1. 1
PERANAN PERTANIAN DALAM EKONOMI PERDESAAN
Harianto
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan, Institut Pertanian Bogor
Jl. Pajajaran Kampus IPB Baranangsiang Bogor
Abstract
Agricultural and rural development are considered as one unit of development which should not be
separated. Agriculture is the main component that support rural livelihood in Indonesia. However, its role indicate
that the entire aspects of agricultural sectors have not been well developed and unable to achieve rural welfare at
the expected level. The role of agricultural sector is confronted with various problems in accordance with the
development of rural economy. In this regard, a future strategic agricultural development is required through the
formulation and implementation of several important roles of agriculture toward the increasing national and rural
economy.
Key words : agriculture, rural, development
Abstrak
Pembangunan pertanian dan perdesaan merupakan satu kesatuan yang tidah terpisahkan. Pertanian
merupakan komponen utama yang menopang kehidupan perdesaan di Indonesia. Namun demikian peranan
sektor pertanian secara keseluruhan tidak berkembang sehingga belum berhasil mengangkat posisi petani pada
tingkat sejahtera seperti yang diharapkan. Peranan sektor pertanian dihadapkan pada berbagai permasalahan
sejalan dengan pengembangan perekonomian perdesaan. Diperlukan srategi pengembangan sektor pertanian ke
depan, melalui berbagai agenda kebijakan yang kondusif, sehingga peran sektor pertanian dalam perekonomian
perdesaan maupun nasional dapat ditingkatkan.
Kata kunci : pertanian, perdesaan, pembangunan
LATAR BELAKANG
Pertanian dan perdesaan merupakan
satu-kesatuan yang tak terpisahkan. Pertanian
merupakan komponen utama yang menopang
kehidupan perdesaan di Indonesia. Pertanian
tidak hanya sebatas pertanian dalam artian
sempit, namun dalam artian luas yaitu peng-
hasil produk primer yang terbarukan, termasuk
di dalamnya pertanian tanaman pangan dan
hortikultura, perkebunan, peternakan, perikan-
an, dan kehutanan.
Pertanian merupakan sektor yang me-
miliki peranan penting dalam perekonomian.
Peranan pertanian antara lain adalah (1)
menyediakan kebutuhan bahan pangan yang
diperlukan masyarakat untuk menjamin keta-
hanan pangan, (2) menyediakan bahan baku
industri, (3) sebagai pasar potensial bagi
produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4)
sumber tenaga kerja dan pembentukan modal
yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain,
(5) sumber perolehan devisa (Kuznets, 1964),
(6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan
ketahanan pangan, dan (7) menyumbang pem-
bangunan perdesaan dan pelestarian lingkung-
an hidup.
Pembangunan yang berlangsung sela-
ma ini belum berhasil mengangkat petani dan
pertanian kepada posisi yang seharusnya. Ke-
senjangan kesejahteraan petani dibandingkan
dengan pekerja di sektor lainnya semakin
melebar. Produktivitas usahatani dan kualitas
produk tidak menunjukkan perbaikan yang
berarti. Produk-produk pertanian semakin ber-
kurang daya saingnya dibandingkan dengan
negara-negara tetangga.
Keterpurukan dan tidak berkembang-
nya sektor pertanian ini memiliki dampak luas
dan dalam bagi pembangunan ekonomi dan
pembangunan Indonesia secara keseluruhan.
Tertinggalnya sektor pertanian mengakibatkan
pembangunan ekonomi dan pembangunan
negara tidak memiliki landasan yang kokoh dan
mudah runtuh saat terjadi perubahan keadaan.
Dampak negatif nyata dari terpuruknya perta-
nian adalah: (1) tingkat kemiskinan meningkat,
(2) ketahanan pangan rendah, (3) ketergan-
tungan pada pangan luar negeri menjadi tinggi,
2. 2
(4) industrialisasi yang terjadi sangat tergan-
tung pada faktor produksi atau bahan baku
impor, (5) pengangguran di perdesaan tinggi,
(6) stabilitas keamanan rendah, (7) mutu
kehidupan di perdesaan merosot, (8) kualitas
sumberdaya manusia menurun, (9) kualitas
lingkungan dan sumberdaya alam merosot, dan
(10) kemampuan atau daya saing bangsa dan
negara rendah. Guna mencegah hal-hal
tersebut diperlukan perhatian besar dari pihak
pemerintah dalam upaya pemberdayaan sektor
pertanian dan penentuan prioritas pemba-
ngunan pertanian dan perdesaan.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Pembangunan pertanian dan perdesa-
an perlu dilakukan secara paripurna, terinteg-
rasi, dan sinergis. Setiap unsur atau komponen
yang menjadi landasan pertanian perlu dikem-
bangkan secara optimal. Unsur-unsur pertanian
pokok adalah (a) petani dan keluarganya, (b)
sumberdaya alam, (c) teknologi, dan (d) lingku-
ngan sosial-budaya. Keempat unsur ini meru-
pakan satu kesatuan yang saling terkait dan
mempengaruhi. Petani dan keluarga petani
serta generasi penerusnya perlu diletakkan se-
bagai unsur sentral yang memperoleh manfaat
terbesar dari pembangunan pertanian. Kualitas
petani dan keluarganya perlu memperoleh
prioritas agar mampu melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap perubahan kondisi ling-
kungan yang melingkupinya. Tanpa perbaikan
kualitas petani dan keluarganya, berbagai pe-
luang yang muncul dari proses pembangunan
tidak akan mampu diraihnya.
Sebagian besar petani di Indonesia
dikategorikan sebagai petani gurem, dengan
penguasaan aset produktif minimal dan jauh
dari memadai untuk suatu usaha yang layak
bagi pemenuhan pendapatan keluarga. Dari
keadaan ini tercermin bahwa peningkatan ke-
sejahteraan petani tidak akan tercapai apabila
hanya mengandalkan pada hasil usahataninya.
Upaya-upaya peningkatan pendapatan petani
dari usahatani yang diusahakan perlu ditam-
bahkan dengan pendapatan yang dapat diper-
oleh dari usaha atau bekerja di luar usahatani
atau di luar sektor pertanian. Pembangunan
pertanian tidak dapat dilepaskan dari pemba-
ngunan perdesaan dalam arti luas. Peluang-
peluang ekonomi di perdesaan perlu lebih
didiversifikasi dan tidak hanya menggantung-
kan diri pada ekonomi usahatani.
PERANAN SEKTOR PERTANIAN
Para pemikir ekonomi pembangunan
telah lama menyadari bahwa sektor pertanian
memiliki peranan yang besar dalam perekono-
mian, terutama di tahap-tahap awal pemba-
ngunan (Lewis, 1954; Johnston dan Mellor,
1961; Kuznets, 1964). Sektor pertanian yang
tumbuh dan menghasilkan surplus yang besar
merupakan prasyarat untuk memulai proses
transformasi ekonomi. Pada masa awal trans-
formasi ekonomi, pertanian berperan penting
melalui beberapa cara. Sektor pertanian yang
tumbuh cepat akan mampu meningkatkan pen-
dapatan dan kesejahteraan penduduk di perde-
saan yang pada gilirannya dapat meningkatkan
permintaan terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sektor nonpertanian. Permin-
taan yang tumbuh tidak saja terjadi bagi
produk-produk untuk konsumsi akhir, tetapi
juga produk-produk sektor nonpertanian yang
digunakan petani sebagai input usahatani
ataupun untuk investasi (Tomich et al., 1995).
Lebih jauh lagi pertumbuhan sektor pertanian
akan mendorong pembangunan agroindustri.
Agroindustri yang ikut berkembang adalah in-
dustri yang mengolah bahan baku primer yang
dihasilkan pertanian, seperti industri pangan,
tekstil, minuman, obat-obatan, dan industri
bahan bakar nabati. Di bagian hulu, agro-
industri yang ikut tumbuh adalah industri yang
menyediakan input penting bagi pertanian,
seperti industri pupuk, obat dan pestisida, mau-
pun industri mesin pertanian. Berkembangnya
agroindustri, juga mengakibatkan semakin tum-
buhnya infrastruktur, perdesaan dan perkotaan,
serta semakin meningkatnya kemampuan
manajerial sumberdaya manusia. Pengalaman
Korea dan Taiwan menunjukkan bahwa sektor
pertanian dan agroindustri yang tumbuh kuat
dapat menjadi sarana penting bagi berkem-
bangnya aktivitas-aktivitas di sektor nonpertani-
an, seperti industri kimia, mesin, ataupun lo-
gam (Otsuka dan Reardon, 1998).
Kemajuan teknologi di sektor pertanian
yang diwujudkan dalam peningkatan produkti-
vitas tenaga kerja menjadikan sektor ini dapat
menjadi sumber tanaga kerja yang relatif mu-
rah bagi sektor nonpertanian (Timmer, 1988).
Selain itu, pertumbuhan sektor pertanian yang
3. 3
diikuti oleh naiknya pendapatan penduduk per-
desaan akan meningkatkan tabungan. Tabu-
ngan tersebut merupakan sumber modal untuk
membiayai pembangunan sektor nonpertanian
(Mellor, 1973). Sektor pertanian yang tumbuh
cepat dapat menjadi sumber penerimaan devi-
sa. Kontribusi devisa pertanian ini diperoleh
melalui peningkatan ekspor dan peningkatan
produk pertanian substitusi impor. Devisa dari
pertanian ini menjadi sarana strategis bagi
industrialisasi di suatu negara.
Pertumbuhan sektor pertanian yang
cepat terutama disebabkan oleh intensifikasi di
subsektor tanaman pangan, yaitu dengan di-
adopsinya padi ataupun gandum varietas ung-
gul beserta pemanfaatan pupuk, pestisida, dan
irigasi. Berbagai faktor percepatan pertumbu-
han sektor pertanian yang mampu mendorong
pertumbuhan sektor nonpertanian (Tomich et
al., 1995), adalah: (a) kebijakan yang lebih
terbuka, dimana proteksi yang berlebihan bagi
sektor industri, terutama lewat nilai tukar, akan
menghambat tumbuhnya pertanian dan meng-
hambat terbangunnya industri yang kompetitif;
(b) terbentuknya pasar kredit dan perbankan
yang efisien; (c) terbangunnya infrastruktur
perdesaan yang mencukupi dan berkualitas
untuk menghubungkan daerah perdesaan de-
ngan pasar output maupun input; (d)manfaat
dari pertumbuhan sektor pertanian terdistribusi
dengan baik. Salah satu syarat untuk pertum-
buhan sektor pertanian yang equitable adalah
distribusi tanah beserta hak kepemilikan atau
penguasaan yang lebih merata.
Dengan semakin lanjutnya transforma-
si ekonomi, peranan pertanian dalam pangsa
PDB akan semakin berkurang dengan cepat,
yang berarti juga peranannya dalam pertum-
buhan ekonomi juga berkurang. Sebaliknya
peranan sektor nonpertanian dalam pertum-
buhan ekonomi semakin penting. Berbagai
faktor penyebab turunnya pangsa pertanian
dalam PDB, antara lain adalah: (a) Engels
Law; (b) elastisitas permintaan terhadap off-
farm marketing services lebih elastis daripada
permintaan terhadap produk di tingkat petani;
dan (c) perubahan dan diferential teknologi
antara sektor pertanian dan sektor nonpertani-
an, dimana pertumbuhan teknologi di sektor
nonpertanian relatif lebih cepat; dan (d) aku-
mulasi kapital dan pengaruhnya terhadap
endowments kapital-tenaga kerja (Martin dan
Warr, 1992) yang mengakibatkan pangsa
sektor pertanian yang intensif tenaga kerja
turun relatif terhadap sektor nonpertanian yang
cenderung intensif kapital.
Kecepatan turunnya pangsa pertanian
dalam PDB ternyata tidak diikuti dengan
kecepatan penurunan yang sama dalam pang-
sa tenaga kerja. Akibatnya rata-rata produkti-
vitas per tenaga kerja turun. Menurunnya
produktivitas tenaga kerja ini menunjukkan
turunnya pendapatan petani. Turunnya pangsa
pertanian dalam PDB yang tidak disertai
dengan turunnya pangsa tenaga kerja dengan
kecepatan yang memadai, menjadikan gap
produktivitas tenaga kerja sektor pertanian
semakin tertinggal dengan sektor nonpertanian.
EKONOMI PERDESAAN
Rumah tangga di perdesaan relatif
heterogen dalam aspek aktivitas yang dilaku-
kan serta dalam kepentingan relatif dari aktivi-
tas tersebut dalam memberikan pendapatan
rumah tangga. World Bank (2007) menunjuk-
kan bahwa lebih dari 60 persen rumah tangga
perdesaan di Indonesia berpartisipasi di perta-
nian, namun pangsa pendapatan rumah tangga
perdesaan yang berasal dari pertanian kurang
dari 30 persen. Sumber pendapatan rumah
tangga perdesaan berasal dari pertanian, tena-
ga kerja upahan di desa, ataupun dari migrasi.
Sumber pendapatan migrasi adalah dari ang-
gota rumah tangga yang bekerja di luar perde-
saan atau bahkan bekerja di luar negeri. Jum-
lah rumah tangga perdesaan di Indonesia yang
pangsa terbesar pendapatannya bersumber
dari pertanian hanyalah 16 persen.
Pertanian memiliki peran penting da-
lam transformasi ekonomi perdesaan. Pertani-
an mempengaruhi aktivitas nonpertanian di
perdesaan melalui tiga cara, yaitu produksi,
konsumsi, dan keterkaitan pasar tenaga kerja.
Pada sisi produksi, pertumbuhan sektor perta-
nian memerlukan input berupa pupuk, pesti-
sida, benih, ataupun alsintan yang diproduksi
dan didistribusikan oleh perusahaan nonperta-
nian. Sektor pertanian yang tumbuh mendo-
rong semakin berkembangnya aktivitas-aktivi-
tas di bagian hilirnya, yaitu dengan menyedia-
kan bahan baku untuk diproses ataupun didis-
tribusikan. Pada sisi konsumsi, meningkatnya
pendapatan menyebabkan konsumsi rumah
tangga tani meningkat, yang juga berarti per-
mintaan barang ataupun jasa yang dihasilkan
sektor nonpertanian meningkat.
4. 4
Sektor pertanian mempengaruhi sisi
penawaran dari ekonomi sektor nonpertanian di
perdesaan. Upah di sektor pertanian menjadi
patokan biaya oportunitas dari tenaga kerja
yang disalurkan ke aktivitas-aktivitas nonperta-
nian. Permintaan tenaga kerja di sektor perta-
nian yang bersifat musiman berpengaruh terha-
dap penawaran tenaga kerja untuk aktivitas
nonpertanian. Sebaliknya, peningkatan kesem-
patan kerja di sektor nonpertanian belum tentu
akan menyebabkan meningkatnya tingkat
upah. Peningkatan kesempatan kerja di sektor
nonpertanian akan menyebabkan kenaikan
upah apabila ekonomi sektor nonpertanian
tumbuh akibat meningkatnya permintaan dan
meningkatnya produktivitas tenaga kerja.
Jenis dan jumlah produk yang dihasil-
kan sektor pertanian di suatu daerah juga
mempengaruhi aktivitas-aktivitas nonpertanian
yang akan berkembang (pemasaran, pengo-
lahan, ataupun transportasi). Studi lintas nega-
ra yang dilakukan Hazell dan Haggblade pada
tahun 1993 menunjukkan hubungan yang
positif antara pendapatan pertanian, yang
diukur dengan pendapatan pertanian per kapita
penduduk perdesaan, dan pangsa tenaga
kerja nonpertanian di perdesaan. Untuk kasus
Indonesia, ditemukan peningkatan yang tajam
dari pangsa tenaga kerja nonpertanian saat
pendapatan pertanian per kapita meningkat.
Pertumbuhan sektor pertanian menja-
dikan ekonomi perdesaan lebih terdiversifikasi.
Sektor nonpertanian di perdesaan menjadi
sumber pertumbuhan dan kesempatan kerja
yang penting. Sektor nonpertanian yang semu-
la bersifat usaha sampingan dan berorientasi
subsisten, semakin menjadi penggerak per-
tumbuhan ekonomi dan menjadi sumber pen-
dapatan yang penting bagi rumah tangga di
perdesaan.
Indikator lain yang dapat dilihat dari
semakin pentingnya aktivitas nonpertanian di
perdesaan adalah perkembangan pangsa
tenaga kerjanya. Sektor nonpertanian memiliki
pangsa tenaga kerja yang semakin meningkat.
Di daerah perkotaan, sektor nonpertanian
menyerap lebih dari 90 persen tenaga kerja.
Sedangkan di perdesaan kontribusi tenaga
kerja sektor nonpertanian mencapai di atas 36
persen. Komposisi atau sebaran tenaga kerja
sektor nonpertanian di daerah perdesaan
terutama didominasi aktivitas di bidang perda-
gangan, manufaktur, dan jasa. Pangsa tenaga
kerja sektor nonpertanian di daerah perdesaan
akan meningkat jika di dalamnya dimasukkan
daerah-daerah kota yang masih bersifat desa
(rural towns ) seperti yang dikemukakan oleh
Hazell dan Haggblade (1991). Rural towns ada-
lah daerah-daerah yang struktur ketenagaker-
jaannya masih mencerminkan keterkaitan yang
kuat dengan pertanian. Sebaliknya urban
towns adalah daerah yang memiliki basis eko-
nomi yang independen terhadap pertanian.
Di daerah perdesaan, jasa dan industri
rumah tangga menjadi sumber penampung
tenaga kerja yang penting. Sedangkan di dae-
rah rural towns lebih didominasi oleh perda-
gangan dan jasa. Tenaga kerja nonpertanian di
daerah perdesaan dan rural towns juga
cenderung bersifat informal, jika dibandingkan
dengan di urban towns.
Kesempatan kerja di sektor nonpertani-
an di perdesaan terutama penting bagi pen-
duduk perdesaan yang miskin. Buruh tani atau-
pun petani gurem umumnya mengandalkan
pendapatannya dari aktivitas nonpertanian.
Pangsa pendapatan dari nonpertanian memiliki
korelasi negatif dengan skala usahatani yang
diusahakan. Aktivitas yang bersumber dari
investasi usaha yang membutuhkan modal
rendah dan tidak memerlukan ketrampilan
tinggi dari tenaga kerjanya merupakan sumber
pendapatan utama dari rumah tangga miskin
perdesaan jika dibandingkan rumah tangga
yang kaya. Sebaliknya aktivitas yang bersum-
ber dari investasi yang memerlukan modal be-
sar, umumnya relatif sulit diakses oleh pendu-
duk miskin perdesaan.
Perempuan memiliki pangsa yang cu-
kup besar dalam partisipasi tenaga kerja di
sektor pertanian dan juga di sektor nonpertani-
an di perdesaan. Lebih dari 35 persen tenaga
kerja di sektor pertanian adalah perempuan.
Sedangkan pangsa perempuan yang bekerja di
sektor pertanian lebih dari 65 persen dari total
tenaga kerja perempuan. Di sektor nonpertani-
an di perdesaan, perempuan lebih terkonsen-
trasi bekerja di bidang perdagangan, industri
pengolahan, dan jasa. Pangsa perempuan
yang bekerja di bidang lain, seperti transpor-
tasi, konstruksi, dan keuangan relatif kecil.
Sebaliknya, laki-laki relatif tersebar bidang akti-
vitasnya di sektor nonpertanian.
5. 5
STRATEGI KE DEPAN
Secara umum proses pembangunan
akan menuju pada transformasi perekonomian
yang dominan pertanian menuju pada dominasi
sektor nonpertanian. Pertumbuhan sektor per-
tanian pada akhirnya dibatasi oleh daya du-
kung lahan dan pasar produk pertanian.
Turunnya peranan pertanian secara relatif
merupakan sesuatu yang tak terhindarkan
karena (a) meningkatnya spesialisasi produksi
yang mengakibatkan transfer pekerjaan non-
pertanian dari rumah tangga pertanian ke
daerah urban, (b) elastisitas pendapatan yang
relatif rendah dari permintaan akan produk-
produk pertanian dibandingkan produk nonper-
tanian pada kondisi pendapatan yang mening-
kat, dan (c) biaya transport yang tinggi untuk
berbagai produk pertanian menghalangi ada-
nya spesialisasi yang sangat lanjut pada pro-
duksi pertanian. Kondisi demikian menggam-
barkan sulitnya pencapaian standard hidup
yang tinggi tanpa pergeseran yang berarti
menuju aktivitas-aktivitas nonpertanian.
Salah satu strategi menuju industria-
lisasi adalah mengutamakan pembangunan
pertanian dan perdesaan yang didukung oleh
industri penyokong secara selektif. Industria-
lisasi yang dilakukan dengan cepat dan dalam
spektrum yang luas akan mengalami hambatan
secara internal dalam bentuk kebutuhan akan
wage goods dan kapasitas pembentukan mo-
dal yang hanya dapat dilakukan oleh sektor
pertanian dan perdesaan yang telah berkem-
bang. Ringkasnya, jika Indonesia mengingin-
kan industrialisasi maka harus bersedia terlebih
dahulu membangun pertaniannya.
Dalam mencapai tujuan di atas, terda-
pat tiga alternatif strategi pembangunan per-
tanian yang dapat dipilih. Strategi pembangun-
an pertanian yang pertama adalah membiarkan
kekuatan-kekuatan ekonomi pasar menentukan
arah pembangunan. Peranan yang dapat
dilakukan oleh pemerintah adalah menciptakan
pasar yang dapat berfungsi dengan efisien.
Strategi ini dilandaskan pada asumsi bahwa
dalam jangka panjang harga produk pertanian
primer cenderung menurun akibat kemajuan
teknologi. Peranan sektor pertanian akan me-
nurun secara proporsional pada sisi output dan
menurun secara absolut dalam penyerapan
tenaga kerja. Strategi ini selaras dengan pan-
dangan bahwa ekonomi yang terbuka akan
menunjukkan kinerja yang lebih baik jika diban-
dingkan dengan perekonomian yang tertutup.
Strategi kedua adalah pembangunan
pertanian dengan menekankan perlunya keter-
libatan pemerintah yang lebih besar dalam
pembangunan nasional. Keterlibatan pemerin-
tah diperlukan sejak dari perancangan strategis
sampai pada implementasinya. Strategi pem-
bangunan pertanian yang kedua ini mencer-
minkan bahwa tujuan pembangunan pertanian
dapat dicapai melalui interaksi berbagai kekuat-
an atau strategi berupa percepatan pertum-
buhan di sektor pertanian, produksi wage
goods, strategi strukturisasi permintaan yang
mengarah pada barang atau jasa yang bersifat
intensif tenaga kerja, meningkatkan kesem-
patan kerja, dan meningkatkan permintaan
efektif penduduk berpendapatan rendah. Stra-
tegi yang saling berkaitan tersebut harus di-
arahkan oleh perencanaan pemerintah. Guna
memperlancar penerapan strategi di atas dan
lebih menjamin keberhasilannya diperlukan
elemen-elemen berikut: (a) investasi yang
besar di pembangunan sumberdaya manusia,
terutama di perdesaan, (b) penciptaan struktur
organisasi perdesaan yang mampu memberi-
kan layanan pada petani sekaligus sebagai
sarana penyampaian aspirasi petani, dan (c)
investasi yang besar pada perubahan teknologi
yang sesuai bagi petani skala kecil, sehingga
mampu meningkatkan produktivitas pertanian
dan pendapatan masyarakat desa secara
simultan.
Strategi pembangunan pertanian yang
ketiga berada di antara strategi pertama dan
strategi kedua. Intervensi kebijakan pemerin-
tah mungkin diperlukan untuk mempengaruhi
hasil akhir, namun intervensi tersebut meman-
faatkan pasar dan sektor private sebagai
kendaraannya. Strategi pembangunan pertani-
an ketiga ini disusun dengan kesadaran bahwa
memang ada kegagalan pasar di samping
juga ada kegagalan pemerintah dalam imple-
mentasi aktivitas-aktivitas ekonomi. Strategi
pembangunan pertanian yang ketiga ini me-
merlukan pengetahuan yang jelas tentang
interaksi antara sektor publik dan sektor pri-
vate. Faktor-faktor yang dibutuhkan to get
agriculture moving antara lain adalah kombi-
nasi antara teknologi yang tepat, kelembagaan
perdesaan yang fleksibel, dan orientasi pasar
yang memungkinkan petani memperoleh im-
balan yang memadai dari upaya yang telah
dikeluarkannya.
6. 6
AGENDA KE DEPAN
Untuk mewujudkan sektor pertanian
dan perdesaan yang maju, modern, berdaya
saing, dan mampu memberi kesejahteraan bagi
para pelakunya diperlukan upaya-upaya yang
terstruktur dan terukur. Berbagai upaya
tersebut perlu dipetakan dalam dimensi waktu
menurut prioritas dan kepentingannya. Upaya
peningkatan kesejahteraan petani dapat diring-
kaskan ke dalam dua kelompok agenda besar,
yaitu: (a) perbaikan dan peningkatan pengua-
saan petani terhadap aset atau tanah per-
tanian, dan (b) peningkatan nilai produk yang
dihasilkan per satuan aset yang dikuasai.
Untuk meningkatkan penguasaan pe-
tani terhadap aset produktif, perlu dilakukan
agenda yang mampu mengurangi tekanan
tenaga kerja pada sektor pertanian ataupun
memperbesar kapasitas produktif pertanian.
Agenda ke depan yang perlu dilakukan antara
lain adalah:
1. Melaksanakan reforma agraria secara kon-
sisten yang memungkinkan petani mem-
peroleh akses yang lebih luas terhadap
sumberdaya lahan dan pertanian.
2. Memperluas kesempatan kerja di luar
usahatani melalui peningkatan industri
perdesaan yang berbasiskan sumberdaya
lokal serta pengembangan industri yang
mampu menyerap kelebihan tenaga kerja
sektor pertanian.
3. Memperbaiki akses petani terhadap sum-
ber-sumber pembiayaan untuk investasi.
4. Memperbaiki prasarana dan sarana per-
tanian dan perdesaan yang memungkinkan
lahan-lahan yang selama ini tidak produktif
(terbengkalai) dapat diusahakan oleh pe-
tani.
5. Meningkatkan pendidikan dan kesehatan
anggota rumah tangga petani, sehingga
keluarga tani mampu mengadopsi tekno-
logi yang lebih menguntungkan dan mam-
pu memperoleh kesempatan yang lebih
luas untuk berkompetisi dan memperoleh
pendapatan dari luar usahatani ataupun
luar pertanian.
6. Mendorong dan meningkatkan pemba-
ngunan industri yang berbasiskan sumber-
daya alam. Industri yang dibangun hendak-
nya memberikan prioritas terhadap industri
yang mampu memberikan nilai tambah
terhadap produk primer yang dihasilkan
pertanian yang mampu menyerap tenaga
kerja di perdesaan, dan yang mampu me-
ngurangi kesenjangan kesejahteraan antar
daerah atau wilayah.
7. Memperbaiki dan meningkatkan teknologi
di setiap tahapan produksi yang memung-
kinkan peningkatan kuantitas dan kualitas
produksi per satuan aset ataupun per sa-
tuan tenaga kerja.
8. Memperkuat kelembagaan yang mampu
memperlancar transfer teknologi dengan
benar dan cepat.
9. Memperbaiki kualitas dan meningkatkan
kuantitas ketersediaan sarana produksi
pertanian.
10. Memperbaiki dan meningkatkan akses pe-
tani terhadap sarana produksi pertanian
dan akses pada pembiayaan untuk modal
kerja.
11. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infra-
struktur pertanian dan perdesaan.
12. Mengurangi resiko harga yang dihadapi
petani, baik harga output maupun input
pertanian melalui kebijakan yang tepat.
13. Meningkatkan pendidikan dan kesehatan
bagi petani sehingga petani mampu me-
manfaatkan peluang-peluang yang me-
mungkinkan untuk meningkatkan nilai pro-
duksi per satuan aset yang diusahakannya.
14. Menghapuskan berbagai pungutan yang
membebani produk pertanian, terutama
pungutan liar ataupun yang menurunkan
daya saing.
15. Meningkatkan kerjasama antar daerah oto-
nom dalam mengelola sumberdaya alam.
16. Melindungi petani dari persaingan yang
tidak sehat dan tidak adil.
DAFTAR PUSTAKA
Hazell, P. and Haggblade, S. 1991. Rural-
Urban Growth Linkages in India. Indian
Journal of Agricultural Economics. 46
(4): 515-529.
Hazell, P. and Haggblade, S. 1993. Farm-
Nonfarm Growth Linkages and the
Welfare of the Poor. In Lipton, M. and
van der Gaag, J. (edt). Including the
Poor. The World Bank. Washington,
DC.
7. 7
Johnston, B.F. and Mellor, J.W. 1961. The Role
of Agriculture in Economic Develop-
ment. American Economic Review. 51
(4): 566-593.
Kuznets, S. 1964. Economic Growth and
Contribution of Agriculture. In Eicher,
C.K. and Witt, L.W. (eds). Agriculture in
Economic Development. McGraw Hill.
New York.
Lewis, W.A. 1954. Economic Development with
Unlimited Supplies of Labour. Man-
chester School of Economic and Social
Studies. 22: 139-91.
Martin,W. and Warr, P.G. 1992. The Declining
Economic Importance of Agriculture: A
Supply Side Analysis of Thailand.
Working Paper in Trade and Deve-
lopment No. 92/1. Research School of
Pacific Studies, Department of Econo-
mics and National Centre for Develop-
ment Studies. The Australian National
University. Canberra.
Mellor, J.W. 1973. Accelerated Growth in
Agricultural Production and the Inter-
sectoral Transfer of Resources. Jurnal
Economic Development and Cultural
Change 22.
Otsuka, K. and Reardon, T. 1998. Lessons
from Rural Industrialization in East
Asia: Are They Applicable to Africa?
Paper presented at an IFRI/World
Bank-sponsored Workshop on Strate-
gies for Stimulating Growth of the Rural
Nonfarm Economy in Developing
Countries. Warrenton-VA.USA. May,
1998.
Timmer, C.P. 1988. The Agricultural Trans-
formation. In Chenery, H.B. and
Srinivasan, T.N. (eds). Handbook of
Development Economics. Volume 1.
North Holland. Amsterdam.
Tomich, T.P., Kilby,P. and Johnston, B.F. 1995.
Transforming Agrarian Economies:
Opportunities Seized, Opportunities
Missed. Cornell University Press.
Ithaca, NY.
World Bank. 2008. World Development Report
2008: Agriculture for Development.
Washington, DC.