2. Pendahulua
n
Gangguan motoris tidak jarang disertai dengan gangguan sensoris, persepsi, kognitif,
komunikasi, prilaku, epilepsy dan gangguan muskuloskeletal
Disebabkan oleh gangguan permanen pada sistem saraf pusat (non progressive)
Cerebral palsy masuk kedalam kelompok gangguan permanen, meliputi gangguan gerak
dan postur yang mengakibatkan keterbatasan aktivitas fungsional
Prevalensi kejadian 1.5 sampai 3 dalam 1000 kelahiran
Cerebral Palsy (CP) sering menjadi penyebab disabilitas sepanjang kehidupan pada negara
berkembang
https://doi.org/10.3390/children8030252
3. Kemampuan Gerak
Dasar
Pada usia 6 sampai 12 tahun kemampuan gerak dasar berkisar pada level GMFCS III, IV
dan V
Kemampuan gerak dasar pasien CP masih berkembang pada awal 2 tahun, laju
perkembangan cenderung melambat dan menetap pada usia 4 sampai 6 tahun
Pada tahun 2002 Rosenbaum et al, membuat instrumen alat ukur Gross Motor Function
Classification System (GMFCS) yang digunakan untuk menilai kemampuan gerak dasar
pasien CP
Gangguan patologis muskuloskeletal sangat erat kaitannya dengan kemampuan gerak
dasar/ gross motor
5. Spasisitas & Keterbatas
LGS
Modified Asworth Scale adalah instrument untuk menilai spastisitas, dimulai dari nilai 1
yakni tidak ada peningkatan tonus otot sampai nilai 4 yakni rigid/kaku susah digerakkan
Pada usia 4 tahun 47% pasien CP terdapat spastisitas pada otot gastrocnemius (Modified
Asworth Scale : II-IV) dan 23% spastisitas menetap sampai usia 12 tahun
Spastisitas terus meningkat pada usia 2 tahun dan mulai menurun tiap tahun sampai usia
12 tahun
Lingkup Gerak Sendi (LGS) menurun seiring dengan bertambahnya usia, dilaporkan pada
usia 2 sampai 14 tahun penurunan LGS disetiap persendian
6. Gangguan Sekunder
Spastisitas
Gangguan sekunder akibat spastisitas dapat mempengaruhi pertumbuhan/ kematangan
jaringan otot pada pasien CP (patologis muskuloskeletal)
Spastisitas ; gangguan refleks peregangan, yang secara klinis bermanifestasi sebagai
peningkatan tonus otot yang menjadi lebih jelas dengan gerakan peregangan yang lebih
cepat
Peningkatan tonus (hypertonia) menyebabkan spastisitas
Gangguan kontrol motorik pada tingkat supraspinal dapat menyebabkan gangguan pada
kontrol motorik tingkat spinal berupa peningkatan arkus refleks spinal ditunjukkan
dengan peningkatan tonus otot (hypertonia)
Kontrol output motorik terjadi pada tingkat spinal dan supraspinal
7. Gangguan Patologis Muskuloskeletal Pada
CP
Otot spastis pada CP berkembang
secara patologis menuju
kontraktur sehingga membatasi
lingkup gerak sendi baik aktif
ataupun pasif
Terjadi perubahan ukuran perut
otot dan panjang otot
Pada tungkai bawah sering
ditemukan pada otot
gastrocnemius dan fleksor lutut
Pada pemeriksaan ultrasonografi
ditemukan penurunan besar
ukuran otot gastrocnemius
mencapai 50% dibanding anak
normal
8. Perubahan struktur otot tersebut praktis menghambat produksi gaya kontraksi otot
sekaligus membatasi lingkup gerak sendi/kekakuan sendi
Peningkatan kokontraksi otot (kontraksi bersamaan agonis & antagonis)
Jaringan kontraktil otot diganti jaringan non kontraktil
Terjadi perubahan ekspresi gen, produksi ExtraCellular Matrix (ECM) yang berlebihan dan
penurunan metabolism oksidatif gen memicu terjadinya kontraktur
Otot hamstring, adductor longus dan triceps surae serabut tipe 1 lebih tinggi dan disertai
penurunan serabut tipe 2
Pada pemeriksaan biopsy ditemukan serabut otot tipe 1 lebih dominan dibanding serabut
tipe 2
doi:10.1016/j.pmr.2014.09.005
9. Tahapan Patologis
Muskuloskeletal
Tahapan IV dekompensasi
Tahapan III deformitas tulang
Tahapan II kontraktur
Tahapan I hypertonia
Tahapan gangguan muskuloskeletal dikembangkan menjadi 4 tahapan
Pada umumnya hambatan ambulasi pada pasien CP dikarenakan oleh kontraktur,
deformitas sendi dan diikuti oleh gangguan sebelumnya yakni spastisitas dan kelemahan
11. Tahap I
Hipertonia
Tindakan fisioterapi dan pemberian alat bantu jalan atau ortose ankle lebih dipilih
Tindakan bedah tidak menjamin perbaikan yang signifikan
Pada tahap ini kemampuan fungsional sangat terbatas jika sudah ada kontraktur dan tidak
ada tindakan pembedahan
Perkembangan kemampuan gerak dasar terhambat
Terdapat hypertonia ditandai dengan spastisitas, dystonia dan gangguan gerak yang
kompleks
Pada awal kelahiran sampai usia 4-6 tahun
12. Tahap II
Kontraktur
Tindakan bedah seperti pemanjangan otot/tendon lebih dipilih
Kontraktur terlihat jelas dan sangat mengganggu aktivitas keseharian dan berjalan
Penurunan lingkup gerak sendi dan ketidak sesuaian panjang otot-tendon terhadap tulang
Terjadi pada usia 4-12 tahun
13. Tahap III
Deformitas
Terjadi pada usia 4-12 tahun, sering terjadi
overlap dengan tahap II
Peningkatan Femoral Neck anteversion
(FNA), Ketika FNA > 25 derajat
rekomendasi dilakukan tidakan bedah
External Tibial Torsion (ETT) semakin
meningkat
Instabilitas sendi hip, hip dysplasia
ditemukan pada pasien CP yang tidak dapat
ambulasi namun jarang pada pasien CP
yang sudah bisa ambulasi
Instabilitas sendi kaki (mid foot) dan
deformitas pada kaki disertai kontraktur
otot kaki
Tindakan bedah osteotomi dan prosedur
stabilisasi sendi direkomendasikan
14. Tahap IV
Dekompensasi
Tahap dekompensasi
mengindikasikan bahwa gangguan
musculoskeletal patologis tidak
lagi mampu diberikan tindakan
Kontraktur dan deformitas berat,
kelemahan otot dan hypertonia
Lutut kontraktur fleksi 45 derajat
bilateral, saat berjalan fleksi lutut
menjadi 90 derajat, pes valgus
pada kaki dan jari kaki
Usia 15 tahun spastik diplegi
dengan nilai GMFCS IV