際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Kajian tentang Penetasan Telur Walet 72
Kajian tentang Penetasan Telur Walet (Collocalia fuciphaga)
The study of Swiftlet (Collocalia fuciphaga) Egg Hatchery
Rustama Saepudin
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu Telp. (0736) 21170 Pst 219.
ABSTRACT
The study of Swiftlet Egg Hatchery has been conducted in Swiftlet Building Pondok Kelapa Bengkulu
Utara from June to November 2005. The Hatchery is one of the most applicable methods to enhancing
the population as well as producing high quality of the bird nest. However, the level of hatched egg is
low. There is possibility that this problem is due to poor handling egg or the environment factor,
especially temperature and humidity. The aim of this research is to figure out the hatchery of swiftlet
egg. The capacity of the machine is 250 pair of swiftlet eggs; the temperature was set on 34-35oC, where,
as the humidity was set on 70. The average of the egg weight is 1.81賊0.23 gram with the lenght
dimension 20.00 賊 0.96 mm and the width 12.00 賊 0.94 mm. The hatch weight is 1.25  1.66 gram. Based
on coding method , the egg fertility is 78.83 % and hatch level 26.84 %
Key words: Swiftlet, edble, nest, egg, Hatchery , fertility, hatchwieght
ABSTRAK
Penetasan merupakan alternatif upaya meningkatkan populasi walet terutama di gedung
walet. Sehingga sistem panen buang telur yang menghasilkan kualitas dan kualitas sarang yang optimal
dapat dilakukan. Namun demikian keberhasilan penetasan menggunakan mesin tetas masih rendah.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang baiknya penanganan dan kurang tepatnya kondisi lingkungan
sekitar. Oleh karena itu pada penelitian ini dikaji aspek penetasan pada londisi lingkungan yang diatur
dan penangan telur yang lebih baik Hasil yang didapatkan adalah rata-rata bobot telur yang ditetaskan
adalah 1,81賊0,23 gram dengan ukuran dimensi panjang telur rata-rata 20,00 賊 0,96 mm dan Lebar telur
12,00 賊 0,94 mm, bobot tetas rata-rata 1,25  1,66 gram, jadi persentase bobot tetas adalah sekitar 69-90%.
Berdasarkan hasil coding, tingkat fertilitas telur walet adalah 78,83 % dengan daya tetas 26,84 %
Kata kunci: Penetasan, mesin, bobot, dimensi, persentase liingkungan
PENDAHULUAN
Populasi walet yang menjadi penentu
besar kecilnya produksi sarang. Semakin
tinggi populasi walet maka semakin tinggi
jumlah sarang walet yang dihasilkan. Dan
sebaliknya apabila populasi walet turun
maka turun pula jumlah sarang ysng dapat
dipanen. Alhaddad (2003) mengemukakan
bahwa populasi walet terutama di Jawa dan
Kalimantan mengalami penurunanan yang
sangat drastis. Sebagai contoh dari sekitar
250.000 ekor yang hidup di Cibinong Jawa
Barat pada saat ini turun menjadi sekitar
30.000 ekor saja. Hal serupa juga dihadapi
pemilik gedung walet di Kota Bengkulu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dlakukan
Dediyanto (2001) populasi walet di kota
Bengkulu mengalami penurunan yang
sangat mencolok tergambar dari merosotnya
produksi sarang walet dari rata-rata 8 kg per
panen menjadi sekitar 2 kg saja. Penurunan
populasi walet menjadi masalah bagi
pemilik gedung walet, karena untuk
mendapatkan hasil yang berkualitas dengan
jumlah yang optimal pengelola gedung
melakukan pemanenan dengan sistem
buang telur. Agar cara panen buang telur
dapat dilakukan tanpa ada resiko
berkurangnya populasi, maka penetasan
ISSN 1978  3000
Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli  Desember 2007 73
telur dengan mesin tetas mungkin menjadi
alternatif untuk mengatasi masalah populasi
walet.
Turunnya populasi walet dapat
disebabkan oleh: 1. terjadinya berubahan
iklim makro dan mikro sehingga tidak
begitu mendukung populasi walet, 2.
pelaksanaan kegiatan pertanian yang tidak
ramah lingkungan, terutama penggunaan
pestisida yang berlebihan sehingga banyak
membunuh spesies serangga pakan walet.
dan 3. tidak diterapkannya pemanenan
yang menjaga kelangsungan hidup walet
(sustainable).
Untuk mendapatkan sarang walet
yang berkualitas baik dan jumlah optimal
dapat dilakukan dengan sistem buang telur.
Namun demikian cara ini tanpa disadarari
telah mengganggu proses regenerasi atau
penambahan walet, karena sarang dipanen
sebelum telur menetas.
Penetasan merupakan salahsatu
upaya menjaga bahkan meningkatkan
populasi walet terutama di gedung walet.
Sehingga sistem panen buang telur yang
menghasilkan kualitas dan kualitas sarang
yang optimal dapat dilakukan, dan telur
walet diteaskan dengan mesin tetas.
Penetasan menggunakan mesin tetas atau
secara artificial untuk burung walet belum
banyak dilakukan.
Rendahnya persentase daya tetas dan
daya hidup anak walet kemungkinan besar
disebabkan oleh penanganan telur yang
kurang baik dan belum dilakukannya
pengaturan iklim mikro ruangan tempat
memelihara anak walet Oleh karena itu
untuk dapat menggunakan mesin tetas
tentunya perlu diupayakan pemeliharaan
anak yang berhasil hingga bisa terbang.
Dalam penelitian ini dilakukan
penetasan dengan mesin tetas dan anak
walet yang baru menetas langsung
disimpan pada ruangan yang berbeda,
Sebagian walet dibesarkan di ruangan tanpa
pengaturan suhu dan kelembaban,
sedangkan sebagian lagi ditempatkan pada
ruangan yang suhu, kelembaban dan
cahayanya bisa diatur.
Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari penetasan telur walet putih
dengan menggunakan mesin tetas dengan
memodifikasi kondisi mikro dan untuk
mempelajari tehnik pemeliharaan anak
walet hasil dari mesin tetas hingga bisa
terbang.
Penetasan telur walet ada tiga metoda
yaitu 1. secara alami dengan sistem tukar
telur sriti, 2. menggunakan mesin tetas, dan
3. kombinasi. Cara satu dan tiga memiliki
kendala yang sangat tinggi berkaitan
dengan harus adanya sarang srirti.
Menggunakan mesin tetas disisi lain,
memungkinkan diaplikasikan hanya perlu
dicari metoda yang sangat tepat terutama
pemeliharaan anak.
Keberhasilan penetasan dipengaruhi
beberpa faktor. Menurut Oktalina (1998)
bahwa ukuran dimensi telur antara lain
berat telur, ukuran panjang dan ukuran
lebar telur serta umur telur sangat
menentukan keberhasilan penetasan.
Penetasan telur dengan mesin tetas
memerlukan perhatian terutama pada
proses persiapan mesin tetas dan perawatan
anak. Menurut Alhaddad (2003) persiapan
mesin yang paling penting adalah
pengaturan suhu yang menyerupai suhu
induk yaitu sekitar 36 derajat celsius,
kelembaban sekitar 70 % dan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi keberhasilan
penetasan.
MATERI DAN METODE
Penelitian tentang penetasan telur
walet ini telah dilaksanakan di lokasi
Gedung Walet Kecamatan Pondok Kelapa
Kabupaten Bengkulu Utara dimulai sejak
bulan Juni sampai dengan November 2005
dengan menggunakan bahan dan alat
sebagai berikut: Telur burung walet putih
250 pasang; kotak busa untuk meletakkan
anak burung yang baru menetas; Stimulan
Rafiko, Arcoa, Rasemut, Rakepin,
Contramix. Mesin tetas Electric 220 Volts
untuk penetasan telur unggas; Jangkar
sorong untuk mengukur panjang dan lebar
telur walet; Mikrometer, untuk mengukur
Kajian tentang Penetasan Telur Walet 74
tebal kerabang telur walet; Timbangan
analitik merk Oertling made in Britain
ketelitian 0,01 gram, untuk menimbang
berat telur dan bobot tetas anak walet; Alat
teropong telur, untuk mengetahui adanya
telur yang fertil dan telur yang embrionya
mati; Sarang imitasi untuk menyimpan dan
memelihara anak walet., Busa, untuk
meletakkan anak burung walet yang baru
menetas, Thermohidrometer untuk
mengukur temperatur dan kelembaban
udara, Sarang walet imitasi dan Humidifier
Penetasan telur walet putih akan
digunakan mesin tetas khusus yang
mempunyai spesifikasi sbb (Alhaddad,
2003): 1. Suhu dapat diatur mendekati suhu
induknya yatiu 34-35oC yang dapat dicapai
dengan menggunakan lampu pijar 20 watt,
2. Wadah ukuran kecil dengan kapasitas 250
butir telur walet per penetasan, 3. Tempat
menyimpan telur dilengkapi pelapis busa
yang lembut, dan 4. Kelembaban konstan
sekitar 70 % untuk pertumbuhan embrio
secara optimal.
Prosedur penetasan adalah sebagai
berikut; 1. Persiapan penetasan baik
pemeriksaan mesin tetas, perbaikan kondisi
lingkungan mikro dengan menyemprotkan
stimulan, serta menghapushamakan
ruangan dengan Rafiko, Arcoa, Rasemut,
Rakepin, dan Contramix. Khusus untuk
membersihkan mesin tetas dilakukan
disinfektan dan fungidasi 3 hari sebelum
dilakukan penetasan untuk membebaskan
mesin tetas dari cendawan dan bakteri
dengan menggunakan karbol dan larutan
120 cc Formalin 70% dan 60 cc KMNO4 2.
Mesin tetas yang sudah didisinfektan
disimpan dengan pintu tertutup rapat,
kemudian hari keempat telur sudah bia
dimasukan untuk ditetaskan.. 3. Sebelum
dimasukkan ke mesin tetas, telur walet
ditimbang dan diukur terlebih dulu untuk
mendapatkan data bobot dan ukuran telur
walet serta mencatat kondisi kerabang dan
bentuk telurnya. 4. Suhu dan kelembaban
mesin tetas dibuat konstan yaitu 340C dan
70 %. 5. Telur diletakan pada busa dengan
posisi vertikal dengan bagian tumpul
menghadap ke atas.
Variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah: a. Berat telur b.
Ukuran panjang dan lebar telur, c. Daya
tetas, d. Berat tetas, dan e. Data berat badan
anak burung walet
Daya tetas telur walet dapat dilihat
dengan menggunakan perbandingan jumlah
telur yang menetas dengan jumlah telur
yang fertil. (Yangesa, 1997) Pengamatan
daya tetas akan lebih baik setelah telur
burung walet yang fertil telah menetas
dalam kurun waktu yang dinyatakan oleh
Anonimous (2003) bahwa telur akan
menetas 15 sampai dengan 20 hari
penetasan.
Menurut Nesheim et al. (1979) bahwa
berat anak umur satu hari yang baru saja
menetas setelah kering bulu. Dengan
penimbangan akan diketahui bobot tetas
dari anak walet putih yang ditetaskan.
Tebal kerabang dapat diukur setelah
telur menetas dengan menggunakan
mikrometer. Mujannada (2003) berpendapat
bahwa tebal kerabang yang dukasilkan
menurun seiring dengan bertambahnya
umur induk, dan umur induk tersebut yang
disertai makanan akan mempengaruhi tebal
tipisnya kerabang.
Pada penelitian ini, data tentang aspek
penetasan dibahas secara diskripif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Tentang Walet
Indonesia yang terletak di daerah
tropis merupakan habitat burung walet yang
sangat potensial, terbukti dengan
ditemukannya sekitar 11 jenis walet yang
berkembang. Dari kesebelas spesies walet
tersebut ada tiga spesies yaitu walet putih,
walet hitam dan seriti yang menghasilkan
sarang yang memliki nilai jual tinggi .
Habitat asli walet putih adalah gua
namun pada saat ini sudah banyak
dilakukan modifikasi gua di gedung walet
sebagaimana yang disampaikan Mardastuti
(1997b) meskipun habitat bersarang alami
walet putih ini adalah gua-gua kapur, jenis
burung ini sejak tahun 1880 telah berhasil
ditangkarkan dalam habitat buatan yaitu
ISSN 1978  3000
Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli  Desember 2007 75
rumah yang didesain secara khusus.
Menurut Shofiyah (2001) bahwa gedung
walet umumya ada yang tidak terdapat
flora dan adanya sengaja menanam
tanaman yang berfungsi untuk memancing
serangga sekitar gedung seperti.
Ditambahkan Sumiarti (1998) bahwa Jenis
vegetasi yang ada disekitar bangunan
menjadi penting seperti dalam habitat
aslinya. Hal ini akan menunjang
keberhasilan budidaya walet.
Ciri-ciri burung walet adalah berbulu
coklat kehitaman dengan bulu bagaian
bawah coklat keabu-abuan, bulu ekor
sedikit bercelah, suara melengking tinggi,
panjang badan 12 cm, bentuk mata bulat
dengan warna coklat gelap, paruh dan kaki
berwarna hitam. Sayapnya sangat kaku,
tubuhnya ramping dan ringan. Perkiraan
kecepatan terbang berkisar antara 100-150
km/jam dan mampu terbang selama 12 jam
tanpa berhenti. Ekonavigasi lebih tajam
dibandingkan dengan walet lain. Menurut
Yangesa (1997) bahwa pada bagian
kerongkongan terdapat sepasang glandula
salivales, yaitu sepasang kelenjar yang
menghasilkan air liur dengan besar kecil
kelenjar ini tergantung umur burung.
Telur Walet Putih
Telur walet putih hampir sama
dengan telur sriti hanya ukurannya yang
dapat dibedakan, telur walet putih memiliki
ukuran telur yang lebih besar dari pada
telur sriti. Menurut Alhaddad (2003) walet
dapat menghasilkan telur sebanyak dua
butir kecuali pada saat stress seperti
gangguan hama, polusi udara ketersediaan
pakan yang rendah dll.
Telur walet berbentuk lonjong dan
oval. Perbedaan bentuk telur ini
diperkirakan ada hubungannya dengan
jenis kelamin anak yang ditetaskan.
Berdasarkan pengamatan Alhaddad (2003)
telur lonjong menghasilkan anak walet
berjenis kelamin jantan dan telur oval
menghasilkan anak walet berjenis kelamin
betina.
Warna kerabang telur walet
cenderung berubah sesuai dengan umurnya
yakni warna muda atau cerah untuk telur
yang baru dihasilkan atau berumur kurang
dari 5 hari, warna kerabang telur berubah
menjadi putih kemerahan bila sudah
berumur 6-10 hari, kemudian warna menjadi
putih pekat pada umur 10-15 hari dan telur
walet yang dierami akan menetas pada
umur 16-21 hari (Alhaddad, 2003).
Kondisi Telur Walet yang Ditetaskan
Sepeti halnya telur burung pada
umumnya, telur walet berbentuk lonjong
dan oval, dengan ukuran sedikit lebih kecil
dari telur puyuh. Telur walet ini mempunyai
kerabang yang sangat tipis sehingga
memeerlukan ekstra hati-hati di dalam
penanganannya termasuk pengangkutan.
Telur Walet yang berhasil
dikumpulkan dan ditetaskan berjumlah 189
pasang berasal dari Bandung dan Bengkulu
Selatan. Memang secara fisik ada sedikit
perbedaan bahwa telur-telur burung walet
putih yang diperoleh dari pedagang
pengumpul telur walet di Bandung
berwarna putih dan putih kemerahan
sedangkan telur yang berasal dari Bengkulu
dengan warna bervariasi putih agak gelap.
Hal ini kemungkinan terjadi akibat dari
berbedaan tempat hidup dan serangga
pakan walet. Atau mungkin perbedaan
tersebut disebabkan adanya perbedaan
umur telur, berdasarkan hasil dari
pengamatan yang dilakukan Alhaddad
(2003) dan Budiman (2002) bahwa telur yang
berwarna putih kemerahan dan yang tua
akan berubah warnanya menjadi putih
gelap.
Pada saat dilaksanakan penelitian
ditemukan kendala sulitnya mendapatkan
telur walet sebagai akibat dari menurunnya
produksi sarang terutama di Jawa.
Turunnya produksi ini kemungkinan besar
disebabkan oleh kemampuan walet hanya
menghasilkan 2 butir telur per periode,
kurang tepatnya waktu dan metode panen,
meningkatnya gangguan hama,
meningkatnya polusi udara dan persediaan
pakan walet yang semakin kurang. Melihat
kondisi telur walet yang berhasil
dikumpulkan tidak menunjukkan kualitas
Kajian tentang Penetasan Telur Walet 76
yang prima. Namun demikian masih ada
tanda-tanda bahwa telur-telur tersebut
masih layak untuk ditetaskan, terutama dari
hasil pengujian fertilitas.
Ukuran dan Bobot Telur
Secara fisik, telur walet tidak jauh
berbeda dari telur puyuh, kecuali warnanya
yang putih polos. Ukuran dan bobotnyapun
hanya sedikit di bawah ukuran dan bobot
telur puyuh. Dari 189 pasang telur walet
didapatkan kisaran bobot telur walet
sebesar 1,00  2,18 gram dengan rata-rata
1,81 賊 0,23 gram. Dibandingkan dengan
hasil penelitian terdahulu yang dilakukan
Ismauluddin (2003), hasil penimbangan ini
menunjukan bahwa bobot walet yang
digunakan lebih bervariasi dengan rata-rata
bobot yang lebih tinggi, Ismauluddin (2003)
mendapatkan kisaran bobot telur 1,13-1,69
gram dengan bobot rata-rata 1,42 賊 0,15.
Perbedaan ini bisa terjadi karena asal telur
yang digunakan berbeda, telur yang
digunakan Ismauluddin (2003) adalah
berasal dari Bandar Lampung. Keragaman
bobot telur menurut Oktalina (1998) bisa
terjadi karena umur telur yang berbeda,
waktu yang cukup lama akan terjadi
penguapan banyak yang menyebabkan
telur-telur walet tersebut memiliki berat
yang rendah, telur walet yang berwarna
putih memiliki berat yang lebih rendah
sedangkan telur walet yang berwarna putih
kemerahan atau berwarna pink mempunyai
berat yang tinggi. Disamping itu asal telur
juga menjadi salah satu faktor yang
menentukan tinggi rendahnya bobot telur
walet.
Ukuran lebar dan panjang telur
berpengaruh terhadap perkebangan embrio
dalam telur. Telur Walet yang beukuran
lebih besar cenderung memiliki
perkembangan embrio yang lebih baik. Dari
hasil pengukuran, ukuran lebar dan panjang
telur walet yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ukuran lebar berkisar
antara 10,01  14,90 mm dengan rata-rata
12,00 賊 0,90 dan ukuran panjang antara 17,50
 24,31mm dengan rata-rata 20,40賊1,29.
Hasil penelitian yang dilakukan Oktalina
(1998) menunjukkan lebar telur berkisar
12,20 - 14,50 Bila dibandingkan hasil dari
kedua penelitian ini ukuran telur walet
berbeda atau beragam Keragaman dari
ukuran dimensi lebar dan panjang telur
walet ini diduga akibat dari pengaruh
lingkungan. Terlihat dari panjang telur
dibandingkan dengan telur walet yang
berasal dari rumah walet pendapat ini juga
didukung oleh Yangesa (1997) bahwa
adanya perbedaan ukuran ini disebabkan
dari perbedaan lingkungan dan makanan
yang terdapat disekitar goa.
Fertilitas dan Daya Tetas
Setelah dilakukan peneropongan
ternyata tidak semua telur yang berhasil
dikumpulkan kondisinya fertil. Telur yang
infertile dan retak mencapai 40 pasang atau
80 butir. Jadi fertilitas telur ini termasuk
rendah. Rendahnya fertilitas ini dapat
disebabkan karena musim, yaitu telur
dikumpulkan bukan pada saat musim
reproduksi. Fertilitas telur walet yaitu
78,83% atau 149 pasang atau 298 butir, dan
telur infertil 40 pasang atau 80 butir.
Dihasilkan fertilitas 78,83 %. Ismauluddin
(2003) berpendapat bahwa telur yang
kosong terlihat didalam telur jernih tidak
adanya serabut-serabut pembuluh darah
serta rongga udara terlihat tidak berubah
merupakan telur yang tidak dibuahi. Telur
rusak jika didalamnya terlihat ada urat-urat
yang putus dan putih telur menyatu dengan
kuning telur (abor), sedangkan telur busuk
telur yang didalamnya tampak hitam pekat
dan tidak adanya gerakan sama sekali
(Alhaddad, 2003).
Hasil penetasan telur walet pada
penelitian ini menunjukkan angka
persentase 26,84 %, rendahnya daya tetas ini
disebabkan adanya telur infertil dan retak
saat candling, serta gagal menetas karena
embrio di dalam telur mati. Telur yang gagal
menetas umumnya telur yang dihasilkan
dari telur-telur muda.
Setiadi (2000) berpendapat bahwa
kematian embrio selama masa pengeraman
dapat terjadi karena pengaruh nutrisi dari
induknya dan posisi embrio yang tidak
ISSN 1978  3000
Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli  Desember 2007 77
menguntungkan saat penetasan, posisi
kuning telur dapat naik dan melekat pada
bagian luar selaput putih telur. Hal ini
disebabkan oleh berat jenis telur yang
berkurang akibat faktor penyimpanan telur.
Telur-telur walet menetas pada waktu
yang tidak bersamaan. Hal ini disebabkan
umur telur yang beragam dan diambil
secara acak, pada umur telur yang tua akan
menetas lebih awal, sedangkan telur muda
akan menetas selama 14  20 hari. Ada
kecenderungan bahwa semakin tua umur
telur walet akan semakin cepat menetasnya
dalam mesin tetas dibandingkan telur yang
muda, hal ini juga didukung oleh pendapat
Yamin dan Sukma (2002) bahwa telur walet
yang muda akan menetas selama 14  20
hari sedangkan pada telur yang tua akan
menetas selama 2 7 hari.
Bobot Tetas
Anak walet yang baru menetas
kondisinya sangat lemah dan belum berbulu
dengan ukuran dan bobot yang sangat kecil.
Jadi penanganannya harus dengan cara
ekstra hati-hati.
Hasil penimbangan anak walet yang
baru menetas dengan kisaran 1,25  1,66
gram. Bobot tetas ini lebih besar dari bobot
tetas walet penelitiannya Ismauludin (2003)
yang menghasilkan bobot tetas telur walet
putih berkisar 1,021  1,69 gr.
Kerabang Telur
Walet memiliki kerabang telur yang
sangat tipis dan mudah rusak, namun
demikian ada kecenderungan bahwa
kerabang yang lebih tebal mengakibatkan
telur lebih sulit menetas. Tebal kerabang
yang menetas berkisar antara 0,025  0,058
mm dengan rata-rata 0,046 dan tebal
kerabang telur yang gagal menetas berkisar
antara 0,060  0,085 mm dengan rata-rata
0,072.
Tebal kerabang telur walet lebih tipis
dibandingkan unggas yang lain. Jika
dibandingkan dengan telur puyuh, tebal
kerabang telur walet lebih rendah.
(Mujannada 2003) berpendapat bahwa tebal
kerabang untuk puyuh rata-rata 0,25 mm
dan tebal tipisnya kerabang dipengaruhi
oleh genetik dan pakan yang diberikan.
KESIMPULAN
Rata-rata bobot telur yang ditetaskan
adalah 1,81賊0,23 gram dengan ukuran
dimensi panjang telur rata-rata 20,00 賊 0,96
mm dan Lebar telur 12,00 賊 0,94 mm. Bobot
tetas rata-rata 1,25  1,66 gram, jadi
persentase bobot tetas adalah sekitar 69-90%.
Berdasarkan hasil coding, tingkat fertilitas
telur walet adalah 78,83 % dengan daya tetas
26,84 %.
Ditinjau dari segi pakan ada suatu
kecenderungan bahwa semakin tinggi
persentase pemberian sarang maka semakin
baik penampila dan daya tahan hidup anak
walet. Pada level pemberian sarang walet
15% lebih baik dari 10% dan 5%.
Daya tahan dan penampilan anak
walet pada lingkungan yang dimodifikasi
lebih baik, bahkan hanya anak walet yang
dipelihara pada konisi ini yang mampu
bertahan sampai terbang dengan tingkat
keberhasilan 50 % dari total walet yang
dipindahkan dari kotak pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA
Alhaddad, A.A.K. 2003. Penetasan Telur
Walet. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anonimous, 2003. Panduan Praktis. Walet
Bisa Diternak. Majalah Trubus Edisi
Februari 2003. Jakarta.
Budiman, A. 2002. Menetaskan Telur Walet
dengan Indukkan, Seriti, Seriti Kembang,
Kajian tentang Penetasan Telur Walet 78
dan Mesin Tetas, Penebar Swadaya.
Jakarta.
Budiman, A. 2002. Pedoman Membangun
Gedung Walet. Penerbit AgroMedia
Pustaka.
Dediyanto. 2002. Studi Kasus Teknik
Pengelolaan Gedung Walet Putih di kota
Bengkulu. Jurusan Peternakan. Fakultas
Pertanian. Universitas Bengkulu.
Mujannada, J. 2003. Fertilitas dan daya Tetas
Telur Puyuh (Coturnix-coturnix Japanica)
Pada Umur 6, 7, dan 8 Bulan. Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian.
Universitas Bengkulu.
Nazaruddin, A . Widodo. 1998. Sukses
Merumahkan Walet. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.
Nesheim, M.C., R.E. Austic, dan L.E. Card.
1979. Poultry Production.12Ed. Lea and
Febiger. Philadephia.
Oktalina, S. 1998. Penetasan Telur dan
Pengaruh Pemberian beberapa Tipe Pakan
Terhadap Pertumbuhan dan Daya Hidup
Anak Walet. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.
Steel, R. G. D., dan J.H. Torrie. 1998. Prinsip
dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Yangesa, I. 1997. Penetasan Telur dan
Pemeliharaan Anakan Burung Walet
Sarang Putih (Collocalia fuciphaga)
Thunberg 1812. Fakultas Kehutanan, IPB.
Bogor. Tidak Dipublikasikan.

More Related Content

Viewers also liked (6)

2 luas-bangun-datar
2 luas-bangun-datar2 luas-bangun-datar
2 luas-bangun-datar
SMKN 9 Bandung
IBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurIBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar Telur
Titis Sari
Beras harga
Beras hargaBeras harga
Beras harga
maner b1
Telur (Egg)
Telur (Egg)Telur (Egg)
Telur (Egg)
hendrykaiizhyz
Manual pelaksanaan kerja kursus PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016
Manual pelaksanaan kerja kursus  PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016 Manual pelaksanaan kerja kursus  PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016
Manual pelaksanaan kerja kursus PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016
RAMLAH BINTI A. RANI
Simple Evaluation of Food Additive Intake 2014
Simple Evaluation of Food Additive Intake 2014Simple Evaluation of Food Additive Intake 2014
Simple Evaluation of Food Additive Intake 2014
Asian Food Regulation Information Service
2 luas-bangun-datar
2 luas-bangun-datar2 luas-bangun-datar
2 luas-bangun-datar
SMKN 9 Bandung
IBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurIBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar Telur
Titis Sari
Beras harga
Beras hargaBeras harga
Beras harga
maner b1
Manual pelaksanaan kerja kursus PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016
Manual pelaksanaan kerja kursus  PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016 Manual pelaksanaan kerja kursus  PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016
Manual pelaksanaan kerja kursus PENGAJIAN AM (900/4) TAHUN 2016
RAMLAH BINTI A. RANI

Similar to kajian penetasan telur walet (20)

Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
DediKusmana2
Hasil benih tiram
Hasil benih tiramHasil benih tiram
Hasil benih tiram
Adiman Syafri
Triploidisasi
TriploidisasiTriploidisasi
Triploidisasi
Igna nada
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
aulidya nurul habibah
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
aulidya nurul habibah
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budiLaporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
fernandasyahputra1
Bab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanBab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluan
Aizzah Izziyya
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kitaAyam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Operator Warnet Vast Raha
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kitaAyam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Operator Warnet Vast Raha
Laporan Praktikum
Laporan Praktikum Laporan Praktikum
Laporan Praktikum
SryBinaMangkujagatAn2
Mamat presentation srikandi
Mamat presentation srikandiMamat presentation srikandi
Mamat presentation srikandi
Samuel Daganzha
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptxbudidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
DipoTriMartiano
PRESENTASI ELVIA.pptx
PRESENTASI ELVIA.pptxPRESENTASI ELVIA.pptx
PRESENTASI ELVIA.pptx
zulfahendra4
Menternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdf
Menternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdfMenternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdf
Menternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdf
Ahmad Awang
INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...
INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...
INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...
Repository Ipb
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksiPenerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Euis Nurilaini
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo Subagja
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
YuziNosfris
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit induk
BPA_ADMIN
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit induk
BPA_ADMIN
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
DediKusmana2
Hasil benih tiram
Hasil benih tiramHasil benih tiram
Hasil benih tiram
Adiman Syafri
Triploidisasi
TriploidisasiTriploidisasi
Triploidisasi
Igna nada
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
aulidya nurul habibah
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
aulidya nurul habibah
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budiLaporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
fernandasyahputra1
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kitaAyam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Operator Warnet Vast Raha
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kitaAyam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita
Operator Warnet Vast Raha
Mamat presentation srikandi
Mamat presentation srikandiMamat presentation srikandi
Mamat presentation srikandi
Samuel Daganzha
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptxbudidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
DipoTriMartiano
PRESENTASI ELVIA.pptx
PRESENTASI ELVIA.pptxPRESENTASI ELVIA.pptx
PRESENTASI ELVIA.pptx
zulfahendra4
Menternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdf
Menternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdfMenternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdf
Menternak-Ayam-Penelur. Satu perniagaanpdf
Ahmad Awang
INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...
INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...
INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM KEDELAI(Glycine max L. Me...
Repository Ipb
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksiPenerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Penerapan pewarisan sifat dalam teknik reproduksi
Euis Nurilaini
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo Subagja
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
YuziNosfris
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit induk
BPA_ADMIN
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit induk
BPA_ADMIN

Recently uploaded (6)

Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal FarmasiMateri Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
rissalailavifta
Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal FarmasiMateri Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
rissalailavifta
PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...
PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...
PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...
EgiSatyaFralazenda1
2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf
2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf
2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf
isugiarta76
Pengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptx
Pengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptxPengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptx
Pengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptx
akpertiwi98
BUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIA
BUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIABUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIA
BUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIA
kukuhsungkawa68
Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal FarmasiMateri Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
rissalailavifta
Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal FarmasiMateri Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
Materi Praktikum Kimia Medisinal Farmasi
rissalailavifta
PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...
PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...
PPT SEMINAR PROPOSAL HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUN...
EgiSatyaFralazenda1
2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf
2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf
2. Modul Ajar KLS 7 PIDARTA BHS BALI.pdf SUDARMA.pdf
isugiarta76
Pengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptx
Pengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptxPengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptx
Pengantar Prak Biomolekul B - Week 1.pptx
akpertiwi98
BUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIA
BUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIABUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIA
BUKU SILVIKULTUR POHON DI PERKOTAAN, PENERBIT SELAT MEDIA
kukuhsungkawa68

kajian penetasan telur walet

  • 1. Kajian tentang Penetasan Telur Walet 72 Kajian tentang Penetasan Telur Walet (Collocalia fuciphaga) The study of Swiftlet (Collocalia fuciphaga) Egg Hatchery Rustama Saepudin Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu Telp. (0736) 21170 Pst 219. ABSTRACT The study of Swiftlet Egg Hatchery has been conducted in Swiftlet Building Pondok Kelapa Bengkulu Utara from June to November 2005. The Hatchery is one of the most applicable methods to enhancing the population as well as producing high quality of the bird nest. However, the level of hatched egg is low. There is possibility that this problem is due to poor handling egg or the environment factor, especially temperature and humidity. The aim of this research is to figure out the hatchery of swiftlet egg. The capacity of the machine is 250 pair of swiftlet eggs; the temperature was set on 34-35oC, where, as the humidity was set on 70. The average of the egg weight is 1.81賊0.23 gram with the lenght dimension 20.00 賊 0.96 mm and the width 12.00 賊 0.94 mm. The hatch weight is 1.25 1.66 gram. Based on coding method , the egg fertility is 78.83 % and hatch level 26.84 % Key words: Swiftlet, edble, nest, egg, Hatchery , fertility, hatchwieght ABSTRAK Penetasan merupakan alternatif upaya meningkatkan populasi walet terutama di gedung walet. Sehingga sistem panen buang telur yang menghasilkan kualitas dan kualitas sarang yang optimal dapat dilakukan. Namun demikian keberhasilan penetasan menggunakan mesin tetas masih rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang baiknya penanganan dan kurang tepatnya kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu pada penelitian ini dikaji aspek penetasan pada londisi lingkungan yang diatur dan penangan telur yang lebih baik Hasil yang didapatkan adalah rata-rata bobot telur yang ditetaskan adalah 1,81賊0,23 gram dengan ukuran dimensi panjang telur rata-rata 20,00 賊 0,96 mm dan Lebar telur 12,00 賊 0,94 mm, bobot tetas rata-rata 1,25 1,66 gram, jadi persentase bobot tetas adalah sekitar 69-90%. Berdasarkan hasil coding, tingkat fertilitas telur walet adalah 78,83 % dengan daya tetas 26,84 % Kata kunci: Penetasan, mesin, bobot, dimensi, persentase liingkungan PENDAHULUAN Populasi walet yang menjadi penentu besar kecilnya produksi sarang. Semakin tinggi populasi walet maka semakin tinggi jumlah sarang walet yang dihasilkan. Dan sebaliknya apabila populasi walet turun maka turun pula jumlah sarang ysng dapat dipanen. Alhaddad (2003) mengemukakan bahwa populasi walet terutama di Jawa dan Kalimantan mengalami penurunanan yang sangat drastis. Sebagai contoh dari sekitar 250.000 ekor yang hidup di Cibinong Jawa Barat pada saat ini turun menjadi sekitar 30.000 ekor saja. Hal serupa juga dihadapi pemilik gedung walet di Kota Bengkulu. Berdasarkan hasil penelitian yang dlakukan Dediyanto (2001) populasi walet di kota Bengkulu mengalami penurunan yang sangat mencolok tergambar dari merosotnya produksi sarang walet dari rata-rata 8 kg per panen menjadi sekitar 2 kg saja. Penurunan populasi walet menjadi masalah bagi pemilik gedung walet, karena untuk mendapatkan hasil yang berkualitas dengan jumlah yang optimal pengelola gedung melakukan pemanenan dengan sistem buang telur. Agar cara panen buang telur dapat dilakukan tanpa ada resiko berkurangnya populasi, maka penetasan
  • 2. ISSN 1978 3000 Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli Desember 2007 73 telur dengan mesin tetas mungkin menjadi alternatif untuk mengatasi masalah populasi walet. Turunnya populasi walet dapat disebabkan oleh: 1. terjadinya berubahan iklim makro dan mikro sehingga tidak begitu mendukung populasi walet, 2. pelaksanaan kegiatan pertanian yang tidak ramah lingkungan, terutama penggunaan pestisida yang berlebihan sehingga banyak membunuh spesies serangga pakan walet. dan 3. tidak diterapkannya pemanenan yang menjaga kelangsungan hidup walet (sustainable). Untuk mendapatkan sarang walet yang berkualitas baik dan jumlah optimal dapat dilakukan dengan sistem buang telur. Namun demikian cara ini tanpa disadarari telah mengganggu proses regenerasi atau penambahan walet, karena sarang dipanen sebelum telur menetas. Penetasan merupakan salahsatu upaya menjaga bahkan meningkatkan populasi walet terutama di gedung walet. Sehingga sistem panen buang telur yang menghasilkan kualitas dan kualitas sarang yang optimal dapat dilakukan, dan telur walet diteaskan dengan mesin tetas. Penetasan menggunakan mesin tetas atau secara artificial untuk burung walet belum banyak dilakukan. Rendahnya persentase daya tetas dan daya hidup anak walet kemungkinan besar disebabkan oleh penanganan telur yang kurang baik dan belum dilakukannya pengaturan iklim mikro ruangan tempat memelihara anak walet Oleh karena itu untuk dapat menggunakan mesin tetas tentunya perlu diupayakan pemeliharaan anak yang berhasil hingga bisa terbang. Dalam penelitian ini dilakukan penetasan dengan mesin tetas dan anak walet yang baru menetas langsung disimpan pada ruangan yang berbeda, Sebagian walet dibesarkan di ruangan tanpa pengaturan suhu dan kelembaban, sedangkan sebagian lagi ditempatkan pada ruangan yang suhu, kelembaban dan cahayanya bisa diatur. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penetasan telur walet putih dengan menggunakan mesin tetas dengan memodifikasi kondisi mikro dan untuk mempelajari tehnik pemeliharaan anak walet hasil dari mesin tetas hingga bisa terbang. Penetasan telur walet ada tiga metoda yaitu 1. secara alami dengan sistem tukar telur sriti, 2. menggunakan mesin tetas, dan 3. kombinasi. Cara satu dan tiga memiliki kendala yang sangat tinggi berkaitan dengan harus adanya sarang srirti. Menggunakan mesin tetas disisi lain, memungkinkan diaplikasikan hanya perlu dicari metoda yang sangat tepat terutama pemeliharaan anak. Keberhasilan penetasan dipengaruhi beberpa faktor. Menurut Oktalina (1998) bahwa ukuran dimensi telur antara lain berat telur, ukuran panjang dan ukuran lebar telur serta umur telur sangat menentukan keberhasilan penetasan. Penetasan telur dengan mesin tetas memerlukan perhatian terutama pada proses persiapan mesin tetas dan perawatan anak. Menurut Alhaddad (2003) persiapan mesin yang paling penting adalah pengaturan suhu yang menyerupai suhu induk yaitu sekitar 36 derajat celsius, kelembaban sekitar 70 % dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penetasan. MATERI DAN METODE Penelitian tentang penetasan telur walet ini telah dilaksanakan di lokasi Gedung Walet Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dimulai sejak bulan Juni sampai dengan November 2005 dengan menggunakan bahan dan alat sebagai berikut: Telur burung walet putih 250 pasang; kotak busa untuk meletakkan anak burung yang baru menetas; Stimulan Rafiko, Arcoa, Rasemut, Rakepin, Contramix. Mesin tetas Electric 220 Volts untuk penetasan telur unggas; Jangkar sorong untuk mengukur panjang dan lebar telur walet; Mikrometer, untuk mengukur
  • 3. Kajian tentang Penetasan Telur Walet 74 tebal kerabang telur walet; Timbangan analitik merk Oertling made in Britain ketelitian 0,01 gram, untuk menimbang berat telur dan bobot tetas anak walet; Alat teropong telur, untuk mengetahui adanya telur yang fertil dan telur yang embrionya mati; Sarang imitasi untuk menyimpan dan memelihara anak walet., Busa, untuk meletakkan anak burung walet yang baru menetas, Thermohidrometer untuk mengukur temperatur dan kelembaban udara, Sarang walet imitasi dan Humidifier Penetasan telur walet putih akan digunakan mesin tetas khusus yang mempunyai spesifikasi sbb (Alhaddad, 2003): 1. Suhu dapat diatur mendekati suhu induknya yatiu 34-35oC yang dapat dicapai dengan menggunakan lampu pijar 20 watt, 2. Wadah ukuran kecil dengan kapasitas 250 butir telur walet per penetasan, 3. Tempat menyimpan telur dilengkapi pelapis busa yang lembut, dan 4. Kelembaban konstan sekitar 70 % untuk pertumbuhan embrio secara optimal. Prosedur penetasan adalah sebagai berikut; 1. Persiapan penetasan baik pemeriksaan mesin tetas, perbaikan kondisi lingkungan mikro dengan menyemprotkan stimulan, serta menghapushamakan ruangan dengan Rafiko, Arcoa, Rasemut, Rakepin, dan Contramix. Khusus untuk membersihkan mesin tetas dilakukan disinfektan dan fungidasi 3 hari sebelum dilakukan penetasan untuk membebaskan mesin tetas dari cendawan dan bakteri dengan menggunakan karbol dan larutan 120 cc Formalin 70% dan 60 cc KMNO4 2. Mesin tetas yang sudah didisinfektan disimpan dengan pintu tertutup rapat, kemudian hari keempat telur sudah bia dimasukan untuk ditetaskan.. 3. Sebelum dimasukkan ke mesin tetas, telur walet ditimbang dan diukur terlebih dulu untuk mendapatkan data bobot dan ukuran telur walet serta mencatat kondisi kerabang dan bentuk telurnya. 4. Suhu dan kelembaban mesin tetas dibuat konstan yaitu 340C dan 70 %. 5. Telur diletakan pada busa dengan posisi vertikal dengan bagian tumpul menghadap ke atas. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: a. Berat telur b. Ukuran panjang dan lebar telur, c. Daya tetas, d. Berat tetas, dan e. Data berat badan anak burung walet Daya tetas telur walet dapat dilihat dengan menggunakan perbandingan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil. (Yangesa, 1997) Pengamatan daya tetas akan lebih baik setelah telur burung walet yang fertil telah menetas dalam kurun waktu yang dinyatakan oleh Anonimous (2003) bahwa telur akan menetas 15 sampai dengan 20 hari penetasan. Menurut Nesheim et al. (1979) bahwa berat anak umur satu hari yang baru saja menetas setelah kering bulu. Dengan penimbangan akan diketahui bobot tetas dari anak walet putih yang ditetaskan. Tebal kerabang dapat diukur setelah telur menetas dengan menggunakan mikrometer. Mujannada (2003) berpendapat bahwa tebal kerabang yang dukasilkan menurun seiring dengan bertambahnya umur induk, dan umur induk tersebut yang disertai makanan akan mempengaruhi tebal tipisnya kerabang. Pada penelitian ini, data tentang aspek penetasan dibahas secara diskripif. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tentang Walet Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan habitat burung walet yang sangat potensial, terbukti dengan ditemukannya sekitar 11 jenis walet yang berkembang. Dari kesebelas spesies walet tersebut ada tiga spesies yaitu walet putih, walet hitam dan seriti yang menghasilkan sarang yang memliki nilai jual tinggi . Habitat asli walet putih adalah gua namun pada saat ini sudah banyak dilakukan modifikasi gua di gedung walet sebagaimana yang disampaikan Mardastuti (1997b) meskipun habitat bersarang alami walet putih ini adalah gua-gua kapur, jenis burung ini sejak tahun 1880 telah berhasil ditangkarkan dalam habitat buatan yaitu
  • 4. ISSN 1978 3000 Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli Desember 2007 75 rumah yang didesain secara khusus. Menurut Shofiyah (2001) bahwa gedung walet umumya ada yang tidak terdapat flora dan adanya sengaja menanam tanaman yang berfungsi untuk memancing serangga sekitar gedung seperti. Ditambahkan Sumiarti (1998) bahwa Jenis vegetasi yang ada disekitar bangunan menjadi penting seperti dalam habitat aslinya. Hal ini akan menunjang keberhasilan budidaya walet. Ciri-ciri burung walet adalah berbulu coklat kehitaman dengan bulu bagaian bawah coklat keabu-abuan, bulu ekor sedikit bercelah, suara melengking tinggi, panjang badan 12 cm, bentuk mata bulat dengan warna coklat gelap, paruh dan kaki berwarna hitam. Sayapnya sangat kaku, tubuhnya ramping dan ringan. Perkiraan kecepatan terbang berkisar antara 100-150 km/jam dan mampu terbang selama 12 jam tanpa berhenti. Ekonavigasi lebih tajam dibandingkan dengan walet lain. Menurut Yangesa (1997) bahwa pada bagian kerongkongan terdapat sepasang glandula salivales, yaitu sepasang kelenjar yang menghasilkan air liur dengan besar kecil kelenjar ini tergantung umur burung. Telur Walet Putih Telur walet putih hampir sama dengan telur sriti hanya ukurannya yang dapat dibedakan, telur walet putih memiliki ukuran telur yang lebih besar dari pada telur sriti. Menurut Alhaddad (2003) walet dapat menghasilkan telur sebanyak dua butir kecuali pada saat stress seperti gangguan hama, polusi udara ketersediaan pakan yang rendah dll. Telur walet berbentuk lonjong dan oval. Perbedaan bentuk telur ini diperkirakan ada hubungannya dengan jenis kelamin anak yang ditetaskan. Berdasarkan pengamatan Alhaddad (2003) telur lonjong menghasilkan anak walet berjenis kelamin jantan dan telur oval menghasilkan anak walet berjenis kelamin betina. Warna kerabang telur walet cenderung berubah sesuai dengan umurnya yakni warna muda atau cerah untuk telur yang baru dihasilkan atau berumur kurang dari 5 hari, warna kerabang telur berubah menjadi putih kemerahan bila sudah berumur 6-10 hari, kemudian warna menjadi putih pekat pada umur 10-15 hari dan telur walet yang dierami akan menetas pada umur 16-21 hari (Alhaddad, 2003). Kondisi Telur Walet yang Ditetaskan Sepeti halnya telur burung pada umumnya, telur walet berbentuk lonjong dan oval, dengan ukuran sedikit lebih kecil dari telur puyuh. Telur walet ini mempunyai kerabang yang sangat tipis sehingga memeerlukan ekstra hati-hati di dalam penanganannya termasuk pengangkutan. Telur Walet yang berhasil dikumpulkan dan ditetaskan berjumlah 189 pasang berasal dari Bandung dan Bengkulu Selatan. Memang secara fisik ada sedikit perbedaan bahwa telur-telur burung walet putih yang diperoleh dari pedagang pengumpul telur walet di Bandung berwarna putih dan putih kemerahan sedangkan telur yang berasal dari Bengkulu dengan warna bervariasi putih agak gelap. Hal ini kemungkinan terjadi akibat dari berbedaan tempat hidup dan serangga pakan walet. Atau mungkin perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan umur telur, berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan Alhaddad (2003) dan Budiman (2002) bahwa telur yang berwarna putih kemerahan dan yang tua akan berubah warnanya menjadi putih gelap. Pada saat dilaksanakan penelitian ditemukan kendala sulitnya mendapatkan telur walet sebagai akibat dari menurunnya produksi sarang terutama di Jawa. Turunnya produksi ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan walet hanya menghasilkan 2 butir telur per periode, kurang tepatnya waktu dan metode panen, meningkatnya gangguan hama, meningkatnya polusi udara dan persediaan pakan walet yang semakin kurang. Melihat kondisi telur walet yang berhasil dikumpulkan tidak menunjukkan kualitas
  • 5. Kajian tentang Penetasan Telur Walet 76 yang prima. Namun demikian masih ada tanda-tanda bahwa telur-telur tersebut masih layak untuk ditetaskan, terutama dari hasil pengujian fertilitas. Ukuran dan Bobot Telur Secara fisik, telur walet tidak jauh berbeda dari telur puyuh, kecuali warnanya yang putih polos. Ukuran dan bobotnyapun hanya sedikit di bawah ukuran dan bobot telur puyuh. Dari 189 pasang telur walet didapatkan kisaran bobot telur walet sebesar 1,00 2,18 gram dengan rata-rata 1,81 賊 0,23 gram. Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ismauluddin (2003), hasil penimbangan ini menunjukan bahwa bobot walet yang digunakan lebih bervariasi dengan rata-rata bobot yang lebih tinggi, Ismauluddin (2003) mendapatkan kisaran bobot telur 1,13-1,69 gram dengan bobot rata-rata 1,42 賊 0,15. Perbedaan ini bisa terjadi karena asal telur yang digunakan berbeda, telur yang digunakan Ismauluddin (2003) adalah berasal dari Bandar Lampung. Keragaman bobot telur menurut Oktalina (1998) bisa terjadi karena umur telur yang berbeda, waktu yang cukup lama akan terjadi penguapan banyak yang menyebabkan telur-telur walet tersebut memiliki berat yang rendah, telur walet yang berwarna putih memiliki berat yang lebih rendah sedangkan telur walet yang berwarna putih kemerahan atau berwarna pink mempunyai berat yang tinggi. Disamping itu asal telur juga menjadi salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya bobot telur walet. Ukuran lebar dan panjang telur berpengaruh terhadap perkebangan embrio dalam telur. Telur Walet yang beukuran lebih besar cenderung memiliki perkembangan embrio yang lebih baik. Dari hasil pengukuran, ukuran lebar dan panjang telur walet yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran lebar berkisar antara 10,01 14,90 mm dengan rata-rata 12,00 賊 0,90 dan ukuran panjang antara 17,50 24,31mm dengan rata-rata 20,40賊1,29. Hasil penelitian yang dilakukan Oktalina (1998) menunjukkan lebar telur berkisar 12,20 - 14,50 Bila dibandingkan hasil dari kedua penelitian ini ukuran telur walet berbeda atau beragam Keragaman dari ukuran dimensi lebar dan panjang telur walet ini diduga akibat dari pengaruh lingkungan. Terlihat dari panjang telur dibandingkan dengan telur walet yang berasal dari rumah walet pendapat ini juga didukung oleh Yangesa (1997) bahwa adanya perbedaan ukuran ini disebabkan dari perbedaan lingkungan dan makanan yang terdapat disekitar goa. Fertilitas dan Daya Tetas Setelah dilakukan peneropongan ternyata tidak semua telur yang berhasil dikumpulkan kondisinya fertil. Telur yang infertile dan retak mencapai 40 pasang atau 80 butir. Jadi fertilitas telur ini termasuk rendah. Rendahnya fertilitas ini dapat disebabkan karena musim, yaitu telur dikumpulkan bukan pada saat musim reproduksi. Fertilitas telur walet yaitu 78,83% atau 149 pasang atau 298 butir, dan telur infertil 40 pasang atau 80 butir. Dihasilkan fertilitas 78,83 %. Ismauluddin (2003) berpendapat bahwa telur yang kosong terlihat didalam telur jernih tidak adanya serabut-serabut pembuluh darah serta rongga udara terlihat tidak berubah merupakan telur yang tidak dibuahi. Telur rusak jika didalamnya terlihat ada urat-urat yang putus dan putih telur menyatu dengan kuning telur (abor), sedangkan telur busuk telur yang didalamnya tampak hitam pekat dan tidak adanya gerakan sama sekali (Alhaddad, 2003). Hasil penetasan telur walet pada penelitian ini menunjukkan angka persentase 26,84 %, rendahnya daya tetas ini disebabkan adanya telur infertil dan retak saat candling, serta gagal menetas karena embrio di dalam telur mati. Telur yang gagal menetas umumnya telur yang dihasilkan dari telur-telur muda. Setiadi (2000) berpendapat bahwa kematian embrio selama masa pengeraman dapat terjadi karena pengaruh nutrisi dari induknya dan posisi embrio yang tidak
  • 6. ISSN 1978 3000 Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli Desember 2007 77 menguntungkan saat penetasan, posisi kuning telur dapat naik dan melekat pada bagian luar selaput putih telur. Hal ini disebabkan oleh berat jenis telur yang berkurang akibat faktor penyimpanan telur. Telur-telur walet menetas pada waktu yang tidak bersamaan. Hal ini disebabkan umur telur yang beragam dan diambil secara acak, pada umur telur yang tua akan menetas lebih awal, sedangkan telur muda akan menetas selama 14 20 hari. Ada kecenderungan bahwa semakin tua umur telur walet akan semakin cepat menetasnya dalam mesin tetas dibandingkan telur yang muda, hal ini juga didukung oleh pendapat Yamin dan Sukma (2002) bahwa telur walet yang muda akan menetas selama 14 20 hari sedangkan pada telur yang tua akan menetas selama 2 7 hari. Bobot Tetas Anak walet yang baru menetas kondisinya sangat lemah dan belum berbulu dengan ukuran dan bobot yang sangat kecil. Jadi penanganannya harus dengan cara ekstra hati-hati. Hasil penimbangan anak walet yang baru menetas dengan kisaran 1,25 1,66 gram. Bobot tetas ini lebih besar dari bobot tetas walet penelitiannya Ismauludin (2003) yang menghasilkan bobot tetas telur walet putih berkisar 1,021 1,69 gr. Kerabang Telur Walet memiliki kerabang telur yang sangat tipis dan mudah rusak, namun demikian ada kecenderungan bahwa kerabang yang lebih tebal mengakibatkan telur lebih sulit menetas. Tebal kerabang yang menetas berkisar antara 0,025 0,058 mm dengan rata-rata 0,046 dan tebal kerabang telur yang gagal menetas berkisar antara 0,060 0,085 mm dengan rata-rata 0,072. Tebal kerabang telur walet lebih tipis dibandingkan unggas yang lain. Jika dibandingkan dengan telur puyuh, tebal kerabang telur walet lebih rendah. (Mujannada 2003) berpendapat bahwa tebal kerabang untuk puyuh rata-rata 0,25 mm dan tebal tipisnya kerabang dipengaruhi oleh genetik dan pakan yang diberikan. KESIMPULAN Rata-rata bobot telur yang ditetaskan adalah 1,81賊0,23 gram dengan ukuran dimensi panjang telur rata-rata 20,00 賊 0,96 mm dan Lebar telur 12,00 賊 0,94 mm. Bobot tetas rata-rata 1,25 1,66 gram, jadi persentase bobot tetas adalah sekitar 69-90%. Berdasarkan hasil coding, tingkat fertilitas telur walet adalah 78,83 % dengan daya tetas 26,84 %. Ditinjau dari segi pakan ada suatu kecenderungan bahwa semakin tinggi persentase pemberian sarang maka semakin baik penampila dan daya tahan hidup anak walet. Pada level pemberian sarang walet 15% lebih baik dari 10% dan 5%. Daya tahan dan penampilan anak walet pada lingkungan yang dimodifikasi lebih baik, bahkan hanya anak walet yang dipelihara pada konisi ini yang mampu bertahan sampai terbang dengan tingkat keberhasilan 50 % dari total walet yang dipindahkan dari kotak pemeliharaan. DAFTAR PUSTAKA Alhaddad, A.A.K. 2003. Penetasan Telur Walet. Agromedia Pustaka. Jakarta. Anonimous, 2003. Panduan Praktis. Walet Bisa Diternak. Majalah Trubus Edisi Februari 2003. Jakarta. Budiman, A. 2002. Menetaskan Telur Walet dengan Indukkan, Seriti, Seriti Kembang,
  • 7. Kajian tentang Penetasan Telur Walet 78 dan Mesin Tetas, Penebar Swadaya. Jakarta. Budiman, A. 2002. Pedoman Membangun Gedung Walet. Penerbit AgroMedia Pustaka. Dediyanto. 2002. Studi Kasus Teknik Pengelolaan Gedung Walet Putih di kota Bengkulu. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Mujannada, J. 2003. Fertilitas dan daya Tetas Telur Puyuh (Coturnix-coturnix Japanica) Pada Umur 6, 7, dan 8 Bulan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Nazaruddin, A . Widodo. 1998. Sukses Merumahkan Walet. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Nesheim, M.C., R.E. Austic, dan L.E. Card. 1979. Poultry Production.12Ed. Lea and Febiger. Philadephia. Oktalina, S. 1998. Penetasan Telur dan Pengaruh Pemberian beberapa Tipe Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Daya Hidup Anak Walet. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Steel, R. G. D., dan J.H. Torrie. 1998. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yangesa, I. 1997. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Anakan Burung Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga) Thunberg 1812. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.