3. Penyelidikan
dan penyidikan
Jabatan 2004-2016
Anggota dewan 119
Menteri/ Kepala lembaga 24
Duta Besar 4
Komisioner lembaga negara 7
Gubernur 15
Bupati 50
Pejabat pemerintah 129
Hakim 14
Swasta 142
Pihak lain 67
Total 571
Tipologi kasus 2004-2016 %
Penyuapan 262 51
Pengadaan 148 29
Penyalahgunaan anggaran 44 9
Perbuatan melawan hukum 21 4
Penyalahguaan wewenang perizinan 19 4
Pencucian uang 15 3
Menghalangi penegakan hukum TP
korupsi 5 1
Total 514 100
12 kasus korupsi sektor SDA khususnya di
sector kehutanan, terkait dengan penyalahgunaan
wewenang dan penyuapan.
24 pejabat diproses
hukum oleh KPK terkait kasus
korupsi sektor kehutanan. Dalam satu
kasus Azmun Jafar kerugian negara
mencapai 1.2 triliun rupiah.
Korupsi berdampak luar biasa terhadap perekonomian negara
tidak hanya dalam konteks keuangan negara. It berbagai kasus
menunjukkan bagaimana korupsi berdampak pada deforestasi yang
luar biasa dan buruknya tata kelola di sektor sumber daya alam.
Dalam hal ini termasuk menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
4. Pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam tata
kelola kehutanan kajian sistem dan kerentanan
korupsi
Perencanaan hutan
Inventarisasi
Pengukuhan dan
penatagunaan
hutan
Alokasi
peruntukan ruang
Pemanfaatan dan
pengelolaan hutan
Perizinan
Manajemen
hutan
Peredaran hasil
hutan
Penegakan hukum
Kebijakan
penegakan
hukum
Sanksi
Kebijakan fiskal
hutan
Struktur
penerimaan
negara
Mekanisme
akuntabilitas
KAJIAN SISTEM
PERENCANAAN
HUTAN (2010)
KAJIAN KERENTANAN KORUPSI
SISTEM PERIZINAN SEKTOR
KEHUTANAN (2013)
MENCEGAH KERUGIAN
NEGARA DI SEKTOR
KEHUTANAN (2015)
5. Progress Pengukuhan Kawasan Hutan
Pengukuhan Kawasan Hutan harus menjadi jalan penyelesaian konflik tenurial
yang ada di dalamnya
Progress penetapan kawasan hutan per Juli 2017 mencapai 68,29 % dari total
luas kawasan hutan 125, 9 jt ha. Namun apakah penetapan KH tersebut sudah
dapat menyelesaikan konflik tenurial di dalam nya???
Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan
Hutan, Namun bagaimana implementasi di lapangan???
7. CATATAN Perpres
Ruang lingkup daya guna PERPRES cukup sempit. Manfaat
PERPRES bagi PERCEPATAN penyelesaian masalah sangat
tergantung inovasi yang dikembangkan oleh Tim Percepatan (Menko);
Selesainya masalah PTKH belum dicantumlan dalam ukuran kinerja
pembangunan, sehingga mudah diabaikan;
Di PERPRES masalah PTKH diasumsikan sebagai masalah administrasi;
padahal di lapangan lekat dengan persoalan sosial-politik;
PERPRES tidak menangani masalah kesalahan lokasi izin/korporasi
(tambang, kebun) di dalam kawasan hutan.
Sangat baik jika Tim Percepatan membuka proses penetapan
Renaksi Pelaksanaan PERPRES ini.
8. Mencegah korupsi dalam birokrasi
perizinan
Forest
management
unit allocation
Licensing
Timber
administration
Administrative
control and
enforcement
Sementara mendorong perbaikan dalam
perencanaan hutan, KPK menggunakan policy
window untuk membenahi tata kelola perizinan.
Berdasarkan pengawasan lapangan
sebelumnya, KPK menemukan maraknya
korupsi perizinan. Melalui kriteria kerentanan
korupsi [Corruption Impact Assessment] yang
dikembangkan oleh ACRC (Korea Anti
Corruption and Civil Right Comission), Kajian
KPK (2013) menemukan 18 dari 22 aturan
perizinan rentan menyebabkan korupsi.
Rekomendasi utamnya:
(1) Mengurangi celah birokrasi dan memotong
biaya informal dalam administrasi perizinan.
(2) Mendorong pengambilan kebijakan yang
lebih rasional dalam perizinan dengan
pengaturan standar layanan publik.
Setiap tahapan perizinan
rentan penyuapan dan
pemerasan.
Pemerasan dan penyuapan terjadi
dalam tiap tahap dan celah
kebijakan, termasuk diskresi,
standar layanan publik yang
lemah, dan pertentangan norma.
Dari setiap pengeluaran ilegal, bersumber dari penerimaan ilegal.
Diakui oleh responden studi, bahwa biaya informal biasanya dikompensasi dengan
penerimaan dengan cara yang illegal pula. Studi ini menemukan biaya suap
perizinan mencapai 680 juta rupiah hingga 22 milyar rupiah per tahun untuk tiap
konsesi.
9. Mencegah korupsi dalam
pengumpulan penerimaan negara
Kebijakan
struktur
PNBP
Target
penerimaan
Tata usaha
dan
penarikan
Rekonsiliasi
dan
pengawasan
Audit
Timber
administration
Pemerintah tidak memiliki data yang
kredibel untuk mengawasi peredaran
kayu dan penentuan target
penerimaan.
Hampir seluruh informasi terkait sumber
daya hutan disediakan oleh pemegang
konsei, asimetri informasi rentan terjadi
mengingat verifikasi terhadap data tidak
memadai.
Mekanisme pertanggungjawaban
terhadap penyelenggaraan urusan
kehutanan tidak memadai.
Meski mengelola sumber daya publik
dalam areal yang luas, pemerintah belum
memiliki mekanisme pertanggungjawaban
publik yang baik dalam pencapaian target
dan tujuannya. Tidak ada mekanisme
verifikasi terhadap kinerja pemungutan
PNBP.
Kebijakan struktur PNBP yang ada
memberikan insentif perburuan rente.
Subsidi berlebihan kepada pemegang izin melalui
rendahnya tariff PNBP, meskipun harga pasar
telah meningkat tinggi sejak tahun 1990an.
Tanpa memperhatikan insentif ekonominya,
perilaku perburuan rente akan terus terjadi
meskipun celah korupsi ditutup. Dengan
kelemahan penegakan hukum, rente yang
tidak normal memberikan insentif yang lebih
besar terhadap korupsi. Kajian ini menemukan
bahwa:
1. 77 - 81% kayu yang diambil dari hutan
2003-2014 tidak terlaporkan
2. US$6.5 9.0 milyar kerugian karena
pelaporan yang tidak sesuai
3. US$60-80 milyar nilai kayu tidak
terlaporkan
4. Berbagai kelemahan dalam administrasi
pemerintahan tata usaha dan
pengumpulan PNBP
10. Pembelajaran pencegahan korupsi di
sektor sumber daya alam
Kajian Sistem
Perencanaan dan
Pengawasan Kawasan
Hutan (2010)
Semiloka Percepatan
Pengukuhan Kawasan
Hutan (2012) NKB 12 K/L
Percepatan
Pengukuhan Kawasan
Hutan (2013)
NKB 27 K/L Gerakan
Nasional
Penyelamatan SDA
(2015)
Kajian Sistem
Pengelolaan PNBP
dan Korsup Minerba
(2013)
Kajian Sistem
Pengelolaan Ruang
Laut (2014)
Kajian Perizinan
Sektor Kehutanan
(2013)
Deklarasi
Penyelamatan SDA
(2015)Kajian Kebijakan
Pengusahaan
Batubara (2011)
Kajian Perizinan
Sektor Pertambangan
(2013)
Kajian Pengelolaan
Hutan Jawa Perum
Perhutani (2014)
Refleksi Setahun NKB
12 K/L (2014)
Kajian Sistem
Pengelolaan Pajak
Sektor Batubara
(2014)
Kajian PNBP
Kehutanan (2015)
AGENDA 24
GUBERNUR, 7
kelompok renaksi
(2016-2017)
AGENDA K/L (PNBP)
6 temuan, 76 output
(2016-2017)
AGENDA PERHUTANI
4 temuan, 111 output
(2016-2017)
2010 201620152014201320122011
Corruption and governance problem in forestry
sector considered wicked problem, advise the
urgency of coordination between agencies as part of
the reform process and the need to ensure the
reform are one with impact to the outcome.
11. Pembelajaran pencegahan korupsi di
sektor sumber daya alam
Korupsi tidak hanya berarti disfungsi
pemerintah, seringkali merupakan keberadaan
lembaga alternative yang mampu
mempertahankan jejaring kekuasaan yang
lebih berkuasa dari (secara de facto) lembaga
yang legal sementara modal sosialnya justru
berasal dari administrasi negara.
Adapted from Hariadi Kartodihardjo (2016)
professoral scientific oration, Diskursus dan
Kebijakan Institusi Politik Kawasan Hutan
Formal
institution
De facto
institution
12. Pembelajaran pencegahan korupsi di
sektor sumber daya alam
GN-SDA KPK
Diskursus
kebijakan
Politik
kepenting
an
Aktor dan
jaringan
Reform adoption prosesnya tidak diarahakn hanya pada
pembelajaran yang bersifat argumentatif maupun normatif, tetapi
bagaimana diskursus dan actor yang ada di dalam proses dapat
difasilitasi untuk menghadapi persoalan korupsi.
Accountability of
managing forest
resource (as asset)
Budget and program
planning
Leadership
Fair and rational
decision making in
forest area
governance
Diadaptasi dari Hariadi Kartodihardjo (2016)
orasi ilmiah, Diskursus dan Kebijakan
Institusi Politik Kawasan Hutan