Studi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat preferensi konsumen terhadap roti labu kuning di Kota Banda Aceh. Responden memberikan penilaian terhadap atribut mutu organoleptik roti labu kuning menggunakan skala hedonik. Hasilnya menunjukkan rata-rata nilai preferensi konsumen terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur roti labu kuning berkisar antara 3,31 hingga 3,77. Analisis data menggunakan regresi linier berganda
1 of 13
Downloaded 14 times
More Related Content
2 2-1-pb
1. STUDI PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ROTI TAWAR LABU KUNING
(Cucurbitamoschata)
Juanda1
, Cut Erika1
, dan Hanum Vine Meilliza2
1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala
Darussalam, Banda Aceh
2) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah
Kuala Darussalam, Banda Aceh
Email: juanda@unsyiah.ac.id
ABSTRAK
Labu kuning (Cucurbitamoschata) merupakan sayuran buah yang cocok dikembangkan
sebagai biofortifikasi karena banyak mengandung β-karoten yang sangat bermanfaat bagi
kesehatan.Saat ini, roti labu kuning belum terlihat dijual di pasaran.Hal ini diduga karena
belum adanya pengetahuan yang memadai tentang tingkat kesukaan konsumen terhadap
roti labu kuning.Studi tentang preferensi konsumen terhadap roti labu kuning dilakukan untuk
memperkenalkan dan mengembangkan produk ini kepada masyarakat.Responden dipilih
secara acak untuk diberikan sampel roti labu kuning dan mengisi kuesioner secara tertutup
dengan mengisikan nilai skala hedonik terhadap atribut mutu organoleptik roti labu kuning.
Analisis data mengunakan regresi linier berganda dengan preferensi konsumen terhadap roti
labu kuning sebagai variabel terikat dan variabel bebas terdiri atas: usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan besar pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
perbedaan nilai hedonik antara laki-laki dan perempuan sedangkan untuk variabel lainnya
berbeda.Rata-rata nilai preferensi konsumen terhadap warna roti labu kuning adalah 3.42,
rasa roti labu kuning sebesar 3.51, aroma roti labu kuning sebesar 3.31, dan tekstur roti labu
kuning sebesar 3.77.
PENDAHULUAN
Roti merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi masyarakat
Indonesia.Salah satu akibat dari konsumsi roti yang semakin meningkat dan menjadi
makanan rakyat adalah penambahan (fortifikasi) berbagai zat gizi ke dalam roti untuk
meningkatkan kandungan gizinya (Astawan, 2006).Fortifikasi merupakan suatu cara untuk
meningkatkan kandungan suatu komponen gizi produk pangan, yang dapat dilakukan
dengan menambahkan secara langsung komponen gizi yang ingin ditingkatkan ataupun
menambahkan bahan yang kaya akan komponen gizi tersebut ke dalam produk pangan.
Fortifikasi diharapkan dapat berperan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi mikronutrien
di Indonesia (Sinar Tani, 2008).
Labu kuning (Cucurbitamoschata) atau pumpkin (Inggris) ataupun labu tanah waluh
(Jawa) merupakan buah-buahan komoditas pertanian yang cocok dikembangkan sebagai
biofortifikasi untuk produk pangan.Labu kuning banyak mengandung β-karoten atau
provitamin-A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Di samping itu labu kuning juga
mengandung zat gizi seperti protein, karbohidrat, beberapa mineral seperti kalsium, fosfor,
besi, serta vitamin B dan C (Hendrasty, 2007).
2. Fortifikasi dapat dilakukan dengan menambahkan labu kuning segar yang ditambahkan
pada pembuatan es krim, dodol, saus, roti, dan produk pangan lain. Fortifikasi juga dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mengolah labu kuning menjadi tepung yang selanjutnya
diaplikasikan pada pengolahan pangan. Produk olahan yang ditambah dengan tepung labu
kuning mempunyai warna dan rasa yang spesifik, sehingga diharapkan lebih disukai
konsumen.
Roti adalah produk makanan hasil fermentasi tepung dengan ragi atau bahan
pengembang lainnya, kemudian dipanggang (Mudjajanto dan Yulianti, 2007). Roti yang
tersedia di pasaran terbuat dari tepung terigu dan dari gandum utuh (whole wheat bread).
Tepung terigu dipilih sebagai bahan baku pembuatan roti karena kandungan protein glutenin
dan gliadin yang berguna untuk memperkuat dan menjaga elastisitas ikatan dinding dan
serat adonan sehingga memungkinkan terciptanya kantong-kantong udara di dalam roti.
Dalam pembuatan roti labu kuning, tepung labu kuning hanya ditambahkan sebanyak
10 persen saja dari berat tepung keseluruhan. Terlalu banyak menambahkan tepung labu
kuning akan mengakibatkan roti tidak dapat mengembang sempurna karena tepung labu
kuning tidak mengandung protein gluten. Protein gluten hanya bisa didapatkan di dalam
tepung terigu (Bogasari, 2010).
Saat ini, roti labu kuning belum terlihat dijual di pasaran. Hal ini diduga karena belum
adanya pengetahuan yang memadai tentang tingkat kesukaan konsumen terhadap roti labu
kuning. Studi tentang preferensi konsumen terhadap roti labu kuning perlu dilakukan untuk
memperkenalkan dan mengembangkan produk ini kepada masyarakat umum.
Preferensi konsumen dapat diartikan secara luas sebagai pilihan terhadap suatu hal
yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi konsumen mengukur tingkat kesukaan
konsumen terhadap suatu produk dibandingkan dengan produk lain. Konsumen akan
mempertimbangkan banyak hal dalam menentukan konsumsi produk yang akan dipilihnya
dan proses ini tidak begitu saja terjadi. Keberhasilan produsen dalam memperkenalkan
produknya akan bergantung pada tingkat penerimaan dan kesukaan terhadap produk
tersebut (Carpenter, et al., 2000).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap roti
labu kuning. Konsumen dipilih secara acak kemudian diberikan sampel roti labu kuning dan
mengisi kuesioner tertutup sesuai dengan instruksi yang tertulis. Target konsumen mencakup
hampir seluruh lapisan masyarakat, baik dari segi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan
besar pendapatan.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Proses pembuatan produk roti labu kuning dilaksanakan di Chicago Moslem Family
Restaurant Simpang Mesra Banda Aceh. Analisis kimia sampel tepung labu kuning
dilaksanakan di Laboratorium Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
(Bapedalda) Banda Aceh.Analisis kimia sampel roti labu kuning dilaksanakan di
Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Banda Aceh. Penelitian tentang
preferensi konsumen terhadap produk roti labu kuning dilaksanakan di Gedung Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala, lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC)
3. Beurawe dan Phi Beta Group Punge Blang Cut, dan di beberapa tempat lain dalam ruang
lingkup Kota Banda Aceh.
B. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah labu kuning
(Cucurbitamoschata) varietas bokor atau cerme yang diperoleh dari pasar tradisional Banda
Aceh dengan tingkat kematangan mengkal (buah sudah tua tetapi belum masak optimum),
tepung terigu protein tinggi (Cakra Kembar dari Bogasari), mentega, yeast, gula pasir, air,
susu cair, telur, garam, bread improver. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara
lain aquadest, kloroform, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, HCl, indikator metal
merah, indikator metilen biru, dan pelarut dietil eter.
Alat-alat yang digunakan selama pengolahan yaitu timbangan, pisau stainless steel,
slicer, oven pengeringan, oven pemanggangan, hammer mill, ayakan 80 mesh, mixer, dan
loyang. Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu timbangan analitik, gelas ukur, tanur
abu, oven, spektrofotometer, labu Kjeldahl, alat destilasi, Erlenmeyer, kertas saring, dan alat
soxhlet.
C. Analisis Kimia
Analisis kimia dilakukan untuk dua jenis sampel, yaitu tepung labu kuning dan roti labu
kuning. Untuk tepung labu kuning, analisis kimia yang dilakukan adalah uji kadar air dan uji
kadar β-karoten. Sedangkan untuk roti labu kuning dilakukan uji kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, dan kadar β-karoten.Diagram Alir Pembuatan Tepung Labu Kuning
adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
D. Penyajian Sampel Roti Labu Kuning
Sampel (roti labu kuning yang diolah dengan prosedur pada Gambar 2. disajikan pada
panelis segera setelah roti selesai dipanggang atau paling lambat pada hari yang sama
untuk menjaga agar tekstur roti masih tetap lembut dan tidak ada perubahan fisik. Analisis
yang dilakukan oleh panelis adalah uji deskripsi terhadap atribut mutu dari roti labu kuning
dan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap karakteristik
organoleptiknya.Uji deskripsi dilakukan karena roti labu kuning merupakan produk baru yang
belum pernah tersedia di pasaran.Atribut mutu roti tersebut meliputi penampakan roti (warna,
aroma, rasa), tekstur (crust dan crumb roti), after taste, dan mouthfeel.
4. Gambar 1.Diagram Alir Pembuatan Tepung Labu Kuning
Labu kuning
Pemotongan
Pencucian
Pengupasan biji, serat,
kulit
Pengecilan ukuran
Blansir dengan larutan asam sitrat 1 g/L
Pengeringan oven (80°C ; 7 jam)
Penggilingan
Pengayakan 80 mesh
Tepung labu kuning Analisis :
• β-karoten
• Kadar air
5. Gambar 2.Diagram Alir Pembuatan Roti Labu Kuning
E. Teknik Pengambilan Sampel Panelis
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah samplingnonprobabilitas, yaitu
teknik sampling yang tidak menggunakan prosedur pemilihan peluang melainkan
mengandalkan judgement pribadi peneliti (Malhotra, 2005). Jenis yang digunakan adalah
convenience sampling dan snowball sampling.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa data-data
hasil tabulasi dari kuesioner. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer, yaitu
dengan cara pemberian kuesioner langsung kepada responden. Metode survey yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain kuesioner mudah
dikelola dan data yang diperoleh dapat dipercaya (Malhotra, 2005).
Tepung terigu, tepung labu
kuning, BTM (F-1000), ragi,
butter, gula pasir
Pencampuran
Air, telur, dan
susu cair
Pengulenan sampai kalis
Fermentasi I 35°C 25 menit
Pembuangan gas dan pembagian adonan @30 gram
Fermentasi II 35°C 20 menit
Pemanggangan dalam oven 180°C selama 25 menit
Roti labu kuning
Analisis :
• kadar air
• kadar abu
• lemak
• protein
• β-karoten
6. F. Panelis
Panelis yang diikutsertakan dalam penelitian ini terdiri dari panelis agak terlatih dan
tidak terlatih berjumlah 100 orang. Panelis tidak terlatih diambil secara acak dalam ruang
lingkup penduduk Kota Banda Aceh dengan usia minimal 10 tahun sampai di atas 35 tahun
dan panelis agak terlatih diambil dari mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah
Kuala. Para panelis ini diambil untuk menguji tingkat preferensi konsumen terhadap roti labu
kuning dengan melihat sifat-sifat organoleptik roti labu kuning. Pemilihan dan
pengelompokan panelis ditetapkan berdasarkan kriteria usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan (berdasarkan lamanya pendidikan dalam tahun), dan tingkat pendapatan
(termasuk uang saku).
G. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu
menggunakan data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh dari paket kuesioner
yang terdiri dari lembaran kuesioner berisi identitas panelis, pertanyaan-pertanyaan tentang
persepsi konsumen terhadap produk roti labu kuning, dan lembar pengujian deskripsi dan
hedonik.Dalam lembaran pertanyaan pada kuesioner, pertanyaan yang diajukan adalah jenis
pertanyaan tertutup, di mana panelis diberikan alternatif jawaban dan hanya diperbolehkan
memilih satu jawaban dari beberapa jawaban yang tersedia.Selanjutnya dalam lembar
pengujian deskripsi dan hedonik, panelis diminta memberikan penilaiannya sesuai metode
pengujian masing-masing.Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur
kepustakaan.
H. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier
berganda (multiple regression analysis).Regresi linier berganda digunakan untuk mengatasi
permasalahan analisis regresi yang melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas.
Ada empat variabel bebas yang digunakan untuk menganalisis preferensi konsumen
terhadap roti labu kuning, yaitu usia (X1), jenis kelamin (X2), tingkat pendidikan (X3), dan
besar pendapatan (X4). Keempat variabel ini disebut variabel bebas, sedangkan variabel
yang akan diramalkan yaitu preferensi konsumen terhadap roti labu kuning (Y) dinamakan
variabel terikat.
Selanjutnya untuk membandingkan pengaruh karakteristik responden terhadap
kesukaan roti labu kuning, digunakan analisis non-parametrik Mann-Whitney Test dan
Kruskal-Wallis Test. Mann-Whitney test digunakan jika hanya ada dua variabel bebas,
sedangkan Kruskal-Wallis Test digunakan jika ada beberapa kelompok variabel.
Penggunaan Kruskal-Wallis Test kemudian dilanjutkan dengan Mann-Whitney Test antara
masing-masing kelompok bila berbeda signifikan.
I. Parameter dalam Analisis
Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah uji deskripsi (berdasarkan atribut
mutu) sebagai pengenalan produk baru dan uji hedonik (tingkat kesukaan) terhadap sifat-
sifat organoleptik dari roti labu kuning. Dalam penelitian ini, panelis diminta untuk
memberikan penilaian terhadap deskripsi atribut mutu roti, yaitu penampakan (warna, aroma,
7. rasa, tekstur), mouthfeel, dan after taste (manis, pahit) dengan memberikan deskripsi secara
jelas.
Kemudian dilanjutkan dengan penilaian tingkat kesukaan panelis dengan
menggunakan pengujian hedonik terhadap warna, rasa, dan tekstur roti labu kuning.
Pengujian dilakukan dengan memberikan penilaian pada lima tingkat skala hedonik, dimulai
dari sangat tidak suka (=1), tidak suka (=2), netral (=3), suka (=4), dan sangat suka (=5).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kandungan Kimia Roti Labu Kuning
Mengacu pada SNI 01-2891-1992 tentang cara uji makanan dan minuman, telah
dilakukan pengujian terhadap tepung labu kuning dan roti labu kuning. Hasil pengujian untuk
tepung labu kuning berdasarkan parameter uji fisika adalah berbentuk serbuk, dengan bau
dan rasa yang normal, dan berwarna kuning. Untuk uji kimia, kadar air tepung labu kuning
adalah 12.54% dan kadar β-karoten sebesar 11.161 mg/L. Jika dibandingkan dengan SNI
No. 01-3751-1995 untuk tepung terigu, kadar air tepung labu kuning ini masih dikategorikan
normal (maksimal kadar air tepung terigu adalah 14.5%).
Pada roti labu kuning, uji fisika menunjukkan bentuk padat, bau dan rasa yang normal,
dan berwarna coklat. Sedangkan untuk uji kimia, kadar air roti labu kuning adalah 30.46%,
kadar abu 1.26%, kadar lemak 2.57%, dan kadar protein 9.14%. Sebagai perbandingan
kadar air dan kadar abu pada roti tawar menurut SNI No. 01-3840-1995, kadar air dan abu
pada roti labu kuning ini juga masih menunjukkan keadaan normal, di mana kadar air untuk
roti tawar adalah maksimal 40% dan kadar abu maksimal 3%.
B. Atribut Mutu OrganoleptikRoti Labu Kuning
Ada empat jenis atribut mutu yang diujikan dalam kuesioner preferensi konsumen,
yaitu warna, rasa, aroma, dan tekstur roti labu kuning.Atribut mutu ini dianggap
representatifekriteriaorganoleptik yang dapat menunjukkan rata-rata kesukaan konsumen
terhadap roti labu kuning secara keseluruhan.Nilai rata-rata kesukaan untuk masing-masing
atribut mutu roti labu kuning seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Atribut Mutu Roti Labu Kuning
Atribut Mutu Roti Labu Kuning Min Max Mean Std Dev
Warna 1 5 3,42 0,878
Rasa 1 5 3,51 0,847
Aroma 1 4 3,31 0,748
Tekstur 1 5 3,77 0,851
Keterangan: 1 = sangat tidak suka 4 = suka
2 = tidak suka 5 = sangat suka
3 = netral / biasa
8. Warna merupakan karakteristik utama dari sebuah produk. Hampir 60% penerimaan
terhadap sebuah produk ditentukan oleh warna. Warna suatu produk dapat menyebabkan
seseorang menerima atau sebaliknya menolak produk tersebut, memberikan kenyamanan
atau ketidaknyamanan, bahkan bisa mempengaruhi nafsu makan (Dony, 2009). Rata-rata
nilai preferensi konsumen terhadap warna roti labu kuning adalah 3.42 yaitu antara netral
sampai suka. Mayoritas panelis tidak begitu menyukai warna roti labu kuning yang
kecoklatan, karena sudah terbiasa mengonsumsi roti yang berwarna keemasan.
Rasa adalah sebuah reaksi kimia dari gabungan berbagai bahan makanan dan
menciptakan suatu sensasi yang dirasakan oleh lidah. Rasa merupakan organoleptik yang
penting pada suatu produk makanan karena dapat berfungsi sebagai penentu enak atau
tidak enaknya suatu produk bahan pangan. Rata-rata preferensi konsumen terhadap rasa
roti labu kuning adalah 3.51yaitu antara netral sampai suka. Hasil survey menunjukkan
beberapa panelis merasa asing terhadap rasa roti labu kuning tersebut, dan menyarankan
agar roti labu kuning ditambah bahan lainnya, seperti coklat atau keju.
Rata-rata penilaian konsumen terhadap aroma roti labu kuning adalah 3.31yaitu
antara netral sampai suka. Aroma roti labu kuning disukai oleh panelis. Mayoritas panelis
lebih menyukai aroma roti tawar yang tidak ditambahkan bahan lainnya. Sedangkan rata-rata
penilaian konsumen terhadap tekstur roti labu kuning adalah 3.77yaitu antara netral sampai
suka. Panelis sangat menyukai tekstur roti labu kuning yang lembut dan mudah dikunyah.
C. Responden dan Roti Labu Kuning
Panelis berjumlah 100 orang yang diikutsertakan dalam penelitian ini dikategorikan
berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan besar pendapatan pada tingkat
kesukaan konsumen terhadap roti labu kuning. panelis diambil secara acak menggunakan
convenience dan snowball sampling dalam ruang lingkup Kota Banda Aceh.
Jenis roti yang paling banyak dikonsumsi panelis secara umum adalah roti dengan
pelengkap (mentega, meises, selai) sebesar 75%, kemudian roti tawar 14%, roti manis tanpa
isian 8%, dan roti lain seperti baguette dan waffle sebesar 3%. Sebanyak 55% panelis
mengonsumsi roti dalam waktu yang tidak tentu, 26%mengonsumsinya 2-3 kali seminggu,
15%setiap hari, dan hanya 4% yang mengonsumsi roti 2-3 kali sebulan. Para panelis ini
biasanya mengonsumsi roti sebagai kudapan dengan persentase 66% dari total jumlah
panelis, 29%mengonsumsinya sebagai menu sarapan, dan 5% sebagai pemenuhan asupan
karbohidrat.
Mayoritas panelis belum pernah mendengar atau mengonsumsi roti labu kuning. Hanya
2% yang mengatakan mengetahui dan pernah mengonsumsinya. Roti labu kuning sendiri
merupakan produk olahan yang baru saja dikembangkan dan saat ini belum terlihat tersedia
di pasaran. Sebanyak 78% panelis mengatakan menyukai roti labu kuning yang telah dicicipi
dan 22% lainnya mengatakan tidak suka dengan alasan rasa yang tidak enak dan warna
yang kurang menarik. Namun hampir seluruh panelis menginginkan ada tambahan rasa atau
pelengkap pada roti labu kuning agar mereka lebih menyukainya dan dapat mencirikhaskan
roti labu kuning tersebut.
9. D. Preferensi Konsumen Berdasarkan Karakteristik Responden
Pengujian preferensi konsumen menggunakan Kruskal-Wallis Test antara usia
konsumen dengan skor rata-rata hedonik didapatkan nilai signifikansi 0.001 (α = 0.05) yang
artinya ada perbedaan yang sangat signifikan antarkelompok usia konsumen. Hasil uji Mann-
Whitney Test menunjukkan bahwa kelompok usia 10 – 14 tahun dengan 20 – 24 tahun
berbeda secara signifikan dengan nilai signifikansi 0.000 (α = 0.05). Nilai rata-rata preferensi
konsumen berdasarkan karakteristik responden disajikan pada Tabel 2 sampai dengan Tabel
5.
Tabel 2. Nilai Rata-rata Preferensi Berdasarkan Variabel Usia
Mean Std. Dev.
10 - 14 tahun 37 3,7432 0,48407
15 - 19 tahun 20 3,1875 0,63802
20 - 24 tahun 25 3,2000 0,50518
25 tahun atau lebih 18 3,7361 0,61520
Usia N
Nilai Rata-rata Preferensi
Sumber : Data mentah diolah
Tabel 3. Nilai Rata-rata Preferensi Berdasarkan Variabel Jenis Kelamin
Mean Std. Dev
Laki-laki 44 3,4886 0,65137
Perempuan 56 3,5000 0,57009
Jenis Kelamin N
Nilai Rata-rata Preferensi
Sumber : Data mentah diolah
Untuk variabel jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, Mann-Whitney Test
menghasilkan nilai signifikansi 0.723 (α >0.1), sehingga hipotesis H0 diterima dan hipotesis
H1 ditolak. Artinya, tidak ada perbedaan rata-rata antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan dalam menentukan tingkat kesukaan terhadap roti labu kuning.
Pada variabel tingkat pendidikan, Kruskal-Wallis Test menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antarkelompok tingkat pendidikan, mulai dari tingkat SD sampai
Pascasarjana, dengan signifikansi 0.004 (α < 0.05) terhadap nilai rata-rata hedonik kesukaan
roti labu kuning. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney Test dimana
yang paling menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dalam mempengaruhi kesukaan
roti labu kuning adalah level pendidikan SD dengan SMA, yaitu nilai signifikansinya sebesar
0.000 (α <0.01) sehingga H1 diterima.
10. Tabel 4. Nilai Rata-rata Preferensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Mean Std. Dev.
4 - 6 tahun (SD) 27 3,8148 0,49804
7 - 9 tahun (SMP) 11 3,6136 0,43523
10 - 12 tahun (SMA) 21 3,1548 0,59935
13 - 16 tahun (Universitas) 31 3,4274 0,65254
17 - 20 tahun (Pascasarjana) 10 3,4250 0,50069
Tingkat Pendidikan N
Nilai Rata-rata Preferensi
Sumber : Data mentah diolah
Pada Kruskal-Wallis Test antara besar pendapatan dengan rata-rata skor hedonik
kesukaan, terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan antarkelompok besar
pendapatan dengan nilai signifikansi 0.036 (α = 0.05). Dilanjutkan dengan Mann-Whitney
Test, sehingga diketahui bahwa yang menunjukkan perbedaan rata-rata adalah kelompok
yang memiliki besar pendapatan antara Rp 500,000 – Rp 999,900 dengan Rp 1,000,000
atau lebih per bulannya dengan nilai signifikansi 0.013. Kelompok ini diasumsikan memiliki
preferensi yang lebih tinggi terhadap roti labu kuning, karena mereka mampu membeli
produk-produk baru.
Tabel 5. Nilai Rata-rata Preferensi Berdasarkan Besar Pendapatan
Mean Std. Dev.
Rp 100,000 - Rp 499,000 51 3,4706 0,56046
Rp 500,000 - Rp 999,000 17 3,2353 0,43724
Rp 1,000,000 atau lebih 32 3,6719 0,69976
Besar Pendapatan N
Nilai Rata-rata Preferensi
Sumber : Data mentah diolah
E. Preferensi Konsumen Terhadap Roti Labu Kuning
Persamaan regresi linier yang digunakan dalam merumuskan preferensi konsumen
terhadap roti labu kuning berdasarkan skor rata-rata hedonikditentukan oleh variabel terikat
dan variabel bebas. Variabel terikat dalam persamaan regresi linier berganda ini adalah
tingkat kesukaan konsumen terhadap roti labu kuning, sedangkan variabel bebas yang
digunakan adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Prediktor yang Terlibat dalam Persamaan Regresi Linier Berganda
Variabel Min Max Mean Std Dev
Usia (tahun) 10 55 19,980 9,910
Jenis Kelamin (laki-laki = 0, perempuan = 1) 0 1 0,560 0,499
Tingkat Pendidikan (tahun) 4 20 11,300 5,058
Besar Pendapatan (puluhan ribu rupiah) 10 300 80,490 80,420
11. Persamaan regresi linier preferensi konsumen terhadap roti labu kuning berdasarkan
skor rata-rata hedonic adalah:
Y = 3.777 + 0.015 X1 + 0.101 X2 – 0.071 X3 + 0.002 X4
Persamaan ini menunjukkan peningkatan nilai kesukaan konsumen terhadap roti labu
kuning yang akan diprediksi oleh kenaikan satu unit dari prediktor yang ada.
Secara keseluruhan, kelompok usia konsumen 10 – 14 tahun menunjukkan perbedaan
kesukaan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, terutama jika dibandingkan dengan
kelompok usia 15 – 19 tahun dan kelompok usia 20 – 24 tahun. Variabel jenis kelamin
konsumen menunjukkan tidak adanya perbedaan kesukaan antara konsumen laki-laki
dengan perempuan terhadap karakteristik roti labu kuning. Pada variabel tingkat pendidikan,
hanya pada karakteristik rasa dan aroma roti labu kuning saja yang berpengaruh signifikan,
sedangkan pada warna dan tekstur roti, tingkat pendidikan tidak berpengaruh. Kelompok
pendidikan SD (4 – 6 tahun) menunjukkan perbedaan rata-rata kesukaan terhadap roti labu
kuning dibandingkan dengan kelompok pendidikan lain. Untuk variabel besar pendapatan,
rerata masing-masing kelompok pendapatan menunjukkan pengaruh yang sama terhadap
karakteristik roti labu kuning baik dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa besar pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan pada preferensi
konsumen terhadap roti labu kuning.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap
preferensi konsumen terhadap roti labu kuning berdasarkan warna, rasa, aroma,
dan tekstur. Sedangkan besar pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan.
2. Preferensi konsumen terhadap warna roti labu kuning secara parsial dipengaruhi
oleh faktor usia dan jenis kelamin.
3. Preferensi konsumen terhadap rasa roti labu kuning secara parsial dipengaruhi oleh
usia, jenis kelamin, dan besar pendapatan.
4. Preferensi konsumen terhadap aroma roti labu kuning secara parsial dipengaruhi
oleh usia dan jenis kelamin.
5. Preferensi konsumen terhadap tekstur roti labu kuning secara parsial dipengaruhi
oleh usia, jenis kelamin, dan besar pendapatan.
B. Saran
Pada penelitian lebih lanjut sebaiknya disarankan untuk menggunakan faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi preferensi konsumen mencakup faktor intrinsik, ekstrinsik,
biologis, fisiologis, psikologis, personal, sosioekonomi, pendidikan, kultur, agama, dan
daerah.
12. DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Y. 2005. Ekstraksi Karotenoid dari Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) dengan
Menggunakan Pelarut Heksana. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bhratara, Indonesia.
Anonima
. 2006. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan.
http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?id=239.htm [5 November 2007].
Anonimb
. 2007. Penuntun Praktikum Kimia dan Analisis Hasil Pertanian. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian, Banda Aceh.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, D.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Assael. H. 1996. Consumer Behavior and Marketing Action. South Western Collage
Publishing, Ohio.
Astawan, M. 2004. Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya
Antioksidan. Berita SENIOK. No. 247/9-15 April 2004.
Astawan, M. 2006. Talk About Bread.
http://www.ayahbundaonline.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id=Nutrisi&info_id=4
30.htm. [13 Juli 2006].
Astawan, M. 2008. Kolak Tangkal Kanker Kolorektal.
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/pda/detail.aspx?x=Nutrition&y=cybertech|0|
0|6|468. [29 September 2008].
Aziah, N.A.A. dan C.A. Komathi. 2009. Physicochemical and Functional Properties of
Peeled and Unpeeled Pumpkin Flour. Journal of Food Science, Vol. 74, Nr. 7.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2007. Standar Mutu Roti Tawar SNI 01-3840-
1995. Bhratara, Indonesia.
Bogasari. 2010. Penggunaan Tepung Terigu dalam Pembuatan Roti.
http://www.bogasariflour.com. [29 Januari 2010].
Carpenter, P.R., D.H. Lyon, and T.A. Hasdell. 2000. Guidelines for Sensory Analysis in
Food Product Development and Quality Control.An Aspen Publication, Maryland.
Djutin, K.E. 1991. Pumpkin: Nutritional Properties. Potatoes and Vegetables, 3: 25-26
(Russian).
Dony. 2009. Psikologi Warna dan Marketing. http://donydw.wordpress.com/ [15 Mei 2009].
Engel, J.F., R.D. Vlanckwell, dan P.W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen
(Terjemahan).Binarupa Aksara, Jakarta.
Hendrasty, H.K. 2007. Tepung Labu Kuning, Pembuatan dan Pemanfaatannya.Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Kohkonen, P., H. Toruila, dan H. Rita. 1996. How Informations Enhances Acceptability Of
A Low-fat Spread. di dalam Juric, B. dan A. Worsley. 1998. Consumer Attitudes
Towards Imported Food Product. Food Quality and Preference.
Kusharto, C.M. 2007. Di Balik Sepotong Roti, Alternatif Sarapan Pengganti Nasi dan
Mie.http://www1.surya.co.id/v2/?p=7749. [27 April 2007].
13. Kramer, A. 1991. Pengawasan Mutu dalam Industri Pangan.PAU Pangan dan Gizi IPB,
Bogor.
Malhotra, N. K. 2005. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan Edisi Bahasa Indonesia.
Edisi Keempat. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan
Gizi IPB, Bogor.
Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. 2007. Seri Agrotekno Membuat Aneka Roti. Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspective In Nutrition. Pientice-Hall. Engle-Wood
Cliff, New Jersey.
Scheaffer, R. L., M. William, dan O. Lyman. 1986. Elementary Survey Sampling. di dalam
Tricahyati. Analisis Atribut yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen untuk Macaroni
Snack. Skripsi Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.
Schiffman, L. G. and L. L. Kanuk. 1994. Consumen Behavior. 5th
Edition. Prentice Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Simamora, B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Suharjo, 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran.
PT Ghalia Indonesia, Jakarta.
Suprapti, M. L. 2007. Awetan Kering dan Dodol Waluh. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan Secara Organoleptik. Modul Sekolah Menengah
Kejuruan. Depdiknas, Jakarta.
Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Modul Sekolah Menengah Kejuruan. Depdiknas,
Jakarta.
Wikipedia. 2009. Roti. http://id.wikipedia.org/wiki/Roti. [14 Maret 2009].
Yuliani, S., S. Utami, Misgiyarta, Y.P. Endang, H. Setianto, R. Tahir, dan Suarni. 2004.
Pengembangan Produk Pangan Berbahan Baku Labu Kuning. Disampaikan pada
Sosialisasi Teknologi Pengolahan Labu Kuning, di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Senin 4 Oktober.