際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Pencegahan
Korupsi Di Sektor
Kehutanan
Konferensi Tenurial, 25 Oktober 2017
Kewenangan KPK
Kewenangan KPK
(ps.6)
Koordinasi
(ps.7)
Supervisi
(ps.8)
Penindakan
(ps.11)
Pencegahan
(ps.13)
Monitor
(ps.14)
Melakukan pengkajian sistem administrasi
pemerinahan
Menyampaikan rekomendasi perbaikan
untuk pembenahan sistem berdasarkan
pengkajian
Menyampaikan kepada presiden atau dewan perwakilan apabila rekomendasi diabaikan
Penyelidikan
dan penyidikan
Jabatan 2004-2016
Anggota dewan 119
Menteri/ Kepala lembaga 24
Duta Besar 4
Komisioner lembaga negara 7
Gubernur 15
Bupati 50
Pejabat pemerintah 129
Hakim 14
Swasta 142
Pihak lain 67
Total 571
Tipologi kasus 2004-2016 %
Penyuapan 262 51
Pengadaan 148 29
Penyalahgunaan anggaran 44 9
Perbuatan melawan hukum 21 4
Penyalahguaan wewenang perizinan 19 4
Pencucian uang 15 3
Menghalangi penegakan hukum TP
korupsi 5 1
Total 514 100
12 kasus korupsi sektor SDA khususnya di
sector kehutanan, terkait dengan penyalahgunaan
wewenang dan penyuapan.
24 pejabat diproses
hukum oleh KPK terkait kasus
korupsi sektor kehutanan. Dalam satu
kasus Azmun Jafar kerugian negara
mencapai 1.2 triliun rupiah.
Korupsi berdampak luar biasa terhadap perekonomian negara
tidak hanya dalam konteks keuangan negara. It berbagai kasus
menunjukkan bagaimana korupsi berdampak pada deforestasi yang
luar biasa dan buruknya tata kelola di sektor sumber daya alam.
Dalam hal ini termasuk menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
Pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam tata
kelola kehutanan  kajian sistem dan kerentanan
korupsi
Perencanaan hutan
 Inventarisasi
 Pengukuhan dan
penatagunaan
hutan
 Alokasi
peruntukan ruang
Pemanfaatan dan
pengelolaan hutan
 Perizinan
 Manajemen
hutan
 Peredaran hasil
hutan
Penegakan hukum
 Kebijakan
penegakan
hukum
 Sanksi
Kebijakan fiskal
hutan
 Struktur
penerimaan
negara
 Mekanisme
akuntabilitas
KAJIAN SISTEM
PERENCANAAN
HUTAN (2010)
KAJIAN KERENTANAN KORUPSI
SISTEM PERIZINAN SEKTOR
KEHUTANAN (2013)
MENCEGAH KERUGIAN
NEGARA DI SEKTOR
KEHUTANAN (2015)
Progress Pengukuhan Kawasan Hutan
 Pengukuhan Kawasan Hutan harus menjadi jalan penyelesaian konflik tenurial
yang ada di dalamnya
 Progress penetapan kawasan hutan per Juli 2017 mencapai 68,29 % dari total
luas kawasan hutan 125, 9 jt ha. Namun apakah penetapan KH tersebut sudah
dapat menyelesaikan konflik tenurial di dalam nya???
 Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan
Hutan, Namun bagaimana implementasi di lapangan???
POLA PENYELESAIAN (PERPRES 88/2017)
CATATAN Perpres
 Ruang lingkup daya guna PERPRES cukup sempit. Manfaat
PERPRES bagi PERCEPATAN penyelesaian masalah sangat
tergantung inovasi yang dikembangkan oleh Tim Percepatan (Menko);
 Selesainya masalah PTKH belum dicantumlan dalam ukuran kinerja
pembangunan, sehingga mudah diabaikan;
 Di PERPRES masalah PTKH diasumsikan sebagai masalah administrasi;
padahal di lapangan lekat dengan persoalan sosial-politik;
 PERPRES tidak menangani masalah kesalahan lokasi izin/korporasi
(tambang, kebun) di dalam kawasan hutan.
 Sangat baik jika Tim Percepatan membuka proses penetapan
Renaksi Pelaksanaan PERPRES ini.
Mencegah korupsi dalam birokrasi
perizinan
Forest
management
unit allocation
Licensing
Timber
administration
Administrative
control and
enforcement
Sementara mendorong perbaikan dalam
perencanaan hutan, KPK menggunakan policy
window untuk membenahi tata kelola perizinan.
Berdasarkan pengawasan lapangan
sebelumnya, KPK menemukan maraknya
korupsi perizinan. Melalui kriteria kerentanan
korupsi [Corruption Impact Assessment] yang
dikembangkan oleh ACRC (Korea Anti
Corruption and Civil Right Comission), Kajian
KPK (2013) menemukan 18 dari 22 aturan
perizinan rentan menyebabkan korupsi.
Rekomendasi utamnya:
(1) Mengurangi celah birokrasi dan memotong
biaya informal dalam administrasi perizinan.
(2) Mendorong pengambilan kebijakan yang
lebih rasional dalam perizinan dengan
pengaturan standar layanan publik.
Setiap tahapan perizinan
rentan penyuapan dan
pemerasan.
 Pemerasan dan penyuapan terjadi
dalam tiap tahap dan celah
kebijakan, termasuk diskresi,
standar layanan publik yang
lemah, dan pertentangan norma.
Dari setiap pengeluaran ilegal, bersumber dari penerimaan ilegal.
 Diakui oleh responden studi, bahwa biaya informal biasanya dikompensasi dengan
penerimaan  dengan cara yang illegal pula. Studi ini menemukan biaya suap
perizinan mencapai 680 juta rupiah hingga 22 milyar rupiah per tahun untuk tiap
konsesi.
Mencegah korupsi dalam
pengumpulan penerimaan negara
Kebijakan
struktur
PNBP
Target
penerimaan
Tata usaha
dan
penarikan
Rekonsiliasi
dan
pengawasan
Audit
Timber
administration
Pemerintah tidak memiliki data yang
kredibel untuk mengawasi peredaran
kayu dan penentuan target
penerimaan.
 Hampir seluruh informasi terkait sumber
daya hutan disediakan oleh pemegang
konsei, asimetri informasi rentan terjadi
mengingat verifikasi terhadap data tidak
memadai.
Mekanisme pertanggungjawaban
terhadap penyelenggaraan urusan
kehutanan tidak memadai.
 Meski mengelola sumber daya publik
dalam areal yang luas, pemerintah belum
memiliki mekanisme pertanggungjawaban
publik yang baik dalam pencapaian target
dan tujuannya. Tidak ada mekanisme
verifikasi terhadap kinerja pemungutan
PNBP.
Kebijakan struktur PNBP yang ada
memberikan insentif perburuan rente.
 Subsidi berlebihan kepada pemegang izin melalui
rendahnya tariff PNBP, meskipun harga pasar
telah meningkat tinggi sejak tahun 1990an.
Tanpa memperhatikan insentif ekonominya,
perilaku perburuan rente akan terus terjadi
meskipun celah korupsi ditutup. Dengan
kelemahan penegakan hukum, rente yang
tidak normal memberikan insentif yang lebih
besar terhadap korupsi. Kajian ini menemukan
bahwa:
1. 77 - 81% kayu yang diambil dari hutan
2003-2014 tidak terlaporkan
2. US$6.5  9.0 milyar kerugian karena
pelaporan yang tidak sesuai
3. US$60-80 milyar nilai kayu tidak
terlaporkan
4. Berbagai kelemahan dalam administrasi
pemerintahan tata usaha dan
pengumpulan PNBP
Pembelajaran pencegahan korupsi di
sektor sumber daya alam
Kajian Sistem
Perencanaan dan
Pengawasan Kawasan
Hutan (2010)
Semiloka Percepatan
Pengukuhan Kawasan
Hutan (2012) NKB 12 K/L
Percepatan
Pengukuhan Kawasan
Hutan (2013)
NKB 27 K/L Gerakan
Nasional
Penyelamatan SDA
(2015)
Kajian Sistem
Pengelolaan PNBP
dan Korsup Minerba
(2013)
Kajian Sistem
Pengelolaan Ruang
Laut (2014)
Kajian Perizinan
Sektor Kehutanan
(2013)
Deklarasi
Penyelamatan SDA
(2015)Kajian Kebijakan
Pengusahaan
Batubara (2011)
Kajian Perizinan
Sektor Pertambangan
(2013)
Kajian Pengelolaan
Hutan Jawa Perum
Perhutani (2014)
Refleksi Setahun NKB
12 K/L (2014)
Kajian Sistem
Pengelolaan Pajak
Sektor Batubara
(2014)
Kajian PNBP
Kehutanan (2015)
AGENDA 24
GUBERNUR, 7
kelompok renaksi
(2016-2017)
AGENDA K/L (PNBP)
6 temuan, 76 output
(2016-2017)
AGENDA PERHUTANI
4 temuan, 111 output
(2016-2017)
2010 201620152014201320122011
Corruption and governance problem in forestry
sector considered wicked problem, advise the
urgency of coordination between agencies as part of
the reform process and the need to ensure the
reform are one with impact to the outcome.
Pembelajaran pencegahan korupsi di
sektor sumber daya alam
Korupsi tidak hanya berarti disfungsi
pemerintah, seringkali merupakan keberadaan
lembaga alternative yang mampu
mempertahankan jejaring kekuasaan yang
lebih berkuasa dari (secara de facto) lembaga
yang legal  sementara modal sosialnya justru
berasal dari administrasi negara.
Adapted from Hariadi Kartodihardjo (2016)
professoral scientific oration, Diskursus dan
Kebijakan Institusi Politik Kawasan Hutan
Formal
institution
De facto
institution
Pembelajaran pencegahan korupsi di
sektor sumber daya alam
GN-SDA KPK
Diskursus
kebijakan
Politik
kepenting
an
Aktor dan
jaringan
Reform adoption prosesnya tidak diarahakn hanya pada
pembelajaran yang bersifat argumentatif maupun normatif, tetapi
bagaimana diskursus dan actor yang ada di dalam proses dapat
difasilitasi untuk menghadapi persoalan korupsi.
Accountability of
managing forest
resource (as asset)
Budget and program
planning
Leadership
Fair and rational
decision making in
forest area
governance
Diadaptasi dari Hariadi Kartodihardjo (2016)
orasi ilmiah, Diskursus dan Kebijakan
Institusi Politik Kawasan Hutan
Address
Jalan Kuningan Persada Kav. 4
Jakarta Selatan, Indonesia
Terima Kasih

More Related Content

1 luwansa kpk pencegahan korupsi sektor kehutanan 251017

  • 2. Kewenangan KPK Kewenangan KPK (ps.6) Koordinasi (ps.7) Supervisi (ps.8) Penindakan (ps.11) Pencegahan (ps.13) Monitor (ps.14) Melakukan pengkajian sistem administrasi pemerinahan Menyampaikan rekomendasi perbaikan untuk pembenahan sistem berdasarkan pengkajian Menyampaikan kepada presiden atau dewan perwakilan apabila rekomendasi diabaikan
  • 3. Penyelidikan dan penyidikan Jabatan 2004-2016 Anggota dewan 119 Menteri/ Kepala lembaga 24 Duta Besar 4 Komisioner lembaga negara 7 Gubernur 15 Bupati 50 Pejabat pemerintah 129 Hakim 14 Swasta 142 Pihak lain 67 Total 571 Tipologi kasus 2004-2016 % Penyuapan 262 51 Pengadaan 148 29 Penyalahgunaan anggaran 44 9 Perbuatan melawan hukum 21 4 Penyalahguaan wewenang perizinan 19 4 Pencucian uang 15 3 Menghalangi penegakan hukum TP korupsi 5 1 Total 514 100 12 kasus korupsi sektor SDA khususnya di sector kehutanan, terkait dengan penyalahgunaan wewenang dan penyuapan. 24 pejabat diproses hukum oleh KPK terkait kasus korupsi sektor kehutanan. Dalam satu kasus Azmun Jafar kerugian negara mencapai 1.2 triliun rupiah. Korupsi berdampak luar biasa terhadap perekonomian negara tidak hanya dalam konteks keuangan negara. It berbagai kasus menunjukkan bagaimana korupsi berdampak pada deforestasi yang luar biasa dan buruknya tata kelola di sektor sumber daya alam. Dalam hal ini termasuk menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
  • 4. Pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam tata kelola kehutanan kajian sistem dan kerentanan korupsi Perencanaan hutan Inventarisasi Pengukuhan dan penatagunaan hutan Alokasi peruntukan ruang Pemanfaatan dan pengelolaan hutan Perizinan Manajemen hutan Peredaran hasil hutan Penegakan hukum Kebijakan penegakan hukum Sanksi Kebijakan fiskal hutan Struktur penerimaan negara Mekanisme akuntabilitas KAJIAN SISTEM PERENCANAAN HUTAN (2010) KAJIAN KERENTANAN KORUPSI SISTEM PERIZINAN SEKTOR KEHUTANAN (2013) MENCEGAH KERUGIAN NEGARA DI SEKTOR KEHUTANAN (2015)
  • 5. Progress Pengukuhan Kawasan Hutan Pengukuhan Kawasan Hutan harus menjadi jalan penyelesaian konflik tenurial yang ada di dalamnya Progress penetapan kawasan hutan per Juli 2017 mencapai 68,29 % dari total luas kawasan hutan 125, 9 jt ha. Namun apakah penetapan KH tersebut sudah dapat menyelesaikan konflik tenurial di dalam nya??? Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan, Namun bagaimana implementasi di lapangan???
  • 7. CATATAN Perpres Ruang lingkup daya guna PERPRES cukup sempit. Manfaat PERPRES bagi PERCEPATAN penyelesaian masalah sangat tergantung inovasi yang dikembangkan oleh Tim Percepatan (Menko); Selesainya masalah PTKH belum dicantumlan dalam ukuran kinerja pembangunan, sehingga mudah diabaikan; Di PERPRES masalah PTKH diasumsikan sebagai masalah administrasi; padahal di lapangan lekat dengan persoalan sosial-politik; PERPRES tidak menangani masalah kesalahan lokasi izin/korporasi (tambang, kebun) di dalam kawasan hutan. Sangat baik jika Tim Percepatan membuka proses penetapan Renaksi Pelaksanaan PERPRES ini.
  • 8. Mencegah korupsi dalam birokrasi perizinan Forest management unit allocation Licensing Timber administration Administrative control and enforcement Sementara mendorong perbaikan dalam perencanaan hutan, KPK menggunakan policy window untuk membenahi tata kelola perizinan. Berdasarkan pengawasan lapangan sebelumnya, KPK menemukan maraknya korupsi perizinan. Melalui kriteria kerentanan korupsi [Corruption Impact Assessment] yang dikembangkan oleh ACRC (Korea Anti Corruption and Civil Right Comission), Kajian KPK (2013) menemukan 18 dari 22 aturan perizinan rentan menyebabkan korupsi. Rekomendasi utamnya: (1) Mengurangi celah birokrasi dan memotong biaya informal dalam administrasi perizinan. (2) Mendorong pengambilan kebijakan yang lebih rasional dalam perizinan dengan pengaturan standar layanan publik. Setiap tahapan perizinan rentan penyuapan dan pemerasan. Pemerasan dan penyuapan terjadi dalam tiap tahap dan celah kebijakan, termasuk diskresi, standar layanan publik yang lemah, dan pertentangan norma. Dari setiap pengeluaran ilegal, bersumber dari penerimaan ilegal. Diakui oleh responden studi, bahwa biaya informal biasanya dikompensasi dengan penerimaan dengan cara yang illegal pula. Studi ini menemukan biaya suap perizinan mencapai 680 juta rupiah hingga 22 milyar rupiah per tahun untuk tiap konsesi.
  • 9. Mencegah korupsi dalam pengumpulan penerimaan negara Kebijakan struktur PNBP Target penerimaan Tata usaha dan penarikan Rekonsiliasi dan pengawasan Audit Timber administration Pemerintah tidak memiliki data yang kredibel untuk mengawasi peredaran kayu dan penentuan target penerimaan. Hampir seluruh informasi terkait sumber daya hutan disediakan oleh pemegang konsei, asimetri informasi rentan terjadi mengingat verifikasi terhadap data tidak memadai. Mekanisme pertanggungjawaban terhadap penyelenggaraan urusan kehutanan tidak memadai. Meski mengelola sumber daya publik dalam areal yang luas, pemerintah belum memiliki mekanisme pertanggungjawaban publik yang baik dalam pencapaian target dan tujuannya. Tidak ada mekanisme verifikasi terhadap kinerja pemungutan PNBP. Kebijakan struktur PNBP yang ada memberikan insentif perburuan rente. Subsidi berlebihan kepada pemegang izin melalui rendahnya tariff PNBP, meskipun harga pasar telah meningkat tinggi sejak tahun 1990an. Tanpa memperhatikan insentif ekonominya, perilaku perburuan rente akan terus terjadi meskipun celah korupsi ditutup. Dengan kelemahan penegakan hukum, rente yang tidak normal memberikan insentif yang lebih besar terhadap korupsi. Kajian ini menemukan bahwa: 1. 77 - 81% kayu yang diambil dari hutan 2003-2014 tidak terlaporkan 2. US$6.5 9.0 milyar kerugian karena pelaporan yang tidak sesuai 3. US$60-80 milyar nilai kayu tidak terlaporkan 4. Berbagai kelemahan dalam administrasi pemerintahan tata usaha dan pengumpulan PNBP
  • 10. Pembelajaran pencegahan korupsi di sektor sumber daya alam Kajian Sistem Perencanaan dan Pengawasan Kawasan Hutan (2010) Semiloka Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan (2012) NKB 12 K/L Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan (2013) NKB 27 K/L Gerakan Nasional Penyelamatan SDA (2015) Kajian Sistem Pengelolaan PNBP dan Korsup Minerba (2013) Kajian Sistem Pengelolaan Ruang Laut (2014) Kajian Perizinan Sektor Kehutanan (2013) Deklarasi Penyelamatan SDA (2015)Kajian Kebijakan Pengusahaan Batubara (2011) Kajian Perizinan Sektor Pertambangan (2013) Kajian Pengelolaan Hutan Jawa Perum Perhutani (2014) Refleksi Setahun NKB 12 K/L (2014) Kajian Sistem Pengelolaan Pajak Sektor Batubara (2014) Kajian PNBP Kehutanan (2015) AGENDA 24 GUBERNUR, 7 kelompok renaksi (2016-2017) AGENDA K/L (PNBP) 6 temuan, 76 output (2016-2017) AGENDA PERHUTANI 4 temuan, 111 output (2016-2017) 2010 201620152014201320122011 Corruption and governance problem in forestry sector considered wicked problem, advise the urgency of coordination between agencies as part of the reform process and the need to ensure the reform are one with impact to the outcome.
  • 11. Pembelajaran pencegahan korupsi di sektor sumber daya alam Korupsi tidak hanya berarti disfungsi pemerintah, seringkali merupakan keberadaan lembaga alternative yang mampu mempertahankan jejaring kekuasaan yang lebih berkuasa dari (secara de facto) lembaga yang legal sementara modal sosialnya justru berasal dari administrasi negara. Adapted from Hariadi Kartodihardjo (2016) professoral scientific oration, Diskursus dan Kebijakan Institusi Politik Kawasan Hutan Formal institution De facto institution
  • 12. Pembelajaran pencegahan korupsi di sektor sumber daya alam GN-SDA KPK Diskursus kebijakan Politik kepenting an Aktor dan jaringan Reform adoption prosesnya tidak diarahakn hanya pada pembelajaran yang bersifat argumentatif maupun normatif, tetapi bagaimana diskursus dan actor yang ada di dalam proses dapat difasilitasi untuk menghadapi persoalan korupsi. Accountability of managing forest resource (as asset) Budget and program planning Leadership Fair and rational decision making in forest area governance Diadaptasi dari Hariadi Kartodihardjo (2016) orasi ilmiah, Diskursus dan Kebijakan Institusi Politik Kawasan Hutan
  • 13. Address Jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta Selatan, Indonesia Terima Kasih