Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas berbagai jenis obat antitusif dan cara kerjanya, baik yang bekerja di perifer maupun sentral
2. Obat antitusif utama yang dibahas adalah kodein, dekstrometorfan, dan noskapin
3. Kodein dan dekstrometorfan bekerja secara sentral dengan meningkatkan ambang batuk, sedangkan noskapin bekerja secara perifer
3. ANTITUSIF
Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk
dengan menekan pusat batuk serta meningkatkan ambang
rangsang sehingga akan mengurangi iritasi. Secara umum
berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif
yang bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di
sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan
narkotik dan non-narkotik. Contoh : Kodein, DMP, Noskapin.
4. Antitusif yang Bekerja di Perifer
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi
iritasi lokal di saluran nafas, yaitu pada reseptor iritan
perifer dengan cara anestesi langsung atau secara tidak
langsung mempengaruhi lendir saluran napas.
Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam fenol
digunakan dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat
rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk
mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah.
5. Antitusif yang Bekerja di Perifer
Obat anestesi yang diberikan secara topikal
seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat
bermanfaat dalam menghambat batuk
akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi.
Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi
topikal yaitu:
1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat.
2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi.
4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan
kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.
6. Antitusif yang Bekerja Sentral
Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang
rangsang yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk.
Dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.
7. OPIOID
Antitusif yang mempunyai potensi untuk mendatangkan adiksi/
ketergantungan, dan mempunyai potensi untuk disalahgunakan.
Opioid dan derivatnya mempunyai beberapa macam efek farmakologik,
sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan
sesak karena gagal jantung kiri dan anti diare.
Di antara alkaloid ini, morfin dan kodein sering digunakan.
8. OPIOID
Efek samping obat ini adalah penekanan pusat napas, konstipasi, kadang-
kadang mual dan muntah, serta efek adiksi.
Opioid dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme karena penglepasan
histamin, tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapeutik untuk
antitusif.Di samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek pembersihan
mukosilier dengan menghambat sekresi kelenjar mukosa bronkus dan
aktivitas silia.
Terapi kodein kurang mempunyai efek tersebut.
10. OPIOID
Keefektifan antitusif narkotik ini sebagai obat batuk secara
klinis yang digunakan sebagai antitusif hanya kodein. Narkotik
lain tidak lebih baik dari Kodein dan efektifitas dan
keamanannya sebagai penekan batuk.
Kebanyakan obat-obat yang mendepresi SSP dapat
mempengaruhi pusat batuk di Medulla Oblongata. Antitusif yang
bekerja sentral juga dapat bekerja melalui serabut saraf di
korteks serebri dan subkorteks, seperti opioid dan sedatif pada
umumnya.
12. KODEIN
Kodein atau Metilmorfin masih merupakan antitusif
dengan uji klinik terkontrol dalam batuk eksperimen dan
batuk patologik akut dan kronis.
Dalam dosis antitusif biasa, kodein memiliki efek analgesik
ringan dan sedatif.
Efek Analgetik Kodein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk
yang disertai dengan nyeri dan ansietas.
Untuk dapat menimbulkan ketergantungan fisik, Kodein
harus diberikan dalam dosis tinggi dalam beberapa jam
dengan jangka waktu satu bulan/lebih (lama).
13. KODEIN
Kodein diserap baik pada pemberian oral dan puncak
efeknya ditemukan 1-2 jam, dan berlangsung selama 4-6
jam. Metabolisme terutama di hepar, dan diekskresi ke
dalam urin dalam bentuk tidak berubah, diekskresi
komplit setelah 24 jam. Dalam jumlah kecil ditemukan
dalam air susu Ibu.
Sediaan terdapat dalam bentuk tablet Kodein Sulfat atau
Kodein fosfat berisi 10, 15, dan 20 mg.
Dosis biasa dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam.
Dosis yang lebih besar tidak lagi menambah besar efek
secara proporsional.
Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/ hari dalam dosis terbagi.
14. KODEIN
Kodein dalam dosis kecil (10-30mg) sering digunakan sebagai obat batuk,
jarang ditemukan efek samping.
Efek samping dapat berupa mual, pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit
kepala. Dosis lebih tinggi (60-80mg) dapat menimbulkan kegelisahan,
hipotensi ortostatik, vertigo, dan midriasis. Dosis lebih besar lagi (100-
500mg) dapat menimbulkan nyeri abdomen atau konstipasi. Jarang-jarang
timbul reaksi alergi seperti: dermatitis, hepatitis, trombopenia, dan
anafilaksis. Depresi pernafasan dapat terlihat pada dosis 60 mg dan depresi
yang nyata terdapat pada dosis 120 mg setiap beberapa jam. Karena itu
dosis tinggi berbahaya pada penderita dengan kelemahan pernafasan,
khususnya pada penderita retensi CO2.
Dosis fatal kodein ialah 800-1000 mg.
15. Dekstrometorfan adalah derifat morfinan sintetik yang bekerja
sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek bentuk
sama seperti kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama
dengan kodein.
NON OPIOID
DEKSTROMETORFAN ( d-3-metoksin-N-metilmorfinan)
16. DEKSTROMETORFAN
( d-3-metoksin-N-metilmorfinan)
Zat ini meningkatkan ambang rangsangan refleks batuk secara
sentral dan kekuatannya kira-kira sama dengan kodein. Bedanya
dengan kodein, zat ini tidak menimbulkan efek analgesik, sedasi,
atau gangguan saluran cerna, serta tidak mendatangkan
ketergantungan atau adiksi.
Dalam dosis terapi dekstrometorfan tidak menghambat aktivitas
silia bronkus dan efek antitusifnya bertahan 5-6 jam.
17. DEKSTROMETORFAN
( d-3-metoksin-N-metilmorfinan)
Toksisitas zat ini rendah sekali, tetapi dosis sangat tinggi mungkin
menimbulkan depresi napas.
Efek samping yang menonjol adalah gangguan saluran cerna ( terutama
konstipasi ringan ), terlihat sampai 30 % dari pasien yang di teliti.
Dekestrometorfan tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan sebagai sirup
dengan kadar 10 mg dan 15 mg/5mL.
Dosis dewasa 10-30 mg diberikan 3-4 kali sehari. Maksimum 120 mg /
hari. Meninggikan dosis tidak akan menambah kuat efek, tapi dapat
memperpanjang kerjanya sampai 10 12 jam, dan ini dapat bermanfaatkan
untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak anak 1 mg/ kg BB/ hari
dalam dosis terbagi 3 4 kali sehari.
18. NON-OPIOD
NOSKAPIN
Noskapin adalah alkaloid alam yang bersama dengan papaverin
tergolong derivat benzilisokinolin, yang didapat dari candu (2-
metil-8-metoksi-6,7-metilendioksi-1 (6,7-dimetoksi-3-ftalidil)-
1,2,3,4-tetrahidroisokinoloin).
Pada dosis terapi, zat ini tidak berefek terhadap SSP dan tidak
memiliki efek adiksi dan ketergantungan, kecuali sebagai antitusif.
Noskapin merupakan penglepasan histamin yang poten sehingga
dosis besar dapat menyebabkan bronkokonstriksi dan hipotensi
sementara.
Dosis sampai 90 mg tidak menimbulkan depresi napas.
19. NOSKAPIN
Noskapin meghambat kontraksi otot jantung dan otot polos,
tetapi efek ini tidak timbul pada dosis antitusif.
Dosis toksis menimbulkan konvulsi pada hewan coba.
Absorpsi oleh usus berlangsung dengan baik.
Dosis yang dianjurkan 3-4 kali 15-30 mg sehari. Dosis tunggal
60 mg pernah digunakan untuk batuk paroksismal. Noskapin
tersedia dalam bentuk tablet etau sirup.