalam menerapkan pola asuh yang meminimalisir perilaku
agresi pada diri anak
2) Mengetahui kematangan emosi yang terjadi pada diri anak dan cara yang tepat
dalam memanfaatkannya
b. Bagi SMK Islam 1 Blitar
1) Mengetahui pola asuh orang tua yang diterapkan kepada para siswa SMK Islam 1
Blitar
2) Mengetahui kematangan emosi yang dimiliki para siswa SMK Islam 1 Blitar.
3) Mengetahui perilaku agresi yang dimiliki para siswa SMK Islam 1 Blitar.
4) Memberikan kontribusi sehingga dapat meminimalisir perilaku agresi pada para
siswa SMK Islam 1 Blitar.
F. Asumsi Penelitian
Asumsi dasar adalah anggapan dasar yang merupakan titik tolak pemikiran dalam
suatu penelitian. Arikunto (2002:59) mengartikan anggapan dasar adalah suatu hal
yang diyakini kebenarannya untuk peneliti yang harus dirumuskan secara jelas.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka asumsi penelitian adalah sebagai berikut :
1. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua remaja yang tinggal di SMK Islam 1 Blitar
memiliki 3 kecenderungan yaitu: Otoriter, Demokratis dan Permisif.
2. Kematangan emosi pada remaja yang tinggal di SMK Islam 1 Blitar bervariasi sesuai
dengan indikator dalam ruang lingkup penelitian.
3. Perilaku agresi pada remaja yang tinggal di SMK Islam 1 Blitar bervariasi sesuai
dengan penyebabnya dan indikator dalam ruang lingkup penelitian.
4. Variabel-variabel ini dapat diukur secara kuantitatif menggunakan skala.
5. Subyek mengisi skala dalam variabel-variabel ini dengan sungguh-sungguh dan jujur.
G. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian

1. Ruang lingkup penelitian berisi jabaran variabel-variabel penelitian. Terdiri dari pola
asuh orang tua dan kematangan emosi sebagai variabel bebas serta perilaku agresi
sebagai variabel terikat, yang dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 1.1 Jabaran Variabel Pola Asuh Orang Tua
SUB

INDIKATOR

VARIABEL
a. Otoriter
1. Mengontrol
aktivitas anak
dengan ketat
2. Menyesuaikan
diri
anak dengan
standar yang
ditentukan oleh
orang tua

DESKRIPTOR

NOMOR

AITEM
1.1. Mengatur dan mengarahkan 1, 7
tingkah laku anak
16, 30
1.
42
1.1.
27
1.2. Melarang anak melakukan
kegiatan yang tidak sesuai
10
dengan kehendak orang tua
33
2.
4, 45
3.
13, 39
2.1. Memaksakan anak
melakukan aktivitas sesuai
3. Menghukum
keras
anak yang

dengan kehendak orang tua

2.2. Menuntut anak untuk tampil 19, 36
lebih hebat daripada anak-anak
lainnya

melanggar
peraturan
4. Orang tua tidak

24

2.3. Tidak mempedulikan
permasalahan yang dialami anak
2.4. Tidak menghiraukan
keinginan anak

memuji anak saat
1.
melakukan
2.
sesuatu
3.
1.
2.
3.
3.1. Membuat peraturan yang
harus dipatuhi anak
3.1.
3.2. Tidak memberikan
kesempatan anak untuk
menberikan penjelasan saat
melakukan kesalahan/kegagalan
4.1. Tidak memberikan pujian
atau
hadiah saat anak berprestasi
4.2. Tidak memberi reward atau
menghargai anak saat melakukan
kegiatan yang sesuai kehendak
orang tua

SUB

INDIKATOR

VARIABEL
b. Demokratis 1. Memberi

DESKRIPTOR

1.1. Memberikan contoh perilaku
yang baik bagi anak

dukungan dalam

NOMOR
AITEM
2, 44
8, 17, 31

setiap kegiatan

1.2. Memberi dukungan kepada
anak

22

anak

2.1. Membuat kesepakatan dan

28

2. Membuat

merundingkan peraturan yang akan 11

kesepakatan

diterapkan kepada anak

34

bersama dengan

2.2. Mengajak berdiskusi tentang
keinginan dari anak

5, 14

anak
3. Memberi

25, 37
2.3. Mengajak anak berdiskusi
tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kebutuhan keluarga

20, 40

penjelasan
tentang segala

3.1. Memberi reward dan
punishment

larangan dan

sesuai dengan perbuatan anak

perintah yang

3.2. Memberikan saran dan kritik
sesuai

diberikan
dengan perbuatan yang
4. Menghargai
dilakukan anak
pendapat anak
4.1. Memberi kesempatan anak
dalam menjalankan aktivitasnya

c. Permisif

1. Memberikan
kebebasan

4.2. Memberi kesempatan anak
untuk menyampaikan pendapat
1.1 Memberi berbagai fasilitas
kepada anak tanpa memperhatikan
tujuan pemakaian

3, 43
9, 32, 35
dalam segala

1.2 Tidak mempedulikan segala
kegiatan yang dilakukan anak

12

aktivitasnya

23, 29

2.1. Tidak memberikan saran dan
2. Tidak memberi kritik

6

masukan saat

kepada anak

anak

2.2. Tidak memperhatikan usul dan 15

mempertim-

pendapat anak

bangkan sesuatu

3.1. Membebaskan semua keinginan 26, 38
anak

21, 41

18

3. Tidak
mengetahui
segala urusan

3.2. Menyerahkan semua keputusan
dalam bertindak kepada anak
3.3. Tidak mengetahui permasalahan
anak

anak
4.1. Memberi kebebasan kepada
4. Tidak melarang anak
memerintah anak dalam melakukan rutinitasnya
untuk melakukan 4.3. Tidak memberikan peraturan
kepada anak
sesuatu
Tabel 1.2 Jabaran Variabel Kematangan Emosi
SUB

INDIKATOR

DESKRIPTOR

1. Selektivitas

1.1. Pengekpresian
emosi

Favorable
25, 43

Unfavorable
1, 44
9

2, 42

respon emosi

No. Aitem

29

VARIABEL

No. Aitem

21, 22

1.2. Mencari penyebab
emosi
1.3. Selektivitas respon
emosi dalam
melakukan tindakan
2. Pengendalian 2.

16, 33

13, 36

diri

3.

5, 17, 26

6, 37, 41

2.1. Sikap pada
seseorang

10

30

34

14

yang menjadi sumber
masalah
4.
4.1.
2.2. Sikap saat orang
lain
melakukan kesalahan
pada diri kita
2.3. Sikap terhadap
orang
yang dianggap lebih
rendah derajatnya
2.4. Sikap kepada
orang
yang lebih kita

3. Kemampuan

hormati
4.1. Keputusan dalam 3, 12, 28

8, 23, 32

berpikir kritis

bertindak di saat

18, 40

20, 38

situasi emosi

11, 24, 27

4, 7, 31

4.2. Sikap saat
melakukan

19, 35

15, 39

kesalahan
5.
4.3. Kemampuan
menerima
suatu kegagalan
4.4. Pemikiran sebab
akibat dalam
melakukan tindakan
Tabel 1.3 Jabaran Variabel Perilaku Agresi
SUB

INDIKATOR

DESKRIPTOR

VARIABEL
1. Agresi

1.1. Perilaku di saat

Favorable Unfavorable
- Perilaku agresi verbal 1, 22
3, 25

Verbal

kita diganggu oleh

(mengumpat,
mencerca)

No. Aitem No. Aitem

15

17, 26

21, 28

12, 43

individu (orang)

13

16, 35

saat kita diganggu
lain
oleh orang lain
1.2. Sikap kita terhadap
- Menghasut orang lain
orang yang
untuk memusuhi orang
menjadi saingan
yang menjadi saingan
1.3 Sikap kita di saat
- Perilaku agresi
menerima saran dan
kritik dari orang yang (mengomel,
lebih kita hormati
membantah) saat
1.4 Sikap kita saat
emosi kepada orang
menerima saran dan
yang lebih rendah
derajatnya daripada
kritik dari orang yang
kita
kita hormati
- Perilaku agresi
(marah,
menghina) dalam
situasi
emosi kepada orang
yang lebih rendah
derajatnya daripada
kita
2 Agresi Fisik 2.1 Sikap kita terhadap - Perilaku agresi fisik 5, 37
orang yang menjadi
sumber masalah
(memukul, menampar) 9, 20

7, 41
11, 24

2.2 Sikap di saat
individu (orang) lain
mengganggu kita

saat kita menghadapi

4, 34

8, 38

orang yang menjadi

19, 27, 39

23, 30, 42

2.3 Perilaku jahil
kepada orang lain

sumber masalah

2, 10, 18

6, 14, 32

29, 36, 40

31, 33, 44

- Perilaku agresi fisik
2.4 Sikap kita terhadap
(memukul, berkelahi)
orang yang dibenci
kepada orang yang
mengganggu kita
- Perilaku kita untuk
usil/menggoda
orang lain
- Perilaku agresi fisik
kepada orang

3 Pengalihan

3.1 Perilaku agresi
terhadap lingkungan
terhadap obyek sekitar
bukan manusia

yang kita benci
- Perilaku agresi
yang dilakukan
terhadap
3.2 Perilaku terhadap

barang-barang

lingkungan di saat kita yang ada di lingkungan
mengalami suatu
kegagalan/kesalahan - Perilaku agresi
terhadap
makhluk hidup lain
- Pengalihan perilaku
agresi terhadap hal-hal
yang ada di lingkungan
saat kita mengalami
kegagalan/kesalahan
2. Penelitian ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa keterbatasan, yaitu :
a. Faktor yang dikaji hanya terbatas pada pola asuh orang tua, kematangan emosi dan
perilaku agresi remaja awal di SMK Islam 1 Blitar.
b. Subjek yang diteliti hanya pada siswa SMK Islam 1 Blitar pada usia remaja awal.
H. Definisi Operasional
1. Pola asuh adalah suatu cara untuk mendidik dan membimbing seseorang kepada
orang lain yang dilakukan dengan tujuan tertentu dalam suatu lingkungan tertentu.
Dalam konteks penelitian ini, yang dimaksud pola asuh adalah cara orang tua mendidik
dan membimbing anak untuk mengembangkan pribadi dan menentukan perilaku dalam
lingkup lingkungan keluarga.
Orang tua adalah ayah dan ibu yang bertanggung jawab dalam mengasuh anak dalam
suatu lingkungan keluarga yang ditempati anak.
2. Kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi yang mampu mengendalikan
dan mengontrol emosinya serta dapat memberi penilaian terhadap suatu situasi secara
kritis sehingga dapat menekan peledakan atau pengekpresian emosi yang berlebihan.
3. Perilaku agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan secara langsung (verbal dan fisik) maupun tak langsung (menghasut
dan merusak benda yang bernilai bagi orang lain) serta tindakan yang dialihkan kepada
objek bukan manusia kepada individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah
laku tersebut.
http://ohyes.sextgem.com/baca/?artikel=bokep%20porno%20video%20ngentot%20barat%20amerika%2
0eropa

More Related Content

032

  • 1. (032) HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA AWAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu periode yang sering dikatakan sebagai periode badai dan tekanan yaitu sebagai suatu masa dimana terjadi ketegangan emosi yang tinggi yang diakibatkan adanya perubahan fisik dan kelenjar (Hurlock, 1980: 212). Di masa ini remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu, karena mereka ada dalam masa peralihan dan mereka berusaha menyesuaikan perilaku baru dari fase-fase perkembangan sebelumnya. Gejolak ditimbulkan baik oleh fungsi sosial remaja dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri dan memantapkan posisinya dalam masyarakat); oleh pertumbuhan fisik (perkembangan tanda-tanda seksual sekunder), perkembangan inteligensi (penalaran yang tajam dan kritis), serta perubahan emosi (lebih peka, cepat marah dan agresif). Pada umumnya permulaan masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik. Kurang lebih bersamaan dengan perubahan fisik maupun psikis, mereka mulai melepaskan diri dari ikatan orang tua dan kemudian terlihat perubahan-perubahan kepribadian yang terwujud dalam cara hidup mereka untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat (Gunarsa, 1988). Hurlock (1980:213) menyatakan bahwa lingkungan sosial yang menimbulkan perasaan aman serta keterbukaan yang berpengaruh dalam hubungan sosial. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, mereka seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang negatif, salah satunya adalah muncul perilaku agresi. Perilaku agresi merupakan salah satu bentuk respon yang bertujuan untuk mereduksi ketegangan dan frustasi melalui bentuk-bentuk tingkah laku yang menyerang, menuntut, menguasai, memerintah orang lain, melawan disiplin, memberontak, kecenderungan tidak setuju terhadap pendapat atau perbuatan orang lain, yang disebabkan oleh faktor-faktor psikologis atau gangguan-gangguan lainnya. Perilaku agresi ini dilakukan secara verbal maupun fisik dengan disengaja (Schneiders, 1964) Penelitian Mutadin (2002) yang menyatakan bahwa ada banyak contoh dalam kehidupan menampakkan perilaku agresi di lingkungan sekitarnya, mulai dari tawuran atau perkelahian antar pelajaran, sikap anti sosial, sikap anti kemapanan, pertentangan
  • 2. dengan figur otoritas seperti orang tua maupun orang-orang yang dianggap penting, serta banyak lagi contoh perilaku agresi remaja yang lainnya. Bentuk nyata perilaku agresi yang dilakukan contohnya yaitu perkelahian atau tawuran antar pelajar yang sering menimbulkan korban jiwa. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta melalui Bimas Polri Metro pada tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar, tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 130 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan pada tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Tambunan, 2001). Fenomena mengenai mudahnya para pelajar berkelahi atau yang sering disebut tawuran, menjadi permasalahan yang sangat memprihatinkan, Berdasarkan interview dengan beberapa siswa SMK Islam 1 Blitar pada 6 September 2007, dapat diambil keterangan bahwa perkelahian yang terjadi biasanya karena adanya alasan sepele, hanya dengan adu pandang dengan remaja lain yang ditafsirkan sebagai suatu tantangan, perebutan wanita atau biasanya ada remaja lain yang menjahili sang pacar hingga menimbulkan perkelahian, kesalahpahaman dan perselisihan pembicaraan, membela teman dalam satu geng sehingga menimbulkan perkelahian massal atau tawuran. Peristiwa tersebut banyak mendapat sorotan dan perhatian baik dari orang tua, pemerintah, pendidik serta psikolog karena adanya gejala peningkatan tingkah laku agresi. Remaja yang berperilaku agresi secara konsisten menunjukkan kekurangan dalam kemampuan interpersonal mereka terhadap perencanaan dan manajemen agresi (Mundy, 1997). Kemunculan perilaku agresi bisa disebabkan karena berhadapan dengan situasi-situasi atau keadaan yang tidak menyenangkan dalam lingkungannya. Krahe (2005:111) menyatakan beberapa faktor yang dapat mendorong dan meningkatkan perilaku agresi, antara lain keadaan yang dapat menyebabkan frustasi, penggunaan alkohol, efek senjata, keadaan yang berdesak-desakan (crowding), kebisingan, polusi udara, dan efek temperatur udara. Bandura (dalam Tarmudji, 2001) menyatakan ada tiga sumber munculnya tingkah laku agresif antara lain pengaruh keluarga, pengaruh subkultural, dan modeling (vicarious learning). Perilaku agresi merupakan hasil proses belajar dalam interaksi sosial yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Lingkungan sosial dalam hal ini mencakup lingkungan keluarga sebagai lingkungan primer yang merupakan peletak dasar yang membentuk perilaku, selain lingkungan sekolah maupun masyarakat. Sebagai faktor eksternal, pola asuh keluarga memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk perilaku agresi pada remaja. Kartono (2003: 61-62) mengemukakan bahwa keluarga tidak bahagia dan berantakan akan mengembangkan emosi kepedihan dan sikap negatif pada lingkungannya. Anak akan menjadi tidak bahagia, emosinya
  • 3. gampang meledak dan akan mengalami gangguan dalam penyesuaian sosialnya. Akibatnya, anak akan mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga untuk memecahkan semua kesulitan batinnya, sehingga timbul perilaku agresi. Willis (1993) menyatakan bahwa salah satu penyebab perilaku agresi yaitu dari lingkungan keluarga yang meliputi kurang perhatian orang tua, kurangnya pengawasan terhadap remaja serta dari perilaku orang tua sendiri. Oleh karena itu, pola asuh dalam keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan anak. Selain itu masa remaja adalah masa dimana mereka mulai meninggalkan masa anak-anak yang bergantung pada orang tua, dengan mencari identitas diri untuk menjawab siapa diri mereka dan menemukan tempatnya di dunia ini. Dalam mencari identitas / jati diri, mereka biasanya menilai dan meniru perilaku orang dewasa sambil menyadari apa yang diharapkan oleh orang dewasa. Model pertama yang mereka tiru biasanya tidak jauh adalah dari keluarga mereka sendiri yaitu dari orang tuanya. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang menentukan perilaku remaja. Pola asuh orang tua paling berperan dalam ini. Perilaku orang tua mereka, yang telah terasa dan teramati sejak keluar dari rahim sang ibu, telah tertanam pada diri mereka. Mulai dari belajar untuk bicara hingga mengenal berbagai norma yang harus mereka patuhi. Dalam hal ini pola asuh orang tua adalah salah satu contoh yang berpengaruh dalam perkembangan remaja. Pola asuh orang tua menurut Hurlock (1973) dikategorikan menjadi tiga, yaitu : otoriter, demokratis dan permisif, yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Dari pola asuh tersebut timbul suatu perilaku baru yang muncul akibat diterapkannya dalam suatu keluarga. Pada pola asuh otoriter, orang tua mengontrol segala aktivitas anak dengan ketat, menuntut anak selalu patuh pada orang tua, membuat anak menyesuaikan diri dengan standar yang ditentukan oleh orang tua dan menghukum keras bila anak melanggar aturan, anak tidak dipuji saat mau melakukan sesuatu, serta tidak memperhatikan keinginan anak karena orang tua cenderung memaksakan kehendaknya. Akibatnya menyakitkan hati anak sehingga terkadang anak ngambek dan tidak melaksanakan perintah orang tua, menimbulkan rasa takut dan dendam, tidak adanya rasa kasih sayang kepada orang tua sehingga timbul perilaku agresi untuk menentang kehendak orang tua. Selain itu dalam aplikasi kehidupan sehari-hari, remaja yang dalam asuhan otoriter cenderung memunculkan perilaku agresi kepada lingkungan sekitar sebagai modeling dari perilaku orang tua kepadanya. Pada pola asuh demokratis, orang tua memberi kesempatan pada anak untuk mengatakan pendapat, keluhan, kegelisahan dan menjelaskan bagaimana anak diharapkan. Selain itu anak akan dihukum bila melakukan kesalahan. Akibatnya bagi remaja yang dalam asuhan demokratis merasa mendapatkan perhatian dari orang tuanya dan cenderung malu atau sungkan dalam melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak orang tua. Biasanya remaja melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak orang tua maupun perilaku agresi mereka secara sembunyi dari orang tua mereka. Pada pola asuh permisif, orang tua membiarkan anak membuat regulasi sendiri dengan hanya menyediakan sumber yang diperlukan anak, serta tidak adanya reward dan punishment. Akibatnya bagi remaja yang dalam asuhan permisif merasa bebas melakukan segalanya termasuk melampiaskan perilaku agresinya dan merasa acuh tak acuh bila dinasehati orang lain bilamana mereka melakukan kesalahan.
  • 4. Berdasarkan penelitian Baldwin (dalam Gerungan, 2000), membandingkan keluargakeluarga yang interaksinya bercorak demokratis dengan keluarga dimana pengawasan orang tua yang keras terhadap anak (otoriter). Ia memperoleh hasil bahwa semakin otoriter orang tuanya semakin berkurang ketaatan, timbulnya ciri-ciri pasifitas, kurangnya inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang dan takut-takut. Sebaliknya sikap-sikap demokratis dari orang tua menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, tidak takut-takut, lebih giat dan terencana, namun juga masih dimungkinkan untuk berkembangnya sifat-sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri dari remaja tersebut. Selain pola asuh, terdapat pula kematangan emosi sebagai faktor internal yang ikut memberikan andil dalam menentukan perilaku agresi bagi remaja. Kematangan emosi dapat diketahui dari cara seseorang dapat mengatasi suatu masalah yang dihadapinya, dapat menempatkan diri, dan mengontrol respon emosi yang sesuai dengan situasi maupun individu yang sedang dihadapinya (Chaplin, 2001:165). Seorang remaja yang matang secara emosi dapat bereaksi secara positif dan tepat sesuai dengan tempat dan situasi. Perkembangan emosi yang terjadi pada usia remaja mulai mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Namun terkadang emosi mereka mudah meledak di saat mereka mendapatkan pengaruh atau rangsangan yang mengakibatkan berkurangnya kontrol terhadap emosi mereka. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan temanteman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali remaja yang kematangan emosinya kurang, mengakibatkan diri mereka kurang mampu dalam mengontrol perilaku agresinya. Emosi yang tidak ditekan dan dikontrol dengan baik akan dapat menimbulkan perilaku agresi sebagai sarana pengekpresian emosi mereka yang tak terkontrol dan tak terarah. Hal tersebut di atas sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Trisnaningtyas (2004:40) tentang hubungan antara kestabilan emosi dengan agresivitas pada petugas Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Trisnaningtyas, kestabilan emosi berhubungan erat dengan agresivitas. Kestabilan emosi tampak pada individu saat dihadapkan pada suatu permasalahan. Individu yang stabil emosinya akan memiliki muatan emosional yang rendah, mampu menganggulangi permasalahan yang dihadapi dan tidak mengalami kesulitan emosional yang berlebih dalam merespon peristiwa yang riil dan berimajinasi; sehingga dengan kestabilan emosi, individu tidak mengalami kesulitan atau terhambat dalam melakukan penyesuaian terhadap lingkungan. Sedangkan pada individu yang tidak stabil emosinya, dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari cenderung tidak dapat memfokuskan diri, melakukan penghindaran, memusuhi orang lain, memperlihatkan rasa kurang simpatik, mengalami kesulitan emosional terhadap situasi yang menekannya dan bereaksi negatif. Menurut Eysenck (dalam Trisnaningtyas, 2004:41) individu ini mempunyai kecenderungan mengalami konflik, hambatan atau kegagalan dalam menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
  • 5. SMK Islam 1 Blitar merupakan sekolah menengah kejuruan di bidang teknik yang mempunyai program keahlian yaitu otomotif, mesin, listrik, perkayuan dan bangunan. Siswa SMK Islam 1 Blitar rata-rata berada dalam usia remaja awal yaitu berumur antara 15 17 tahun. Sebagian besar siswa yang ada di sekolah tersebut berasal dari luar kota Blitar atau bertempat tinggal di kabupaten Blitar, sedangkan SMK Islam 1 Blitar berada di kotamadya Blitar. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu guru BK SMK Islam 1 Blitar masalah yang dimiliki oleh siswa SMK Islam 1 Blitar antara lain siswa sering membolos, melanggar peraturan sekolah, dan perilaku perkelahian antar pelajar (wawancara, 2007). Perkelahian antar pelajar merupakan salah satu perilaku agresi yang menjadi masalah yang cukup memprihatinkan bagi pihak SMK Islam 1 Blitar, karena terjadi secara tiba-tiba dan terjadi dalam tiap tahun. Permasalahan ini dapat diakibatkan oleh faktor ekonomi, faktor lingkungan maupun faktor individu. Namun berdasarkan interview dengan beberapa siswa, faktor lingkungan dan faktor individu menjadi indikasi utama pada salah satu perilaku agresi ini (interview, 2007). Lingkungan pertama bagi siswa adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga para siswa SMK Islam 1 Blitar memiliki pola asuh yang berbeda-beda dalam mendidik anak. Pola asuh otoriter, demokratis dan permisif dapat menentukan tingkat agresifitas bagi siswa atau penyebab eksternal dari perilaku agresi. Sedangkan faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku agresi yaitu kematangan emosi. Seseorang yang memiliki kematangan emosi tinggi dapat menilai sesuatu secara kritis dan mampu mengendalikan perilaku agresinya. Dalam hal ini mengindikasikan bahwa perilaku agresi yang muncul pada siswa SMK Islam 1 Blitar dapat diteliti melalui pola asuh orang tua dan kematangan emosinya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dan Kematangan Emosi Dengan Perilaku Agresi Remaja Awal Di SMK Islam 1 Blitar B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kecenderungan pola asuh orang tua pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ? 2. Bagaimana tingkat kematangan emosi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ? 3. Bagaimana tingkat perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ? 4. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ? 5. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ?
  • 6. 6. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh permisif dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ? 7. Apakah terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ? 8. Apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dan kematangan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut. 1. Mengetahui kecenderungan pola asuh orang tua pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. 2. Mengetahui tingkat kematangan emosi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. 3. Mengetahui tingkat perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. 4. Mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresi pada remaja di di SMK Islam 1 Blitar. 5. Mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku agresi pada remaja di di SMK Islam 1 Blitar. 6. Mengetahui hubungan antara pola asuh permisif dengan perilaku agresi pada remaja di di SMK Islam 1 Blitar. 7. Mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. 8. Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dan kematangan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. D. Hipotesa Penelitian Menurut Arikunto (2002) Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi harus dibuktikan atau dites atau diuji kebenarannya. Dalam penelitian ini hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut. 1. Terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. 2. Terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar.
  • 7. 3. Terdapat hubungan antara pola asuh permisif dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. 4. Terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. 5. Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dan kematangan emosi dengan perilaku agresi pada remaja di SMK Islam 1 Blitar. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian, antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan memperkaya khasanah keilmuan psikologi, khususnya di bidang ilmu Psikologi Klinis, Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan. b. Bagi Peneliti, diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menerapkan teori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan dalam kehidupan nyata, khususnya dalam dunia pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi orang tua 1) Memberikan kontribusi dalam menerapkan pola asuh yang meminimalisir perilaku agresi pada diri anak 2) Mengetahui kematangan emosi yang terjadi pada diri anak dan cara yang tepat dalam memanfaatkannya b. Bagi SMK Islam 1 Blitar 1) Mengetahui pola asuh orang tua yang diterapkan kepada para siswa SMK Islam 1 Blitar 2) Mengetahui kematangan emosi yang dimiliki para siswa SMK Islam 1 Blitar. 3) Mengetahui perilaku agresi yang dimiliki para siswa SMK Islam 1 Blitar. 4) Memberikan kontribusi sehingga dapat meminimalisir perilaku agresi pada para siswa SMK Islam 1 Blitar. F. Asumsi Penelitian
  • 8. Asumsi dasar adalah anggapan dasar yang merupakan titik tolak pemikiran dalam suatu penelitian. Arikunto (2002:59) mengartikan anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya untuk peneliti yang harus dirumuskan secara jelas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka asumsi penelitian adalah sebagai berikut : 1. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua remaja yang tinggal di SMK Islam 1 Blitar memiliki 3 kecenderungan yaitu: Otoriter, Demokratis dan Permisif. 2. Kematangan emosi pada remaja yang tinggal di SMK Islam 1 Blitar bervariasi sesuai dengan indikator dalam ruang lingkup penelitian. 3. Perilaku agresi pada remaja yang tinggal di SMK Islam 1 Blitar bervariasi sesuai dengan penyebabnya dan indikator dalam ruang lingkup penelitian. 4. Variabel-variabel ini dapat diukur secara kuantitatif menggunakan skala. 5. Subyek mengisi skala dalam variabel-variabel ini dengan sungguh-sungguh dan jujur. G. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian 1. Ruang lingkup penelitian berisi jabaran variabel-variabel penelitian. Terdiri dari pola asuh orang tua dan kematangan emosi sebagai variabel bebas serta perilaku agresi sebagai variabel terikat, yang dijabarkan sebagai berikut. Tabel 1.1 Jabaran Variabel Pola Asuh Orang Tua SUB INDIKATOR VARIABEL a. Otoriter 1. Mengontrol aktivitas anak dengan ketat 2. Menyesuaikan diri anak dengan standar yang ditentukan oleh orang tua DESKRIPTOR NOMOR AITEM 1.1. Mengatur dan mengarahkan 1, 7 tingkah laku anak 16, 30 1. 42 1.1. 27 1.2. Melarang anak melakukan kegiatan yang tidak sesuai 10 dengan kehendak orang tua 33 2. 4, 45 3. 13, 39 2.1. Memaksakan anak melakukan aktivitas sesuai
  • 9. 3. Menghukum keras anak yang dengan kehendak orang tua 2.2. Menuntut anak untuk tampil 19, 36 lebih hebat daripada anak-anak lainnya melanggar peraturan 4. Orang tua tidak 24 2.3. Tidak mempedulikan permasalahan yang dialami anak 2.4. Tidak menghiraukan keinginan anak memuji anak saat 1. melakukan 2. sesuatu 3. 1. 2. 3. 3.1. Membuat peraturan yang harus dipatuhi anak 3.1. 3.2. Tidak memberikan kesempatan anak untuk menberikan penjelasan saat melakukan kesalahan/kegagalan 4.1. Tidak memberikan pujian atau hadiah saat anak berprestasi 4.2. Tidak memberi reward atau menghargai anak saat melakukan kegiatan yang sesuai kehendak
  • 10. orang tua SUB INDIKATOR VARIABEL b. Demokratis 1. Memberi DESKRIPTOR 1.1. Memberikan contoh perilaku yang baik bagi anak dukungan dalam NOMOR AITEM 2, 44 8, 17, 31 setiap kegiatan 1.2. Memberi dukungan kepada anak 22 anak 2.1. Membuat kesepakatan dan 28 2. Membuat merundingkan peraturan yang akan 11 kesepakatan diterapkan kepada anak 34 bersama dengan 2.2. Mengajak berdiskusi tentang keinginan dari anak 5, 14 anak 3. Memberi 25, 37 2.3. Mengajak anak berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan keluarga 20, 40 penjelasan tentang segala 3.1. Memberi reward dan punishment larangan dan sesuai dengan perbuatan anak perintah yang 3.2. Memberikan saran dan kritik sesuai diberikan dengan perbuatan yang 4. Menghargai dilakukan anak pendapat anak 4.1. Memberi kesempatan anak dalam menjalankan aktivitasnya c. Permisif 1. Memberikan kebebasan 4.2. Memberi kesempatan anak untuk menyampaikan pendapat 1.1 Memberi berbagai fasilitas kepada anak tanpa memperhatikan tujuan pemakaian 3, 43 9, 32, 35
  • 11. dalam segala 1.2 Tidak mempedulikan segala kegiatan yang dilakukan anak 12 aktivitasnya 23, 29 2.1. Tidak memberikan saran dan 2. Tidak memberi kritik 6 masukan saat kepada anak anak 2.2. Tidak memperhatikan usul dan 15 mempertim- pendapat anak bangkan sesuatu 3.1. Membebaskan semua keinginan 26, 38 anak 21, 41 18 3. Tidak mengetahui segala urusan 3.2. Menyerahkan semua keputusan dalam bertindak kepada anak 3.3. Tidak mengetahui permasalahan anak anak 4.1. Memberi kebebasan kepada 4. Tidak melarang anak memerintah anak dalam melakukan rutinitasnya untuk melakukan 4.3. Tidak memberikan peraturan kepada anak sesuatu Tabel 1.2 Jabaran Variabel Kematangan Emosi SUB INDIKATOR DESKRIPTOR 1. Selektivitas 1.1. Pengekpresian emosi Favorable 25, 43 Unfavorable 1, 44 9 2, 42 respon emosi No. Aitem 29 VARIABEL No. Aitem 21, 22 1.2. Mencari penyebab emosi 1.3. Selektivitas respon emosi dalam melakukan tindakan
  • 12. 2. Pengendalian 2. 16, 33 13, 36 diri 3. 5, 17, 26 6, 37, 41 2.1. Sikap pada seseorang 10 30 34 14 yang menjadi sumber masalah 4. 4.1. 2.2. Sikap saat orang lain melakukan kesalahan pada diri kita 2.3. Sikap terhadap orang yang dianggap lebih rendah derajatnya 2.4. Sikap kepada orang yang lebih kita 3. Kemampuan hormati 4.1. Keputusan dalam 3, 12, 28 8, 23, 32 berpikir kritis bertindak di saat 18, 40 20, 38 situasi emosi 11, 24, 27 4, 7, 31 4.2. Sikap saat melakukan 19, 35 15, 39 kesalahan
  • 13. 5. 4.3. Kemampuan menerima suatu kegagalan 4.4. Pemikiran sebab akibat dalam melakukan tindakan Tabel 1.3 Jabaran Variabel Perilaku Agresi SUB INDIKATOR DESKRIPTOR VARIABEL 1. Agresi 1.1. Perilaku di saat Favorable Unfavorable - Perilaku agresi verbal 1, 22 3, 25 Verbal kita diganggu oleh (mengumpat, mencerca) No. Aitem No. Aitem 15 17, 26 21, 28 12, 43 individu (orang) 13 16, 35 saat kita diganggu lain oleh orang lain 1.2. Sikap kita terhadap - Menghasut orang lain orang yang untuk memusuhi orang menjadi saingan yang menjadi saingan 1.3 Sikap kita di saat - Perilaku agresi menerima saran dan kritik dari orang yang (mengomel, lebih kita hormati membantah) saat 1.4 Sikap kita saat emosi kepada orang menerima saran dan yang lebih rendah derajatnya daripada kritik dari orang yang kita kita hormati
  • 14. - Perilaku agresi (marah, menghina) dalam situasi emosi kepada orang yang lebih rendah derajatnya daripada kita 2 Agresi Fisik 2.1 Sikap kita terhadap - Perilaku agresi fisik 5, 37 orang yang menjadi sumber masalah (memukul, menampar) 9, 20 7, 41 11, 24 2.2 Sikap di saat individu (orang) lain mengganggu kita saat kita menghadapi 4, 34 8, 38 orang yang menjadi 19, 27, 39 23, 30, 42 2.3 Perilaku jahil kepada orang lain sumber masalah 2, 10, 18 6, 14, 32 29, 36, 40 31, 33, 44 - Perilaku agresi fisik 2.4 Sikap kita terhadap (memukul, berkelahi) orang yang dibenci kepada orang yang mengganggu kita - Perilaku kita untuk usil/menggoda orang lain - Perilaku agresi fisik kepada orang 3 Pengalihan 3.1 Perilaku agresi terhadap lingkungan terhadap obyek sekitar bukan manusia yang kita benci - Perilaku agresi yang dilakukan terhadap
  • 15. 3.2 Perilaku terhadap barang-barang lingkungan di saat kita yang ada di lingkungan mengalami suatu kegagalan/kesalahan - Perilaku agresi terhadap makhluk hidup lain - Pengalihan perilaku agresi terhadap hal-hal yang ada di lingkungan saat kita mengalami kegagalan/kesalahan 2. Penelitian ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa keterbatasan, yaitu : a. Faktor yang dikaji hanya terbatas pada pola asuh orang tua, kematangan emosi dan perilaku agresi remaja awal di SMK Islam 1 Blitar. b. Subjek yang diteliti hanya pada siswa SMK Islam 1 Blitar pada usia remaja awal. H. Definisi Operasional 1. Pola asuh adalah suatu cara untuk mendidik dan membimbing seseorang kepada orang lain yang dilakukan dengan tujuan tertentu dalam suatu lingkungan tertentu. Dalam konteks penelitian ini, yang dimaksud pola asuh adalah cara orang tua mendidik dan membimbing anak untuk mengembangkan pribadi dan menentukan perilaku dalam lingkup lingkungan keluarga. Orang tua adalah ayah dan ibu yang bertanggung jawab dalam mengasuh anak dalam suatu lingkungan keluarga yang ditempati anak. 2. Kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi yang mampu mengendalikan dan mengontrol emosinya serta dapat memberi penilaian terhadap suatu situasi secara kritis sehingga dapat menekan peledakan atau pengekpresian emosi yang berlebihan. 3. Perilaku agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan secara langsung (verbal dan fisik) maupun tak langsung (menghasut dan merusak benda yang bernilai bagi orang lain) serta tindakan yang dialihkan kepada objek bukan manusia kepada individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.