1. Posisi Desa Dalam
Otonomi Daerah
Sutoro Eko
IRE Yogyakarta &
STPMD APMD
2. Prinsip Dasar Otoda
Otonomi daerah berpijak pada asas desentralisasi,
dokonsentrasi dan tugas pembantuan.
Otonomi daerah seluas-luasnya, tetapi tetap dalam
bingkai NKRI
Tujuan akhir otonomi daerah adalah mencapai
kesejahteraan rakyat, antara lain melalui program-
program pembangunan dan pelayanan publik.
Otonomi daerah adalah kemandirian, tetapi kemandirian
bukanlah kesendirian.
Pemerintahan desa disandarkan pada prinsip
keragaman, demokrasi, akuntabilitas, partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
3. Isu-isu Utama Dalam
Pemerintahan Desa
Kedudukan dan kewenangan desa.
Perencanaan pembangunan desa
Keuangan desa
Demokrasi desa, khususnya akuntabilitas
kepala desa serta posisi dan peran
Badan Permusyawaratan Desa.
Birokrasi desa (Sekdes, sistem
kepegawaian, penggajian, kesejahteraan,
dll).
4. Kedudukan Desa
Kejelasan kedudukan desa akan
menentukan kewenangan, perencanaan
desa, struktur & sistem pemerintahan
desa serta keuangan desa.
Ada tiga pilihan kedudukan desa: desa
adat, desa otonom dan desa administratif
Kalau untuk kejelasan dan
memberdayakan desa, pilihan utamanya
hanya dua: desa adat atau desa otonom.
5. Desa Adat
Merupakan embrio (cikal-bakal) desa di Nusantara.
Berbasis pada suku (genealogis) dan mempunyai batas-
batas wilayah.
Punya otonomi asli, struktur/sistem pemerintahan asli
menurut hukum adat, dan menghidupi sendiri secara
komunal.
Sering disebut sebagai self governing community.
Negara tidak mengurus desa adat, kecuali memberikan
pelayanan publik pada warga.
Desa adat tidak membantu negara menjalankan urusan-
urusan administratif.
Mempunyai otonomi secara sendirian, tidak ada
pembagian kekuasaan dari negara. Negara hanya
mengakui kedudukan, kewenangan asli dan kekayaan
desa adat.
6. Desa Otonom
Sering disebut sebagai local self government, seperti
daerah.
Sudah semakin modern, pengaruh adat semakin
berkurang.
Bukan bagian dari kabupaten, tetapi bagian dari NKRI.
Intervensi negara minimal, tetapi negara melakukan
desentralisasi, supervisi dan fasilitasi.
Negara melakukan desentralisasi politik, pembangunan,
administrasi dan keuangan kepada desa.
Desa mempunyai otonomi dan kewenangan dalam hal
perencanaan, pelayanan publik, keuangan (APBDes),
dll.
Mempunyai sistem demokrasi lokal.
7. Desa Administratif
Mempunyai batas-batas wilayah yang jelas.
Berada dalam subsistem (bagian) dari pemerintah
kabupaten/kota.
Sering disebut sebagai the local state government.
Otonominya sangat terbatas dan tidak jelas.
Sebagai kepanjangan tangan negara, menjalankan
tugas pembantuan negara, terutama pelayanan
administratif.
Tidak ada desentralisasi yang memadai, sehingga desa
ini tidak punya perencanaan dan sistem keuangan yang
otonom.
Bukan pilihan yang tepat untuk mengembangkan masa
depan desa.
8. Kelurahan
Merupakan bentuk yang jelas dan esktrem dari desa
administratif.
Tidak mempunyai otonomi dan demokrasi.
Sebagai kepanjangan tangan negara, yakni menjadi
salah satu bentuk SKPD.
Administrasi dan birokrasinya modern.
Hanya menjalankan tugas administratif.
Tidak membikin repot pemda, sehingga banyak pemda
yang ingin mengubah desa menjadi kelurahan.
Bukan pilihan yang tepat untuk mengembangkan masa
depan desa.
9. Kedudukan Desa
Pergantian UU tidak mengarah pada perubahan kedudukan
desa yang lebih jelas, makalah cenderung bongkar pasang
yang menimbulkan masalah-masalah baru.
Lihat Pasal 2 ayat 1 UU No. 32/2004: Desa bukan bagian dari
NKRI, melainkan sebagai subsistem pemerintah kabupaten.
Kedudukan desa tidak jelas, apakah sebagai desa otonom
atau desa adat.
Otonomi asli memperoleh ruang untuk bangkit kembali, tetapi
tidak ada revitalisasi kewenangan asli.
Terjadi otonomi dalam otonomi.
Eksperimentasi otonomi desa di berbagai daerah masih
bersifat parsial, karena terkendala aturan (UU).
Desa transisi antara desa administratif dan desa otonom.
Umumnya desa-desa sebagai desa administratif, hanya
kemampuan dan kemajuan lokal yang membedakan.
10. Kewenangan Desa
Generik: Urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul desa.
Devolutif: kewenangan yang melekat pada desa
(menyusun Perdes, menyelenggarakan pilkades,
membentuk Bamusdes, lembaga-lembaga desa,
BUMDES, dll).
Distributif: urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa (misal: pembuatan KTP,
pendataan, IMB di jalan desa, mengelola pasar desa,
dll).
Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
(pemungutan PBB, pemilihan umum, dll).
11. Perencanaan Desa
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
desa disusun perencanaan pembangungan desa
sebagai satu kesatuan dalam sistem
perencanaan pembangunan daerah
kabupaten/Kota.
Perencanaan pembangunan desa disusun secara
partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai
dengan kewenangannya.
Dalam menyusun perencanaan pembangunan
desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan
desa.
12. Perencanaan
Melalui mekanisme Musrenbang bertingkat dari
bawah (bottom up).
Banyak mengandung kelemahan: jangkauan
warga desa terbatas pada isu-isu lokal (desa)
bukan pada isu sektoral, formalisasi
perencanaan, tidak naik, warga cenderung
frustasi karena tidak jelas.
Kedepan sebaiknya desa mempunyai sistem
perencanaan sendiri, yang lepas dari sistem
perencanaan daerah (kabupaten/kota).
Sistem perencanaan desa berbasis pada
kewenangan desa.
13. Keuangan Desa
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa
yang menjadi kewenangan desa didanai dari
anggaran pendapatan dan belanja desa,
bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah
daerah (Desentralisasi).
Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah
yang diselenggarakan oleh pemerintah desa
didanai dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah (Pembantuan)
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai
dari anggaran pendapatan dan belanja negara
(Pembantuan)
14. Sumber Pendapatan Desa
Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil
kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil
gotong royong, dan lain-lain
Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit
10% untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota
sebagian diperuntukkan bagi desa;
Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa
paling sedikit 10% setelah dikurangi gaji pegawai, yang
pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional
yang merupakan alokasi dana desa (ADD);
Bantuan keuangan dari Pemerintah, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan;
Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak
mengikat.
15. Pemerintah Desa
Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan
Perangkat Desa.
Perangkat Desa terdiri atas: Sekretaris Desa
dan perangkat lain (sekretariat desa;
pelaksana teknis lapangan; unsur kewilayahan)
Jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
Susunan organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa ditetapkan dengan
peraturan desa.
16. Kepala Desa
Kepala Desa mempunyai kewajiban memberikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada
Bamusdes, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
masyarakat.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui
Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.
Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada
Bamusdes disampaikan 1 (satu) kali dalam satu
tahun dalam musyawarah Bamusdes.
17. Kepala Desa
Menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada masyarakat dapat
berupa selebaran yang ditempelkan pada papan
pengumuman atau diinformasikan secara lisan
dalam berbagai pertemuan masyarakat desa,
radio komunitas atau media lainnya.
Laporan digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai
dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan desa dan sebagai bahan
pembinaan.
Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa
disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui
Camat dan kepada Bamusdes.
18. Sekretaris Desa
Sekretaris Desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
persyaratan, yaitu:
berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat;
mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;
mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;
mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan
dan di bidang perencanaan;
memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan
bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.
Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
19. Masalah-masalah yang muncul
Menimbulkan kesulitan penataan
kepegawaian dan beban anggaran negara.
Birokratisasi desa
Loyalitas ganda sekdes: kepada kades dan
pembina PNS.
Kecemburuan sosial di desa.
20. Kedudukan Keuangan
Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan
penghasilan tetap setiap bulan dan/atau
tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan
keuangan desa.
Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya
yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa
ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.
Penghasilan tetap paling sedikit sama dengan
Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.
21. Bamusdes dan
Demokrasi Desa
Bamusdes berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa.
Anggota Bamusdes adalah wakil dari penduduk desa
bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang
ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Anggota Bamusdes terdiri dari Ketua Rukun Warga,
pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan
tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.
Masa jabatan anggota Bamusdes adalah 6 tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
Jumlah anggota Bamusdes ditetapkan dengan jumlah ganjil,
paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas)
orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
22. Bamusdes berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Bamusdes mempunyai wewenang:
membahas rancangan peraturan desa bersama
kepala desa;
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan desa dan peraturan kepala desa;
mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
kepala desa;
membentuk panitia pemilihan kepala desa;
menggali,menampung, menghimpun,
merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat; dan
menyusun tata tertib Bamusdes.
23. Catatan tentang Bamusdes
Proses pembentukan Bamusdes tidak melibatkan
partisipasi warga langsung.
Keanggotaan berbasis tokoh masyarakat, tidak
mencerminkan perwakilan masyarakat desa.
Kekuatan legitimasi Bamusdes lemah, tetapi
bertugas membuat Peraturan Desa
Fungsi kontrol yang pernah dimilii oleh BPD
tidak ada pada Bamusdes.
Bamusdes jadi alat pembenaran pemerintah
desa.