Dokumen tersebut membahas beberapa masalah khusus dalam kritik sastra Indonesia modern, termasuk masalah kriteria kritik pustaka, perbedaan pandangan kritik sastra Pujangga Baru, krisis kesusastraan 1950-an, serangan Lekra, kasus Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Langit Makin Mendung, serta perdebatan metode kritik sastra 1960-an."
1 of 35
Downloaded 50 times
More Related Content
8. beberapa masalah kritik sastra indonesia modern
2. A. Masalah-Masalah Khusus dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern
Masalah pertama tidak sesuainya karya
sastra dengan dasar kritik sastra atau
kriteria untuk menyaring karya sastra yang
hendak diterbitkan, yaitu dasar kritik
pragmatik yang merupakan aturan Balai
Pustaka. Contohnya kasus Salah Asuhan
dan Belenggu
Masalah kedua, pada periode Pujangga
Baru ada masalah perbedaan dasar
3. A. Masalah-Masalah Khusus dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern
Kritik sastra untuk menciptakan karya
sastra. Yaitu seni untuk seni, seni
bertendens, dan seni untuk rakyat
Pada akhir tahun 1940-an, masuklah paham
humanisme universal dalam seni dan sastra
Indonesia. Yaitu sastra borjuis-patriotik
(Pramoedya Ananta Toer)
Pada awal tahun 1950-an ada masalah
krisis kesusastraan karena pada awal
4. A. Masalah-Masalah Khusus dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern
tahun1950-an itu dianggap tidak ada karya-
karya sastra yang bernilai sastra tinggi
Pada periode 1950-1965 tokoh-tokoh sastra
Lekra membuat serangan terhadap karya
sastra dan sastrawan di luar Lekra secara
gencar, yaitu tentang Tenggelamnya Kapal
van der Wijck roman Hamka
Pada paro kedua tahun 1960-an, timbul
pula masalah khusus dalam kritik sastra
5. A. Masalah-Masalah Khusus dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern
dengan dimuatnya cerpen Ki Pandjikusmin
yang berjudul Langit Makin Mendung
dalam majalah sastra
Pada paro kedua tahun 1960-an s.d. 1975
terjadi perdebatan dalam bidang metode
(teori kritik sastra) antara pengikut kritik
sastra ilmiah (kritik objektif) yang dikenal
sebagai kritik analitik dengan pengikut
kritik sastra metode Ganzheit.
6. A. Masalah-Masalah Khusus dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern
Pada awal tahun 1970-an, terjadi
ketidakpuasan para penyair muda terhadap
sajak-sajak dan penyair yang sudah mapan,
terutama yang berkubu di majalah Horizon.
Dengan demikian, timbul puisi Mbeling
yang dimuat dalam majalah Aktuil. Puisi
mbeling ini dipanglimai oleh Remy Sylado
(Japie Tambajong). Kemudian, Puisi
mbeling ini dikenal dengan nama puisi
lugu
7. A. Masalah-Masalah Khusus dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern
Pada sekitar pertengahan tahun 1980-an,
terjadilah polemik sekitar masalah sastra
kontekstual. Polemik ini dibukukan oleh
Ariel Heryanto
Pada paro kedua tahun 1980-an, timbul
masalah kritik sastra di Indonesia, terutama
dengan timbulnya karya-karya sastra yang
menunjukkan latar belakang sosial budaya
Indonesia (nusantara) yang khusus
8. A. Masalah-Masalah Khusus dalam Kritik Sastra
Indonesia Modern
Pada tahun 1984, Subagio Sastrowardojo telah
menyatakan penolakan terhadap teori sastra
Barat (yang baru) untuk diterapkan begitu saja
(begitu saja) dalam mengkritik karya sastra
Indonesia
Pada awal tahun 1988 diadakan seminar kritik
dan teori sastra di Universitas Bung Hatta
Padang untuk mendorong terbentuknya teori
sastra dan kritik sastra yang sesuai dengan
karya sastra Indonesia sendiri.
9. B. Kasus Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Pada mulanya Abdullah S.P. menuduh
Hamka melakukan plagiat dengan bukunya
Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Tuduhan plagiat ini bukan hanya bersifat
kasus kritik sastra saja, melainkan juga
terkandung tujuan politik untuk
menjatuhkan lawan partai
Abdullah S.P. menuduh Hamka menjiplak
mentah-mentah buku Magdalaine karya
pujangga Mesir Manfaluthi yang
10. B. Kasus Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Merupakan terjemahan karya Alphonse
Car辿 (nama menurut Abdullah), pujangga
Perancis
Buku Manfaluthi dalam Bahasa Arab (cet.
Ke-11), buku Hamka (cet. Ke-7), 1958.
dikemukakannya bahwa yang dijiplak
adalah tema, isi, dan napasnya. Hamka
hanya mengganti tempat kejadian dan
tokoh-tokohnya dan menggunakan warna
setempat
11. B. Kasus Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Tuduhan yang bersifat poletis itu menjadi
semakin hebat setelah Pramoedya Ananta
Toer campur tangan menolong Abdullah
dalam membuat kerangka penelitian idea
script untuk lebih meyakinkan lagi bahwa
buku Hamka itu jiplakan mentah-mentah
Suara merdeka melontarkan bahwa Hamka
melakukan skandal besar dalam
kesusatraan dengan menjiplak karya orang
lain dan Suara Merdeka menginginkan
Hamka diadili
12. B. Kasus Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Harian Rakyat menuduh Hamka sebagai
doktor Plagiator
Hamka memberikan keterangan kepada
wartawan Berita Minggu bahwa memang ia
terpengaruh Manfuluthi, juga dalam Gema
Islam.
Hamka mengharapkan agar Tenggelamnya
Kapal van der Wijck diteliti secara ilmiah
oleh ahli sastra untuk menentukan apakah
hasil curian, saduran, atau asli secara pasti.
13. B. Kasus Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Hamka berharap dibentuk panitia
kesusatraan yang bersifat ilmiah di bawah
Fakultas Sastra Universitas Indonesia,
Hamka bersedia akan memberikan
keterangan
Tuduhan plagiat itu ditolak oleh beberapa
tokoh, diantaranya H.B. Jassin, Rusjdi, Umar
Junus, Ali Audah, dan Soewardi Idris
14. B. Kasus Tenggelamnya Kapal van der Wijck
Seperti dikemukakan Jassin, roman Hamka
itu bukan plagiat atau jiplakan karena
Hamka tidak hanya menerjemahkan dan
membubuhkan nama sendiri dalam
terjemahan itu, melainkan ia menciptakan
karya dengan seluruh Kepribadiannya.
Dengan demikian kasus Tenggelamnya
Kapal van der Wicjk itu menjadi masalah
hubungan intertekstual, bukan masalah
jiplakan.
15. C. Kasus Langit Makin Mendung
Langit Makin Mendung cerpen
Kipanjikusmin dimuat dalam majalah Sastra
No. 8, Tahun VI, Agustus 1968, hlm. 3-8,
Kemudian cerpen itu menimbulkan kasus
apa yang disebut Jassin Heboh Sastra
1968.
Heboh Sastra 1968 adalah buku Jassin
yang merupakan pertanggungjawaban
Jassin sebagai pemimpin redaksi majalah
sastra atas pemuatan cerpen kipanjikusmin
16. C. Kasus Langit Makin Mendung
Cerita itu menimbulkan sikap pro dan
kontra di antara umat Islam dan para
sastrawan, karena pemuatan cerpen itu
majalah tersebut dilarang beredar oleh
Kejaksaan Tinggi Medan di daerah
hukumnya karena cerpen tersebut
melukiskan suatu penghinaan terhadap
abstraksi dari ke-Tuhanan serta kemuliaan
Nabi Muhammad. Cerpen tersebut
dianggap menghina agama Islam
17. C. Kasus Langit Makin Mendung
Atas kemarahan para alim-ulama dan umat
Islam, Kipanjikusmin secara terbuka minta
maaf kepada umat Islam tanggal 24
Oktober 1968, pukul 10.30 pagi, di gedung
Departemen Penerangan, dan pernyataan
Kipanjikusmin itu secara lengkap dimuat
dalam harian Kami, 25 Oktober 1968
18. C. Kasus Langit Makin Mendung
Isi cerpen itu secara ringkas sebagai berikut:
Para pansiunan nabi di sorga mengajukan
petisi kepada Tuhan untuk mengirimkan
utusan turba ke bumi. Nabi Muhammad
ditunjuk sebagai utusan. Tuhan meminta
penjelasan kepadanya untuk apa turba ke
bumi. Muhammad menerangkan hal itu sangat
penting untuk meneliti mengapa pada akhir-
akhir ini sangat sedikit manusia yang masuk
sorga. Tuhan mengemukakan bahwa dunia
19. C. Kasus Langit Makin Mendung
Sudah boborok sekali, maka tidak ada gunanya
ditengok. Akan tetapi, akhirnya Tuhan pun
mengizinkannya dengan menyuruh malaikat
Jibril menyertainya dan memberi tunggangan
buroq. Diadakan upacara pemberangkatan
dengan pidato Nabi Adam sebagi sesepuh ahli
sorga dan atas nama seluruh ahli sorga ia
mengharapkan agar misi turba sukses. Tujuan
utama Muhammad adalah Arab, daerah
kelahirannya. Akan tetapi, di angkasa buroq
20. C. Kasus Langit Makin Mendung
Ditabrak sputnik Rusia. Sputnik dan buroq
hancur, sedangkan Muhammad dan Jibrail
terpental jatuh di atas awan di atas kota
Jakarta. Jakarta tampak sebagai bagian dari
neraka.
Jibrail menerangkan seluk-beluk Jakarta
yang sudah bobrok itu kepada Muhammad,
diterangkan tentang PBR (Pemimpin Besar
Revolusi) Bung Karno sebagai nabi palsu
dengan ide nasakomnya (nasional, agama, dan
21. C. Kasus Langit Makin Mendung
Komunis), tentang komplotan komunis yang
hendak menjatuhkan RI dengan pembunuhan
para jenderal di Lubang Buaya, peranan RRC
dalam mendorong G30S, anjuran PBB untuk
makan jagung, sagu, dan gaplek. Oleh semua
kengerian itu, nabi lupa untuk pergi ke
Mekkah, ke negeri Arab. Jibrail dan Nabi
Muhammad menyamar menjadi burung
rajawali (burung elang) untuk melihat Jakarta
yang bobrok itu lebih dekat.
22. C. Kasus Langit Makin Mendung
Bur Rasuanto menanggapi bahwa cerpen
Langit Makin Mendung itu versi lain cerpen
A.A. Navis Robohnya Surau Kami. Hanya saja,
A.A. Navis berhasil mengangkat persoalan ke
dalam karya sastra bermutu tinggi, sedangkan
Kipanjikusmin tidak.
Taufik Ismail pun menyatakan bahwa Langit
Makin Mendung tidak bermutu sastra, cerpen
yang buruk. Akan tetapi, secara tidak langsung
ia menyatakan bahwa cerpen itu tidak
bermaksud menghina Tuhan dan agama Islam.
23. D. Kasus Pengadilan Puisi
Pengadilan puisi telah terjadi di Bandung
tanggal 8 September 1974. Sesungguhnya
Pengadilan Puisi itu adalah bentuk
seminar atau diskusi sastra yang diubah
bentuk formal-nya menjadi semacam
pengadilan, sidang pengadilan olok-olok,
untuk kelucuan agar tidak menjemukan
Pengadilan puisi itu timbul akibat
ketidakpuasan sementara sastrawan muda
terhadap kehidupan sastra, khususnya puisi
24. D. Kasus Pengadilan Puisi
mutakhir, pada awal tahun 1970-an. Hal ini
mirip dengan masalah adanya kriris sastra
awal tahun 1950-an. Bedanya, pada masalah
krisis sastra para ahli sastra (dan kebudayaan)
pada waktu itu menganggap ada krisis sastra
Indonesia modern karena tidak ada atau tidak
terlahir karya-karya sastra bernilai, terutama
tidak ada roman (novel) yang ditulis,
sedangkan pada pengadilan puisi para
sastrawan (penyair) muda menganggap karya-
karya mereka yang cukup bernilai tidak atau
belum diperhitungkan oleh para kritikus pada
waktu itu.
25. D. Kasus Pengadilan Puisi
Pengadilan puisi merupakan salah satu kasus
pemberontakan angkatan muda terhadap
angkatan tua, angkatan yang sudah mapan,
ataupun pemberontakan terhadap kemapanan
sendiri, baik dalam bidang puisi (karya sastra)
maupun bidang kritik sastra yang
mengokohkan kemapanan itu.
Pemberontakan terhadap kemapanan itu
dalam konotasinya pemberontakan terhadap
ketradisonalan atau ukuran-ukuran (penilaian)
yang mutlak karena dogmatis.
26. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
1. A. Teeuw
A teeuw adalah mahaguru dalam bidang
bahasa dan sastra Melayu dan Indonesia pada
Universitas Leiden (secara resmi mengakhiri
masa dinasnya tanggal 1 September 1986)
Mempelajari bahasa dan sastra Indonesia di
Universitas Utrecht dan memperoleh gelar
doktor sastra di universitas itujuga dengan
disertasi yang berjudul Bhomakavya (1946).
Jadi, menurut judul disertasinya ia adalah ahli
bahasa dan sastra Jawa Kuno.
27. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
1. A. Teeuw
A teeuw selalu berhubungan dengan
Indonesia(berkunjung ke Indonesia) karena
telibat berbagai aktivitas ilmiah dalam
rangka kersa sama Indonesia-Belanda. Di
antaranya memberi penataran sastra pada
dosen-dosen Indonesia dan memberi kuliah
sastra pada program S-2. aktivitas kuliah
sastranya itu menghasilkan buku teori
sastra berjudul Sastra dan Ilmu Sastra
(1984)
28. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
1. A. Teeuw
Dalam Pokok dan Tokoh, kritik Teeuw
berjenis impresionistik, judisial, dan
cenderung kepada tipe ekspresif meskipun
karya sastranya sendiri juga dipentingkan.
Biasanya dalam pembicaraan roman secara
singkat dibuat dahulu ringkasan cerita,
sesudah itu baru dibuat komentar dan
penilaian singkat. Misalnya tampak pada
kritiknya kepada Layar Terkembang
29. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
1. A. Teeuw
Dalam menilai ia membandingkan karya
sastra yang ditinjaunya itu dengan karya
sastra lain, baik karya pengarang itu sendiri
maupun karya pengarang lain
Kriteria penilaiannya dengan dasar orientasi
mimetik, sesuai dengan aliran realisme.
30. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
2. Harry Aveling
Harry Aveling alias Swami Anand Haridas.
Paling sedikit kehadiran tulisannya di
Indonesia telah mendorong diadakannya
Pengadilan Puisi, setidak-tidaknya
menjadi sandaran bagi dakwaan Penuntut
Umum, di Bandung pada tanggal 8
September 1974
Ia berada di Indonesia pada bulan
Desember 1969 sampai Juni 1970.
31. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
2. Harry Aveling
Selama tinggal di Indonesia dan sesudahnya
dia banyak menulis kritik sastra (terapan)
dan esai tentang kesusastraan Indonesia
Modern, di antaranya dimuat dalam
majalah Horizon, Budaya Jaya, dan Basis
Sebagian tulisannya itu kemudian
dibukukan di bawah nama barunya Swami
Anand Haridas, berjudul Sastra Indonesia:
Terlibat atau Tidak? Diterbitkan oleh
penerbit Kanisius Yogyakarta, 1986
32. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
2. Harry Aveling
Dalam sampul bukunya di atas, tertulis ia
lahir di Sydney Australia 30 Maret 1942.
Lulus dari Universitas Sydney tahun 1966,
menurut pengakuannya ia mendapat gelar
M.A. Di bidang kesusastraan Indonesia dan
telah mengajar kesusastraan Indonesia
sejak tahun 1963
Pernah berkunjung ke Indonesia dan
Malaysia sebelum tahun 1969
33. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
2. Harry Aveling
Ia menerjemahkan karya-karya sastra Indonesiake
dalam bahasa Inggris. Di antaranya adalah
1. Contemporary Indonesian Poetry (1975)
2. Rendra Ballads and Blues: Poems Translated
from Indonesian
3. Kapai-kapai drama Arifin C. Noer (Moths, 1974
4. Ziarah novel Iwan Simatupang (The Pilgrim,
1975) dan Kooong (The Story of Pigeon)
5. Godlob kumpulan cerpen Danarto
(Abracadabra, 1978)
34. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
2. Harry Aveling
Ia datang dari latar belakang tradisi kritik
yang pragmatik, kurang emosional,
cenderung ke arah sinisme dan sekaligus
juga ke arah moral Inggris dan berlatar
belakang pula praktik-praktik kritik yang
didapatnya dari new criticism (karya sastra
baru dari kaum New Critics)
Corak dan jenis kritiknya bersifat akademik
35. E. Para Kritikus Asing dalam Kesusastraan Indonesia
Modern
3. Anthony H. Johns
Ia datang dari latar belakang tradisi kritik
yang pragmatik, kurang emosional,
cenderung ke arah sinisme dan sekaligus
juga ke arah moral Inggris dan berlatar
belakang pula praktik-praktik kritik yang
didapatnya dari new criticism (karya sastra
baru dari kaum New Critics)
Corak dan jenis kritiknya bersifat akademik