ݺߣ

ݺߣShare a Scribd company logo
1
Sail Komodo:
Catatan Reflektif dari Labuan Bajo
**
Sipri Jemalur
Sekolah Demokrasi Manggarai Barat
Manggarai Barat, Flores dan NTT pada umumnya memiliki potensi wisata yang
sangat besar. Dalam kurun waktu yang relatif lama, potensi wisata ini belum dikenal publik
secara luas baik di kalangan masyarakat Indonesia maupun dunia internasional. Bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia, Flores dan NTT umumnya barangkali lebih dikenal
karena persoalan kemiskinan, busung lapar dan kasus korupsinya sedangkan potensi
wisatanya terkubur. Dalam konteks internasional, Flores barangkali dikenal karena danau
kelimutunya di Ende dan binatang komodonya di Manggarai Barat. Patut disyukuri bahwa
masuknya komodo sebagai salah satu dari tujuh keajaban dunia pada tahun 2011 berdampak
secara positif akan berbagai potensi wisata di NTT secara umum.
Dalam rangka untuk menyebarluaskan potensi wisata itu NTT secara luas, event sail
komodo pun digelar. Event ini sudah dihembuskan oleh pemerintah daerah dan pemerintah
pusat sejak tahun 2012 dan Manggarai Barat ditetapkan sebagai destinasi akhir. Dalam
rangka menyukseskan acara ini, Pemerintah pusat melalui dana APBN 2013
menggelontorkan dana kurang lebih 3,7 triliun dengan rincian pembangunan sarana dan
prasarana darat Rp 90.173.353.000, Sarana dan prasarana laut Rp 751.252.287.000, sarana
dan prasarana udara Rp 413.769.270.000 dan didistribusikan ke berbagai kabupaten di NTT
sesuai dengan titik destinasinya masing. Selain dana APBN dan APBD, juga ada dana hibah
dari pihak ketiga yaitu BNI Pusat sebesar Rp 7.000.000.000 juga telah diserahkan (Victory
News, 21/7/2013). Jika diamumulasi secara keseluruhan, dana yang digelontorkan untuk
event sail komodo mencapai angka lebih dari 3, 7 triliun rupiah Jumlah ini pun belum
termasuk dengan alokasi anggaran tahap kedua dari Pemerintah Pusat yang berjumlah Rp 2
triliun yang sampai saat ini belum dicairkan
2
Antara Berkah dan Kutukan
Pertanyaan kita adalah apakah dana yang digelontorkan triliunan rupiah itu
berdampak secara luas untuk perekonomian dan kesejahteraan masyarakat NTT secara umum
bandar udara. nggarai Barat secara khusus? Ada dua catatan kritis.
Pertama, sebagian besar masyarakat Manggarai Barat adalah petani dan sangat
bergantung pada sektor pertanian. Dengan demikian, maka pembangunan infrastruktur yang
berkaiatn secara langsung dengan kondisi mereka. Sampai saat ini infrastruktur terutama
jalan menuju sentra produksi pertanian masyarakat ke desa-desa masih sangat buruk.
Buruknya infrastruktur yang menghubungkan antara sentra produksi pertanian dengan tempat
pemasaran menyebabkan para petani menghadapi ekonomi berbiaya tinggi. Sampai saat ini,
suplay sayur, buah-buahan dan kebutuhan pariwisata di Labuan Bajo masih dikuasai oleh
masyarkat dan pedagang dari Bima, Bali dan Makasar karena infrastruktur dan transportasi
laut yang sangat baik dan murah bagi mereka. Bila sistem dan kebijakan pembangunan
infrastruktur yang timpang dan tidak berakar pada kebutuhan masyarakat Manggarai Barat ini
tetap dilakukan, maka klaim pemerintah baik pusat dan daerah bahwa pariwisata
menyejahterakan rakyat secara keseluruhan sangat diragukan.
Kedua, Investasi dan bisnis pariwisata di Labuan Bajo sampai saat ini sesungguhnya
sudah dikuasai dan dikendalikan oleh para investor dari luar termasuk investor asing tanpa
kontrol yang serius dari pemerintah lokal. restoran-restoran elit, diving bahkan penguasaan
atas lahan-lahan strategis di Labuan Bajo dan pulau-pulau sekitar Taman Nasional
Komodo(TNK). Lahan-lahan strategis ini dipeoleh dengan berbagai modus seperti sistem
kontrak jangka panjang maupun sistem pembelian secara permanen dengan menggunakan
nama orang lokal di Indonesia. Dana sail komodo yang bernilai triliunan rupiah itu pun
sesungguhnya akan dipakai untuk membangun infrastruktur untuk mempermudah aktivitas
bisnis pariwisata oleh para pemilik modal dan pemilik lahan strategis di Labuan Bajo itu.
Infrastrktur yang sangat memadai di lokasi strategis ini tentu berdampak sangat positif bagi
para pengusaha karena pasti akan mendapatkan profit yang sangat besar. Konsekuensinya,
akses masyarakat terutama para nelayan di sekitar wilayah-wilayah bisnis tersebut akan
dipersempit.
Sail komodo adalah titik awal keuntungan para investor dan penguasaha pariwisata di
Labuan Bajo sekaligus titik awal penyingkiran masyarakat setempat. Bagi para pengusaha
pariwisata, sail komodo adalah berkah luar biasa karena mereka tidak perlu mengeluarkan
dana untuk mebangun infrastrukturdasar dan penunjang aktivitas bisnis mereka karena
3
negara melalui APBN sudah menyiapkan semuanya itu. Infrastruktur pariwisata yang
memadai di Labuan tentu meningkatkan animo para wisatawan dan bisnis lain untuk datang
ke Labuan Bajo. Wisatawan yang melimpah adalah profit bagi para pengusaha hotel,
restoran, diving, dan bisnis lainnya. Sedangkan para petani di kampung-kampung barangkali
terkapar karena gagal panen atau mahalnya ongkos dan tingginya harga barang kebutuhan
pokok. Para nelayan barangkali harus berjuang susah payah mencari ikan di tempat-tempat
yang jauh karena lokasi tempat mereka mencari ikan selama ini sudah disulap menajdi
kawasan wisata.Hemat saya, gejala ini barangkali masih tersamar, tetapi hal ini pasti terjadi
pada masa yang akan datang.
Harapan Konkrit
Hiruk pikuk sail komodo yang digembar-gemborkan oleh pemerintah baik pusat
maupun daerah sesungguhnya tidak menjawab kepentingan dan kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan. Bagi mereka, barangkali ada dua hal pokok yang diperlukan.
Pertama, rumah sakit. Rumah sakit adalah infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh
masyarkat Manggaai Barat dan labuan Bajo khususnya. Rumah sakit daerah memang pernah
dibangun di Labuan Bajo, tetapi sampai sekarang belum bisa digunakan karena dana untuk
pembangunan rumah sakit itu dikorupsi. Absennya rumah sakit di Labuan Bajo telah
menyebabkan puluhan bahkan ratusan warga harus meninggal dunia.Ajal warga masyarakat
baik para ibu hamil, anak-anak, orang dewasa dan siapa pun sesungguhnya bisa ditunda
seandainya ada rumah sakit untuk menolong mereka. Selama ini, pasien yang mengalami
penderitaan yang darurat atau serius harus dirujuk ke Cancar atau Ruteng dan membutuhkan
waktu kurang lebih 4 jam. tak mengherankan ada pasien yang meninggal di tengah
perjalanan.
Kedua, air minum bersih. Ketersedian air minum bagi seluruh warga masyarakat di
Labuan Bajo adalah salah satu agenda politik utama Bupati-wakil Bupati Manggarai Barat
sejak tahun 2010. Namun, sampai saat ini, sebagian besar warga masyarakat masih belum
menikmatinya. Proyek-proyek penyediaan air bersih berkali-kali dilakukan; bongkar pasang
pipa saluran air pun sering dilakukan, tetapi hasilnya pun sama sekali belum dinikmati
warga.Dua hal pokok ini sudah lebih dari cukup untuk mengakomodir kepentingan
masyarakat luas setidaknya pada Event sail komodo di Labuan Bajo yang menggelontorkan
dana yang begitu besar.

More Related Content

ARTIKEL SAIL KOMODO

  • 1. 1 Sail Komodo: Catatan Reflektif dari Labuan Bajo ** Sipri Jemalur Sekolah Demokrasi Manggarai Barat Manggarai Barat, Flores dan NTT pada umumnya memiliki potensi wisata yang sangat besar. Dalam kurun waktu yang relatif lama, potensi wisata ini belum dikenal publik secara luas baik di kalangan masyarakat Indonesia maupun dunia internasional. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, Flores dan NTT umumnya barangkali lebih dikenal karena persoalan kemiskinan, busung lapar dan kasus korupsinya sedangkan potensi wisatanya terkubur. Dalam konteks internasional, Flores barangkali dikenal karena danau kelimutunya di Ende dan binatang komodonya di Manggarai Barat. Patut disyukuri bahwa masuknya komodo sebagai salah satu dari tujuh keajaban dunia pada tahun 2011 berdampak secara positif akan berbagai potensi wisata di NTT secara umum. Dalam rangka untuk menyebarluaskan potensi wisata itu NTT secara luas, event sail komodo pun digelar. Event ini sudah dihembuskan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat sejak tahun 2012 dan Manggarai Barat ditetapkan sebagai destinasi akhir. Dalam rangka menyukseskan acara ini, Pemerintah pusat melalui dana APBN 2013 menggelontorkan dana kurang lebih 3,7 triliun dengan rincian pembangunan sarana dan prasarana darat Rp 90.173.353.000, Sarana dan prasarana laut Rp 751.252.287.000, sarana dan prasarana udara Rp 413.769.270.000 dan didistribusikan ke berbagai kabupaten di NTT sesuai dengan titik destinasinya masing. Selain dana APBN dan APBD, juga ada dana hibah dari pihak ketiga yaitu BNI Pusat sebesar Rp 7.000.000.000 juga telah diserahkan (Victory News, 21/7/2013). Jika diamumulasi secara keseluruhan, dana yang digelontorkan untuk event sail komodo mencapai angka lebih dari 3, 7 triliun rupiah Jumlah ini pun belum termasuk dengan alokasi anggaran tahap kedua dari Pemerintah Pusat yang berjumlah Rp 2 triliun yang sampai saat ini belum dicairkan
  • 2. 2 Antara Berkah dan Kutukan Pertanyaan kita adalah apakah dana yang digelontorkan triliunan rupiah itu berdampak secara luas untuk perekonomian dan kesejahteraan masyarakat NTT secara umum bandar udara. nggarai Barat secara khusus? Ada dua catatan kritis. Pertama, sebagian besar masyarakat Manggarai Barat adalah petani dan sangat bergantung pada sektor pertanian. Dengan demikian, maka pembangunan infrastruktur yang berkaiatn secara langsung dengan kondisi mereka. Sampai saat ini infrastruktur terutama jalan menuju sentra produksi pertanian masyarakat ke desa-desa masih sangat buruk. Buruknya infrastruktur yang menghubungkan antara sentra produksi pertanian dengan tempat pemasaran menyebabkan para petani menghadapi ekonomi berbiaya tinggi. Sampai saat ini, suplay sayur, buah-buahan dan kebutuhan pariwisata di Labuan Bajo masih dikuasai oleh masyarkat dan pedagang dari Bima, Bali dan Makasar karena infrastruktur dan transportasi laut yang sangat baik dan murah bagi mereka. Bila sistem dan kebijakan pembangunan infrastruktur yang timpang dan tidak berakar pada kebutuhan masyarakat Manggarai Barat ini tetap dilakukan, maka klaim pemerintah baik pusat dan daerah bahwa pariwisata menyejahterakan rakyat secara keseluruhan sangat diragukan. Kedua, Investasi dan bisnis pariwisata di Labuan Bajo sampai saat ini sesungguhnya sudah dikuasai dan dikendalikan oleh para investor dari luar termasuk investor asing tanpa kontrol yang serius dari pemerintah lokal. restoran-restoran elit, diving bahkan penguasaan atas lahan-lahan strategis di Labuan Bajo dan pulau-pulau sekitar Taman Nasional Komodo(TNK). Lahan-lahan strategis ini dipeoleh dengan berbagai modus seperti sistem kontrak jangka panjang maupun sistem pembelian secara permanen dengan menggunakan nama orang lokal di Indonesia. Dana sail komodo yang bernilai triliunan rupiah itu pun sesungguhnya akan dipakai untuk membangun infrastruktur untuk mempermudah aktivitas bisnis pariwisata oleh para pemilik modal dan pemilik lahan strategis di Labuan Bajo itu. Infrastrktur yang sangat memadai di lokasi strategis ini tentu berdampak sangat positif bagi para pengusaha karena pasti akan mendapatkan profit yang sangat besar. Konsekuensinya, akses masyarakat terutama para nelayan di sekitar wilayah-wilayah bisnis tersebut akan dipersempit. Sail komodo adalah titik awal keuntungan para investor dan penguasaha pariwisata di Labuan Bajo sekaligus titik awal penyingkiran masyarakat setempat. Bagi para pengusaha pariwisata, sail komodo adalah berkah luar biasa karena mereka tidak perlu mengeluarkan dana untuk mebangun infrastrukturdasar dan penunjang aktivitas bisnis mereka karena
  • 3. 3 negara melalui APBN sudah menyiapkan semuanya itu. Infrastruktur pariwisata yang memadai di Labuan tentu meningkatkan animo para wisatawan dan bisnis lain untuk datang ke Labuan Bajo. Wisatawan yang melimpah adalah profit bagi para pengusaha hotel, restoran, diving, dan bisnis lainnya. Sedangkan para petani di kampung-kampung barangkali terkapar karena gagal panen atau mahalnya ongkos dan tingginya harga barang kebutuhan pokok. Para nelayan barangkali harus berjuang susah payah mencari ikan di tempat-tempat yang jauh karena lokasi tempat mereka mencari ikan selama ini sudah disulap menajdi kawasan wisata.Hemat saya, gejala ini barangkali masih tersamar, tetapi hal ini pasti terjadi pada masa yang akan datang. Harapan Konkrit Hiruk pikuk sail komodo yang digembar-gemborkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sesungguhnya tidak menjawab kepentingan dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Bagi mereka, barangkali ada dua hal pokok yang diperlukan. Pertama, rumah sakit. Rumah sakit adalah infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh masyarkat Manggaai Barat dan labuan Bajo khususnya. Rumah sakit daerah memang pernah dibangun di Labuan Bajo, tetapi sampai sekarang belum bisa digunakan karena dana untuk pembangunan rumah sakit itu dikorupsi. Absennya rumah sakit di Labuan Bajo telah menyebabkan puluhan bahkan ratusan warga harus meninggal dunia.Ajal warga masyarakat baik para ibu hamil, anak-anak, orang dewasa dan siapa pun sesungguhnya bisa ditunda seandainya ada rumah sakit untuk menolong mereka. Selama ini, pasien yang mengalami penderitaan yang darurat atau serius harus dirujuk ke Cancar atau Ruteng dan membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam. tak mengherankan ada pasien yang meninggal di tengah perjalanan. Kedua, air minum bersih. Ketersedian air minum bagi seluruh warga masyarakat di Labuan Bajo adalah salah satu agenda politik utama Bupati-wakil Bupati Manggarai Barat sejak tahun 2010. Namun, sampai saat ini, sebagian besar warga masyarakat masih belum menikmatinya. Proyek-proyek penyediaan air bersih berkali-kali dilakukan; bongkar pasang pipa saluran air pun sering dilakukan, tetapi hasilnya pun sama sekali belum dinikmati warga.Dua hal pokok ini sudah lebih dari cukup untuk mengakomodir kepentingan masyarakat luas setidaknya pada Event sail komodo di Labuan Bajo yang menggelontorkan dana yang begitu besar.