際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Posisi Desa Dalam
 Otonomi Daerah

     Sutoro Eko
  IRE Yogyakarta &
   STPMD APMD
Prinsip Dasar Otoda
 Otonomi daerah berpijak pada asas desentralisasi,
  dokonsentrasi dan tugas pembantuan.
 Otonomi daerah seluas-luasnya, tetapi tetap dalam
  bingkai NKRI
 Tujuan akhir otonomi daerah adalah mencapai
  kesejahteraan rakyat, antara lain melalui program-
  program pembangunan dan pelayanan publik.
 Otonomi daerah adalah kemandirian, tetapi kemandirian
  bukanlah kesendirian.
 Pemerintahan desa disandarkan pada prinsip
  keragaman, demokrasi, akuntabilitas, partisipasi dan
  pemberdayaan masyarakat.
Isu-isu Utama Dalam
         Pemerintahan Desa

 Kedudukan dan kewenangan desa.
 Perencanaan pembangunan desa
 Keuangan desa
 Demokrasi desa, khususnya akuntabilitas
  kepala desa serta posisi dan peran
  Badan Permusyawaratan Desa.
 Birokrasi desa (Sekdes, sistem
  kepegawaian, penggajian, kesejahteraan,
  dll).
Kedudukan Desa
 Kejelasan kedudukan desa akan
  menentukan kewenangan, perencanaan
  desa, struktur & sistem pemerintahan
  desa serta keuangan desa.
 Ada tiga pilihan kedudukan desa: desa
  adat, desa otonom dan desa administratif
 Kalau untuk kejelasan dan
  memberdayakan desa, pilihan utamanya
  hanya dua: desa adat atau desa otonom.
Desa Adat
 Merupakan embrio (cikal-bakal) desa di Nusantara.
 Berbasis pada suku (genealogis) dan mempunyai batas-
  batas wilayah.
 Punya otonomi asli, struktur/sistem pemerintahan asli
  menurut hukum adat, dan menghidupi sendiri secara
  komunal.
 Sering disebut sebagai self governing community.
 Negara tidak mengurus desa adat, kecuali memberikan
  pelayanan publik pada warga.
 Desa adat tidak membantu negara menjalankan urusan-
  urusan administratif.
 Mempunyai otonomi secara sendirian, tidak ada
  pembagian kekuasaan dari negara. Negara hanya
  mengakui kedudukan, kewenangan asli dan kekayaan
  desa adat.
Desa Otonom
 Sering disebut sebagai local self government, seperti
  daerah.
 Sudah semakin modern, pengaruh adat semakin
  berkurang.
 Bukan bagian dari kabupaten, tetapi bagian dari NKRI.
 Intervensi negara minimal, tetapi negara melakukan
  desentralisasi, supervisi dan fasilitasi.
 Negara melakukan desentralisasi politik, pembangunan,
  administrasi dan keuangan kepada desa.
 Desa mempunyai otonomi dan kewenangan dalam hal
  perencanaan, pelayanan publik, keuangan (APBDes),
  dll.
 Mempunyai sistem demokrasi lokal.
Desa Administratif
 Mempunyai batas-batas wilayah yang jelas.
 Berada dalam subsistem (bagian) dari pemerintah
  kabupaten/kota.
 Sering disebut sebagai the local state government.
 Otonominya sangat terbatas dan tidak jelas.
 Sebagai kepanjangan tangan negara, menjalankan
  tugas pembantuan negara, terutama pelayanan
  administratif.
 Tidak ada desentralisasi yang memadai, sehingga desa
  ini tidak punya perencanaan dan sistem keuangan yang
  otonom.
 Bukan pilihan yang tepat untuk mengembangkan masa
  depan desa.
Kelurahan
 Merupakan bentuk yang jelas dan esktrem dari desa
  administratif.
 Tidak mempunyai otonomi dan demokrasi.
 Sebagai kepanjangan tangan negara, yakni menjadi
  salah satu bentuk SKPD.
 Administrasi dan birokrasinya modern.
 Hanya menjalankan tugas administratif.
 Tidak membikin repot pemda, sehingga banyak pemda
  yang ingin mengubah desa menjadi kelurahan.
 Bukan pilihan yang tepat untuk mengembangkan masa
  depan desa.
Kedudukan Desa
 Pergantian UU tidak mengarah pada perubahan kedudukan
  desa yang lebih jelas, makalah cenderung bongkar pasang
  yang menimbulkan masalah-masalah baru.
 Lihat Pasal 2 ayat 1 UU No. 32/2004: Desa bukan bagian dari
  NKRI, melainkan sebagai subsistem pemerintah kabupaten.
 Kedudukan desa tidak jelas, apakah sebagai desa otonom
  atau desa adat.
 Otonomi asli memperoleh ruang untuk bangkit kembali, tetapi
  tidak ada revitalisasi kewenangan asli.
 Terjadi otonomi dalam otonomi.
 Eksperimentasi otonomi desa di berbagai daerah masih
  bersifat parsial, karena terkendala aturan (UU).
 Desa transisi antara desa administratif dan desa otonom.
 Umumnya desa-desa sebagai desa administratif, hanya
  kemampuan dan kemajuan lokal yang membedakan.
Kewenangan Desa
 Generik: Urusan pemerintahan yang sudah ada
  berdasarkan hak asal usul desa.
 Devolutif: kewenangan yang melekat pada desa
  (menyusun Perdes, menyelenggarakan pilkades,
  membentuk Bamusdes, lembaga-lembaga desa,
  BUMDES, dll).
 Distributif: urusan pemerintahan yang menjadi
  kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
  pengaturannya kepada desa (misal: pembuatan KTP,
  pendataan, IMB di jalan desa, mengelola pasar desa,
  dll).
 Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah
  Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
  (pemungutan PBB, pemilihan umum, dll).
Perencanaan Desa
 Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
  desa disusun perencanaan pembangungan desa
  sebagai satu kesatuan dalam sistem
  perencanaan pembangunan daerah
  kabupaten/Kota.
 Perencanaan pembangunan desa disusun secara
  partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai
  dengan kewenangannya.
 Dalam menyusun perencanaan pembangunan
  desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan
  desa.
Perencanaan
 Melalui mekanisme Musrenbang bertingkat dari
  bawah (bottom up).
 Banyak mengandung kelemahan: jangkauan
  warga desa terbatas pada isu-isu lokal (desa)
  bukan pada isu sektoral, formalisasi
  perencanaan, tidak naik, warga cenderung
  frustasi karena tidak jelas.
 Kedepan sebaiknya desa mempunyai sistem
  perencanaan sendiri, yang lepas dari sistem
  perencanaan daerah (kabupaten/kota).
 Sistem perencanaan desa berbasis pada
  kewenangan desa.
Keuangan Desa
 Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa
  yang menjadi kewenangan desa didanai dari
  anggaran pendapatan dan belanja desa,
  bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah
  daerah (Desentralisasi).
 Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah
  yang diselenggarakan oleh pemerintah desa
  didanai dari anggaran pendapatan dan belanja
  daerah (Pembantuan)
 Penyelenggaraan urusan pemerintah yang
  diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai
  dari anggaran pendapatan dan belanja negara
  (Pembantuan)
Sumber Pendapatan Desa
 Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil
  kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil
  gotong royong, dan lain-lain
 Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit
  10% untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota
  sebagian diperuntukkan bagi desa;
 Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan
  daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa
  paling sedikit 10% setelah dikurangi gaji pegawai, yang
  pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional
  yang merupakan alokasi dana desa (ADD);
 Bantuan keuangan dari Pemerintah, Provinsi, dan
  Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan
  pemerintahan;
 Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak
  mengikat.
Pemerintah Desa
   Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan
    Perangkat Desa.
   Perangkat Desa terdiri atas: Sekretaris Desa
    dan perangkat lain (sekretariat desa;
    pelaksana teknis lapangan; unsur kewilayahan)
   Jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan
    kebutuhan dan kondisi sosial budaya
    masyarakat setempat.
   Susunan organisasi dan tata kerja
    pemerintahan desa ditetapkan dengan
    peraturan desa.
Kepala Desa
 Kepala Desa mempunyai kewajiban memberikan
  laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
  kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan
  keterangan pertanggungjawaban kepada
  Bamusdes, serta menginformasikan laporan
  penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
  masyarakat.
 Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
  disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui
  Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.
 Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada
  Bamusdes disampaikan 1 (satu) kali dalam satu
  tahun dalam musyawarah Bamusdes.
Kepala Desa
 Menginformasikan laporan penyelenggaraan
  pemerintahan desa kepada masyarakat dapat
  berupa selebaran yang ditempelkan pada papan
  pengumuman atau diinformasikan secara lisan
  dalam berbagai pertemuan masyarakat desa,
  radio komunitas atau media lainnya.
 Laporan digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai
  dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan
  pemerintahan desa dan sebagai bahan
  pembinaan.
 Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa
  disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui
  Camat dan kepada Bamusdes.
Sekretaris Desa
 Sekretaris Desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
  persyaratan, yaitu:
    berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat;
    mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
    mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
    mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan
     dan di bidang perencanaan;
    memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan
    bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.
 Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah
  Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Masalah-masalah yang muncul
 Menimbulkan kesulitan penataan
  kepegawaian dan beban anggaran negara.
 Birokratisasi desa
 Loyalitas ganda sekdes: kepada kades dan
  pembina PNS.
 Kecemburuan sosial di desa.
Kedudukan Keuangan
 Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan
  penghasilan tetap setiap bulan dan/atau
  tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan
  keuangan desa.
 Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya
  yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa
  ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.
 Penghasilan tetap paling sedikit sama dengan
  Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.
Bamusdes dan
                 Demokrasi Desa
 Bamusdes berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
  pemerintahan desa.
 Anggota Bamusdes adalah wakil dari penduduk desa
  bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang
  ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
 Anggota Bamusdes terdiri dari Ketua Rukun Warga,
  pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan
  tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.
 Masa jabatan anggota Bamusdes adalah 6 tahun dan dapat
  diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
  berikutnya.
 Jumlah anggota Bamusdes ditetapkan dengan jumlah ganjil,
  paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas)
  orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah
  penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
 Bamusdes berfungsi menetapkan peraturan desa
  bersama Kepala Desa, menampung dan
  menyalurkan aspirasi masyarakat.
 Bamusdes mempunyai wewenang:
    membahas rancangan peraturan desa bersama
     kepala desa;
    melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
     peraturan desa dan peraturan kepala desa;
    mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
     kepala desa;
    membentuk panitia pemilihan kepala desa;
    menggali,menampung, menghimpun,
     merumuskan dan menyalurkan aspirasi
     masyarakat; dan
    menyusun tata tertib Bamusdes.
Catatan tentang Bamusdes
 Proses pembentukan Bamusdes tidak melibatkan
  partisipasi warga langsung.
 Keanggotaan berbasis tokoh masyarakat, tidak
  mencerminkan perwakilan masyarakat desa.
 Kekuatan legitimasi Bamusdes lemah, tetapi
  bertugas membuat Peraturan Desa
 Fungsi kontrol yang pernah dimilii oleh BPD
  tidak ada pada Bamusdes.
 Bamusdes jadi alat pembenaran pemerintah
  desa.

More Related Content

1181189647 pemerintahan desa_fns_-_wonosobo

  • 1. Posisi Desa Dalam Otonomi Daerah Sutoro Eko IRE Yogyakarta & STPMD APMD
  • 2. Prinsip Dasar Otoda Otonomi daerah berpijak pada asas desentralisasi, dokonsentrasi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah seluas-luasnya, tetapi tetap dalam bingkai NKRI Tujuan akhir otonomi daerah adalah mencapai kesejahteraan rakyat, antara lain melalui program- program pembangunan dan pelayanan publik. Otonomi daerah adalah kemandirian, tetapi kemandirian bukanlah kesendirian. Pemerintahan desa disandarkan pada prinsip keragaman, demokrasi, akuntabilitas, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
  • 3. Isu-isu Utama Dalam Pemerintahan Desa Kedudukan dan kewenangan desa. Perencanaan pembangunan desa Keuangan desa Demokrasi desa, khususnya akuntabilitas kepala desa serta posisi dan peran Badan Permusyawaratan Desa. Birokrasi desa (Sekdes, sistem kepegawaian, penggajian, kesejahteraan, dll).
  • 4. Kedudukan Desa Kejelasan kedudukan desa akan menentukan kewenangan, perencanaan desa, struktur & sistem pemerintahan desa serta keuangan desa. Ada tiga pilihan kedudukan desa: desa adat, desa otonom dan desa administratif Kalau untuk kejelasan dan memberdayakan desa, pilihan utamanya hanya dua: desa adat atau desa otonom.
  • 5. Desa Adat Merupakan embrio (cikal-bakal) desa di Nusantara. Berbasis pada suku (genealogis) dan mempunyai batas- batas wilayah. Punya otonomi asli, struktur/sistem pemerintahan asli menurut hukum adat, dan menghidupi sendiri secara komunal. Sering disebut sebagai self governing community. Negara tidak mengurus desa adat, kecuali memberikan pelayanan publik pada warga. Desa adat tidak membantu negara menjalankan urusan- urusan administratif. Mempunyai otonomi secara sendirian, tidak ada pembagian kekuasaan dari negara. Negara hanya mengakui kedudukan, kewenangan asli dan kekayaan desa adat.
  • 6. Desa Otonom Sering disebut sebagai local self government, seperti daerah. Sudah semakin modern, pengaruh adat semakin berkurang. Bukan bagian dari kabupaten, tetapi bagian dari NKRI. Intervensi negara minimal, tetapi negara melakukan desentralisasi, supervisi dan fasilitasi. Negara melakukan desentralisasi politik, pembangunan, administrasi dan keuangan kepada desa. Desa mempunyai otonomi dan kewenangan dalam hal perencanaan, pelayanan publik, keuangan (APBDes), dll. Mempunyai sistem demokrasi lokal.
  • 7. Desa Administratif Mempunyai batas-batas wilayah yang jelas. Berada dalam subsistem (bagian) dari pemerintah kabupaten/kota. Sering disebut sebagai the local state government. Otonominya sangat terbatas dan tidak jelas. Sebagai kepanjangan tangan negara, menjalankan tugas pembantuan negara, terutama pelayanan administratif. Tidak ada desentralisasi yang memadai, sehingga desa ini tidak punya perencanaan dan sistem keuangan yang otonom. Bukan pilihan yang tepat untuk mengembangkan masa depan desa.
  • 8. Kelurahan Merupakan bentuk yang jelas dan esktrem dari desa administratif. Tidak mempunyai otonomi dan demokrasi. Sebagai kepanjangan tangan negara, yakni menjadi salah satu bentuk SKPD. Administrasi dan birokrasinya modern. Hanya menjalankan tugas administratif. Tidak membikin repot pemda, sehingga banyak pemda yang ingin mengubah desa menjadi kelurahan. Bukan pilihan yang tepat untuk mengembangkan masa depan desa.
  • 9. Kedudukan Desa Pergantian UU tidak mengarah pada perubahan kedudukan desa yang lebih jelas, makalah cenderung bongkar pasang yang menimbulkan masalah-masalah baru. Lihat Pasal 2 ayat 1 UU No. 32/2004: Desa bukan bagian dari NKRI, melainkan sebagai subsistem pemerintah kabupaten. Kedudukan desa tidak jelas, apakah sebagai desa otonom atau desa adat. Otonomi asli memperoleh ruang untuk bangkit kembali, tetapi tidak ada revitalisasi kewenangan asli. Terjadi otonomi dalam otonomi. Eksperimentasi otonomi desa di berbagai daerah masih bersifat parsial, karena terkendala aturan (UU). Desa transisi antara desa administratif dan desa otonom. Umumnya desa-desa sebagai desa administratif, hanya kemampuan dan kemajuan lokal yang membedakan.
  • 10. Kewenangan Desa Generik: Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa. Devolutif: kewenangan yang melekat pada desa (menyusun Perdes, menyelenggarakan pilkades, membentuk Bamusdes, lembaga-lembaga desa, BUMDES, dll). Distributif: urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa (misal: pembuatan KTP, pendataan, IMB di jalan desa, mengelola pasar desa, dll). Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota (pemungutan PBB, pemilihan umum, dll).
  • 11. Perencanaan Desa Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun perencanaan pembangungan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/Kota. Perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya. Dalam menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.
  • 12. Perencanaan Melalui mekanisme Musrenbang bertingkat dari bawah (bottom up). Banyak mengandung kelemahan: jangkauan warga desa terbatas pada isu-isu lokal (desa) bukan pada isu sektoral, formalisasi perencanaan, tidak naik, warga cenderung frustasi karena tidak jelas. Kedepan sebaiknya desa mempunyai sistem perencanaan sendiri, yang lepas dari sistem perencanaan daerah (kabupaten/kota). Sistem perencanaan desa berbasis pada kewenangan desa.
  • 13. Keuangan Desa Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah (Desentralisasi). Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (Pembantuan) Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (Pembantuan)
  • 14. Sumber Pendapatan Desa Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa; Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% setelah dikurangi gaji pegawai, yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa (ADD); Bantuan keuangan dari Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
  • 15. Pemerintah Desa Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri atas: Sekretaris Desa dan perangkat lain (sekretariat desa; pelaksana teknis lapangan; unsur kewilayahan) Jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa.
  • 16. Kepala Desa Kepala Desa mempunyai kewajiban memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Bamusdes, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun. Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Bamusdes disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah Bamusdes.
  • 17. Kepala Desa Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas atau media lainnya. Laporan digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan sebagai bahan pembinaan. Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat dan kepada Bamusdes.
  • 18. Sekretaris Desa Sekretaris Desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu: berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat; mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan; mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran; mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan; memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan bersedia tinggal di desa yang bersangkutan. Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
  • 19. Masalah-masalah yang muncul Menimbulkan kesulitan penataan kepegawaian dan beban anggaran negara. Birokratisasi desa Loyalitas ganda sekdes: kepada kades dan pembina PNS. Kecemburuan sosial di desa.
  • 20. Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa. Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa. Penghasilan tetap paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.
  • 21. Bamusdes dan Demokrasi Desa Bamusdes berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota Bamusdes adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota Bamusdes terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota Bamusdes adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota Bamusdes ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
  • 22. Bamusdes berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Bamusdes mempunyai wewenang: membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa; melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa; mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa; membentuk panitia pemilihan kepala desa; menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan menyusun tata tertib Bamusdes.
  • 23. Catatan tentang Bamusdes Proses pembentukan Bamusdes tidak melibatkan partisipasi warga langsung. Keanggotaan berbasis tokoh masyarakat, tidak mencerminkan perwakilan masyarakat desa. Kekuatan legitimasi Bamusdes lemah, tetapi bertugas membuat Peraturan Desa Fungsi kontrol yang pernah dimilii oleh BPD tidak ada pada Bamusdes. Bamusdes jadi alat pembenaran pemerintah desa.