ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
ISBN 978-602-98295-0-1

                          HASIL RUMUSAN SEMINAR

Seminar dan Simposium Nasional Hasil –hasil Penelitian dan Pengkajian telah
diselengarakan di Hotel The Jayakarta Daría, Palembang pada tanggal 13 sampai
14 Desember 2010. Tema seminar dan symposium adalah Hasil-hasil Riset
Untuk Meningkatlkan Kesejahteraan Masyarakat. Seminar ini diselenggarakan
dengan maksud untuk menghimpun gagasan pemikiran, mengkomunikasikan dan
membahas hasil-hasil penelitian dan pengkajian dari para pakar.ahli, peneliti,
akademisi, penentu kebijakan, praktisi, pemerhati dan pengusaha dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatere Selatan.

Seminar dihadiri oleh       orang peserta dan pemakalah yang berasal dari
Kementrian Riset dan Teknologi, Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,
Badan Litbang Kementrian Dalam Negeri, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Ma
Chung University, Universitas Sriwijaya Palembang, Universtas Padjajaran
Bandung , Universitas Jambi, Universitas Bangka-Belitung, Universitas Batanghari
Jambi, Universitas Bina Darma Palembang, Universutas Muhammadiyah
Palembang, Universitas Tridinati Palembang, Universitas Palembang, Universitas
IBA, Politeknik Kesehatan Negeri Palembang, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan, BPTP Jambi, BPTP Lampung, Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan Bogor, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian Bogor, Balai Penelitian Sembawa, Loka Penelitian Sapi Potong Grati-
Pasuruan, Balitabangda Provinsi Sumsel, Balitbangda Kabupaten OKU, Dinas
Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Selatan, SMA Negeri 17 Palembang,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Seminar ini dibuka oleh Gubernur Sumatera Selatan yang diwakili oleh Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Selatan dan ditutup oleh
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Selatan. Selama
seminar dan simposium telah dipresentasikan dan dibahas 5 buah makalah utama
dalam Sidang Pleno, dan 150 makalah penunjang dalam Sidang Komisi.
Berdasarkan pembahasan dan diskusi dalam Sidang Pleno dan Komisi telah
disusun rumusan hasil seminar, teridri atas bidang pangan (A), bidang kesehatan
dan obat (B), bidang ekonomi dan kemiskinan (C) dan bidang otonomi daerah (D).

A. PANGAN

1. Pangan merupakan kebutuhan paling asasi bagi setiap manusia, sehingga
   persoalan tentang pangan tidak hanya merupakan persoalan yang sangat
   mendasar dan universal, tetapi juga dapat dilihat dari berbagai perspektif. Saat
   ini, pangan tak lagi hanya sebagai bahan yang dibutuhkan untuk mendukung
   pertumbuhan dan perkembangan manusia melalui serangkaian proses
   fisiologis. Jenis pangan yang dikonsumsi sekarang sering diasosiasikan
   dengan status sosial ekonomi masyarakat. Pangan juga tidak jarang dijadikan
   sebagai komoditas politik, karena isu pangan akan selalu menyangkut hajat
   hidup orang banyak
2. Paling tidak ada tiga persoalan besar yang berkaitan dengan konsumsi pangan
   di Indonesia yang perlu mendapat perhatian, yakni: [1] Ketergantungan

Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010                               1766
ISBN 978-602-98295-0-1

   masyarakat pada beras sebagai pangan pokok sumber karbohidrat; [2]
   Ketergantungan Indonesia pada impor untuk beberapa jenis komoditas
   pangan; dan [3] Keamanan pangan baik untuk produk segar maupun olahan.
3. Persoalan klasik dalam pengembangan teknologi juga melanda bidang
   pangan, yakni terjadi replikasi dan duplikasi substansi yang diteliti, sehingga
   tidak efisien dalam pemanfaatan anggaran riset yang kenyataannya juga
   sangat terbatas. Selain itu, banyak pula kegiatan riset yang tidak efektif
   karena tidak berbasis pada realita yang dihadapi dunia pangan dan persoalan
   yang dihadapi petani dalam melaksanakan kegiatan produksi pangan.
   Selanjutnya, kapasitas adopsi petani hampir tidak pernah menjadi bahan
   pertimbangan dalam proses pengembangan teknologi.
4. Pengembangan teknologi pada saat ini umumnya masih kental bersifat supply-
   push. Mengembangkan dulu teknologinya, baru kemudian mengupayakan
   agar digunakan oleh para pelaku produksi pangan. Pendekatan ini sangat
   sering membuahkan kegagalan. Walaupun secara teknis terkesan sesuai,
   namun tetap tidak diadopsi oleh petani. Sebagai contoh alat pengering gabah
   memang dibutuhkan oleh petani padi, terutama untuk panen pada musim
   hujan. Namun demikian adopsi alat pengering ini banyak terkendala, antara
   lain karena mahalnya harga bahan bakar yang dibutuhkan untuk pemanas
   udara dan keterbatasan kemampuan finansial petani untuk investasi pembelian
   alat ini, selain persoalan teknis lainnya
5. Untuk pencapaian target-target yang telah ditetapkan, terutama pemenuhan
   amanah konstitusi untuk menyejahterakan rakyat, maka pengembangan
   teknologi perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan persoalan nyata yang
   dihadapi serta disesuaikan dengan kapasitas adopsi (calon) penguna
   potensial. Pendekatan yang beroreintasi kebutuhan (demand-driven) ini lebih
   sesuai untuk menguatkan Sistem Inovasi Nasional (SINas) di semua sektor,
   tentunya termasuk untuk pembangunan ketahanan pangan.

B. Kesehatan dan Obat

6. Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan
   dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya
   masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Untuk memberikan
   jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan
   Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
7. Sistem Jaminan Sosial Nasional alah suatu tata cara penyelenggaraan
   program Jaminan Sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan
   Sosial. Sedangan tujuan program jaminan kesehatan untuk menjamin agar
   peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
   dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
8. Prinsip pelaksanaan jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional
   berdasarkan prinsip-prinsip SJSN. Penyelenggaraan pelayanan jaminan
   kesehatan dilakukan berjenjang: dari tingkat pertama, tingkat 2, dan tingkat 3
   melalui sistem rujukan
9. Pemerintah Pusat dan Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas
   pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program jaminan kesehatan.
   Masyarakat dapat berperan serta dalam memenuhi ketersediaan fasilitas
   pelayanan kesehatan.

Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010                              1767
ISBN 978-602-98295-0-1

10. Fasilitas pelayanan kesehatan pelaksana program jaminan kesehatan adalah
    milik Pemerintah dan atau Swasta dapat menjalin kerjasama dengan BPJS
    setelah melalui proses seleksi. Fasilitas Kesehatan yang dapat bekerjasama
    dengan BPJS, adalah : Rumah sakit pemerintah dan atau swasta, termasuk
    TNI/POLRI, (2) Pusekesmas/dokter keluarga/praktik umum dengan
    pendekatan keluarga, (3) Dokter spesialis/sub spesialis, (4) Klinik, (5)
    Laboratorium. (6) Apotik, dan (7) Fasilitas kesehatan lainnya.

C. Ekonomi dan Kemiskinan

11. Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia cenderung mengalami
    penurunan. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir cenderung menurun
    setiap tahunnya, walaupun secara agregat jumlahnya masih cukup tinggi. Jika
    pada tahun 2005 tingkat kemiskinan masih 15,97%, atau sekitar 35,10 juta jiwa
    maka pada tahun 2010 turun menjadi 31,02 juta jiwa atau 13,33%, sementara
    tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2005 sebesar 10,30% atau 10,85
    juta jiwa maka pada tahun 2010 menjadi 7,41% atau 8,59 juta jiwa.
12. Indonesia memiliki modal yang sangat besar, baik sumber daya alam, letak
    geografis yang strategis, struktur demografis penduduknya yang ideal, sumber
    daya kultural yang beragam dan kuat, dan manusia-manusia yang memiliki
    potensi dan kreativitas yang tidak terbatas.
13. Krisis dan tantangan telah diubah menjadi peluang dan kesempatan. Di bidang
    energi, Indonesia memiliki berbagai sumber energi mulai dari minyak bumi,
    gas, batubara dan sumber energi yang terbarukan yang melimpah seperti
    geotermal dan air. Di samping itu, tersedia lahan yang luas dan subur yang
    bisa ditanami oleh berbagai komoditas pangan dan pertanian.
14. Fenomena kemiskinan yang ada di Indonesia merupakan suatu rangkain atau
    lingkaran. Dimana telah terjadi ketidakseimbangan dalam penguasaan,
    pengusahaan, dan pemanfaatan sumber daya nasional; Keterbatasan akses
    dan peluang bagi masyarakat miskin pada pelayanan dasar, sehingga
    mencipatakan keterbatasan lapangan kerja dan kegiatan produktif;
    kesenjangan pelayanan dan peluang terhadap pemanfaatan sumberdaya
    nasional; kesenjangan sosial dan kesenjangan wilayah; peningkatan
    ketidakadilan dalam pemanfaatan sumberdaya nasional dan kesenjangan
    sosial serta wilayah.
15. Peningkatan kesejahteraan rakyat bukan suatu hal yang mudah, namun dilain
    pihak, kesejahteraan rakyat juga bukan suatu hal yang mustahil untuk dapat
    kita capai. Untuk mewujudkan pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat
    yang lebih baik, pada dasarnya ada 3 (tiga) pilar yang perlu terus menerus
    dijadikan acuan pelaksanaan. Tiga pilar tersebut adalah: 1) penanggulangan
    kemiskinan dan pengurangan pengangguran, 2) peningkatan tanggap cepat
    dalam menangani masalah kesejahteraan rakyat, serta 3) pembangunan dan
    investasi sumber daya manusia untuk membangun manusia Indonesia yang
    berdaya saing di masa depan.
16. Pemerintah terus berupaya menurunkan angka kemiskinan dan pengurangan
    pengangguran melalui perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta
    peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Untuk mencapai kondisi
    tersebut, Pemerintah menetapkan tiga jalur strategi pembangunan, yaitu (1)


Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010                             1768
ISBN 978-602-98295-0-1

    pro pertumbuhan (pro-growth), (2) pro lapangan kerja (pro-job) dan (3) pro
    masyarakat miskin (pro-poor).
17. Disamping itu untuk meningkatkan sinergitas dan harmonisasi program-
    program     penanggulangan      kemiskinan,    maka      program-program
    penanggulangan kemiskinan dikelompokkan dalam 3 (tiga) kluster, yaitu : (1)
    Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga, (2) Program Pemberdayaan
    Masyarakat, dan (3) Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil.

D. OTONOMI DAERAH

18. Hakikat otonomi daerah adalah memberikan ruang gerak secukupnya bagi
    pemerintahan di daerah untuk mengelola daerahnya sendiri agar lebih
    berdaya, mampu bersaing dalam kerja sama, dan profesional, terutama dalam
    menjalankan pemerintahan daerah dan mengelola sumber daya, serta potensi
    yang dimiliki daerah tersebut. Sehingga, akan mampu meningkatkan taraf
    hidup dan pelayanan kepada masyarakat
19. Tujuan otonomi daerah antara lain: (1) Meningkatkan pelayanan dan
    kesejahteraan masyarakat di daerah agar semakin baik, (2) Memberi
    kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri
    sesuai dengan tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku di daerah tersebut, (3)
    Meringankan beban pemerintah pusat agar pelaksanaan pemerintahan dan
    pembangunan terutama di daerah lebih efektif dan efisien, (4) Memberdayakan
    dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan masyarakat daerah agar
    mampu bersaing dan professional, (5) Mengembangkan kehidupan demokrasi,
    keadilan, dan pemerataan di daerah, (6) Memelihara hubungan yang serasi
    antara pemerintah pusat dan daerah maupun antardaerah untuk menjaga
    keutuhan NKRI, (7) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
    pembangunan, dan (8) Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan.
20. Isu-isu otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat; (1)
    Mengentaskan rakyat dari kemiskinan, (2) Efektivitas program memberantas
    kemiskinan (bersifat ad hoc tanpa exit strategy), (3) Masih kuatnya ego
    sektoral dalam implementasi otda, (4) Struktur anggaran yang tidak berimbang
    antara pusat-daerah, dan (5) Konstelasi politik di tingkat nasional dan daerah
    (maraknya kasus korupsi)
21. Upaya pemerintah dalam rangka menurunkan angka kemiskinan dalam
    bentuk; (1) Peraturan Presiden No 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
    Penanggulangan Kemiskinan (25 Februari 2010), (2) Menaikkan anggaran ke
    daerah pada 2011 menjadi Rp 378,4 triliun atau naik 9,8% dari APBN-P tahun
    2010, dan (3) Sekira Rp 329,1 triliun dari transfer dana ke daerah diperuntukan
    bagi Dana Perimbangan yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
    Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

                                      Palembang, 14 Desember 2010
                                      Tim Perumus:

                                      Prof. Dr. Ir. Siti Herlinda, M.Si.
                                      Dr. Ekowati Retnaningsih, S.K.M, M.Kes.
                                      Budi Raharjo, STP., M.Si


Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010                               1769

More Related Content

8. rumusan seminar

  • 1. ISBN 978-602-98295-0-1 HASIL RUMUSAN SEMINAR Seminar dan Simposium Nasional Hasil –hasil Penelitian dan Pengkajian telah diselengarakan di Hotel The Jayakarta Daría, Palembang pada tanggal 13 sampai 14 Desember 2010. Tema seminar dan symposium adalah Hasil-hasil Riset Untuk Meningkatlkan Kesejahteraan Masyarakat. Seminar ini diselenggarakan dengan maksud untuk menghimpun gagasan pemikiran, mengkomunikasikan dan membahas hasil-hasil penelitian dan pengkajian dari para pakar.ahli, peneliti, akademisi, penentu kebijakan, praktisi, pemerhati dan pengusaha dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatere Selatan. Seminar dihadiri oleh orang peserta dan pemakalah yang berasal dari Kementrian Riset dan Teknologi, Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Badan Litbang Kementrian Dalam Negeri, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Ma Chung University, Universitas Sriwijaya Palembang, Universtas Padjajaran Bandung , Universitas Jambi, Universitas Bangka-Belitung, Universitas Batanghari Jambi, Universitas Bina Darma Palembang, Universutas Muhammadiyah Palembang, Universitas Tridinati Palembang, Universitas Palembang, Universitas IBA, Politeknik Kesehatan Negeri Palembang, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan, BPTP Jambi, BPTP Lampung, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor, Balai Penelitian Sembawa, Loka Penelitian Sapi Potong Grati- Pasuruan, Balitabangda Provinsi Sumsel, Balitbangda Kabupaten OKU, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Selatan, SMA Negeri 17 Palembang, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Seminar ini dibuka oleh Gubernur Sumatera Selatan yang diwakili oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Selatan dan ditutup oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Selatan. Selama seminar dan simposium telah dipresentasikan dan dibahas 5 buah makalah utama dalam Sidang Pleno, dan 150 makalah penunjang dalam Sidang Komisi. Berdasarkan pembahasan dan diskusi dalam Sidang Pleno dan Komisi telah disusun rumusan hasil seminar, teridri atas bidang pangan (A), bidang kesehatan dan obat (B), bidang ekonomi dan kemiskinan (C) dan bidang otonomi daerah (D). A. PANGAN 1. Pangan merupakan kebutuhan paling asasi bagi setiap manusia, sehingga persoalan tentang pangan tidak hanya merupakan persoalan yang sangat mendasar dan universal, tetapi juga dapat dilihat dari berbagai perspektif. Saat ini, pangan tak lagi hanya sebagai bahan yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan manusia melalui serangkaian proses fisiologis. Jenis pangan yang dikonsumsi sekarang sering diasosiasikan dengan status sosial ekonomi masyarakat. Pangan juga tidak jarang dijadikan sebagai komoditas politik, karena isu pangan akan selalu menyangkut hajat hidup orang banyak 2. Paling tidak ada tiga persoalan besar yang berkaitan dengan konsumsi pangan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian, yakni: [1] Ketergantungan Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1766
  • 2. ISBN 978-602-98295-0-1 masyarakat pada beras sebagai pangan pokok sumber karbohidrat; [2] Ketergantungan Indonesia pada impor untuk beberapa jenis komoditas pangan; dan [3] Keamanan pangan baik untuk produk segar maupun olahan. 3. Persoalan klasik dalam pengembangan teknologi juga melanda bidang pangan, yakni terjadi replikasi dan duplikasi substansi yang diteliti, sehingga tidak efisien dalam pemanfaatan anggaran riset yang kenyataannya juga sangat terbatas. Selain itu, banyak pula kegiatan riset yang tidak efektif karena tidak berbasis pada realita yang dihadapi dunia pangan dan persoalan yang dihadapi petani dalam melaksanakan kegiatan produksi pangan. Selanjutnya, kapasitas adopsi petani hampir tidak pernah menjadi bahan pertimbangan dalam proses pengembangan teknologi. 4. Pengembangan teknologi pada saat ini umumnya masih kental bersifat supply- push. Mengembangkan dulu teknologinya, baru kemudian mengupayakan agar digunakan oleh para pelaku produksi pangan. Pendekatan ini sangat sering membuahkan kegagalan. Walaupun secara teknis terkesan sesuai, namun tetap tidak diadopsi oleh petani. Sebagai contoh alat pengering gabah memang dibutuhkan oleh petani padi, terutama untuk panen pada musim hujan. Namun demikian adopsi alat pengering ini banyak terkendala, antara lain karena mahalnya harga bahan bakar yang dibutuhkan untuk pemanas udara dan keterbatasan kemampuan finansial petani untuk investasi pembelian alat ini, selain persoalan teknis lainnya 5. Untuk pencapaian target-target yang telah ditetapkan, terutama pemenuhan amanah konstitusi untuk menyejahterakan rakyat, maka pengembangan teknologi perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi serta disesuaikan dengan kapasitas adopsi (calon) penguna potensial. Pendekatan yang beroreintasi kebutuhan (demand-driven) ini lebih sesuai untuk menguatkan Sistem Inovasi Nasional (SINas) di semua sektor, tentunya termasuk untuk pembangunan ketahanan pangan. B. Kesehatan dan Obat 6. Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 7. Sistem Jaminan Sosial Nasional alah suatu tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sedangan tujuan program jaminan kesehatan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. 8. Prinsip pelaksanaan jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip SJSN. Penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan dilakukan berjenjang: dari tingkat pertama, tingkat 2, dan tingkat 3 melalui sistem rujukan 9. Pemerintah Pusat dan Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program jaminan kesehatan. Masyarakat dapat berperan serta dalam memenuhi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1767
  • 3. ISBN 978-602-98295-0-1 10. Fasilitas pelayanan kesehatan pelaksana program jaminan kesehatan adalah milik Pemerintah dan atau Swasta dapat menjalin kerjasama dengan BPJS setelah melalui proses seleksi. Fasilitas Kesehatan yang dapat bekerjasama dengan BPJS, adalah : Rumah sakit pemerintah dan atau swasta, termasuk TNI/POLRI, (2) Pusekesmas/dokter keluarga/praktik umum dengan pendekatan keluarga, (3) Dokter spesialis/sub spesialis, (4) Klinik, (5) Laboratorium. (6) Apotik, dan (7) Fasilitas kesehatan lainnya. C. Ekonomi dan Kemiskinan 11. Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir cenderung menurun setiap tahunnya, walaupun secara agregat jumlahnya masih cukup tinggi. Jika pada tahun 2005 tingkat kemiskinan masih 15,97%, atau sekitar 35,10 juta jiwa maka pada tahun 2010 turun menjadi 31,02 juta jiwa atau 13,33%, sementara tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2005 sebesar 10,30% atau 10,85 juta jiwa maka pada tahun 2010 menjadi 7,41% atau 8,59 juta jiwa. 12. Indonesia memiliki modal yang sangat besar, baik sumber daya alam, letak geografis yang strategis, struktur demografis penduduknya yang ideal, sumber daya kultural yang beragam dan kuat, dan manusia-manusia yang memiliki potensi dan kreativitas yang tidak terbatas. 13. Krisis dan tantangan telah diubah menjadi peluang dan kesempatan. Di bidang energi, Indonesia memiliki berbagai sumber energi mulai dari minyak bumi, gas, batubara dan sumber energi yang terbarukan yang melimpah seperti geotermal dan air. Di samping itu, tersedia lahan yang luas dan subur yang bisa ditanami oleh berbagai komoditas pangan dan pertanian. 14. Fenomena kemiskinan yang ada di Indonesia merupakan suatu rangkain atau lingkaran. Dimana telah terjadi ketidakseimbangan dalam penguasaan, pengusahaan, dan pemanfaatan sumber daya nasional; Keterbatasan akses dan peluang bagi masyarakat miskin pada pelayanan dasar, sehingga mencipatakan keterbatasan lapangan kerja dan kegiatan produktif; kesenjangan pelayanan dan peluang terhadap pemanfaatan sumberdaya nasional; kesenjangan sosial dan kesenjangan wilayah; peningkatan ketidakadilan dalam pemanfaatan sumberdaya nasional dan kesenjangan sosial serta wilayah. 15. Peningkatan kesejahteraan rakyat bukan suatu hal yang mudah, namun dilain pihak, kesejahteraan rakyat juga bukan suatu hal yang mustahil untuk dapat kita capai. Untuk mewujudkan pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat yang lebih baik, pada dasarnya ada 3 (tiga) pilar yang perlu terus menerus dijadikan acuan pelaksanaan. Tiga pilar tersebut adalah: 1) penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran, 2) peningkatan tanggap cepat dalam menangani masalah kesejahteraan rakyat, serta 3) pembangunan dan investasi sumber daya manusia untuk membangun manusia Indonesia yang berdaya saing di masa depan. 16. Pemerintah terus berupaya menurunkan angka kemiskinan dan pengurangan pengangguran melalui perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Untuk mencapai kondisi tersebut, Pemerintah menetapkan tiga jalur strategi pembangunan, yaitu (1) Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1768
  • 4. ISBN 978-602-98295-0-1 pro pertumbuhan (pro-growth), (2) pro lapangan kerja (pro-job) dan (3) pro masyarakat miskin (pro-poor). 17. Disamping itu untuk meningkatkan sinergitas dan harmonisasi program- program penanggulangan kemiskinan, maka program-program penanggulangan kemiskinan dikelompokkan dalam 3 (tiga) kluster, yaitu : (1) Program Bantuan Sosial Berbasis Keluarga, (2) Program Pemberdayaan Masyarakat, dan (3) Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil. D. OTONOMI DAERAH 18. Hakikat otonomi daerah adalah memberikan ruang gerak secukupnya bagi pemerintahan di daerah untuk mengelola daerahnya sendiri agar lebih berdaya, mampu bersaing dalam kerja sama, dan profesional, terutama dalam menjalankan pemerintahan daerah dan mengelola sumber daya, serta potensi yang dimiliki daerah tersebut. Sehingga, akan mampu meningkatkan taraf hidup dan pelayanan kepada masyarakat 19. Tujuan otonomi daerah antara lain: (1) Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah agar semakin baik, (2) Memberi kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku di daerah tersebut, (3) Meringankan beban pemerintah pusat agar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan terutama di daerah lebih efektif dan efisien, (4) Memberdayakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan masyarakat daerah agar mampu bersaing dan professional, (5) Mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan di daerah, (6) Memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antardaerah untuk menjaga keutuhan NKRI, (7) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dan (8) Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan. 20. Isu-isu otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat; (1) Mengentaskan rakyat dari kemiskinan, (2) Efektivitas program memberantas kemiskinan (bersifat ad hoc tanpa exit strategy), (3) Masih kuatnya ego sektoral dalam implementasi otda, (4) Struktur anggaran yang tidak berimbang antara pusat-daerah, dan (5) Konstelasi politik di tingkat nasional dan daerah (maraknya kasus korupsi) 21. Upaya pemerintah dalam rangka menurunkan angka kemiskinan dalam bentuk; (1) Peraturan Presiden No 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (25 Februari 2010), (2) Menaikkan anggaran ke daerah pada 2011 menjadi Rp 378,4 triliun atau naik 9,8% dari APBN-P tahun 2010, dan (3) Sekira Rp 329,1 triliun dari transfer dana ke daerah diperuntukan bagi Dana Perimbangan yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Palembang, 14 Desember 2010 Tim Perumus: Prof. Dr. Ir. Siti Herlinda, M.Si. Dr. Ekowati Retnaningsih, S.K.M, M.Kes. Budi Raharjo, STP., M.Si Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1769