5. Kemiskinan Perkotaan dan Perdesaan 2016-2018
10,70% 10,64%
10,12%
9,82%
7,73% 7,72% 7,26% 7,02%
13,96% 13,93% 13,47% 13,20%
September 2016 Maret 2017 September 2017 Maret 2018
Kota Desa
Sumber: BPS, 2018
6.  Inflasi umum pada periode September 2017-Maret 2018: 1,92 persen
 Rata-rata pengeluaran perkapita/bulan untuk rumah tangga yang berada di 40
persen lapisan terbawah selama periode September 2017-Maret 2018 tumbuh
3,06 persen.
 Bantuan sosial tunai dari pemerintah tumbuh 87,6 persen pada Triwulan 1
2018, lebih tinggi dibanding Triwulan 1 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen.
 Program beras sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada
Triwulan I telah tersalurkan sesuai jadwal
 Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2018 berada di atas angka 100, yaitu
101,94.
 Kenaikan harga beras yang cukup tinggi yaitu mencapai 8,57 persen pada
periode September 2017-Maret 2018 disinyalir mengakibatkan penurunan
kemiskinan menjadi tidak secepat periode Maret 2017-September 2017. Pada
periode Maret 2017-September 2017 harga beras relatif tidak berubah.
7. Perbandingan Inflasi Umum (IHK) dan Inflasi Garis Kemiskinan, 2010-2017
Pertumbuhan garis kemiskinan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
inflasi umum. Kondisi ini menambah beban upaya penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan oleh pemerintah
5,72
10,40
6,40
9,22
11,45
9,26
7,14
5,67
3,43
6,65
3,97
5,90
7,32
6,38
4,45
3,61
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inflasi Garis Kemiskinan Inflasi IHK
Sumber: BPS, 2017 Catatan: Inflasi IHK dan Garis Kemiskinan Maret Year on Year
13. 2,69
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
1 11 21 31 41 51 61 71 81 91 101
PertumbuhanTahunan(%)
Persentil Pengeluaran
Pertumbuhan Konsumsi Nasional 2014-2016 Rata-Rata Nasional
Kelompok 40% Terbawah mengalami pertumbuhan konsumsi perkapita yang lebih rendah
daripada rerata nasional, menunjukkan pertumbuhan konsumsi belum pro-poor.
Tidak Pro Poor Growth
14. 2,69
3,51
1,41
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
PertumbuhanTahunan(%)
Persentil Pengeluaran
Pertumbuhan Konsumsi Nasional 2014-2016 Pertumbuhan Konsumsi Perkotaan 2014-2016
Pertumbuhan Konsumsi Perdesaan 2014-2016 Rata-Rata Nasional
Tidak Pro Poor Growth
Tidak Pro Poor Growth
Tidak Pro Poor Growth
Kelompok 40% terbawah mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dari rata-rata nasional,
pertumbuhan wilayah perdesaan cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah
perkotaan.
15. 2,69
4,01
1,06
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
PertumbuhanTahunan(%)
Persentil Pengeluaran
Pertumbuhan Konsumsi Nasional 2014-2016 Pertumbuhan Konsumsi Jawa 2014-2016
Pertumbuhan Konsumsi Luar Jawa 2014-2016 Rata-Rata Nasional
Tidak Pro Poor Growth
Tidak Pro Poor Growth
Pertumbuhan Kelompok 40% terbawah di wilayah luar jawa lebih rendah jika dibandingkan
dengan wilayah jawa.
Tidak Pro Poor Growth
16. • Pertumbuhan konsumsi makanan relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan konsumsi
bukan makanan
• Terdapat indikasi terjadinya perubahan pola konsumsi dari kelompok 40% termiskin.
Konsumsi bahan makanan berkurang sementara itu terjadi peningkatan konsumsi bahan
bukan makanan.
2,69
-1,19
6,01
-15
-10
-5
0
5
10
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
PertumbuhanTahunan(%)
Persentil Pengeluaran
Pertumbuhan Konsumsi Nasional 2014-2016 Pertumbuhan Konsumsi Makanan 2014-2016
Pertumbuhan Konsumsi Bukan Makanan 2014-2016 Rata-Rata Nasional
Tidak Pro Poor Growth
Tidak Pro Poor Growth
Tidak Pro Poor Growth
17. • Simulasi sederhana dilakukan dengan cara menambahkan rupiah pengeluaran per
kapita ke dalam data Susenas Maret 2014 khusus rumah tangga yang tercakup
dalam program KKS (15,5 juta).
• Tambahan pengeluaran per kapita dibuat berdasarkan persentase dari rata-rata
pengeluaran per kapita rumah tangga penerima program KKS. Kemudian dengan
data pengeluaran per kapita yang baru tersebut dihitung kembali tingkat
ketimpangan (Rasio Gini).
• Catatan: Pertumbuhan konsumsi RT di atas 15,5 juta tidak berubah
Rata-Rata Pengeluaran
Per Kapita RT KKS
(15.5juta)
Tambahan Kenaikan
Pengeluaran (dalam %)
Tambahan Rp.
Pengeluaran
Rumah Tangga Tingkat Kesenjangan (Gini)
0 - 0.405
10 29,431 0.395
20 58,861 0.384
30 88,292 0.374
40 117,722 0.364
50 147,153 0.356
Rp. 294.306
Sumber: BPS
ASUMSI
18. Dampak Kenaikan Garis Kemiskinan
Terhadap Perubahan Jumlah Penduduk Miskin
CATATAN:
1) Tingkat Kemiskinan Maret 2015 sebesar 11,22%
2) Peningkatan GK 5% saja akan meningkatkan kemiskinan menjadi
13,39 % (terjadi penambahan jumlah penduduk miskin 5,5 jt jiwa)
3) Peningkatan GK 10% saja akan meningkatkan kemiskinan menjadi
15,93 % (terjadi penambahan jumlah penduduk miskin 12 jt jiwa)
4) Bila GK naik 20% akan meningkatkan jumlah penduduk miskin
hamper 2x lipat.
Kenaikan GK
Penambahan Jumlah
Penduduk Miskin
Tingkat
Kemiskinan (%)
5 % 5.527.886 13,39
10 % 11.990.859 15,93
15 % 19.149.378 18,83
20 % 26.310.235 21,54
19. Dampak Kenaikan Harga Beras
Terhadap Perubahan Jumlah Penduduk Miskin
CATATAN:
1) Bobot bahan makanan dalam garis kemiskinan sekitar 65%
2) Bobot konsumsi beras dalam garis kemiskinan sekitar 26%
3) Peningkatan harga beras sebesar 10% berpotensi
meningkatkan:
• Inflasi sebesar 0,9 titik persen (langsung dan tidak
langsung).
• Angka kemiskinan sekitar 1,3 titik persen.
4) Diasumsikan pertumbuhan pengeluaran per kapita riil 5%.
Kenaikan Harga
Beras
Penambahan
Jumlah Penduduk
Miskin
10 % 330.031
20 % 660.062
30 % 990.093
40 % 1.320.123
29%
konsumsi
beras Konsumsi
makanan
Konsumsi
lain
35%
65%
20. Inflasi Garis
Kemiskinan
Penurunan tingkat
kemiskinan per 1%
pertumbuhan ekonomi *
(% point)
9.2 0.0969
11.5 0.0197
Tingkat
Kemiskinan
(% populasi)
Jumlah
Orang
Miskin (juta)
Maret 2012 11,96 29,13
Maret 2013 11,36 28,17
Maret 2014 11,25 28,28
MENGAPA PENURUNAN TINGKAT KEMISKINAN MELAMBAT?
MENINGKATNYA INFLASI GK DAN MENURUNNYA KUALITAS PERTUMBUHAN
* Pertumbuhan ekonomi (Maret ke Maret)
•
•
•
20
23. -5,64
-1,52
4,12
1,17
-1,52
-0,36
-8,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
2008-2011 Period 2011-2014 Period
Growth Effect Redistribution Effect Net Effect
Efek Total (Net Effect), Efek Pertumbuhan dan Efek Redistribusi pada Perubahan
Kemiskinan Berdasarkan Dekomposisi Shapley di Indonesia, 2011-2014
Pertumbuhan pendapatan periode 2008-2011 selayaknya mampu menurunkan tingkat
kemiskinan hingga -5,64% jika tidak terjadi perubahan distribusi pendapatan. Perubahan
distribusi pengeluaran justru memberikan efek meningkatkan tingkat kemiskinan sebesar 4,12%,
sehingga efek totalnya tingkat kemiskinan hanya turun sebesar -1,52% pada periode tsb.
26. Periode Pearson Correlation Sig (2 tailed)
2008-2011 -0.747** 0.000
2011-2014 -0.896** 0.000
all period -0.746** 0.000
** correlation is significant at 0.01 level (2 tailed)
Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara efek pertumbuhan
dan efek redistribusi pada level provinsi dengan koefisien korelasi
yang semakin besar
Semakin besar pertumbuhan, cenderung disertai ketimpangan
yang semakin besar pula.