ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
Patologi Muskuloskeletal
Pada Cerebral Palsy
Aditya johan Romadhon, SST.FT, M.Fis
Pendahulua
n
Gangguan motoris tidak jarang disertai dengan gangguan sensoris, persepsi, kognitif,
komunikasi, prilaku, epilepsy dan gangguan muskuloskeletal
Disebabkan oleh gangguan permanen pada sistem saraf pusat (non progressive)
Cerebral palsy masuk kedalam kelompok gangguan permanen, meliputi gangguan gerak
dan postur yang mengakibatkan keterbatasan aktivitas fungsional
Prevalensi kejadian 1.5 sampai 3 dalam 1000 kelahiran
Cerebral Palsy (CP) sering menjadi penyebab disabilitas sepanjang kehidupan pada negara
berkembang
https://doi.org/10.3390/children8030252
Kemampuan Gerak
Dasar
Pada usia 6 sampai 12 tahun kemampuan gerak dasar berkisar pada level GMFCS III, IV
dan V
Kemampuan gerak dasar pasien CP masih berkembang pada awal 2 tahun, laju
perkembangan cenderung melambat dan menetap pada usia 4 sampai 6 tahun
Pada tahun 2002 Rosenbaum et al, membuat instrumen alat ukur Gross Motor Function
Classification System (GMFCS) yang digunakan untuk menilai kemampuan gerak dasar
pasien CP
Gangguan patologis muskuloskeletal sangat erat kaitannya dengan kemampuan gerak
dasar/ gross motor
3. Patologi Muskuloskeletal Pada Cerebral Palsy.pptx
Spasisitas & Keterbatas
LGS
Modified Asworth Scale adalah instrument untuk menilai spastisitas, dimulai dari nilai 1
yakni tidak ada peningkatan tonus otot sampai nilai 4 yakni rigid/kaku susah digerakkan
Pada usia 4 tahun 47% pasien CP terdapat spastisitas pada otot gastrocnemius (Modified
Asworth Scale : II-IV) dan 23% spastisitas menetap sampai usia 12 tahun
Spastisitas terus meningkat pada usia 2 tahun dan mulai menurun tiap tahun sampai usia
12 tahun
Lingkup Gerak Sendi (LGS) menurun seiring dengan bertambahnya usia, dilaporkan pada
usia 2 sampai 14 tahun penurunan LGS disetiap persendian
Gangguan Sekunder
Spastisitas
Gangguan sekunder akibat spastisitas dapat mempengaruhi pertumbuhan/ kematangan
jaringan otot pada pasien CP (patologis muskuloskeletal)
Spastisitas ; gangguan refleks peregangan, yang secara klinis bermanifestasi sebagai
peningkatan tonus otot yang menjadi lebih jelas dengan gerakan peregangan yang lebih
cepat
Peningkatan tonus (hypertonia) menyebabkan spastisitas
Gangguan kontrol motorik pada tingkat supraspinal dapat menyebabkan gangguan pada
kontrol motorik tingkat spinal berupa peningkatan arkus refleks spinal ditunjukkan
dengan peningkatan tonus otot (hypertonia)
Kontrol output motorik terjadi pada tingkat spinal dan supraspinal
Gangguan Patologis Muskuloskeletal Pada
CP
Otot spastis pada CP berkembang
secara patologis menuju
kontraktur sehingga membatasi
lingkup gerak sendi baik aktif
ataupun pasif
Terjadi perubahan ukuran perut
otot dan panjang otot
Pada tungkai bawah sering
ditemukan pada otot
gastrocnemius dan fleksor lutut
Pada pemeriksaan ultrasonografi
ditemukan penurunan besar
ukuran otot gastrocnemius
mencapai 50% dibanding anak
normal
Perubahan struktur otot tersebut praktis menghambat produksi gaya kontraksi otot
sekaligus membatasi lingkup gerak sendi/kekakuan sendi
Peningkatan kokontraksi otot (kontraksi bersamaan agonis & antagonis)
Jaringan kontraktil otot diganti jaringan non kontraktil
Terjadi perubahan ekspresi gen, produksi ExtraCellular Matrix (ECM) yang berlebihan dan
penurunan metabolism oksidatif gen memicu terjadinya kontraktur
Otot hamstring, adductor longus dan triceps surae serabut tipe 1 lebih tinggi dan disertai
penurunan serabut tipe 2
Pada pemeriksaan biopsy ditemukan serabut otot tipe 1 lebih dominan dibanding serabut
tipe 2
doi:10.1016/j.pmr.2014.09.005
Tahapan Patologis
Muskuloskeletal
Tahapan IV dekompensasi
Tahapan III deformitas tulang
Tahapan II kontraktur
Tahapan I hypertonia
Tahapan gangguan muskuloskeletal dikembangkan menjadi 4 tahapan
Pada umumnya hambatan ambulasi pada pasien CP dikarenakan oleh kontraktur,
deformitas sendi dan diikuti oleh gangguan sebelumnya yakni spastisitas dan kelemahan
Tahap Patologis Muskuloskeletal
Pada CP
The Stage of Musculoskeletal Pathology (MSP) in Children With
cerebral Palsy
Tahap I
Hipertonia
Tindakan fisioterapi dan pemberian alat bantu jalan atau ortose ankle lebih dipilih
Tindakan bedah tidak menjamin perbaikan yang signifikan
Pada tahap ini kemampuan fungsional sangat terbatas jika sudah ada kontraktur dan tidak
ada tindakan pembedahan
Perkembangan kemampuan gerak dasar terhambat
Terdapat hypertonia ditandai dengan spastisitas, dystonia dan gangguan gerak yang
kompleks
Pada awal kelahiran sampai usia 4-6 tahun
Tahap II
Kontraktur
Tindakan bedah seperti pemanjangan otot/tendon lebih dipilih
Kontraktur terlihat jelas dan sangat mengganggu aktivitas keseharian dan berjalan
Penurunan lingkup gerak sendi dan ketidak sesuaian panjang otot-tendon terhadap tulang
Terjadi pada usia 4-12 tahun
Tahap III
Deformitas
Terjadi pada usia 4-12 tahun, sering terjadi
overlap dengan tahap II
Peningkatan Femoral Neck anteversion
(FNA), Ketika FNA > 25 derajat
rekomendasi dilakukan tidakan bedah
External Tibial Torsion (ETT) semakin
meningkat
Instabilitas sendi hip, hip dysplasia
ditemukan pada pasien CP yang tidak dapat
ambulasi namun jarang pada pasien CP
yang sudah bisa ambulasi
Instabilitas sendi kaki (mid foot) dan
deformitas pada kaki disertai kontraktur
otot kaki
Tindakan bedah osteotomi dan prosedur
stabilisasi sendi direkomendasikan
Tahap IV
Dekompensasi
Tahap dekompensasi
mengindikasikan bahwa gangguan
musculoskeletal patologis tidak
lagi mampu diberikan tindakan
Kontraktur dan deformitas berat,
kelemahan otot dan hypertonia
Lutut kontraktur fleksi 45 derajat
bilateral, saat berjalan fleksi lutut
menjadi 90 derajat, pes valgus
pada kaki dan jari kaki
Usia 15 tahun spastik diplegi
dengan nilai GMFCS IV
Sekian
&
Terimakasih

More Related Content

3. Patologi Muskuloskeletal Pada Cerebral Palsy.pptx

  • 1. Patologi Muskuloskeletal Pada Cerebral Palsy Aditya johan Romadhon, SST.FT, M.Fis
  • 2. Pendahulua n Gangguan motoris tidak jarang disertai dengan gangguan sensoris, persepsi, kognitif, komunikasi, prilaku, epilepsy dan gangguan muskuloskeletal Disebabkan oleh gangguan permanen pada sistem saraf pusat (non progressive) Cerebral palsy masuk kedalam kelompok gangguan permanen, meliputi gangguan gerak dan postur yang mengakibatkan keterbatasan aktivitas fungsional Prevalensi kejadian 1.5 sampai 3 dalam 1000 kelahiran Cerebral Palsy (CP) sering menjadi penyebab disabilitas sepanjang kehidupan pada negara berkembang https://doi.org/10.3390/children8030252
  • 3. Kemampuan Gerak Dasar Pada usia 6 sampai 12 tahun kemampuan gerak dasar berkisar pada level GMFCS III, IV dan V Kemampuan gerak dasar pasien CP masih berkembang pada awal 2 tahun, laju perkembangan cenderung melambat dan menetap pada usia 4 sampai 6 tahun Pada tahun 2002 Rosenbaum et al, membuat instrumen alat ukur Gross Motor Function Classification System (GMFCS) yang digunakan untuk menilai kemampuan gerak dasar pasien CP Gangguan patologis muskuloskeletal sangat erat kaitannya dengan kemampuan gerak dasar/ gross motor
  • 5. Spasisitas & Keterbatas LGS Modified Asworth Scale adalah instrument untuk menilai spastisitas, dimulai dari nilai 1 yakni tidak ada peningkatan tonus otot sampai nilai 4 yakni rigid/kaku susah digerakkan Pada usia 4 tahun 47% pasien CP terdapat spastisitas pada otot gastrocnemius (Modified Asworth Scale : II-IV) dan 23% spastisitas menetap sampai usia 12 tahun Spastisitas terus meningkat pada usia 2 tahun dan mulai menurun tiap tahun sampai usia 12 tahun Lingkup Gerak Sendi (LGS) menurun seiring dengan bertambahnya usia, dilaporkan pada usia 2 sampai 14 tahun penurunan LGS disetiap persendian
  • 6. Gangguan Sekunder Spastisitas Gangguan sekunder akibat spastisitas dapat mempengaruhi pertumbuhan/ kematangan jaringan otot pada pasien CP (patologis muskuloskeletal) Spastisitas ; gangguan refleks peregangan, yang secara klinis bermanifestasi sebagai peningkatan tonus otot yang menjadi lebih jelas dengan gerakan peregangan yang lebih cepat Peningkatan tonus (hypertonia) menyebabkan spastisitas Gangguan kontrol motorik pada tingkat supraspinal dapat menyebabkan gangguan pada kontrol motorik tingkat spinal berupa peningkatan arkus refleks spinal ditunjukkan dengan peningkatan tonus otot (hypertonia) Kontrol output motorik terjadi pada tingkat spinal dan supraspinal
  • 7. Gangguan Patologis Muskuloskeletal Pada CP Otot spastis pada CP berkembang secara patologis menuju kontraktur sehingga membatasi lingkup gerak sendi baik aktif ataupun pasif Terjadi perubahan ukuran perut otot dan panjang otot Pada tungkai bawah sering ditemukan pada otot gastrocnemius dan fleksor lutut Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan penurunan besar ukuran otot gastrocnemius mencapai 50% dibanding anak normal
  • 8. Perubahan struktur otot tersebut praktis menghambat produksi gaya kontraksi otot sekaligus membatasi lingkup gerak sendi/kekakuan sendi Peningkatan kokontraksi otot (kontraksi bersamaan agonis & antagonis) Jaringan kontraktil otot diganti jaringan non kontraktil Terjadi perubahan ekspresi gen, produksi ExtraCellular Matrix (ECM) yang berlebihan dan penurunan metabolism oksidatif gen memicu terjadinya kontraktur Otot hamstring, adductor longus dan triceps surae serabut tipe 1 lebih tinggi dan disertai penurunan serabut tipe 2 Pada pemeriksaan biopsy ditemukan serabut otot tipe 1 lebih dominan dibanding serabut tipe 2 doi:10.1016/j.pmr.2014.09.005
  • 9. Tahapan Patologis Muskuloskeletal Tahapan IV dekompensasi Tahapan III deformitas tulang Tahapan II kontraktur Tahapan I hypertonia Tahapan gangguan muskuloskeletal dikembangkan menjadi 4 tahapan Pada umumnya hambatan ambulasi pada pasien CP dikarenakan oleh kontraktur, deformitas sendi dan diikuti oleh gangguan sebelumnya yakni spastisitas dan kelemahan
  • 10. Tahap Patologis Muskuloskeletal Pada CP The Stage of Musculoskeletal Pathology (MSP) in Children With cerebral Palsy
  • 11. Tahap I Hipertonia Tindakan fisioterapi dan pemberian alat bantu jalan atau ortose ankle lebih dipilih Tindakan bedah tidak menjamin perbaikan yang signifikan Pada tahap ini kemampuan fungsional sangat terbatas jika sudah ada kontraktur dan tidak ada tindakan pembedahan Perkembangan kemampuan gerak dasar terhambat Terdapat hypertonia ditandai dengan spastisitas, dystonia dan gangguan gerak yang kompleks Pada awal kelahiran sampai usia 4-6 tahun
  • 12. Tahap II Kontraktur Tindakan bedah seperti pemanjangan otot/tendon lebih dipilih Kontraktur terlihat jelas dan sangat mengganggu aktivitas keseharian dan berjalan Penurunan lingkup gerak sendi dan ketidak sesuaian panjang otot-tendon terhadap tulang Terjadi pada usia 4-12 tahun
  • 13. Tahap III Deformitas Terjadi pada usia 4-12 tahun, sering terjadi overlap dengan tahap II Peningkatan Femoral Neck anteversion (FNA), Ketika FNA > 25 derajat rekomendasi dilakukan tidakan bedah External Tibial Torsion (ETT) semakin meningkat Instabilitas sendi hip, hip dysplasia ditemukan pada pasien CP yang tidak dapat ambulasi namun jarang pada pasien CP yang sudah bisa ambulasi Instabilitas sendi kaki (mid foot) dan deformitas pada kaki disertai kontraktur otot kaki Tindakan bedah osteotomi dan prosedur stabilisasi sendi direkomendasikan
  • 14. Tahap IV Dekompensasi Tahap dekompensasi mengindikasikan bahwa gangguan musculoskeletal patologis tidak lagi mampu diberikan tindakan Kontraktur dan deformitas berat, kelemahan otot dan hypertonia Lutut kontraktur fleksi 45 derajat bilateral, saat berjalan fleksi lutut menjadi 90 derajat, pes valgus pada kaki dan jari kaki Usia 15 tahun spastik diplegi dengan nilai GMFCS IV