Implementasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Makassar. Penelitian ini mendeskripsikan proses implementasi model CPS melalui dua siklus pembelajaran yang terdiri atas tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Hasilnya menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dan peningkatan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan kajian literatur dan wawancara, kemampuan literasi dan pemecahan masalah siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah atau proyek yang menyajikan masalah kontekstual, memberikan kesempatan siswa untuk berpikir kritis dan aktif dalam menyelesaikan masalah, serta menyampaikan hasilnya. Model pembelajaran ini diantaranya adalah Problem Based Learning (PBL) dan Project Based Learning (PjBL).
Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa SMK dalam menyelesaikan soal aplikasi dimensi tiga melalui model pembelajaran Learning Cycle. Hasilnya menunjukkan peningkatan rata-rata nilai dan ketuntasan belajar siswa setelah diterapkannya model tersebut.
Teknik lewi meningkatkan kemahiran pelajar menulis formula kamiran luasMagdalene Lim
油
Ringkasan:
1. Kajian ini bertujuan meningkatkan kemahiran pelajar dalam menulis formula kamiran untuk mencari luas antara lengkung dengan menggunakan teknik LE-WI.
2. Teknik LE-WI menggunakan konsep luas segiempat tepat untuk membentuk formula kamiran luas antara dua lengkung.
3. Ujian pra menunjukkan 62% pelajar salah menulis formula kamiran manakala 25% mendapat nilai lu
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) dalam pembelajaran matematika di sekolah.
2. MEAs dirancang untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui proses pemodelan matematika.
3. Terdapat beberapa tahapan MEAs mulai dari mengidentifikasi masalah, membangun model, hingga menyelesaikan masalah.
Dokumen ini membahas pelatihan pengayaan materi dan penyelesaian soal olimpiade matematika untuk guru SD. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kemampuan mengajar matematika untuk tingkat olimpiade dan mempersiapkan siswa untuk mengikuti olimpiade. Kegiatannya meliputi tutorial materi, latihan soal, dan evaluasi awal serta akhir untuk mengukur peningkatan. Hasilnya menunjukkan pelatihan ini dapat memot
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah kelasAmalinaAzizah
油
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah untuk kelas XII SMA; (2) Mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian; (3) Juga membahas tinjauan pustaka dan metodologi penelitian yang digunakan untuk mengemb
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pengaruh penggunaan metode pembelajaran kooperatif Student Facilitator and Explaining terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir kritis siswa SMK di Tasikmalaya.
2. Metode ini dirancang untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam presentasi ide dan saling bertukar pendapat, sehingga dapat mengembangkan sikap kritis.
3. Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berdasarkan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII di SMP TMI Roudlotul Qur'an. Hasilnya menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa yang diajarkan dengan PBL lebih baik daripada konvensional. Hal ini mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif d
Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa dengan mengg...Rosida Marasabessy
油
berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat meningkat dengan menerapkan model pembelajaran Team assisted Individualization
Dokumen tersebut merupakan bagian dari skripsi yang membahas pengaruh model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa SMA. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan kelas eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran generatif dan kelas kontrol yang diberi perlakuan konvensional. Hasilnya menunjukkan ada pengaruh positif model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pe
Dokumen ini membahas penelitian tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa melalui pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan software Autograph. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan signifikan kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran tersebut.
Dokumen ini membahas pelatihan pengayaan materi dan penyelesaian soal olimpiade matematika untuk guru SD. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kemampuan mengajar matematika untuk tingkat olimpiade dan mempersiapkan siswa untuk mengikuti olimpiade. Kegiatannya meliputi tutorial materi, latihan soal, dan evaluasi awal serta akhir untuk mengukur peningkatan. Hasilnya menunjukkan pelatihan ini dapat memot
Pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah kelasAmalinaAzizah
油
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan bahan ajar matematika berbasis pemecahan masalah untuk kelas XII SMA; (2) Mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian; (3) Juga membahas tinjauan pustaka dan metodologi penelitian yang digunakan untuk mengemb
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pengaruh penggunaan metode pembelajaran kooperatif Student Facilitator and Explaining terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir kritis siswa SMK di Tasikmalaya.
2. Metode ini dirancang untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam presentasi ide dan saling bertukar pendapat, sehingga dapat mengembangkan sikap kritis.
3. Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berdasarkan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII di SMP TMI Roudlotul Qur'an. Hasilnya menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa yang diajarkan dengan PBL lebih baik daripada konvensional. Hal ini mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif d
Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa dengan mengg...Rosida Marasabessy
油
berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat meningkat dengan menerapkan model pembelajaran Team assisted Individualization
Dokumen tersebut merupakan bagian dari skripsi yang membahas pengaruh model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa SMA. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan kelas eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran generatif dan kelas kontrol yang diberi perlakuan konvensional. Hasilnya menunjukkan ada pengaruh positif model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pe
Dokumen ini membahas penelitian tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa melalui pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan software Autograph. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan signifikan kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran tersebut.
1. 69
Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa
Sri Satriani 1)
, Wahyuddin2)
1,2)
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar
Email : 1)
srisatriani@rocketmail.com, 2)
wahyu@unismuh.ac.id.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
mahasiswa serta mendeskripsikan implementasi model pembelajaran creative problem
solving (CPS) pada mahasiswa Pendidikan Matematika Univesitas Muhammadiyah
Makassar pada mata kuliah program linear. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan
kelas dengan subjek sebanyak 33 mahasiswa dengan dua siklus (1 siklus 4 kali
pertemuan). Tahapan siklus terdiri atas planning, action, observation, reflection.
Pengumpulan data melalui observasi, hasil tes, dan respon mahasiswa yang dianalisis
dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan
bahwa : Implementasi model pembelajaran (CPS) dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah mahasiswa yang dilihat dari peningkatan nilai kemampuan
pemecahan dari 63,03 (kategori cukup) menjadi 77,72 (kategori tinggi). Penerapan
pembelajaran (CPS) efektif dengan indikator pelaksanaan pembelajaran meningkat dari
kategori baik menjadi kategori sangat baik; keaktifan mahasiswa meningkat dari kategori
aktif menjadi kategori sangat aktif; dan respon mahasiswa berada pada kategori sangat
positif. (2) Implementasi Model Pembelajaran (CPS) dapat dilakukan dengan lima
tahapan yaitu klarifikasi permasalahan; pengungkapan gagasan; evaluasi; dan
implementasi.
Keyword : Model Pemblajaran, Creative Problem Solving (CPS), dan Kemampuan
Pemecahan Masalah.
Abstract
This study aimed to improve students problem solving skills and to describe the
implementation of creative problem solving (CPS) model in Mathematics Education
students of Muhammadiyah University of Makassar in its program. This research was a
classroom action research which involved 33 students with two cycles (1 cycle was 4
times meeting). The cycle stage consisted of planning, action, observation, reflection.
Data collection through observation, test result, and student response were analyzed by
quantitative descriptive analysis technique. The research finding were : Implementation
of learning model (CPS) can improve students problem solving ability which can be seen
from the increasing of solving ability from 63,03 (enough) to 77,72 (high). Effective
learning (CPS) implementation with learning implementation indicators improved from
less category to excellent category; student activeness increased from active category to
highly active category; and student responses were in a very positive category. (2)
Implementation of Learning Model (CPS) can be implemented through five stages:
clarification of the problem; disclosure of ideas; evaluation; and implementation.
Keyword: Learning Model, Creative Problem Solving (CPS), and Problem Solving
Ability.
1. PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika di
perguruan tinggi mempunyai peranan
yang sangat penting dalam
mengembangkan kemampuan berpikir,
memecahkan masalah dan kemandirian
mahasiswa. Hal ini sesuai pendapat
Ansjar & Sembiring (2000:15),
pembelajaran matematika di perguruan
2. Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa
Sri Satriani, Wahyuddin
70
tinggi perlu diberi penekanan pada aspek:
pemahaman konsep dengan baik dan
benar, kekuatan bernalar matematika,
keterampilan dalam teknik dan metode
dalam matematika, dan kemampuan
belajar mandiri.
Kemampuan yang harus dimiliki
oleh mahasiswa calon guru pendidikan
matematika adalah: 1) Penguasaan
bahan ajar, 2) Pemahaman mendalam
tentang peserta didik yang hendak
dilayaninya kelak, 3) Penguasaan teori
dan keterampialan keguruan, 4)
Pemilikan kemampuan memperagakan
unjuk kerja, 5) Pemilihan sikap, nilai dan
kecenderungan kepribadian yang
menunjang pelaksanaan tugas-tugas
sebagai guru pendidik, dan 6) Pemilikan
kemampuan melaksanakan tugas-tugas
profesional lain. (Supriyadi, 2003).
Menurut Permendiknas Nomor 16
Tahun 2007, bahwa setiap guru wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik
dan kompetensi guru yang berlaku secara
nasional. Sehingga untuk menjadi guru
matematika, maka harus memenuhi
standar kualifikasi akademik yaitu
pendidikan minimum diploma empat (D-
4) atau sarjana (S1) pendidikan
matematika dan diperoleh dari
program studi yang terakreditasi.
Selain kualifikasi akademik, guru
matematika juga harus menguasai
kompetensi guru yang berlaku secara
nasional yaitu, kompetensi pedagogik,
kompetensi profesional, kompetensi
sosial, dan kompetensi kepribadian.
Sehingga guru yang profesional
adalah guru yang menguasai
kompetensi-kompetensi tersebut.
Program linear merupakan salah
satu mata kuliah yang harus dikuasai oleh
mahasiswa calon guru matematika.
Program liniar merupakan metode
matematik dalam mengalokasikan
sumber daya yang terbatas untuk
mencapai suatu tujuan seperti
memaksimumkan keuntungan dan
meminimumkan biaya. Program linear
banyak diterapkan dalam masalah
ekonomi, industri, militer, sosial dan
lain-lain. Pemrogram linear berkaitan
dengan penjelasan suatu kasus dalam
dunia nyata sebagai suatu model
matematik yang terdiri dari sebuah fungsi
tujuan linear dengan beberapa kendala
linear. Konten dari program linear
adalah memberikan kemampuan kepada
mahasiswa dalam menyelesaikan
masalah sehari-hari terutama yang
berkaitan dengan masalah optimisasi.
Optimisasi ini bertujuan untuk
mendapatakan solusi penyelesaian yang
paling menguntungkan (optimal) dan
tetap memenuhi hal-hal yang
dipersyaratkan atau yang lebih dikenal
dengan kendala (Kerami, 2014)
Mengingat pentingnya mata kuliah
tersebut, sehingga materi-materi program
linear harus di pahami dengan baik.
Namun kenyataan di lapangan tidaklah
seperti apa yang diharapkan. Berdasarkan
hasil survei penulis pada Tanggal 8
Februari 2017 menemukan bahwa masih
terdapat mahasiswa yang mengalami
kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal
program linear, pada penyelesaian soal
program linear bentuk soal cerita
misalnya, mahasiswa mengalami
kesalahan pada aspek bahasa atau
menerjamahkan maksud soal dan
kesalahan pada aspek strategi atau
penyelesaian masalah. Identifikasi awal
yang dilakukan peneliti di kelas juga
menunjukkan bahwa banyak mahasiswa
yang masih lemah dalam memodelkan
soal cerita ke dalam bentuk matematis.
Padahal penguasaan pembuatan model
matematika dalam pemecahan masalah
sangat penting.
Lebih lanjut, sebagian besar
mahasiswa merasa kesulitan dalam
menyelesaikan berbagai jenis
permasalahan yang diberikan, apalagi
jika harus berhadapan dengan soal-soal
yang tidak rutin. Dari hasil
wawancara mahasiswa mengaku merasa
bingung untuk membuat model
matematika, apalagi kalau dalam bentuk
soal cerita. Pada langkah pemodelan soal
cerita, kesalahan mahasiswa dalam
menyelesaikan soal program linear dalam
bentuk soal cerita terjadi pada
penggunaan tanda pertidaksamaan pada
3. Jurnal Derivat Volume 5 No. 1 Juli 2018 (ISSN: 2407 - 3792)
Halaman 69 81
71
model matematis (kendala utama)
manipulasi informasi dalam soal menjadi
bentuk matematis. Penyebab kesalahan
tersebut adalah lemahnya pemahaman
mahasiswa terhadap bahasa soal terutama
bahasa matematis.
Selanjutnya pada langkah
penyelesaian dengan metode garis
selidik, kesalahan mahasiswa dalam
menyelesaikan soal program linear
terjadi pada proses mengambar garis dari
persamaan fungsi kendala, penentuan
daerah penyelesaian (daerah layak yang
memenuhi semua kendala), dan
penggunaan garis selidik untuk
menentukan titik optimum. Penyebab
kesalahan tersebut adalah lemahnya
penguasaan materi prasyarat tentang
persamaan garis, kurang terampilnya
penggunaan metode pencarian titik layak
yang mewakili daerah penyelesaian, dan
lemahnya pemahaman terhadap konsep
dan tujuan garis selidik. Temuan lain
pada langkah penyelesaian dengan
metode garis selidik adalah mahasiswa
masih terpola pada cara mensubstitusikan
titik-titik potong garis dari persamaan
kendala-kendala yang ada kemudian
mensubstitusikannya pada fungsi sasaran.
Langkah ini pada soal tertentu bisa benar,
tetapi tidak bisa untuk mendeteksi jika
soal memiliki solusi atau penyelesaian
yang tak berhingga banyaknya.
Mahasiswa kesulitan memahami
materi disinyalir karena strategi
pembelajaran yang biasa digunakan di
mata kuliah program linear monoton,
lebih didominasi oleh dosen, pemberian
modul, latihan, dan diskusi yang tidak
terstruktur, cara dosen mengajar biasa
saja, dikasi materi dalam bentuk
fotocopian, dijelaskan sedikit, dan duduk
sehingga mahasiswa kuran termotivasi
dalam belajar lebih-lebih mahasiswa
tidak tau manfaat yang dapat diperoleh
setelah mempelajari materi di mata
kuliah program linear.
Mengingat mahasiswa adalah
calon guru yang nantinya juga harus
mendidik siswa-siswinya menghadapi
berbagai masalah dan akan terjun
ke masyarakat, di mana dalam
kehidupan bermasyarakat tidak akan
terlepas dari berbagai macam
masalah, maka kemampuan mahasiswa
untuk memecahkan masalah tentu
harus ditingkatkan. Kesalahan tersebut di
atas jika dibiarkan berlanjut akan
berpengaruh terhadap kualitas
kompetensi lulusan dan kualitas
pendidikan.
Salah satu solusi solusi untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut
adalah dengan meningkaatkan
kemampuan pemecahan masalah bagi
mahasiswa. Pemecahan masalah
merupakan suatu proses yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Kemampuan pemecahan
masalah adalah suatu keterampilan
pada diri mahasiswa agar mampu
menggunakan kegiatan matematis untuk
memecahkan masalah dalam
matematika, masalah dalam ilmu lain
dan masalah dalam kehidupan sehari-
hari, (Agustinus 2013).
Terdapat berbagai macam inovasi
yang dapat dilakukan untuk
melaksanakan pembelajaran yang
bermakna dan dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah
mahasiswa. Salah satu inovasi yang
dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan model pembelajaran yang
digunakan. Model pembelajaran
creative problem solving (CPS)
merupakan salah satu model
pembelajaran yang sangat cocok untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah mahasiswa, karena model ini
memusatkan pada keterampilan
pemecahan masalah yang diikuti dengan
penguatan keterampilan (Muslich,
2007). Ketika dihadapkan pada suatu
pertanyaan, mahasiswa dapat
melakukan keterampilan untuk
memecahkan masalah, untuk memilih
dan mengembangkan tanggapannya.
Tidak hanya dengan cara menghafal
tanpa dipikir, tetapi keterampilan
memecahkan masalah dan memperluas
proses berfikir.
Beberapa hasil penelitian terdahulu
yang menjelaskan kefektifan CPS
diantaranya, Sakur & Hutapea, 2014
dengan hasil penelitian bahwa penerapan
4. Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa
Sri Satriani, Wahyuddin
72
penerapan pembelajaran creative
problem solving dapat meningkatkan
KPMM mahasiswa dan kualitas
pembelajaran pada mata kuliah MSM
mahasiswa PGMIPA-U Pendidikan
Matematika FKIP UR pada meteri pokok
trigometri. Ningsih, 2016 dengan hasil
penelitian bahwa bahwa pembelajaran
dengan model creative problem solving
dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah mahasiswa Program
Studi Pendidikan Matematika Universitas
PGRI Yogyakarta pada mata kuliah Teori
Bilangan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
dirumuskan permasalahan yaitu apakah
dengan mengimplementasikan model
pembelajaran creative problem solving
(CPS) dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah, dan bagaimana
gambaran proses implementasi model
pembelajaran creative problem solving
(CPS) pada mahasiswa kelas IV.a
Jurusan Pendidikan Matematika
Univesitas Muhammadiyah Makassar.
Selanjutnya dari rumusan massalah,
maka diajukan hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah Jika
diimplementasikan Model Pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS), maka
kemampuan pemecahan masalah
mahasiswa kelas IV.a Jurusan
Pendidikan Matematika dapat meningkat.
2. KAJIAN TEORI
a. Model Pembelajaran
Dimyati dan Mujiono (2006)
berpendapat bahwa model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum, merancang bahan-bahan
pembelajaran, dan membimbing
pengajaran di kelas atau yang lain.
Pendapat lain menjelaskan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang
sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran dan para guru dalam
merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar. (Winataputra,
2008 :34).
Menurut Rusman (2010:136)
menjelaskan bahwa model pembelajaran
memiliki ciri-ciri:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan
teori belajar dari para ahli tertentu
sebagai contoh, model penelitian
kelompok di susun oleh Herbert
tellen dan berdasarkan teori Jhon
Dewey. Model ini dirancang untuk
melatih partisipasi dalam kelompok
secara demokratis.
2. Mempunyai misi atau tujuan
pendidikan tertentu, misalnya
model berpikir induktif dirancang
untuk mengembakan pola pikir
induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk
perbaikan kegiatan belajar mengajar
dikelas, misalnya model synetic
dirancang untuk memperbaiki
kreativitas dalam pelajaran.
4. Memiliki bagian-bagian model yang
dinamakan : urutan langkah
pembelajaran (syntax); adanya
prinsip-prinsip reaksi; sistem sosial;
dan sistem pendukung. Keempat
bagian tersebut merupakan
pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu model
pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat dari
terapan model pembelajaran dampak
tersebut meliputi : dampak
pembelajaran yaitu hasil belajar
yang dapat diukur, dan dampak
pengiring yaitu hasil belajar jangka
panjang.
6. Membuat persiapan mengajar
(desain intruksional) dengan
pedoman model pebelajaran yang
dipilih.
b. Creative Problem Solving
(CPS)
Metode pembelajaran creative
problem solving (CPS) adalah suatu
metode pembelajaran yang melakukan
pemusatan pada pengajaran dan
keterampilan memecahkan masalah yang
diikuti dengan penguatan ketrampilan
5. Jurnal Derivat Volume 5 No. 1 Juli 2018 (ISSN: 2407 - 3792)
Halaman 69 81
73
(Karen dalam Cahyono, 2009: 3). Ketika
dihadapkan dengan suatu
pertanyaan/permasalahan, siswa dapat
melakukan keterampilan memecahkan
masalah untuk memilih dan
mengembangkan tanggapannya. Tidak
hanya dengan cara menghafal tanpa
dipikir, ketrampilan memecahkan
masalah dan memperluas proses berpikir
(Pepkin dalam Muslich, 2007: 221).
Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa metode pembelajaran
creative problem solving cocok
digunakan dalam peningkatan
kemampuan memecahkan masalah
karena dalam metode pembelajaran ini
pengalaman sebelumnya dalam
menyelesaikan suatu masalah merupakan
faktor yang penting dalam menyelesaikan
masalah baru yang berbeda, disamping
faktor minat mahasiswa.
Adapun proses dari metode
pembelajaran creative problem solving
(CPS) terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut: (1) Klarifikasi masalah;
(2) Brainstorming/ Pengungkapan
pendapat; (3) Evaluasi dan pemilihan;
dan (4) Implementasi. Tahapan-tahapan
CPS yang dikemukakan tersebut dapat
melatih siswa untuk mengkomunikasikan
ide matematisnya, berpikir kritis untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya,
berpikir sistematis dan logis sesuai
data/fakta yang tersedia serta dapat
melatih siswa untuk saling berinteraksi
satu sama lain, (Pepkin dalam Muslich,
2007).
Karen (2004:2) menjelaskan
langkah-langkah creative problem
solving dalam pembelajaran matematika
sebagai hasil gabungan prosedur Von
Oech dan Osborn sebagai berikut:
1. Tahap awal
Dosen menanyakan kesiapan
siswa dalam mengikuti pembelajaran
matematika, kemudian mengulas kembali
materi sebelumnya yang dijadikan
prasayarat materi yang akan dipelajari
siswa dan menjelaskan aturan main
dalam pembelajaran matematika dengan
menggunakan model creative problem
solving. Guru juga memberikan motivasi
kepada siswa tentang pentingnya
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2. Tahap inti
Mahasiswa membentuk kelompok
kecil untuk melakukan small discussion.
Tiap kelompok terdiri atas 4-5
mahasiswa yang dibentuk oleh dosen dan
bersifat permanen. Tiap kelompok
mendapat modul dan lembaran kerja
yang berisi materi pembelajaran dan
permasalahan untuk dibahas bersama
dalam kelompoknya. Secara
berkelompok mahasiswa memecahkan
permasalahan yang terdapat dalam
lembaran kerja sesuai dengan petunjuk
yang tersedia di dalamnya. Mahasiswa
mendapat bimbingan dan arahan dari
dosen dalam memecahkan masalah.
Peranan dosen dalam hal ini adalah
menciptakan situasi yang dapat
memudahkan munculnya pertanyaan dan
mengarahkan kegiatan brainstorming
dalam rangka menjawab pertanyaan atas
dasar interest siswa. Penekanan dalam
pendampingan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan adalah
sebagai berikut:
a. Klarifikasi masalah
Setelah dosen menjelaskan materi
pembelajaran matematika,
mahasiswa dikelompokkan menjadi
kelompok-kelompok kecil dan
menerima beberapa proyek yang
berkaitan dengan materi pelajaran.
Dosen bersama mahasiswa
mengklarifikasi permasalahan yang
ada dalam proyek tersebut sehingga
siswa mengetahui solusi yang
diharapkan dari proyek tersebut.
Dalam tahap ini, masing-masing
kelompok mengajukan draf kepada
dosen tentang proyek yang akan
dipecahkan permasalahannya.
b. Pengungkapan gagasan
Mahasiswa menggali dan
mengungkapkan pendapat
sebanmyak-banyaknya berkaitan
6. Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa
Sri Satriani, Wahyuddin
74
dengan strategi pemecahan masalah
yang dihadapi dalam proyek tersebut.
c. Evaluasi dan seleksi
Setelah diperoleh daftar gagasan-
gagasan, mahasiswa bersama dosen
dan teman lainnya mengevaluasi dan
menyeleksi berbagai gagasan tentang
strategi pemecahan masalah,
sehingga pada akhirnya diperoleh
suatu strategi yang optimal dan tepat.
d. Implementasi
Dalam tahap ini, mahasiswa bersama
kelompoknya memutuskan tentang
strategi pemecahan masalah dalam
proyeknya dan melaksanakan strategi
yang dipilih dalam memecahkan
permasalahan sesuai dengan draf
kerja yang telah diajukan. Setelah
pekerjaan selesai siswa bersama
kelompoknya mempresentasikan
hasil kerjanya di depan kelas dengan
menggunakan media sesuai dengan
kreatifitasnya untuk menyampaikan
gagasannya dan mendapatkan saran
dan kritik dari pihak lain sehingga
diperoleh solusi yang optimal
berkaitan dengan pemecahan
masalah. Kemudian dosen bersama
mahasiswa menyimpulkan materi
pembelajaran ke arah matematika
formal.
3. Tahap penutup.
Sebagai pemantapan materi, secara
individual mahasiswa mengerjakan quiz
yang ditampilkan dengan media
pembelajaran dan dosen memberikan
poin bagi mahasiswa yang mampu
memecahkan permasalahan sebagai
upaya memotivasi mahasiswa dalam
mengerjakan soal-soal. Suatu soal yang
dianggap sebagai masalah adalah soal
yang memerlukan keaslian berpikir tanpa
adanya contoh penyelesaian sebelumnya.
c. Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan
masalah sebagai usaha untuk
meningkatkan menerjemahkan
matematika yang meliputi: kemampuan
menerapkan ide-ide matematika pada
konteks permasalahan dan kemampuan
bekerja sama untuk menyusun dan
menyelesaikan permasalahan
(Mayadiana, 2005).
Polya (dalam Hamiyah & Jauhar,
2014:120) mengartikan pemecahan
masalah sebagai suatu usaha mencari
jalan keluar dari satu kesulitan guna
mencapai satu tujuan yang tidak begitu
mudah segera untuk dicapai. Pemecahan
masalah adalah proses, cara, perbuatan,
mengatasi atau memecahkan.
Pemecahan masalah berarti
keikutsertaan dalam suatu tugas yang
metode pemecahannya tidak diketahui
sebelumnya.
Kemampuan pemecahan masalah
adalah bagian integral dari belajar
matematika, dan dengan demikian
pemecahan masalah jangan dijadikan
bagaian yang terpisah dari matematika.
Menurut Wena (2009:52) Hakikat
pemecahan masalah adalah melakukan
operasi prosedural urutan tindakan,
tahap demi tahap secara sistemtis
sebagai seorang pemula memecahkan
suatu masalah. Sedangkan menurut
Sudjana (2010:116) kemampuan
pemecahan masalah upaya yang
dilakukan peserta didik untuk mencari
dan menetapkan alternative kegiatan
dalam menjembatani suatu keadaan pada
saat ini dengan keadaan yang diinginkan.
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan kemampuan
pemecahan masalah adalah upaya yang
dilakukan untuk memperoleh jawaban
yang tepat setelah menerapkan
pengetahuan, pemahaman dan
keterampilanya dalam memecahkan
suatu masalah.
Indikator pemecahan masalah
menurut Polya (dalam Hamiyah &
Jauhar, 2014:121) yaitu :
1. Memahami Masalah. Mahasiswa
memahami masalah dengan
menganlisa data yang diketahui dan
data yang belum diketahui serta
siswa mencoba menghubungkan dari
setiap data yang ada.
7. Jurnal Derivat Volume 5 No. 1 Juli 2018 (ISSN: 2407 - 3792)
Halaman 69 81
75
2. Merencanakan Penyelesain. Setelah
mahasiswa memahami masalah
dengan benar, selanjutnya mereka
harus mampu menyusun rencana
penyelesaian masalah dengan
mencoba beberapa teorema atau
rumus yang bisa digunakan.
3. Menyelesaikan masalah sesuai
rencana. Jika rencana penyelesaian
suatu masalah telah dibuat,
selanjutnya dilakukan penyelesaian
masalah sesuai dengan rencana yang
dianggap paling tepat.
4. Melakukan pengecekan kembali
terhadap semua langkah yang telah
dikerjakan.
Langkah-langkah pemecahan
masalah menurut Solso dalam Wena
(2008: 56) yakni: 1) Identifikasi
permasalahan; 2) Representasi
permasalahan; 3) Perencanaan
pemecahan; 4) Menerapkan/
mengimplementasikan perencanaan; 5)
Menilai perencanaan, dan 6) Menilai
hasil pemecahan.
d. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa hasil
penelitian terdahulu yang dapat dijadijan
bukti empiris dalam penelitian ini
diantaraya : (1) Sakur & Hutapea, (2014)
dengan hasil penelitian bahwa penerapan
penerapan pembelajaran CPS dapat
meningkatkan KPMM mahasiswa dan
kualitas pembelajaran pada mata kuliah
MSM mahasiswa PGMIPA-U
Pendidikan Matematika FKIP UR pada
meteri pokok Trigometri.; (2) Ningsih,
(2016) dengan hasil penelitian bahwa
bahwa pembelajaran dengan model
creative problem solving dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas
PGRI Yogyakarta pada mata kuliah Teori
Bilangan. Hasil penelitian lain dilakukan
oleh Sidiq, dkk. (2015) dengan hasil
penelitian bahwa ada perbedaan
pengaruh antara model pembelajaran
creative problem solving (CPS)
berbantuan media komputer, dan
model ceramah/diskusi yang selama
ini di pakai dosen terhadap peningkatkan
kemampuan berpikir generik
mahasiswa teknik informatika
UDINUS pada matakuliah logika
matematika.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitianini merupakan
penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) yang meliputi
perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi yang selanjutnya tahap-tahap
tersebut dirangkai dalam suatu siklus
kegiatan. Penelitian ini terdiri atas dua
siklus dan tiap siklus terdiri dari empat
kali pertemuan (3 kali proses
pembelajaran dan 1 kali tes evaluasi)
serta tiap pertemuan dilaksanakan selama
3 jam pelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan di
Universitas Muhammadiyah Makassar
dengan subjek penelitian yaitu
mahasiswa kelas IV.a Jurusan
Pendidikan Matematika sebanyak 33
orang yang terdiri atas 10 mahasiswa
laki-laki dan 23 mahasiswa perempuan.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu diambil melalui
instrument berupa tes tertulis, lembar
observasi yang terdiri atas lembar
observasi proses pembelajaran dan
keaktifan mahasiswa, serta angket respon
mahasiswa.
Teknik analisis data yang
dipergunakan dalam penelitian ini
meliputi teknik analisis deskriptif
kuantitatif dan teknik kualitatif. Teknik
kualitatif digunakan untuk
mendeskripsikan keterlaksanaan rencana
tindakan, menggambarkan hambatan-
hambatan yang muncul dalam
pelaksanaan pembelajaran dan
mendeskripsikan aktivitas atau partisipasi
siswa dalam kegiatan pembelajaran serta
kemampuan pemecahan masalah
mahasiswa sesuai dengan hasil
pengamatan. Sedangkan teknik
kuantitatif digunakan untuk
mendeskripsikan tentang efektivitas dari
pembelajaran yang meliputi hasil belajar
dan kemampuan pemecahan masalah
matematika.
8. Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa
Sri Satriani, Wahyuddin
76
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diperoleh
dibagi dalam dua bagian yaitu hasil
analisis deskriptif kuantitatif yang terdiri
atas hasil tes kemampuan pemecahan
masalah, pada siklusi I dan siklus II.
a. Hasil Penelitian
1) Analisis Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah
Setelah penerapan pembelajaran
creative problem solving (CPS) pada
siklus I maupun siklus II yang dievaluasi
dengan tes kemampuan pemecahan
masalah matematika yang berbentuk
essay, maka diperoleh hasil tes
kemampuan pemacahan masalah yang
dituangkan pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel. 1. Hasil Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah
Statistik
Siklusi
I
Siklus II
Jumlah Mahasiswa 33 33
Skor Ideal 100 100
Skor Maksimum 90,00 95,00
Skor Minimum 40,00 65,00
Rentang Skor 50,00 30,00
Skor Rata-Rata 63,03 77,72
Standar Deviasi 10,96 8,205
Dari Tabel 1 menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika dari
siklus I ke Siklus II setelah diterapkan
pembelajaran creative problem solving
(CPS) dengan rincian yaitu rata-rata
kemampuan pemecahan masalah
meningkat dari 63,03 menjadi 77,72, skor
maksimum meningkat dari 90 menjadi
95, skor minimum meningkat dari 40
menjadi 65, rentang skor menurun dari
50 menjadi 30, dan standar deviasi
menurun dari 10,96 menjadi 8,20.
Setelah skor mahaasiswa
dikelompokkan dalam lima kategori
maka diperoleh distribusi frekuensi skor
dan persentase skor seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan
Persentase Skor Kemampuan Pemecahan
Masalah
Skor
Katego
ri
Siklus
I (%)
Siklus
II (%)
Sangat
baik
3,03 18,18
Baik 9,09 57,58
Cukup 39,39 24,24
Kurang 33,33 0
Kurang
sekali
15,5 0
Jumlah% 100 100
Dari Tabel 2 menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika dari
siklus I ke siklus II pada masing-masing
kategori dengan rincian yaitu kategori
sangat baik meningkat dari 3,03%
menjadi 18,18%, kategiri baik meningkat
dari 9,09% menjadi 57,58%, kategori
sedang menurun dari 39,39% menjadi
24,24%, dan pada siklus II sudah tidak
ada lagi yang berada pada kategori
kurang atau kurang selaki.
Apabila hasil kemampuan
pemecahan masalah masiswa pada siklus
I dan siklus II dianalisis, maka persentase
ketuntasan belajar dapat dilihat pada
Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Deskripsi Ketuntasan Belajar
pada siklus I dan siklus II.
Persent
ase skor
Kateg
ori
Frekue
nsi
Persent
ase (%)
0% -
59%
Tidak
tuntas
21,21 100
60% -
100%
Tuntas 78,79 0
Jumlah % 100 100
Dari Tabel 3 menunjukkan
bahwa persentase ketuntasan kelas
sebesar 78,79% mahasiswa berada
dalam kategori pada silkus I meningkat
menjadi tuntang 100% pada siklus II. Ini
berarti terdapat 24,24% mahasiswa yang
mengalami peningkatan ketuntasan dari
siklus I ke siklus II.
9. Jurnal Derivat Volume 5 No. 1 Juli 2018 (ISSN: 2407 - 3792)
Halaman 69 81
77
2) Hasil Analisis Keterlaksanaan
Pembelajaran
Hasil analisis keterlaksanaan
pembelajaran di uraikan pada tabel 4.
berikut.
Tabel 4 Analisis Keterlaksanaan
Pembelajaran
No Aspek Penilaian Siklus
I
Siklus
II
1. Tahap Awal
a Kemampuan
membuka
pelajaran dan
memberi apersepsi
kepada mehasiswa
2,90 3,50
b Kemampuan
memotivasi
mahasiswa
3,10 3,70
2. Tahap Inti
a Penguasaan Materi
Pembelajaran
3,00 3,80
b Implementasi
Langkah-langkah
Pembelajaran
(Skenario)
3,20 4,20
c Penggunaan Media
Pembelajaran
3,30 4,30
d Klarifikasi
masalah
3,00 4,50
e Pengungkapan
gagasan
3,20 4,20
f Evaluasi dan
seleksi
3,00 3,80
g Implementasi 3,40 3,70
h Evaluasi 3,30 4,40
3. Penutup
a Kemampuan
Menutup Pelajaran
3,50 4,00
Rata-Rata 3,17 4,01
Berdasarkan hasil observasi
keterlaksanaan pembelajaran
berdasarkan, maka diperoleh informasi
bahwa terjadi peningkatan efektivitas
pelaksanaan pembelajaran dari siklus I ke
siklus II yaitu pelaksanaan pembelajaran
pada siklus I berada pada kategori baik
dengan nilai rata-rata 3,17 meningkat
pada siklus II menjadi 40,01 yang berada
pada kategori sangat baik.
3) Analisis Hasil Observasi Keaktifan
Mahasiswa
Hasil analisis observasi keaktifan
mahasiswa dalam pembelajaran di
uraikan pada tabel 5. berikut.
Tabel 5. Analisis Keaktifan Mahasiswa
dalam Pembelajaran
No
Aspek
Penilaian
Kategori
Siklus
I%
Kategori
Siklus
II%
a Kesiapan
menerima
materi
90,91 96,97
b Pengklarifikasia
n masalah
87,88 90,91
a Pengungkapan
gagasan
33,33 57,58
b Evaluasi dan
seleksi gagasan
57,58 75,76
c Implementasi
Pemecahan
masalah
69,70 96,97
d Mengajukan
pertanyaan
36,36 57,58
e Menjawab
pertanyaan
54,55 78,79
f Melakukan
percobaan dan
riset
57,58 81,82
g Membuat
ringkasan dan
simpulan
75,76 96,97
Rata-Rata 62,62 81,48
Berdasarkan hasil observasi
keaktifan mahasiswa dalam pembelajaran,
maka diperoleh peningkatan keaktifan
mahasiswa dalam pelaksanaan
pembelajaran dari siklus I ke siklus II
yaitu keaktifan mahasiswa pada siklus I
berada pada kategori aktif dengan nilai
rata-rata 62,62 meningkat pada siklus II
menjadi 81,48 yang berada pada kategori
sangat aktif.
4) Analisis Respon Mahasiswa
Hasil analisis respon mahasiswa
dalam pembelajaran di uraikan pada tabel
6 berikut.
10. Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa
Sri Satriani, Wahyuddin
78
Tabel 6. Analisis Respon Mahasiswa
dalam Pembelajaran
No Aspek Penilaian Nilai
Kategori
a Saya merasa mudah
menerima pelajaran
Matematika dengan
Pembelajaran creative
problem solving (CPS).
4,2
b Saya merasa penerapan
Pembelajaran creative
problem solving (CPS)
dapat meningkatkan
motivasi belajar.
4,3
c Saya merasa senang
mengikuti pembelajaran
Matematika Pembelajaran
creative problem solving
(CPS)
4,1
d Saya lebih leluasa
menyampaikan gagasan
dengan pembelajaran
Matematika Pembelajaran
creative problem solving
(CPS)
3,9
c Saya merasa lebih leluasa
berdiskusi dengan
pembelajaran Matematika
Pembelajaran creative
problem solving (CPS)
3,8
f Saya merasa lebih memiliki
kedekatan dengan dosen
dengan pembelajaran
Matematika Pembelajaran
creative problem solving
(CPS)
3,9
Rata-Rata 4,03
Berdasarkan hasil analisis respon
siswa dalam pembelajaran diperoleh
informasi bahwa respon mahasiswa
berada pada kategori sangat positif
dengan nilai rata-rata 4,03.
b. Pembahasan
Setelah menganalisis hasil
penelitian, maka dapat diketahui bahwa
penerapan model pembelajaran creative
problem solving (CPS) efektif diterapkan
dalam meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah mahasiswa. Hal
tersebut dapat dilihat dari indikator
kefektifan pembelejaran yaitu
peningkatan hasil belajar, keterlasanaan
pembelajaran yang baik, keaktifan
mahasiswa, dan respon mahasiswa yang
positif yang diuaraikan sebagai berikut.
Kemampuan pemecahan masalah
matematika mahasiswa setelah diretapkan
pembelajaran creative problem solving
(CPS) meningkat dari 63,03 (kategori
cukup) pada siklus I menjadi 77,72
(kategori baik) pada siklus II. Peningkatan
hasil belajar mahasiswa yang diukur
melalui kemampuan pemecahan masalah
setelah diterapkan pembelajaran creative
problem solving (CPS) terjadi karena
model pembelajaran creative problem
solving merupakan model pembelajaran
yang dilakukan melalui proses kegiatan
untuk memahami atau memecahkan
permasalahan dengan meningkatkan
kreativitas mahasiswa di mana proses
pembelajaran tersebut dilakukan
pemusatan pada pengajaran dan
keterampilan pemecahan masalah, yang
diikuti dengan penguatan keterampilan.
Selain itu, pembelajaran creative problem
solving juga digunakan untuk
merangsang siswa dalam berfikir karena
dimulai dari pencarian masalah sampai
kepada penarikan kesimpulan disamping
itu, model pembelajaran ini juga akan
melibatkan banyak kegiatan dengan
bimbingan dari para pengajar. Lebih
lanjut, aspek rasa social dari kelompok,
pertukaran intelektualnya, dan maksud
dari subyek yang berkaitan dengannya
dapat bertindak sebagai sumber-sumber
penting maksud tersebut bagi usaha para
mahasiswa untuk belajar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
pendapat (Wiederhold dalam Suyitno,
2004:37;) yang menjelaskan bahwa model
pembelajaran problem solving merupakan
model pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan siswa dalam
berpikir tinggi. Hal tersebut terjadi karena
model pembelajaran problem solving
memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk memecahkan masalah
matematika dengan strateginya sendiri.
Salah satu pengembangan dari model
pembelajaran ini adalah metode
pembelajaran CPS. Lebih lanjut, Abu,
1997 menambahkan bahwa model
pembelajaran creative problem solving
11. Jurnal Derivat Volume 5 No. 1 Juli 2018 (ISSN: 2407 - 3792)
Halaman 69 81
79
dapat membuat peserta didik menjadi
lebih menghayati kehidupan sehari-hari;
dapat melatih dan membiasakan para
peserta didik untuk menghadapi dan
memecahkan masalah secara terampil;
dapat mengembangkan kemampuan
berpikir peserta didik secara kreatif;
peserta didik sudah mulai dilatih untuk
memecahkan masalahnya,dan dapat
diterapkan secara langsung yaitu untuk
memecahkan masalah.
Indikator lain yang menunjukkan
keefektifan pembelajaran creative
problem solving (CPS) yaitu persentase
ketuntasan kelas sebesar 78,79%
mahasiswa berada dalam kategori pada
silkus I meningkat menjadi tuntang 100%
pada siklus II. Ini berarti terdapat 24,24%
mahasiswa yang mengalami peningkatan
ketuntasan dari siklus I ke siklus II.
Selanjutnya efektivitas pelaksanaan
pembelajaran dari siklus I ke siklus II
yaitu pelaksanaan pembelajaran pada
siklus I berada pada kategori baik dengan
nilai rata-rata 3,17 meningkat pada siklus
II menjadi 40,01 yang berada pada
kategori sangat baik. Selanjutnya
keaktifan mahasiswa pada siklus I berada
pada kategori aktif dengan nilai rata-rata
62,62 meningkat pada siklus II menjadi
81,48 yang berada pada kategori sangat
aktif, dan respon siswa dalam
pembelajaran diperoleh informasi bahwa
respon siswa berada pada kategori sangat
positif dengan nilai rata-rata 4,03.
Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan hasil penelitian Elindra, 2014
yang menyimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang erat antara model creative
problem solving terhadap kemampuan
berfikir kreatif matematika mahasiswa
STKIP Tapanuli Selatan dengan nilai
thitung > t tabel atau 9,628 > 1,67 pada
taraf signifikan 95 %, berarti terdapat
pengaruh yang signifikan antara model
creative problem solving terhadap
kemampuan berfikir kreatif matematika
mahasiswa STKIP Tapanuli Selatan.
Penelitian lain yang selajan
dengan hasil pennelitian ini adalah Sakur
& Hutapea, (2014) dengan hasil
penelitian bahwa penerapan penerapan
pembelajaran CPS dapat meningkatkan
KPMM mahasiswa dan kualitas
pembelajaran pada mata kuliah MSM
mahasiswa PGMIPA-U Pendidikan
Matematika FKIP UR pada meteri pokok
Trigometri.; (2) Ningsih, (2016) dengan
hasil penelitian bahwa bahwa
pembelajaran dengan model creative
problem solving dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah
mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika Universitas PGRI
Yogyakarta pada mata kuliah Teori
Bilangan. Hasil penelitian lain dilakukan
oleh Sidiq, dkk. (2015) dengan hasil
penelitian bahwa ada perbedaan
pengaruh antara model pembelajaran
creative problem solving (CPS)
berbantuan media komputer, dan
model ceramah/diskusi yang selama
ini di pakai dosen terhadap peningkatkan
kemampuan berpikir generik
mahasiswa teknik informatika
UDINUS pada matakuliah logika
matematika.
5. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dikaitkan dengan
teori dan bukti empris, maka dalam
penelitian ini dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
1. Implementasi model pembelajaran
creative problem solving (CPS) dapat
meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah mahasiswa kelas
IV.a Jurusan Pendidikan Matematika
Univesitas Muhammadiyah Makassar
yang dilihat dari nilai peningkatan
kemampuan pemecahan pada siklus I
sebesra 63,03 (kategori cukup)
menjadi 77,72 (kategori tinggi) pada
siklus II dengan skor maksimum
meningkat dari 90 menjadi 95, skor
minimum meningkat dari 40 menjadi
65, rentang skor menurun dari 50
menjadi 30, dan standar deviasi
menurun dari 10,96 menjadi 8,20.
Penerapan model pembelajaran
creative problem solving (CPS) juga
efektif diterapkan dengan indikator
yaitu pelaksanaan pembelajaran pada
siklus I berada pada kategori baik
dengan nilai rata-rata 3,17 meningkat
12. Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa
Sri Satriani, Wahyuddin
80
pada siklus II menjadi 40,01 yang
berada pada kategori sangat baik;
keaktifan mahasiswa dalam
pelaksanaan pembelajaran siklus I
berada pada kategori aktif dengan
nilai rata-rata 62,62 meningkat pada
siklus II menjadi 81,48 yang berada
pada kategori sangat aktif; dan respon
mahasiswa berada pada kategori
sangat positif dengan nilai rata-rata
4,03.
2. Implementasi Model Pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS)
dapat dilakukan dengan tahapan yaitu
Tahap awal dilakukan dengan
memberi apersepsi dan penguatan
serta kesiapan mahasiswa dalam
mengikuti pembelajaran, kemudian
mengulas kembali materi sebelumnya
yang dijadikan prasayarat materi, dan
memotivasi kepada mahasiswa
tentang pentingnya pembelajaran yang
akan dilaksanakan. Tahap inti
dilakukan dengan membentuk
kelompok kecil untuk melakukan
small discussion yang terdiri atas 4-5
mahasiswa dan bersifat permanen.
Tiap kelompok mendapat modul dan
lembaran kerja yang berisi materi
pembelajaran dan permasalahan untuk
dibahas bersama dalam kelompoknya.
Secara berkelompok mahasiswa
memecahkan permasalahan yang
terdapat dalam lembaran kerja sesuai
dengan petunjuk yang tersedia di
dalamnya. Mahasiswa mendapat
bimbingan dan arahan dari dosen
dalam memecahkan masalah. Peranan
dosen dalam hal ini adalah
menciptakan situasi yang dapat
memudahkan munculnya pertanyaan
dan mengarahkan kegiatan
brainstorming dalam rangka
menjawab pertanyaan atas dasar
interest siswa. Penekanan dalam
pendampingan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan adalah
sebagai berikut:
a. Klarifikasi permasalahan yang ada
dalam proyek/kelopok sehingga
mahasiswa mengetahui solusi yang
diharapkan dari proyek tersebut.
Dalam tahap ini, masing-masing
kelompok mengajukan draf kepada
dosen tentang proyek yang akan
dipecahkan permasalahannya.
b. Pengungkapan gagasan dengan
memberi kesempatan kepada
hahasiswa menggali dan
mengungkapkan pendapat
sebanmyak-banyaknya berkaitan
dengan strategi pemecahan
masalah yang dihadapi dalam
proyek tersebut.
c. Evaluasi dan seleksi berbagai
gagasan tentang strategi
pemecahan masalah, sehingga
pada akhirnya diperoleh suatu
strategi yang optimal dan tepat.
d. Implementasi yaitu mahasiswa
bersama kelompoknya
memutuskan tentang strategi
pemecahan masalah dalam
proyeknya dan melaksanakan
strategi yang dipilih dalam
memecahkan permasalahan sesuai
dengan draf kerja yang telah
diajukan. Setelah pekerjaan selesai
siswa bersama kelompoknya
mempresentasikan hasil kerjanya
di depan kelas dengan
menggunakan media sesuai dengan
kreatifitasnya untuk
menyampaikan gagasannya dan
mendapatkan saran dan kritik dari
pihak lain sehingga diperoleh
solusi yang optimal berkaitan
dengan pemecahan masalah.
Kemudian dosen bersama
mahasiswa menyimpulkan materi
pembelajaran ke arah matematika
formal.
Tahap penutup. Sebagai
pemantapan materi, secara individual
mahasiswa mengerjakan quiz yang
ditampilkan dengan media pembelajaran
dan dosen memberikan poin bagi
mahasiswa yang mampu memecahkan
permasalahan sebagai upaya memotivasi
mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal.
Suatu soal yang dianggap sebagai
masalah adalah soal yang memerlukan
13. Jurnal Derivat Volume 5 No. 1 Juli 2018 (ISSN: 2407 - 3792)
Halaman 69 81
81
keaslian berpikir tanpa adanya contoh
penyelesaian sebelumnya.
6. REFERENSI
Agustinus, Sroyer. 2013. Penalaran
Kuantitatif (Quantitaive
Reasoning) dalam Pemecahan
Masalah Matematika. Prosiding
Seminar Nasional Matematika
dan Pendidikan Matematika. UNY.
ISBN : 978-979-16353-9-4.
Ansjar, M. dan Sembiring (2000).
Hakikat Pembelajaran MIPA
dan Kiat Pembelajaran
Matematika di Perguruan Tinggi.
Jakarta: Dirjen Dikti Departemen
Pendidikan Nasional.
Cahyono, A. 2009. Pengembangan
Model Creative Problem Solving
(CPS) Berbasis Teknologi dalam
Pembelajaran Matematika di
SMA. Makalah pada Seminar
Nasional Matematika. UNS:
Semarang.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Hamiyah, Nur dan Muhamad
Jauhar. 2014. Strategi Belajar
Mengajar di Kelas. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya.
Karen L, Pepkins. 2004. Creative
Problem Solving in Math. Download
dari
www.rppsekolahdasar.blogspot.com.
Kerami, Djati. 2014. Pemrograman
Linear. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Mayadiana, D. 2005. Pembelajaran
dengan Pendekatan diskursus untuk
Mengembangkan Kemampuan
Berpikir Kritis Matematika
Mahasiswa Calon Guru Sekolah
Dasar. Tesis PPs UPI: tidak
diterbitkan.
Muslich, M. 2007. KTSP Pembelajaran
Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Ningsih, S.C. 2016. Upaya
Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Mahasiswa
Pendidikan Matematika UPY
Melalui Model Pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS)
Pada Mata Kuliah Teori Bilangan.
Repositori Universitas PGRI.
Diakses di
http://repository.upy.ac.id/1045/.
Pepkin K.L. 2004. Creative
Problem Solving In Math.
Tersedia di:
http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v02/0
4.htm.
Rusman. 2010. Model-model
Pembelajaran, Bandung: Mulia
Mandiri Press.
Sakur & Hutapea, N.M. 2014. Penerapan
Pembelajaran Creative Problem
Solving untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Mahasiswa S1
PGMIPAUnggulan. Jurnal
Pendidikan (Journal of Education) ,
Vol 5, No 1 2014, ISSN : 2086-
4779. Diakses di
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/J
P/article/view/2126.
Sidik, M. Dkk. 2015. Model
Pembelajaran Creative Problem
Solving CPS Berbantuan Media
Komputer Untuk
MenumbuhkembangkanKemampuan
Berpikir Generik Mahasiswa Teknik
Informatika Pada Matakuliah Logika
Matematika, Artikel Hasil Penelitian
LPPM UDINUS. Diakses di
http://lppm.dinus.ac.id/index.php/res
earch/view.
Sudjana, Nana. 2010. Dasar - Dasar
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Supriyadi, Dedi .2003. Pendidikan,
Pelatihan dan Perjuangannya
Sejak Zaman Kolinial hingga era
Reformasi. Jakarta: Depdiknas.
Winataputra, dkk. 2008. Materi dan
Pembelajaran Matemtaika SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Wena, M. 2008. Strategi pembelajaran
Inovatif kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.