ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KONDISI 
KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKS PADA ANAK 
JALANAN DI KOTA SURAKARTA 
Yuli Kusumawati1, Susanti2 
1,2Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan 
Universitas Muhammadiyah Surakarta 
Abstract 
One of the real phenomenon that has occurred in the life and impact of complex social problems 
including health problems are life of street children. This study aims to determine the relationship 
between education status and condition of sexual behavior in families with street children in the city of 
Surakarta. This study is an observational study with cross-sectional design. Populations are street 
children in Surakarta between 12-18 years old, with a total sample of 80 children who were taken with 
Snow Balling sampling method. Analysis of the test data using Chy Square. The results showed that 
there is a relationship between education status to sexual behavior, while the condition of the family 
had no connection with the sexual behavior of street children in the city of Surakarta. Advice 
primarily addressed to the department of social work along with the education department in order to 
assist in providing education to street children who drop out of school in the form of informal 
education and conduct ongoing monitoring and providing health education to the street children, 
especially street children who already have sexual acts active. 
Keywords: Street Children, Education status, family situation, sexual behavior 
PENDAHULUAN 
Salah satu fenomena nyata yang telah terjadi dalam kehidupan dan menimbulkan 
dampak permasalahan sosial yang komplek termasuk masalah kesehatan adalah kehidupan 
anak jalanan. Keberadaan anak jalanan semakin lama semakin bertambah jumlahnya, namun 
sering diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat. Namun hal ini harus 
mendapatkan perhatian yang baik dari masyarakat maupun pemerintah. Sebagian besar anak 
jalanan berasal dari keluarga yang miskin. Penampilannya yang jorok disebabkan karena 
permukimannya yang kumuh atau bahkan sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal. Anak 
jalanan ini sering terlihat di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang dan ibu 
kota propinsi lainnya. Pada umumnya anak jalanan bekerja pada sektor informal, yaitu 
sebagai pemulung, penyemir, tukang sapu, lap mobil, pedagang asongan, pengemis, tukang 
parkir, dan pekerjaan lain yang menghasilkan uang (Yusra, 2006). 
Berdasarkan data Departemen Sosial RI, jumlah anak jalanan di Indonesia semakin 
meningkat. Pada tahun 2008 anak jalanan berjumlah 109.454 jiwa dan anak terlantar 
2.250.152 jiwa (Depsos RI, 2008) dan pada tahun 2009 pertumbuhan anak jalanan yang 
rawan terhadap kasus keterlantaran berjumlah 3.488.309 jiwa (Depsos RI, 2009). Data dari 
provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2008 terdapat anak jalanan sebanyak 9.770 jiwa (Depsos 
RI, 2008). 
Seorang anak, hidup menjadi anak jalanan bukan merupakan pilihan hidup yang 
menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus diterima karena adanya kondisi tertentu 
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 93
yang menyebabkan hal itu harus dijalani. Penelitian Hutagalung (2002) menyimpulkan 
bahwa alasan ekonomi merupakan penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan. 
Faktor lingkungan lain, seperti kondisi di luar rumah yang bebas menyebabkan anak senang 
berada di jalanan dan terbawa oleh pengaruh teman-temannya di jalanan, sedangkan faktor 
lingkungan di dalam rumah yang sering menyebabkan anak di jalanan adalah perceraian 
orang tua dan kekerasan yang didapatkan di rumahnya. 
Hasil Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas 
Semarang (2008) menyimpulkan bahwa faktor penyebab seorang anak menjadi anak jalanan 
yaitu kemiskinan, keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan 
sosial anak, penyebab yang lain adalah keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua, dan ingin 
bebas. Oleh karena itu, anak jalanan mempunyai suatu pribadi dan dunia tersendiri, yang di 
dalamnya terdapat mekanisme hidup yang khas seperti cara berinteraksi, berkomunikasi, 
berperilaku, berkelompok, dan bertahan hidup. Anak jalanan sering diidentifikasikan sebagai 
anak yang bebas, liar, tidak mau diatur, dan melakukan kegiatan negatif. 
Kondisi lingkungan yang bebas, membuat anak jalanan meninggalkan kegiatan 
sekolahnya, karena tidak ada biaya. Namun demikian, masih terdapat anak-anak jalanan yang 
mau bersekolah, karena kehidupan di jalanan hanya bertujuan untuk membantu orang tuanya 
mencari biaya tambahan. Kehidupan jalanan yang komplek menyebabkan anak jalanan 
membangun pengetahuan sendiri sesuai dengan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan 
(Hutagalung, 2002). Pengetahuan yang dimiliki anak jalanan juga mempunyai pengaruh 
terhadap tindakan seks anak jalanan. Anak jalanan lebih banyak mempunyai pengetahuan 
yang buruk tentang seksualitas. 
Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan anak mencari informasi mengenai seks, 
baik melalui buku, film, dan gambar-gambar yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal 
ini dilakukan karena kurang terjalinnya komunikasi antara anak dan orang dewasa, baik 
orang tua maupun guru mengenai masalah seksual. Hasil penelitian Novita (2006) 
menyimpulkan bahwa sebagian besar responden yang pernah melihat media pornografi walau 
hanya sekilas di media cetak, yang meliputi majalah sebanyak 63 orang (66,3%), dan tabloid 
sebanyak 51 orang (53,7%), sedangkan untuk media pornografi elektronik yaitu melalui 
televisi sebanyak 77 orang (81,1%), dan VCD sebanyak 47 orang (49,5%). 
Anak tidak mungkin bertahan hidup tanpa masyarakat, tanpa lingkungan sosial tertentu 
terutama keluarga. Keluarga dan lingkungan sosial itu dihayati oleh anak sebagai bagian dari 
dirinya sendiri. Penelitian yang dilakukan Hutagalung (2002) menyimpulkan bahwa ada 
hubungan yang sangat erat antara keluarga dengan tindakan seksualitas. Semakin buruk 
hubungan anak dengan keluarganya maka semakin buruk tindakan seksnya dan semakin 
tinggi risiko tertularnya Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam hal ini bila pengontrolan 
dari orang tua maupun keluarga kurang akan mempengaruhi mereka melakukan hubungan 
seks. 
94 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
Hasil penelitian Rahmasari (2005) menyimpulkan bahwa seseorang yang merasa cocok 
dengan teman atau kelompoknya, akan cenderung mengikuti gaya teman atau kelompoknya 
tersebut. Menurut Juwartini (2004) anak-anak yang melakukan kegiatan dan atau tinggal di 
jalanan senantiasa berhadapan dengan situasi buruk yang menyebabkan anak tersebut 
menjadi korban dari berbagai bentuk perlakuan salah dan eksploitasi seperti kekerasan fisik, 
penjerumusan ke tindak kriminal, penyalahgunaan obat-obatan dan minuman keras, objek 
seksual dan sebagainya. 
Anak jalanan berperilaku seks bebas, karena pengaruh lingkungan. Kehidupan anak-anak 
jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik yang 
dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK (Pekerja 
Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007). Selain itu perilaku seks anak jalanan terbentuk 
dari kehidupan orang-orang dewasa karena dengan adanya penjaja seks yang ingin 
memanfaatkan uang anak jalanan. Seks bebas di kalangan anak jalanan sudah menjadi hal 
yang lazim, anak jalanan melakukan seks bebas dengan sesama anak jalanan dengan pola 
hubungan yang saling menguntungkan (Taufik dan Nisa, 2005). 
Hasil penelitian Yayasan Setara di Semarang mengungkapkan bahwa dari 46 anak 
jalanan perempuan, 38 anak (67,8%) telah memiliki pengalaman seksual. 27 anak diantaranya 
memiliki kecenderungan berganti-ganti pasangan dan 26 anak diindikasikan berada dalam 
prostitusi (Shalahuddin, 2001). Menurut Almawalily (2010) jika seks bebas pada anak 
jalanan terus dibiarkan maka akan berdampak tidak baik seperti kehamilan tidak diinginkan, 
aborsi, perkawinan dan kehamilan dini, terkena penyakit menular seksual dan Human 
Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome atau HIV/AIDS. Remaja 
berusia 15-29 tahun rentan terinfeksi virus HIV/AIDS akibat dampak pergaulan seks bebas 
dan penggunaan jarum suntik narkoba secara bergiliran. 
Menurut Ditjen PPM & PL Depkes RI (2011) jumlah AIDS di Indonesia tahun 2009 
mencapai 3863 kasus, tahun 2010 sebanyak 4158 kasus dan pada 2011 sampai dengan bulan 
Juni sebanyak 2352 kasus. Sedangkan provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat keenam 
dengan jumlah AIDS 1336 kasus. Menurut KPAD di Surakarta tahun 2005-2011 pada usia 
<15 tahun, kasus HIV sebanyak 11 orang dan AIDS 25 orang sedangkan pada usia 15-24 
tahun kasus HIV sebanyak 37 orang dan AIDS 21 orang. 
Berdasarkan survei pendahuluan pada anak jalanan di Kota Surakarta, ada anak yang 
melakukan perilaku seksual, bahkan ada anak jalanan yang incest (hubungan kelamin yang 
terjadi antara dua orang di luar nikah, sedangkan mereka berkerabat dekat sekali). Penelitian 
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stuatus keluarga, dan pendidikan dengan 
Perilaku Seksual Anak Jalanan di Surakarta. 
METODE PENELITIAN 
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross 
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak jalanan yang ada di Surakarta 
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 95
dengan jumlah 160 anak jalanan. Jumlah sampel sebanyak 80 anak. Teknik pengambilan 
sampel pada penelitian ini menggunakan metode snowball sampling, yaitu sebuah teknik 
pencuplikan nonrandom di mana sampel diperoleh pertama-tama dengan cara menghubungi 
seorang atau sekelompok responden, lalu meminta mereka untuk memberikan saran tentang 
orang-orang yang dipandang memiliki informasi penting dan bersedia untuk berpartisipasi 
dalam penelitian. 
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara langsung pada anak jalanan 
dengan menggunakan kuesioner. Data disajikan dalam bentuk tabel dan analisis bivariat 
dilakukan dengan uji Chi-square. 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 
Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan di Surakarta yang berumur 12-18 
tahun yang berjumlah sebanyak 80 orang. Umur responden rata-rata 15 tahun. Umur termuda 
adalah 12 tahun dan tertua adalah 18 tahun. Responden dengan jenis kelamin laki-laki 
sebanyak 54 anak (67,5%), di mana hal ini lebih banyak dari pada responden perempuan 
yaitu sebanyak 26 anak (32,5%). 
Tabel 1. Distribusi anak jalanan berdasarkan kondisi keluarga, Status Pendidikan dan 
Perilaku Seks Anak Jalanan di Surakarta 
Variabel Frekuensi Persentase (%) 
1. Kondisi Keluarga 
a. Masih hidup dalam satu keluarga 
b. Bercerai 
c. Meninggal salah satu ortu 
d. Meninggal kedua ortu 
2. Status Pendidikan 
a. Tidak sekolah 
b. SD 
c. SLTP 
d. SLTA 
3. Perilaku seks 
a. Tidak Melalukakan hub seksual 
b. Melakukan hub seksual 
Jumlah 
48 
16 
13 
3 
39 
13 
21 
7 
45 
35 
80 
60,0 
20,0 
16,3 
3,8 
48,8 
16,3 
26,3 
8,8 
56,2 
43,8 
100,0 
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa kondisi keluarga yang dijalani seorang anak 
jalanan di Kota Surakarta sangat beragam. Sebenarnya sebagian besar masih hidup bersama 
orang tuanya yaitu sebanyak 48 anak (60,0%), Sebanyak 16 anak (20,0%) kondisi 
orangtuanya bercerai, sebanyak 13 anak (16,3%) salah satu orangtuanya telah meninggal 
dunia, dan yang kedua orangtuanya meninggal sebanyak 3 anak (3,8%). 
Menurut pendidikannya responden anak jalanan yang tidak sekolah lebih banyak 
dibandingkan dengan yang sekolah yaitu sebesar 39 anak (48,8%). Sedangkan responden 
96 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
yang pendidikannya masih SD sebesar 13 anak (16,2%), SMP 21 anak (26,2%) dan 
pendidikannya SMA sebesar 7 anak (8,8%). 
Hasil penelitian tentang perilaku seksual anak jalanan di Kota Surakarta yang terlihat 
pada tabel 2 menunjukkan bahwa anak jalanan yang telah melakukan hubungan seks 
sebanyak 35 anak (43,8%), dan yang tidak melakukan hubungan seks sebanyak 45 anak 
(56,2%). 
Tabel 2. Hubungan antara Status Pendidikan dan Kondisi Kealuarga dengan Perilaku Seksual 
Anak Jalanan di Kota Surakarta tahun 2012. 
Status Pendidikan Perilaku Seksual Jumlah P value* 
Tidak Melakukan Hub Seks Melakukan Hub seks 
Tidak Sekolah 15 (39,5%) 23 (60,5%) 38 (100%) 0,008 
Sekolah 30 (71,4%) 12 (28,6%) 42 (100%) 
Jumlah 45 (56,3%) 35 (43,8%) 80 (100%) 
Kondisi Keluarga 0,818 
Hidup sendiri atau dengan 
17 (53,1%) 15 (46,9%) 22 (100%) 
salah satu ortu 
Hidup bersama ortu 28 (58,3%) 20 (41,7%) 48 (100%) 
Jumlah 45 (56,3%) 35 (43,8%) 80 (100%) 
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahawa anak jalanan yang tidak sekolah 
cenderung lebih banyak yang melakukan hubungan seksual yaitu 23 anak (60,5%) dari pada 
yang sekolah yaitu hanya 12 anak (28,6%). Sedangkan, dapat diketahui kecenderungan 
bahwa anak jalanan yang masih hidup bersama orang tua lebih banyak yang tidak melakukan 
seksual yaitu sebanyak 28 anak (58,3%), walaupun selisihnya sekidit, yatu hanya sekitar 8 
anak. Anak jalanan yang hidup sendiri atau hanya dengan salah satu orang tua, lebih banyak 
yang melakukan hubungan seksual, walaupun hanya 2 anak saja. 
Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berada di Surakarta dan 
berumur 12 tahun sampai 18 tahun. Umur rata-rata anak jalanan di Kota Surakarta adalah 15 
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak jalanan tersebut masih termasuk umur anak sekolah, 
yang harus mendapatkan perlindungan dari orang tuanya di rumah, dan harus mendapatkan 
pendidikan yang layak. Banyak kemungkinan yang menyebabkan anak-anak tersebut 
menjadi anak jalanan, diantaranya tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya karena 
bercerai, ataupun sudah meninggal dunia salah atau atau keduanya. Namun ada pula yang 
masih hidup bersama orang tuanya, karena memang kondisi sosial ekonominya yang 
menyebabkan anak tersebut harus mencari nafkah dijalanan. 
Berdasarkan tabel 2 diketahui persentase responden laki-laki yaitu sebanyak 54 orang 
(67,5%) lebih banyak dari pada responden perempuan yaitu sebanyak 26 orang (32,5%). 
Biasanya anak laki-laki lebih cenderung menginginkan kebebasan untuk bergaul dengan 
teman sebayanya. Menurut Sarwono (2001) peran gender merupakan bagian dari peran sosial 
dan tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi oleh 
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 97
lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Pada kehidupan psikologi remaja, perkembangan organ 
seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya 
peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan 
fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003). 
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji chy square diperoleh ( = 
0,008 <0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan status pendidikan dengan perilaku seks 
anak jalanan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak. 
Anak yang mendapatkan pendidikan yang baik, akan berdampak pada sikap dan perilakunya 
pada suatu hal. Pada penelitian ini, hampir separuh (48,8%) anak jalanan yang ana di Kota 
Surakarta sudah tidak sekolah lagi. Padahal dilihat dari umurnya, anak-anak tersebut 
seharusnya masih mendapatkan pendidikan. Namun demikian, ada pula anak jalanan yang 
masih berstatus sekolah, yang terbanyak adalah SLTP yaitu 21 orang (26,3%). Hal ini jelas 
sangat mempengaruhi perilakunya di jalanan, termasuk perilaku seksualnya. Hasil penelitian 
ini sejalan dengan penelitian Hutagalung (2002) yang menyimpulkan bahwa alasan ekonomi 
merupakan penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan. Karena ekonomi yang 
kurang baik, menyebabkan anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang layak, dan tidak 
heran banyak yang putus sekolah untuk mencari nafkah di jalanan dan akhirnya hidup 
sebagai anak jalanan. 
Pendidikan yang rendah, bahkan putus sekolah menyebabkan anak tidak mendapatkan 
informasi yang baik dari sumber yang benar. Terkait dengan informasi masalah seksualitas 
dan kesehatan reproduksi, informasi yang didapatkan tidak tersaring dengan baik sehingga 
memungkinkan anak jalanan mempunyai pengetahuan yang salah dan pemberian informasi 
kesehatan reproduksi yang masih kurang oleh lembaga yang menangani anak jalanan. Anak 
jalanan yang tidak sekolah menyebabkan keadaan anak tidak terawat dengan baik, lebih 
bebas dan liar. Sehingga menyebabkan terjadinya perilaku yang menyimpang pada anak 
jalanan tersebut, yaitu perilaku seks bebas. Anak jalanan di Kota Surakarta yang mengaku 
telah melakukan hubungan seksual secara bebas dengan temannya sendiri sebanyak 35 orang 
(43,8%). 
Bentuk perilaku seks yang dimaksud dalam penelitian ini diantaranya membaca buku 
porno sebanyak 33 anak (41,2%), memikirkan fantasi seks 41 anak (51,2%), membicarakan 
tentang seks dengan lawan jenis 36 anak (45%), berpelukan dengan lawan jenis 50 anak 
(62,5%), mencium bibir lawan jenis 51 anak (63,8%), mencium leher lawan jenis 26 anak 
(32,5%), meraba bagian tubuh lawan jenis 33 anak (41,2%), petting 18 anak (22,5%), 
memegang alat kelamin dari luar baju lawan jenis 25 anak (31,2%), memegang alat kelamin 
dari dalam baju lawan jenis 34 anak (42,5%), melihat orang lain melakukan hubungan seks 
39 anak (48,8%), onani/masturbasi 35 anak (43,8%), oral seks 20 anak (25%), melakukan 
hubungan seks sebanyak 35 anak (43,8%). 
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Chy square diperoleh 
( =0,819 > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kondisi keluarga 
98 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
dengan perilaku seks anak jalanan. Peranan orang tua dalam mendidik anak sangat 
berpengaruh dalam kehidupan anaknya. Kondisi keluarga juga akan membantuk karakter 
anak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga 
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2008) yang 
menyimpulkan bahwa faktor penyebab seorang anak menjadi anak jalanan yaitu kemiskinan, 
keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan sosial anak, 
penyebab yang lain adalah: keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua, dan ingin bebas. 
Dalam penelitian ini, anak jalanan yang masih hidup bersama keluarganya sebanyak 48 
anak (60%), yang kedua orang tuanya bercerai sebnyak 16 orang (20%), yang orang tuanya 
telah meninggal salah satu sebanyak 13 orang (16,3%) dan yang telah meninggal kedua 
orangtuanya sebanyak 3 orang (3,8%). Meskipun masih banyak anak jalanan yang hidup 
bersama orangnya, namun kehidupan tersebut memang tercipta di jalanan, karena faktor 
kemiskinan membuat satu keluarga membentuk perilaku untuk mencari nafkah dalam 
kehidupan di jalanan. Tidak menutup kemungkinan, apabila kedua orang tuanya mencari 
nafkah di jalanan, maka karakteristik anaknya juga akan terbentuk di jalanan, sehingga 
pengaruh lingkungan lebih kuat dibandingkan dengan perhatian orang tuanya. Anak jalanan 
melakukan perilaku seks lebih banyak karena pengaruh lingkungan. Kehidupan anak-anak 
jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik yang 
dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK (Pekerja 
Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007). 
Antara pendidikan anak dan kondisi orang tuanya, ternyata lebih memegang peran 
penting pendidikan anak dalam membentuk karekater, pengetahuan hingga perilaku anak 
tersebut. Anak jalanan dalam penelitian ini merupakan remaja yang sedang dalam periode 
ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media 
massa tersebut. Status pendidikan anak jalanan yang sekolah, akan mendapatkan sumber 
informasi yang benar tentang sesuatu hal, termasuk perilaku seksualnya. Oleh karena itu 
sumber informasi yang baik dan bertanggungjawab diperlukan oleh remaja, agar remaja tidak 
salah dalam mendapatkan sumber informasi. Pada anak jalanan akan mendapatkan informasi 
yang benar dari sumber informasi yang baik dan bertanggung jawab yaitu dari sekekolah dan 
biasanya diperoleh dari pihak yang menangani anak jalanan yaitu seperti Lembaga Bina 
Bakat. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teman yang mempengaruhi untuk berpelukan 
dengan lawan jenis yaitu sebanyak 42 orang (52,5%), mempengaruhi untuk berciuman 37 
orang (46,2%), mempengaruhi untuk berhubungan seks 33 orang (41,2%), mengajak untuk 
melakukan hubungan seks 25 orang (31,2%) dan mengajak untuk melihat film porno yaitu 
sebanyak 58 orang (72,5%). 
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 99
SIMPULAN 
Ada hubungan antara status pendidikan dengan perilaku seksual anak jalanan di 
Surakarta. Tidak ada hubungan antara kondisi keluarga dengan perilaku seksual anak jalanan 
di Surakarta. 
DAFTAR PUSTAKA 
Ahmawalily, H. 2010. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) ; Perhatian Besar bagi Islam. 
Fokus Edisi 30. http://www.rahima.or.id. Diakses: 9 Agustus 2011. 
Depsos RI. 2008. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial - PMKS Tahun 2008. 
www.depsos.go.id. Diakses: 19 Mei 2011. 
Depsos RI. 2009. Promosi Kunci Sukses Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. 
www.depsos.go.id. Diakses: 21 Mei 2011. 
Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2011. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. 
http://www.aidsindonesia.or.id/repo/LT1Menkes2010.pdf. Diakses: 10 Agustus 2011. 
Hutagalung E. 2002. Hubungan Karakteristik Anak Jalanan terhadap Perilaku Seksualnya 
dan Kemungkinan Terjadinya Resiko Penyakit Menular Seksual (PMS) di Kawasan 
Terminal Terpadu Pinang Baris Medan. [Skripsi]. Sumatera: Fakultas Kesehatan 
Masyarakat USU. 
Juwartini W. 2004. Profil Kehidupan Anak Jalanan Perempuan (Studi Kasus Anak Jalanan 
di Komplek Tugu Muda Semarang). [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan 
UNES. 
Novita N, Nida U.H, Supriyati. 2006. Hubungan Antara Paparan Pornografi dan Komunikasi 
Remaja-Orang Tua Dengan Perilaku Seksual di SMA Negeri 11 Palembang. Jurnal 
Sains Kesehatan. 19 (2), April, 2006. 
Rahmasari H. 2005. Kebijaksanaan non Pedal dalam Penanggulangan Eksploitasi Seksual 
Komersial terhadap Anak (Studi di Kota Surakarta). [Tesis]. Semarang: Program 
Magister Ilmu Hukum UNDIP. 
Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. 
Setiawan H. 2007. Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Program Score dalam Mencegah 
Penyebaran HIV/AIDS. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. 
Vol.12. No.13. September-Desember 2007. 
100 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
Taufik dan Nisa R. 2005. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas antara Remaja yang 
Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual. 
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol.1, No.2, 2005: 115-129. 
Yusra, Mail dan Hairani Siregar. 2006. Program Pemberdayaan Anak Jalanan oleh Yayasan 
AKMI Medan. Jurnal Pemberdayaan Komunitas. Mei 2006. Vol.5. No. 2. Hal: 186- 
212. 
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 101

More Related Content

yuli

  • 1. HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KONDISI KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKS PADA ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA Yuli Kusumawati1, Susanti2 1,2Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstract One of the real phenomenon that has occurred in the life and impact of complex social problems including health problems are life of street children. This study aims to determine the relationship between education status and condition of sexual behavior in families with street children in the city of Surakarta. This study is an observational study with cross-sectional design. Populations are street children in Surakarta between 12-18 years old, with a total sample of 80 children who were taken with Snow Balling sampling method. Analysis of the test data using Chy Square. The results showed that there is a relationship between education status to sexual behavior, while the condition of the family had no connection with the sexual behavior of street children in the city of Surakarta. Advice primarily addressed to the department of social work along with the education department in order to assist in providing education to street children who drop out of school in the form of informal education and conduct ongoing monitoring and providing health education to the street children, especially street children who already have sexual acts active. Keywords: Street Children, Education status, family situation, sexual behavior PENDAHULUAN Salah satu fenomena nyata yang telah terjadi dalam kehidupan dan menimbulkan dampak permasalahan sosial yang komplek termasuk masalah kesehatan adalah kehidupan anak jalanan. Keberadaan anak jalanan semakin lama semakin bertambah jumlahnya, namun sering diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat. Namun hal ini harus mendapatkan perhatian yang baik dari masyarakat maupun pemerintah. Sebagian besar anak jalanan berasal dari keluarga yang miskin. Penampilannya yang jorok disebabkan karena permukimannya yang kumuh atau bahkan sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal. Anak jalanan ini sering terlihat di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang dan ibu kota propinsi lainnya. Pada umumnya anak jalanan bekerja pada sektor informal, yaitu sebagai pemulung, penyemir, tukang sapu, lap mobil, pedagang asongan, pengemis, tukang parkir, dan pekerjaan lain yang menghasilkan uang (Yusra, 2006). Berdasarkan data Departemen Sosial RI, jumlah anak jalanan di Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2008 anak jalanan berjumlah 109.454 jiwa dan anak terlantar 2.250.152 jiwa (Depsos RI, 2008) dan pada tahun 2009 pertumbuhan anak jalanan yang rawan terhadap kasus keterlantaran berjumlah 3.488.309 jiwa (Depsos RI, 2009). Data dari provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2008 terdapat anak jalanan sebanyak 9.770 jiwa (Depsos RI, 2008). Seorang anak, hidup menjadi anak jalanan bukan merupakan pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus diterima karena adanya kondisi tertentu Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 93
  • 2. yang menyebabkan hal itu harus dijalani. Penelitian Hutagalung (2002) menyimpulkan bahwa alasan ekonomi merupakan penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan. Faktor lingkungan lain, seperti kondisi di luar rumah yang bebas menyebabkan anak senang berada di jalanan dan terbawa oleh pengaruh teman-temannya di jalanan, sedangkan faktor lingkungan di dalam rumah yang sering menyebabkan anak di jalanan adalah perceraian orang tua dan kekerasan yang didapatkan di rumahnya. Hasil Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2008) menyimpulkan bahwa faktor penyebab seorang anak menjadi anak jalanan yaitu kemiskinan, keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan sosial anak, penyebab yang lain adalah keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua, dan ingin bebas. Oleh karena itu, anak jalanan mempunyai suatu pribadi dan dunia tersendiri, yang di dalamnya terdapat mekanisme hidup yang khas seperti cara berinteraksi, berkomunikasi, berperilaku, berkelompok, dan bertahan hidup. Anak jalanan sering diidentifikasikan sebagai anak yang bebas, liar, tidak mau diatur, dan melakukan kegiatan negatif. Kondisi lingkungan yang bebas, membuat anak jalanan meninggalkan kegiatan sekolahnya, karena tidak ada biaya. Namun demikian, masih terdapat anak-anak jalanan yang mau bersekolah, karena kehidupan di jalanan hanya bertujuan untuk membantu orang tuanya mencari biaya tambahan. Kehidupan jalanan yang komplek menyebabkan anak jalanan membangun pengetahuan sendiri sesuai dengan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan (Hutagalung, 2002). Pengetahuan yang dimiliki anak jalanan juga mempunyai pengaruh terhadap tindakan seks anak jalanan. Anak jalanan lebih banyak mempunyai pengetahuan yang buruk tentang seksualitas. Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan anak mencari informasi mengenai seks, baik melalui buku, film, dan gambar-gambar yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan karena kurang terjalinnya komunikasi antara anak dan orang dewasa, baik orang tua maupun guru mengenai masalah seksual. Hasil penelitian Novita (2006) menyimpulkan bahwa sebagian besar responden yang pernah melihat media pornografi walau hanya sekilas di media cetak, yang meliputi majalah sebanyak 63 orang (66,3%), dan tabloid sebanyak 51 orang (53,7%), sedangkan untuk media pornografi elektronik yaitu melalui televisi sebanyak 77 orang (81,1%), dan VCD sebanyak 47 orang (49,5%). Anak tidak mungkin bertahan hidup tanpa masyarakat, tanpa lingkungan sosial tertentu terutama keluarga. Keluarga dan lingkungan sosial itu dihayati oleh anak sebagai bagian dari dirinya sendiri. Penelitian yang dilakukan Hutagalung (2002) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara keluarga dengan tindakan seksualitas. Semakin buruk hubungan anak dengan keluarganya maka semakin buruk tindakan seksnya dan semakin tinggi risiko tertularnya Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam hal ini bila pengontrolan dari orang tua maupun keluarga kurang akan mempengaruhi mereka melakukan hubungan seks. 94 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
  • 3. Hasil penelitian Rahmasari (2005) menyimpulkan bahwa seseorang yang merasa cocok dengan teman atau kelompoknya, akan cenderung mengikuti gaya teman atau kelompoknya tersebut. Menurut Juwartini (2004) anak-anak yang melakukan kegiatan dan atau tinggal di jalanan senantiasa berhadapan dengan situasi buruk yang menyebabkan anak tersebut menjadi korban dari berbagai bentuk perlakuan salah dan eksploitasi seperti kekerasan fisik, penjerumusan ke tindak kriminal, penyalahgunaan obat-obatan dan minuman keras, objek seksual dan sebagainya. Anak jalanan berperilaku seks bebas, karena pengaruh lingkungan. Kehidupan anak-anak jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik yang dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK (Pekerja Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007). Selain itu perilaku seks anak jalanan terbentuk dari kehidupan orang-orang dewasa karena dengan adanya penjaja seks yang ingin memanfaatkan uang anak jalanan. Seks bebas di kalangan anak jalanan sudah menjadi hal yang lazim, anak jalanan melakukan seks bebas dengan sesama anak jalanan dengan pola hubungan yang saling menguntungkan (Taufik dan Nisa, 2005). Hasil penelitian Yayasan Setara di Semarang mengungkapkan bahwa dari 46 anak jalanan perempuan, 38 anak (67,8%) telah memiliki pengalaman seksual. 27 anak diantaranya memiliki kecenderungan berganti-ganti pasangan dan 26 anak diindikasikan berada dalam prostitusi (Shalahuddin, 2001). Menurut Almawalily (2010) jika seks bebas pada anak jalanan terus dibiarkan maka akan berdampak tidak baik seperti kehamilan tidak diinginkan, aborsi, perkawinan dan kehamilan dini, terkena penyakit menular seksual dan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome atau HIV/AIDS. Remaja berusia 15-29 tahun rentan terinfeksi virus HIV/AIDS akibat dampak pergaulan seks bebas dan penggunaan jarum suntik narkoba secara bergiliran. Menurut Ditjen PPM & PL Depkes RI (2011) jumlah AIDS di Indonesia tahun 2009 mencapai 3863 kasus, tahun 2010 sebanyak 4158 kasus dan pada 2011 sampai dengan bulan Juni sebanyak 2352 kasus. Sedangkan provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat keenam dengan jumlah AIDS 1336 kasus. Menurut KPAD di Surakarta tahun 2005-2011 pada usia <15 tahun, kasus HIV sebanyak 11 orang dan AIDS 25 orang sedangkan pada usia 15-24 tahun kasus HIV sebanyak 37 orang dan AIDS 21 orang. Berdasarkan survei pendahuluan pada anak jalanan di Kota Surakarta, ada anak yang melakukan perilaku seksual, bahkan ada anak jalanan yang incest (hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang di luar nikah, sedangkan mereka berkerabat dekat sekali). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stuatus keluarga, dan pendidikan dengan Perilaku Seksual Anak Jalanan di Surakarta. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak jalanan yang ada di Surakarta Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 95
  • 4. dengan jumlah 160 anak jalanan. Jumlah sampel sebanyak 80 anak. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode snowball sampling, yaitu sebuah teknik pencuplikan nonrandom di mana sampel diperoleh pertama-tama dengan cara menghubungi seorang atau sekelompok responden, lalu meminta mereka untuk memberikan saran tentang orang-orang yang dipandang memiliki informasi penting dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara langsung pada anak jalanan dengan menggunakan kuesioner. Data disajikan dalam bentuk tabel dan analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi-square. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan di Surakarta yang berumur 12-18 tahun yang berjumlah sebanyak 80 orang. Umur responden rata-rata 15 tahun. Umur termuda adalah 12 tahun dan tertua adalah 18 tahun. Responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 54 anak (67,5%), di mana hal ini lebih banyak dari pada responden perempuan yaitu sebanyak 26 anak (32,5%). Tabel 1. Distribusi anak jalanan berdasarkan kondisi keluarga, Status Pendidikan dan Perilaku Seks Anak Jalanan di Surakarta Variabel Frekuensi Persentase (%) 1. Kondisi Keluarga a. Masih hidup dalam satu keluarga b. Bercerai c. Meninggal salah satu ortu d. Meninggal kedua ortu 2. Status Pendidikan a. Tidak sekolah b. SD c. SLTP d. SLTA 3. Perilaku seks a. Tidak Melalukakan hub seksual b. Melakukan hub seksual Jumlah 48 16 13 3 39 13 21 7 45 35 80 60,0 20,0 16,3 3,8 48,8 16,3 26,3 8,8 56,2 43,8 100,0 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa kondisi keluarga yang dijalani seorang anak jalanan di Kota Surakarta sangat beragam. Sebenarnya sebagian besar masih hidup bersama orang tuanya yaitu sebanyak 48 anak (60,0%), Sebanyak 16 anak (20,0%) kondisi orangtuanya bercerai, sebanyak 13 anak (16,3%) salah satu orangtuanya telah meninggal dunia, dan yang kedua orangtuanya meninggal sebanyak 3 anak (3,8%). Menurut pendidikannya responden anak jalanan yang tidak sekolah lebih banyak dibandingkan dengan yang sekolah yaitu sebesar 39 anak (48,8%). Sedangkan responden 96 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
  • 5. yang pendidikannya masih SD sebesar 13 anak (16,2%), SMP 21 anak (26,2%) dan pendidikannya SMA sebesar 7 anak (8,8%). Hasil penelitian tentang perilaku seksual anak jalanan di Kota Surakarta yang terlihat pada tabel 2 menunjukkan bahwa anak jalanan yang telah melakukan hubungan seks sebanyak 35 anak (43,8%), dan yang tidak melakukan hubungan seks sebanyak 45 anak (56,2%). Tabel 2. Hubungan antara Status Pendidikan dan Kondisi Kealuarga dengan Perilaku Seksual Anak Jalanan di Kota Surakarta tahun 2012. Status Pendidikan Perilaku Seksual Jumlah P value* Tidak Melakukan Hub Seks Melakukan Hub seks Tidak Sekolah 15 (39,5%) 23 (60,5%) 38 (100%) 0,008 Sekolah 30 (71,4%) 12 (28,6%) 42 (100%) Jumlah 45 (56,3%) 35 (43,8%) 80 (100%) Kondisi Keluarga 0,818 Hidup sendiri atau dengan 17 (53,1%) 15 (46,9%) 22 (100%) salah satu ortu Hidup bersama ortu 28 (58,3%) 20 (41,7%) 48 (100%) Jumlah 45 (56,3%) 35 (43,8%) 80 (100%) Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahawa anak jalanan yang tidak sekolah cenderung lebih banyak yang melakukan hubungan seksual yaitu 23 anak (60,5%) dari pada yang sekolah yaitu hanya 12 anak (28,6%). Sedangkan, dapat diketahui kecenderungan bahwa anak jalanan yang masih hidup bersama orang tua lebih banyak yang tidak melakukan seksual yaitu sebanyak 28 anak (58,3%), walaupun selisihnya sekidit, yatu hanya sekitar 8 anak. Anak jalanan yang hidup sendiri atau hanya dengan salah satu orang tua, lebih banyak yang melakukan hubungan seksual, walaupun hanya 2 anak saja. Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berada di Surakarta dan berumur 12 tahun sampai 18 tahun. Umur rata-rata anak jalanan di Kota Surakarta adalah 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak jalanan tersebut masih termasuk umur anak sekolah, yang harus mendapatkan perlindungan dari orang tuanya di rumah, dan harus mendapatkan pendidikan yang layak. Banyak kemungkinan yang menyebabkan anak-anak tersebut menjadi anak jalanan, diantaranya tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya karena bercerai, ataupun sudah meninggal dunia salah atau atau keduanya. Namun ada pula yang masih hidup bersama orang tuanya, karena memang kondisi sosial ekonominya yang menyebabkan anak tersebut harus mencari nafkah dijalanan. Berdasarkan tabel 2 diketahui persentase responden laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (67,5%) lebih banyak dari pada responden perempuan yaitu sebanyak 26 orang (32,5%). Biasanya anak laki-laki lebih cenderung menginginkan kebebasan untuk bergaul dengan teman sebayanya. Menurut Sarwono (2001) peran gender merupakan bagian dari peran sosial dan tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi oleh Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 97
  • 6. lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Pada kehidupan psikologi remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji chy square diperoleh ( = 0,008 <0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan status pendidikan dengan perilaku seks anak jalanan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Anak yang mendapatkan pendidikan yang baik, akan berdampak pada sikap dan perilakunya pada suatu hal. Pada penelitian ini, hampir separuh (48,8%) anak jalanan yang ana di Kota Surakarta sudah tidak sekolah lagi. Padahal dilihat dari umurnya, anak-anak tersebut seharusnya masih mendapatkan pendidikan. Namun demikian, ada pula anak jalanan yang masih berstatus sekolah, yang terbanyak adalah SLTP yaitu 21 orang (26,3%). Hal ini jelas sangat mempengaruhi perilakunya di jalanan, termasuk perilaku seksualnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hutagalung (2002) yang menyimpulkan bahwa alasan ekonomi merupakan penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan. Karena ekonomi yang kurang baik, menyebabkan anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang layak, dan tidak heran banyak yang putus sekolah untuk mencari nafkah di jalanan dan akhirnya hidup sebagai anak jalanan. Pendidikan yang rendah, bahkan putus sekolah menyebabkan anak tidak mendapatkan informasi yang baik dari sumber yang benar. Terkait dengan informasi masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi, informasi yang didapatkan tidak tersaring dengan baik sehingga memungkinkan anak jalanan mempunyai pengetahuan yang salah dan pemberian informasi kesehatan reproduksi yang masih kurang oleh lembaga yang menangani anak jalanan. Anak jalanan yang tidak sekolah menyebabkan keadaan anak tidak terawat dengan baik, lebih bebas dan liar. Sehingga menyebabkan terjadinya perilaku yang menyimpang pada anak jalanan tersebut, yaitu perilaku seks bebas. Anak jalanan di Kota Surakarta yang mengaku telah melakukan hubungan seksual secara bebas dengan temannya sendiri sebanyak 35 orang (43,8%). Bentuk perilaku seks yang dimaksud dalam penelitian ini diantaranya membaca buku porno sebanyak 33 anak (41,2%), memikirkan fantasi seks 41 anak (51,2%), membicarakan tentang seks dengan lawan jenis 36 anak (45%), berpelukan dengan lawan jenis 50 anak (62,5%), mencium bibir lawan jenis 51 anak (63,8%), mencium leher lawan jenis 26 anak (32,5%), meraba bagian tubuh lawan jenis 33 anak (41,2%), petting 18 anak (22,5%), memegang alat kelamin dari luar baju lawan jenis 25 anak (31,2%), memegang alat kelamin dari dalam baju lawan jenis 34 anak (42,5%), melihat orang lain melakukan hubungan seks 39 anak (48,8%), onani/masturbasi 35 anak (43,8%), oral seks 20 anak (25%), melakukan hubungan seks sebanyak 35 anak (43,8%). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Chy square diperoleh ( =0,819 > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kondisi keluarga 98 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
  • 7. dengan perilaku seks anak jalanan. Peranan orang tua dalam mendidik anak sangat berpengaruh dalam kehidupan anaknya. Kondisi keluarga juga akan membantuk karakter anak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2008) yang menyimpulkan bahwa faktor penyebab seorang anak menjadi anak jalanan yaitu kemiskinan, keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan sosial anak, penyebab yang lain adalah: keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua, dan ingin bebas. Dalam penelitian ini, anak jalanan yang masih hidup bersama keluarganya sebanyak 48 anak (60%), yang kedua orang tuanya bercerai sebnyak 16 orang (20%), yang orang tuanya telah meninggal salah satu sebanyak 13 orang (16,3%) dan yang telah meninggal kedua orangtuanya sebanyak 3 orang (3,8%). Meskipun masih banyak anak jalanan yang hidup bersama orangnya, namun kehidupan tersebut memang tercipta di jalanan, karena faktor kemiskinan membuat satu keluarga membentuk perilaku untuk mencari nafkah dalam kehidupan di jalanan. Tidak menutup kemungkinan, apabila kedua orang tuanya mencari nafkah di jalanan, maka karakteristik anaknya juga akan terbentuk di jalanan, sehingga pengaruh lingkungan lebih kuat dibandingkan dengan perhatian orang tuanya. Anak jalanan melakukan perilaku seks lebih banyak karena pengaruh lingkungan. Kehidupan anak-anak jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik yang dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK (Pekerja Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007). Antara pendidikan anak dan kondisi orang tuanya, ternyata lebih memegang peran penting pendidikan anak dalam membentuk karekater, pengetahuan hingga perilaku anak tersebut. Anak jalanan dalam penelitian ini merupakan remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa tersebut. Status pendidikan anak jalanan yang sekolah, akan mendapatkan sumber informasi yang benar tentang sesuatu hal, termasuk perilaku seksualnya. Oleh karena itu sumber informasi yang baik dan bertanggungjawab diperlukan oleh remaja, agar remaja tidak salah dalam mendapatkan sumber informasi. Pada anak jalanan akan mendapatkan informasi yang benar dari sumber informasi yang baik dan bertanggung jawab yaitu dari sekekolah dan biasanya diperoleh dari pihak yang menangani anak jalanan yaitu seperti Lembaga Bina Bakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teman yang mempengaruhi untuk berpelukan dengan lawan jenis yaitu sebanyak 42 orang (52,5%), mempengaruhi untuk berciuman 37 orang (46,2%), mempengaruhi untuk berhubungan seks 33 orang (41,2%), mengajak untuk melakukan hubungan seks 25 orang (31,2%) dan mengajak untuk melihat film porno yaitu sebanyak 58 orang (72,5%). Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 99
  • 8. SIMPULAN Ada hubungan antara status pendidikan dengan perilaku seksual anak jalanan di Surakarta. Tidak ada hubungan antara kondisi keluarga dengan perilaku seksual anak jalanan di Surakarta. DAFTAR PUSTAKA Ahmawalily, H. 2010. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) ; Perhatian Besar bagi Islam. Fokus Edisi 30. http://www.rahima.or.id. Diakses: 9 Agustus 2011. Depsos RI. 2008. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial - PMKS Tahun 2008. www.depsos.go.id. Diakses: 19 Mei 2011. Depsos RI. 2009. Promosi Kunci Sukses Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. www.depsos.go.id. Diakses: 21 Mei 2011. Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2011. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. http://www.aidsindonesia.or.id/repo/LT1Menkes2010.pdf. Diakses: 10 Agustus 2011. Hutagalung E. 2002. Hubungan Karakteristik Anak Jalanan terhadap Perilaku Seksualnya dan Kemungkinan Terjadinya Resiko Penyakit Menular Seksual (PMS) di Kawasan Terminal Terpadu Pinang Baris Medan. [Skripsi]. Sumatera: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Juwartini W. 2004. Profil Kehidupan Anak Jalanan Perempuan (Studi Kasus Anak Jalanan di Komplek Tugu Muda Semarang). [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNES. Novita N, Nida U.H, Supriyati. 2006. Hubungan Antara Paparan Pornografi dan Komunikasi Remaja-Orang Tua Dengan Perilaku Seksual di SMA Negeri 11 Palembang. Jurnal Sains Kesehatan. 19 (2), April, 2006. Rahmasari H. 2005. Kebijaksanaan non Pedal dalam Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak (Studi di Kota Surakarta). [Tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu Hukum UNDIP. Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Setiawan H. 2007. Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Program Score dalam Mencegah Penyebaran HIV/AIDS. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Vol.12. No.13. September-Desember 2007. 100 Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338-2694
  • 9. Taufik dan Nisa R. 2005. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol.1, No.2, 2005: 115-129. Yusra, Mail dan Hairani Siregar. 2006. Program Pemberdayaan Anak Jalanan oleh Yayasan AKMI Medan. Jurnal Pemberdayaan Komunitas. Mei 2006. Vol.5. No. 2. Hal: 186- 212. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694 | 101