ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi yang sedang berlangsung sekarang ini, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat. Arus komunikasi sangat sarat dan tentu
akan mempengaruhi proses pendidikan, seiring kemajuan jaman. Oleh karena itu, kita
tidak dapat mengelakkan dari situasi yang demikian itu, dan semua individu dituntut
untuk memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan. Keterampilan dan
kemampuan yang harus dimiliki tersebut antara lain adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah dan kemampuan untuk berfikir kreatif. Kemampuan ini sangat
penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada
berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut kreativitas untuk menemukan
solusi dari permasalahan yang dihadapinya agar dapat diselesaikan dengan cepat dan
tepat.
Berdasarkan UU RI No.20 pasal 3 tahun 2003 (Permendiknas) tentang sistem
pendidikan nasional yang menyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Pemecahan masalah (Problem solving) sangatlah penting dalam
kegiatan belajar matematika, Oleh karena itu siswa dituntuk untuk dapat
2
menunjukkan kemampuan untuk membuat, menafsirkan, dan menyelsaikan model
matematika dalam pemecahan masalah (National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM) dalam Matin, 2011: 1). Namun pada kenyataanya, kemampuan
pemecahan masalah siswa terhadap materi yang diajarkan dirasakan masih kurang
baik. Dari hasil observasi terlihat bahwa ulangan harian dengan bentuk pilihan ganda
lebih membuat siswa senang daripada soal uraian. Karena ketika ulangan harian jika
diberikan soal bentuk pilihan ganda siswa lebih gampang mengisi dengan cara
menebak jawaban ketika tidak bisa mengerjakan soalnya itu beda dengan bentuk soal
uraian, yang memerlukan langkah-langkah dalam pengerjaannya dan langkah-
langkah pengerjaan siswa untuk memecahkan soal masih kurang sempurna. Hal ini
berdampak kepada nilai yang diperoleh menjadi kurang memuaskan. Selain itu juga,
masih banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikan suatu soal ketika mereka lupa
rumusnya. Tidak sedikit pula siswa yang merasa kurang yakin atas pekerjaannya,
bahkan kadang mereka mengetahui bahwa pekerjaannya salah namun mereka tidak
bisa memperbaikinya.
Guru yang baik adalah guru yang selama pembelajaran di dalam kelas dapat
menguasai kelas dan berceramah dengan suara yang lantang dengan materi pelajaran
yang disampaikan sesuai dengan kurikulum. Praktek pendidikan yang selama ini
berlangsung di sekolah ternyata sangat jauh dari hakikat pendidikan yang
sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan manusia yang memiliki
kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya dan mengembangkan
pengetahuan lebih lanjut, kreatif dalam menghadapi suatu masalah, serta memiliki
3
kemampuan bekerjasama dalam kelompok. Untuk itulah sangat penting mencari
alternatif metode pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan hasil belajar
siswa yang terkait dengan aspek-aspek yang lebih tinggi serta lebih mengaktifkan
siswa akan lebih kreatif sehingga bisa lebih tanggap terhadap masalah-masalah yang
ada di sekitarnya.
Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus untuk
menghasilkan sesuatu yang kreatif/ orisinil sesuai dengan keperluan (Mustaji, 2007).
Untuk itu, agar kita dapat memiliki perilaku positif untuk berpikir kreatif dan kita
dapat menyelesaikan segala masalah dengan kreatif maka pada setiap individu perlu
ditumbuhkan rasa keingintahuan, mencari masalah, menikmati tantangan optimis
terhadap segala hal, mampu membedakan penilaian, nyaman dengan imajinasi,
melihat masalah sebagai peluang, melihat masalah sebagai hal yang menarik,
menerima masalah secara emosional, menantang anggapan, tidak mudah menyerah
dan berusaha keras (Haris dalam Mustaji, 2007).
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ikut membantu dalam
pemecahan suatu masalah. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, peranan penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Sehingga pada
prinsipnya pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang terjadi dalam ilmu
pasti yang merupakan sebuah proses belajar mengajar.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara siswa dengan sumber-sumber belajar. Sehingga, proses belajar tidak hanya
4
terjadi karena adanya interaksi antara siswa dan guru tetapi dapat pula diperoleh
lewat interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar lainnya.
Dalam pemecahan masalah matematika setiap siswa harus mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda. Memahami rendahnya mutu hasil belajar
matematika siswa, khususnya dalam pemecahan masalah matematika tidak dapat
terlepas dari konteks yang melengkapi proses pembelajaran, seperti diri siswa sendiri,
fasilitas pembelajaran, serta guru yang mengajar. Diri siswa terkait dengan
kemampuan mengikuti pembelajaran matematika, kesiapan psikologis maupun
kesiapan intelektualnya untuk mengikuti pembelajaran matematika. Fasilitas
pembelajaran terkait dengan berbagai daya dukung sarana maupun prasarana
pembelajaran yang dioptimalkan dalam proses pembelajaran. Guru harus pandai
memilih strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh
anak tersebut, guna memfasilitasi anak-anak dengan kemampuan berbeda-beda. Salah
satunya dengan memperhatikan bagaimana menentukan model pembelajaran yang
sesuai sehingga dapat mengakomodasi kemampuan anak yang berbeda-beda tersebut.
Untuk mewujudkan harapan agar siswa menjadi kreatif dan memiliki
kemampuan pemecahan masalah matematika yang baik, tentu dibutuhkan pula model
pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah secara kreatif. Diantaranya
model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS).
Mengingat matematika tidak mudah dipelajari, maka pembelajaran
matematika harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menarik siswa untuk
5
belajar. Hal ini sangat penting karena biasanya seseorang akan senang pada sesuatu
apabila hal itu disampaikan dalam bentuk-bentuk yang menarik. Oleh karena itu,
matematika yang diajarkan harus memperlihatkan unsur-unsur menariknya baik bagi
diri secara individual maupun secara kelompok. Untuk itu pembelajaran matematika
dengan model Creative Problem Solving (CPS) harus dilakukan dalam kerangka
pengembangan diri secara individual dengan teknik-teknik pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok, serta bahan-bahan dan metode pembelajarannya
dilakukan secara integratif.
Creative Problem Solving (CPS) adalah model pembelajaran yang melakukan
pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti
dengan penguatan keterampilan Pepkin (Aldo, 2009). Dalam pembelajaran model
Creative Problem Solving (CPS) ini siswa dituntut aktif sehingga dalam pembelajaran
siswa mampu mengeluarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk
memecahakan masalah yang belum mereka temui. Aktif berarti siswa banyak
melakukan aktivitas selama proses belajar berlangsung, karena dalam pembelajaran
model Creative Problem Solving (CPS) ada beberapa tahapan yang harus dilalui
siswa selama dalam proses pembelajaran yang meliputi klarifikasi masalah,
pengungkapan pendapat,evaluasi dan pemilihan serta implementasi. Aktivitas siswa
selama proses pembelajaran berlangsung tidak hanya mendengarkan dan mencatat
saja. Bertanya pada teman saat diskusi, berani mengemukakan pendapat, dan aktivitas
lainnya baik secara mental, fisik, dan sosial sehingga siswa dapat menggunakan
6
berbagai cara sesuai dengan daya kreatif mereka untuk memecahkan masalah
tersebut, sehingga sebagian tujuan pembelajaran matematika terpenuhi.
Berdasarkan hal-hal di atas, timbul keinginan penulis untuk melakukan
penelitian dengan judul Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
antara siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) dengan Konvensional.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki peneliti dan untuk memfokuskan
masalah, maka peneliti membatasinya sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di SMAN 19 Garut Kelas XI IPA 3 dan IPA 4.
2. Pokok bahasan yang digunakan pada penelitian adalah Turunan Fungsi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih
baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?
7
D. Tujuan penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Menelaah kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran
konvensional.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung terutama dalam rangka pengimplementasian
Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Secara khusus manfaat penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan,
terutama kepada pihak-pihak seperti diuraikan berikut ini :
1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan (model pembelajaran
alternatif) dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
8
2. Bagi Siswa
a. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode Creative Problem
Solving (CPS)
b. Untuk menumbuhkan minat dalam mempelajari matematika dengan cara
kreatif.
3. Calon Pendidik
a. Memberikan wawasan mengenai model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika.
b. Memperoleh gambaran mengenai model–model pembelajaran marematika
guna memberikan kontribusi pengetahuan terhadap diri calon pendidik.
F. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen, yaitu dengan cara memberikan perlakuan pada dua kelas sampel yang
berbeda. Pertama, kelas eksperimen dengan pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan yang kedua adalah kelas kontrol
dengan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.
Kegiatan pertama pada tindak penelitian ini adalah dengan cara memberikan
tes awal pada kedua kelas tersebut. Adapun tujuan diberikannya tes awal adalah
untuk mengetahui kemampuan awal siswa baik pada kelas eksperimen maupun pada
kelas kontrol. Setelah proses pembelajaran selesai, maka penulis memberikan tes
9
akhir untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah dari kedua kelas
tersebut.
G. Hipotesis
Berdasarkan uraian-uraian di atas yang telah dikemukakan tadi, penulis
mengajukan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : Kemampuan pemecahan
masalah siswa yang menggunakan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
lebih baik dibandingkan dengan Konvensional.

More Related Content

14. bab i

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang sedang berlangsung sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat. Arus komunikasi sangat sarat dan tentu akan mempengaruhi proses pendidikan, seiring kemajuan jaman. Oleh karena itu, kita tidak dapat mengelakkan dari situasi yang demikian itu, dan semua individu dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan. Keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki tersebut antara lain adalah kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan untuk berfikir kreatif. Kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut kreativitas untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya agar dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Berdasarkan UU RI No.20 pasal 3 tahun 2003 (Permendiknas) tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Pemecahan masalah (Problem solving) sangatlah penting dalam kegiatan belajar matematika, Oleh karena itu siswa dituntuk untuk dapat
  • 2. 2 menunjukkan kemampuan untuk membuat, menafsirkan, dan menyelsaikan model matematika dalam pemecahan masalah (National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam Matin, 2011: 1). Namun pada kenyataanya, kemampuan pemecahan masalah siswa terhadap materi yang diajarkan dirasakan masih kurang baik. Dari hasil observasi terlihat bahwa ulangan harian dengan bentuk pilihan ganda lebih membuat siswa senang daripada soal uraian. Karena ketika ulangan harian jika diberikan soal bentuk pilihan ganda siswa lebih gampang mengisi dengan cara menebak jawaban ketika tidak bisa mengerjakan soalnya itu beda dengan bentuk soal uraian, yang memerlukan langkah-langkah dalam pengerjaannya dan langkah- langkah pengerjaan siswa untuk memecahkan soal masih kurang sempurna. Hal ini berdampak kepada nilai yang diperoleh menjadi kurang memuaskan. Selain itu juga, masih banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikan suatu soal ketika mereka lupa rumusnya. Tidak sedikit pula siswa yang merasa kurang yakin atas pekerjaannya, bahkan kadang mereka mengetahui bahwa pekerjaannya salah namun mereka tidak bisa memperbaikinya. Guru yang baik adalah guru yang selama pembelajaran di dalam kelas dapat menguasai kelas dan berceramah dengan suara yang lantang dengan materi pelajaran yang disampaikan sesuai dengan kurikulum. Praktek pendidikan yang selama ini berlangsung di sekolah ternyata sangat jauh dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya dan mengembangkan pengetahuan lebih lanjut, kreatif dalam menghadapi suatu masalah, serta memiliki
  • 3. 3 kemampuan bekerjasama dalam kelompok. Untuk itulah sangat penting mencari alternatif metode pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan hasil belajar siswa yang terkait dengan aspek-aspek yang lebih tinggi serta lebih mengaktifkan siswa akan lebih kreatif sehingga bisa lebih tanggap terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif/ orisinil sesuai dengan keperluan (Mustaji, 2007). Untuk itu, agar kita dapat memiliki perilaku positif untuk berpikir kreatif dan kita dapat menyelesaikan segala masalah dengan kreatif maka pada setiap individu perlu ditumbuhkan rasa keingintahuan, mencari masalah, menikmati tantangan optimis terhadap segala hal, mampu membedakan penilaian, nyaman dengan imajinasi, melihat masalah sebagai peluang, melihat masalah sebagai hal yang menarik, menerima masalah secara emosional, menantang anggapan, tidak mudah menyerah dan berusaha keras (Haris dalam Mustaji, 2007). Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ikut membantu dalam pemecahan suatu masalah. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, peranan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Sehingga pada prinsipnya pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang terjadi dalam ilmu pasti yang merupakan sebuah proses belajar mengajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar. Sehingga, proses belajar tidak hanya
  • 4. 4 terjadi karena adanya interaksi antara siswa dan guru tetapi dapat pula diperoleh lewat interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar lainnya. Dalam pemecahan masalah matematika setiap siswa harus mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Memahami rendahnya mutu hasil belajar matematika siswa, khususnya dalam pemecahan masalah matematika tidak dapat terlepas dari konteks yang melengkapi proses pembelajaran, seperti diri siswa sendiri, fasilitas pembelajaran, serta guru yang mengajar. Diri siswa terkait dengan kemampuan mengikuti pembelajaran matematika, kesiapan psikologis maupun kesiapan intelektualnya untuk mengikuti pembelajaran matematika. Fasilitas pembelajaran terkait dengan berbagai daya dukung sarana maupun prasarana pembelajaran yang dioptimalkan dalam proses pembelajaran. Guru harus pandai memilih strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh anak tersebut, guna memfasilitasi anak-anak dengan kemampuan berbeda-beda. Salah satunya dengan memperhatikan bagaimana menentukan model pembelajaran yang sesuai sehingga dapat mengakomodasi kemampuan anak yang berbeda-beda tersebut. Untuk mewujudkan harapan agar siswa menjadi kreatif dan memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang baik, tentu dibutuhkan pula model pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah secara kreatif. Diantaranya model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Mengingat matematika tidak mudah dipelajari, maka pembelajaran matematika harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menarik siswa untuk
  • 5. 5 belajar. Hal ini sangat penting karena biasanya seseorang akan senang pada sesuatu apabila hal itu disampaikan dalam bentuk-bentuk yang menarik. Oleh karena itu, matematika yang diajarkan harus memperlihatkan unsur-unsur menariknya baik bagi diri secara individual maupun secara kelompok. Untuk itu pembelajaran matematika dengan model Creative Problem Solving (CPS) harus dilakukan dalam kerangka pengembangan diri secara individual dengan teknik-teknik pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, serta bahan-bahan dan metode pembelajarannya dilakukan secara integratif. Creative Problem Solving (CPS) adalah model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan Pepkin (Aldo, 2009). Dalam pembelajaran model Creative Problem Solving (CPS) ini siswa dituntut aktif sehingga dalam pembelajaran siswa mampu mengeluarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk memecahakan masalah yang belum mereka temui. Aktif berarti siswa banyak melakukan aktivitas selama proses belajar berlangsung, karena dalam pembelajaran model Creative Problem Solving (CPS) ada beberapa tahapan yang harus dilalui siswa selama dalam proses pembelajaran yang meliputi klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat,evaluasi dan pemilihan serta implementasi. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Bertanya pada teman saat diskusi, berani mengemukakan pendapat, dan aktivitas lainnya baik secara mental, fisik, dan sosial sehingga siswa dapat menggunakan
  • 6. 6 berbagai cara sesuai dengan daya kreatif mereka untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga sebagian tujuan pembelajaran matematika terpenuhi. Berdasarkan hal-hal di atas, timbul keinginan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika antara siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan Konvensional. B. Batasan Masalah Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki peneliti dan untuk memfokuskan masalah, maka peneliti membatasinya sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan di SMAN 19 Garut Kelas XI IPA 3 dan IPA 4. 2. Pokok bahasan yang digunakan pada penelitian adalah Turunan Fungsi. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?
  • 7. 7 D. Tujuan penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menelaah kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung terutama dalam rangka pengimplementasian Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Secara khusus manfaat penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan, terutama kepada pihak-pihak seperti diuraikan berikut ini : 1. Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan (model pembelajaran alternatif) dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
  • 8. 8 2. Bagi Siswa a. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode Creative Problem Solving (CPS) b. Untuk menumbuhkan minat dalam mempelajari matematika dengan cara kreatif. 3. Calon Pendidik a. Memberikan wawasan mengenai model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika. b. Memperoleh gambaran mengenai model–model pembelajaran marematika guna memberikan kontribusi pengetahuan terhadap diri calon pendidik. F. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan cara memberikan perlakuan pada dua kelas sampel yang berbeda. Pertama, kelas eksperimen dengan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan yang kedua adalah kelas kontrol dengan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Kegiatan pertama pada tindak penelitian ini adalah dengan cara memberikan tes awal pada kedua kelas tersebut. Adapun tujuan diberikannya tes awal adalah untuk mengetahui kemampuan awal siswa baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Setelah proses pembelajaran selesai, maka penulis memberikan tes
  • 9. 9 akhir untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah dari kedua kelas tersebut. G. Hipotesis Berdasarkan uraian-uraian di atas yang telah dikemukakan tadi, penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : Kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik dibandingkan dengan Konvensional.