際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Askur sulfonamida
Pendahuluan
Sulfonamid adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik Untuk
pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaan
sulfonamid kemudian terdesak oleh antibiotik.
penggunaannya terdesak oleh kemoterapeutik lain yang lebih efektif dan kurang
toksik. Banyak organisme yang menjadi resisten terhadap
sulfonamid.Penggunaannya meningkat kembali sejak ditemukan kotrimoksazol yaitu
kombinasi trimetoprim dengan sulfametoksazol.
Dalam kimia sulfonamid berupa kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air,
tetapi garam natriumnya mudah larut. Dan gugus fungsi sulfonamid dituliskan
SO2NHR dan subtitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia
dan daya antibakteri
Sejarah
 Domagk (1932): Prontosil
  (zat warna azo) efektif thd
  Streptococcus -
  haemolitikus dan bakteri
  lain.
 Kemudian Protonsil
  dikonversi menjadi              Protonsil
  metabolit aktifnya yaitu
  sulfanilamida (para-
  aminobenzensulfonamida).
 Sulfonamida adalah nama
  generik turunan
  sulfanilamida.
Pendahuluan




 Berbagai variasi pada radikal R pada gugus amida
  (-SO2NHR) dan pada gugus amino (NH2) menyebabkan
  perubahan sifat fisik, kimia, dan daya antibakteri
  sulfonamida.
 Kebanyakan sulfonamida tidak larut dalam air. Garam
  natriumnya larut.
Pendahuluan
Aktivitas Antimikroba
 Sulfonamida mempunyai spektrum yang luas,
  meskipun kurang kuat dibandingkan
  antibiotika.
 Daya kerja umumnya bersifat bakteriostatik,
  tapi pada kadar tinggi dalam urin, sulfonamid
  dapat bersifat bakterisid.
Aktivitas Antimikroba
Kuman yang sensitif terhadap sulfonamida secara
invitro adalah:
   - Streptococcus pyogenes
   - Streptococcus pneumoniae
   - Bacillus anthracis
   - Corynebacterium diphteriae
   - Haemophyllus influenzae
   - Vibrio cholerae
   - Chlamydia trachomatis
   - Beberapa Protozoa
Rentang MIC adalah 0,1 mg/ml utk C. trachomatis hingga
4-64 mg/ml utk E.coli.

Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus,
pneumococcus, dan streptococcus yang sudah resisten.
Mekanisme Kerja
 Mekanisme kerjanya berdasarkan
    antagonisme saingan (kompetitif ).
   Kuman membutuhkan PABA (p-amino
    benzoic acid) untuk membentuk asam folat
    (THFA)
   Asam folat digunakan untuk sintesis purin
    dan DNA/RNA
   Sulfonamida menyaingi PABA dgn
    menghambat/mengikat enzim
    dihidropteroat sintase (DHPS) shg
    menghambat pembentukan asam folat
   Sulfonamida menyebabkan bakteri keliru
    menggunakannya sebagai pembentuk asam
    folat
   Sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA
    gagal sehingga pertumbuhan bakteri        PABA : p-aminobenzoic acid;
    terhambat                                 DHPS : Dihydropteroate synthase;
                                                  DHFR : Dihydrofolate reductase,
NADP : nikotinamid adenin dinukleotida fosfat
Mekanisme Kerja




PABA : p-aminobenzoic acid;
DHPS : Dihydropteroate synthase; DHFR : Dihydrofolate reductase,
Mekanisme Kerja

 Toksisitas selektif
  sulfonamida terjadi karena sel-
  sel mamalia mengambil asam
  folat yg didapat dalam makanan
  sedangkan bakteri kekurangan
  kemampuan ini dan harus
  mensintesis asam folat.

 Kombinasi sulfonamida dan
  trimetoprim (suatu 2,4-diamino
  pyrimidine) akan menguatkan
  efek antibakteri. Kombinasi ini
  menyebabkan penghambatan
  ganda pada pembentukan asam
  folat.                            PABA : p-aminobenzoic acid;
                                    DHPS : Dihydropteroate synthase;
                                    DHFR : Dihydrofolate reductase,
Mekanisme Kerja
 Trimetoprim menghambat dihidrofolat
  reduktase (DHFR).

 Trimetoprim bersifat toksisitas selektif
  karena afinitasnya thd enzim DHFR
  bakteri 50.000 kali lebih besar
  daripada afinitasnya thd enzim DHFR
  manusia.

 Adanya darah, nanah, dan jaringan
  nekrotik dapat menyebabkan efek
  antibakteri berkurang karena kebutuhan
  asam folat bakteri sudah terpenuhi dalam
  media yang mengandung basa purin.
                                             PABA : p-aminobenzoic acid;
                                             DHPS : Dihydropteroate synthase;
                                             DHFR : Dihydrofolate reductase,
Resistensi Bakteri
 Resistensi biasanya ireversibel tetapi tidak disertai
  resistensi silang terhadap kemoterapeutik lain.

 Resistensi kemungkinan disebabkan karena:
   - meningkatkan produksi PABA atau
    - mengubah struktur molekul enzim yang berperan
     dalam sintesis asam folat.

 Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus,
  pneumococcus, dan streptococcus yang sudah resisten.
Obat lain yang menghambat kerja sulfonamida:

 Obat lain yang mirip PABA tidak boleh diberikan
  diberikan bersama sulfa karena akan
  meniadakan efek sulfa.

 Contoh:
     - prokain
     - benzokain
     - para amino salisilat
Farmakokinetik
Absorpsi:
 Secara umum absorpsi dalam sal. cerna mudah dan
  cepat kecuali sulfonamida yang digunakan secara
  lokal untuk infeksi usus seperti sulfamezatin,
  sulfadiazin, dan sulfametoksin.
 Sebanyak 70-100% dosis oral diabsorpsi di sal. cerna.

Distribusi:
 Kadar sulfa aktif dalam urin 10 kali lebih tinggi dari
  pada dalam plasma >>> Cocok untuk desinfektan
  saluran kemih.
 Sulfa tersebar ke seluruh jaringan.
 Sulfa dapat melalui sawar uri sehingga dapat
  menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik pada
  janin
Farmakokinetik
Metabolisme:
 Terjadi perubahan secara asetilasi dan oksidasi.
 Hasil oksidasinya menyebabkan reaksi toksik
  sistemik berupa lesi di kulit dan reaksi hipersensitif.
 Hasil asetilasinya menyebabkan hilangnya aktivitas
  obat.
 Bentuk asetil dari beberapa sulfa sukar larut dalam
  air sehingga sering menimbulkan kristal uria dan
  komplikasi ginjal lainnya.

Ekskresi:
 Hampir semua sulfa diekskresi melalui ginjal, sedikit
  yang diekskresi melalui feses, empedu, dan ASI.
Klasifikasi Sulfonamida
Berdasarkan kecepatan absorpsi dan ekskresi:
Sulfonamida dengan absorpsi dan ekskresi cepat

Sulfisoksazol
 Merupakan prototip golongan ini dengan efek antibakteri
  kuat.
 Distribusinya hanya sampai cairan ekstrasel, sebagian
  terikat pada protein plasma
 Kadar puncak dalam plasma 2-4 jam setelah dosis oral 2-4
  gram.
 95% diekskresi melalui urin dalam 24 jam setelah dosis
  tunggal
 Kadar dalam urin jauh lebih tinggi dari kadar dalam
  plasma sehingga daya kerjanya sebagai bakterisida.
 Kadar dalam SSP hanya 1/3 dari kadar darah.
 Kelarutannya dalam urin lebih tinggi daripada sulfadiazin
  sehingga resiko kristal uria dan hematuria jarang terjadi.
Sulfametoksazol
 Merupakan derivat dari sulfisoksazol yang absorpsi
  dan ekskresinya lebih lambat, sering dikombinasi
  dengan trimetoprim.

Sulfadiazin
 Diabsorpsi cepat di sal. cerna
 Kadar maksimum dalam darah setelah 3-6 jam.
 Sukar larut dalam urin sehingga dapat timbul kristal
  uria. Harus banyak minum sehingga jml urin min.
  1200 ml atau ditambah Na bikarbonat.
 Untuk mencegah kristaluria dikombinasi dengan
  sulfamerazin dan sulfamezatin yang disebut
  trisulfapirimidin (trisulfa).
Sulfonaminda yang Sedikit Diabsorpsi

Sulfasalazin
 Absorpsi di sal. cerna sangat lambat.
 Digunakan utk terapi ulcerative colitis (ringan-
  sedang) dan regional enteritis.
Sulfonamida untuk topikal
Sulfasetamid
 Adalah turunan sulfanilamida
 Larutan garamnya digunakan untuk infeksi mata
Ag-sulfadiazin
 untuk mencegah infeksi luka bakar.


             Sulfonamida kerja panjang
Sulfadoksin
 Masa kerjanya 7-9 hari.
 Digunakan untuk kombinasi dengan pirimetamin
  (sulfadoksin: pirimetamin=500 mg:25 mg) untuk
  anti malaria yang resisten terhadap klorokuin.
Efek Nonterapi
1. Kristaluria
Pemakaian sistemik dapat menimbulkan gangguan
sal. kemih karena terjadi penumpukan kristal
dalam ginjal yang menyebabkan iritasi dan
obstruksi.

Kristaluria dapat dikurangi dengan:
- penambahan basa seperti Na bikarbonat.
- minum yang banyak sehingga produksi urin
  1-1,5 liter sehari
- kombinasi beberapa sulfa seperti trisulfa
  yang terdiri dari sulfadiazin, sulfamerazin dan
  sulfamezatin.
Efek Nonterapi
2. Reaksi Alergi
 Gangguan pada kulit seperti eritema, dermatitis,
  fotosensitivitas , dan demam.
 Demam timbul pada hari ke 7 sampai ke 10
  pengobatan disertai sakit kepala, menggigil, rasa
  lemah dan erupsi kulit yang semua bersifat
  reversibel.
 Hepatitis dapat terjadi pada 0,1% merupakan efek
  toksik atau sensitisasi yang terjadi 3-5 hari setelah
  pengobatan
 Dapat berlanjut jadi atrofi kuning akut dan
  kematian.
Efek Nonterapi

  Pemberian obat pada bayi dapat menimbulkan
  kelainan bilirubin.

3. Mual dan muntah: pada 2% penderita

4. Anemia hemolitik (jarang terjadi)
   - Sulfadiazin menimbulkan reaksi ini 0,05%.
   - Sulfadiazin menimbulkan agranulositosis 0,1%.
Interaksi
Sulfonamid dapat berinteraksi dengan:
- antikoagulan oral,
- antidiabetik sulfonil urea
- fenitoin
Penggunaan Klinik
Penggunaannya secara topikal berkurang karena kurang
atau tidak efektif, resiko kejadian sensitisasi tinggi kecuali
pemakaian lokal Na-sulfasetamid pada infeksi mata.

a. Infeksi saluran kemih
 Bukan merupakan obat pilihan tetapi sulfisoksazol
     masih efektif.
 Obat untuk infeksi sal. kemih yang lain adalah
     trimetoprim-sulfametoksazol, antiseptik sal.kemih,
     derivat kuinolin, dan ampisilin.
b. Disentri basiler
 Trimetoprim-sulfametoksazol masih merupakan
     obat pilihan yang efektif dengan dosis 160 mg:800 mg
     setiap 12 jam selama 5 hari.
Penggunaan Klinik
c. Trakhoma
 Bukan merupakan obat pilihan.
 Pemberian sulfonamida secara oral selama 3
    minggu masih efektif.
 Untuk konjungtivitis sulfasetamid 10%
    topikal selama 10 hari.
d. Toksoplasmosis
 Paling baik diobati dengan pirimetamin.
 Lebih baik obat tersebut dikombinasi dengan
     sulfadiazin, sulfisoksazol, atau
    trisulfapirimidin.
Penggunaan Klinik
e. Kemoprofilaksis
 Untuk mencegah kambuhnya demam
    rematik, faringitis, disentri basiler dan
    meningitis.
 Sulfisoksazol 1 g 2kali sehari sebagai
    pengganti bagi yang hipersensitf terhadap
    penisilin.
Kotrimoksazol
 Kotrimoksazol adalah kombinasi trimetoprim-
  sulfametoksazol 160 mg:800 mg
 Kombinasi ini bersifat sinergik karena menghambat
  pembentukan asam folat bakteri melalui 2 tahap.
Spektrum Antimikroba
Mikroba yang peka terhadap kotrimoksazol:
- Streptococcus pneumoniae
- Corynebacterium diphtheriae
- Nisseria meningitides
- Staphylococcus aureus
- Staphylococcus epidermidis
- Streptococcus pyogenes
- Escherichia coli
- Proteus mirabilis
- Salmonella
Kedua komponen menunjukkan efek yang sinergik.
Kombinasi ini efektif walaupun mikroba sudah resisten
thd sulfonamida maupun trimetoprim.
Mekanisme Kerja
 Aktivitas antibakterinya berdasarkan atas pada
  dua tahap yang berurutan dalam reaksi
  enzimatik untuk membentuk tetrahidrofolat.
 Sulfonamida menghambat masuknya PABA ke
  dalam molekul as folat dan trimetoprim
  menghambat terjadinya reaksi reduksi dari
  dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
 Tetrahidrofolat penting untuk reaksi
  pemindahan satu atom C seperti pembentukan
  basa purin yang penting untuk pembentukan
  DNA/RNA.
Resistensi Bakteri
 Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol
  lebih rendah dari pada masing-masing komponennya.
 Resistensi terhadap E. coli dan Staphylococcus aureus
  meningkat.
Farmakokinetik
 Volume distribusi trimetoprim lebih tinggi 9 kali
  dari pada sulfametoksazol.
 Dengan dosis 1:5 ( 160 mg:800 mg) akan mencapai
  rasio dalam darah yang efektif.
 Obat masuk dalam SSP dan saliva dengan mudah.
 Diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam.
Efek Nonterapi
 Efek samping berupa reaksi pada kulit lebih sering
  daripada karena sulfonamida.
 Dapat timbul defisiensi asam folat berupa
  megaloblastosis, leukopenia, dan trombositopenia.
 Ikterus terutama bagi penderita yang telah
  mengalami hepatitis kolestatik alergi.
Penggunaan Klinik
Infeksi saluran kemih
 Efek terapi kotrimoksazol terhadap infeksi
  karena enterobacteriaceae lebih kuat daripada
  komponen tunggalnya.
Infeksi saluran nafas
 Tidak dianjurkan untuk pengobatan faringitis
  akibat Strep. pyogenes karena tidak membasmi
  mikroba.
Penggunaan Klinik
Infeksi Saluran Cerna
 Efektif untuk infeksi shigella dan tifoid.
 Kloramfenikol tetap masih merupakan obat terpilih
  demam tifoid karena prevalensi resistensi S. thypii masih
  rendah, namun dikhawatirkan efek toksiknya.
 Carier S. thypii dapat digunakan kotrimoksazol dg dosis
  160 mg trimetoprim:800 mg sulfametoksazol 2 kali sehari
  selama 3 bulan.
 Diare akut karena E. coli dapat dicegah oleh kotrimoksazol
  atau trimetoprim tunggal.
Penggunaan Klinik
Infeksi lainnya:
 Efektif untuk infeksi karena jamur nokardia.
 Efektif thd bruselosis bahkan arthritis, endokarditis
  dengan dosis 2 tablet tiga kali sehari selama 1 minggu
  diikuti 2 tablet sehari selama 2 minggu.

More Related Content

Askur sulfonamida

  • 2. Pendahuluan Sulfonamid adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik Untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaan sulfonamid kemudian terdesak oleh antibiotik. penggunaannya terdesak oleh kemoterapeutik lain yang lebih efektif dan kurang toksik. Banyak organisme yang menjadi resisten terhadap sulfonamid.Penggunaannya meningkat kembali sejak ditemukan kotrimoksazol yaitu kombinasi trimetoprim dengan sulfametoksazol. Dalam kimia sulfonamid berupa kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya mudah larut. Dan gugus fungsi sulfonamid dituliskan SO2NHR dan subtitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya antibakteri
  • 3. Sejarah Domagk (1932): Prontosil (zat warna azo) efektif thd Streptococcus - haemolitikus dan bakteri lain. Kemudian Protonsil dikonversi menjadi Protonsil metabolit aktifnya yaitu sulfanilamida (para- aminobenzensulfonamida). Sulfonamida adalah nama generik turunan sulfanilamida.
  • 4. Pendahuluan Berbagai variasi pada radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan pada gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia, dan daya antibakteri sulfonamida. Kebanyakan sulfonamida tidak larut dalam air. Garam natriumnya larut.
  • 6. Aktivitas Antimikroba Sulfonamida mempunyai spektrum yang luas, meskipun kurang kuat dibandingkan antibiotika. Daya kerja umumnya bersifat bakteriostatik, tapi pada kadar tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakterisid.
  • 7. Aktivitas Antimikroba Kuman yang sensitif terhadap sulfonamida secara invitro adalah: - Streptococcus pyogenes - Streptococcus pneumoniae - Bacillus anthracis - Corynebacterium diphteriae - Haemophyllus influenzae - Vibrio cholerae - Chlamydia trachomatis - Beberapa Protozoa Rentang MIC adalah 0,1 mg/ml utk C. trachomatis hingga 4-64 mg/ml utk E.coli. Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus, pneumococcus, dan streptococcus yang sudah resisten.
  • 8. Mekanisme Kerja Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan (kompetitif ). Kuman membutuhkan PABA (p-amino benzoic acid) untuk membentuk asam folat (THFA) Asam folat digunakan untuk sintesis purin dan DNA/RNA Sulfonamida menyaingi PABA dgn menghambat/mengikat enzim dihidropteroat sintase (DHPS) shg menghambat pembentukan asam folat Sulfonamida menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai pembentuk asam folat Sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga pertumbuhan bakteri PABA : p-aminobenzoic acid; terhambat DHPS : Dihydropteroate synthase; DHFR : Dihydrofolate reductase, NADP : nikotinamid adenin dinukleotida fosfat
  • 9. Mekanisme Kerja PABA : p-aminobenzoic acid; DHPS : Dihydropteroate synthase; DHFR : Dihydrofolate reductase,
  • 10. Mekanisme Kerja Toksisitas selektif sulfonamida terjadi karena sel- sel mamalia mengambil asam folat yg didapat dalam makanan sedangkan bakteri kekurangan kemampuan ini dan harus mensintesis asam folat. Kombinasi sulfonamida dan trimetoprim (suatu 2,4-diamino pyrimidine) akan menguatkan efek antibakteri. Kombinasi ini menyebabkan penghambatan ganda pada pembentukan asam folat. PABA : p-aminobenzoic acid; DHPS : Dihydropteroate synthase; DHFR : Dihydrofolate reductase,
  • 11. Mekanisme Kerja Trimetoprim menghambat dihidrofolat reduktase (DHFR). Trimetoprim bersifat toksisitas selektif karena afinitasnya thd enzim DHFR bakteri 50.000 kali lebih besar daripada afinitasnya thd enzim DHFR manusia. Adanya darah, nanah, dan jaringan nekrotik dapat menyebabkan efek antibakteri berkurang karena kebutuhan asam folat bakteri sudah terpenuhi dalam media yang mengandung basa purin. PABA : p-aminobenzoic acid; DHPS : Dihydropteroate synthase; DHFR : Dihydrofolate reductase,
  • 12. Resistensi Bakteri Resistensi biasanya ireversibel tetapi tidak disertai resistensi silang terhadap kemoterapeutik lain. Resistensi kemungkinan disebabkan karena: - meningkatkan produksi PABA atau - mengubah struktur molekul enzim yang berperan dalam sintesis asam folat. Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus, pneumococcus, dan streptococcus yang sudah resisten.
  • 13. Obat lain yang menghambat kerja sulfonamida: Obat lain yang mirip PABA tidak boleh diberikan diberikan bersama sulfa karena akan meniadakan efek sulfa. Contoh: - prokain - benzokain - para amino salisilat
  • 14. Farmakokinetik Absorpsi: Secara umum absorpsi dalam sal. cerna mudah dan cepat kecuali sulfonamida yang digunakan secara lokal untuk infeksi usus seperti sulfamezatin, sulfadiazin, dan sulfametoksin. Sebanyak 70-100% dosis oral diabsorpsi di sal. cerna. Distribusi: Kadar sulfa aktif dalam urin 10 kali lebih tinggi dari pada dalam plasma >>> Cocok untuk desinfektan saluran kemih. Sulfa tersebar ke seluruh jaringan. Sulfa dapat melalui sawar uri sehingga dapat menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik pada janin
  • 15. Farmakokinetik Metabolisme: Terjadi perubahan secara asetilasi dan oksidasi. Hasil oksidasinya menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa lesi di kulit dan reaksi hipersensitif. Hasil asetilasinya menyebabkan hilangnya aktivitas obat. Bentuk asetil dari beberapa sulfa sukar larut dalam air sehingga sering menimbulkan kristal uria dan komplikasi ginjal lainnya. Ekskresi: Hampir semua sulfa diekskresi melalui ginjal, sedikit yang diekskresi melalui feses, empedu, dan ASI.
  • 17. Sulfonamida dengan absorpsi dan ekskresi cepat Sulfisoksazol Merupakan prototip golongan ini dengan efek antibakteri kuat. Distribusinya hanya sampai cairan ekstrasel, sebagian terikat pada protein plasma Kadar puncak dalam plasma 2-4 jam setelah dosis oral 2-4 gram. 95% diekskresi melalui urin dalam 24 jam setelah dosis tunggal Kadar dalam urin jauh lebih tinggi dari kadar dalam plasma sehingga daya kerjanya sebagai bakterisida. Kadar dalam SSP hanya 1/3 dari kadar darah. Kelarutannya dalam urin lebih tinggi daripada sulfadiazin sehingga resiko kristal uria dan hematuria jarang terjadi.
  • 18. Sulfametoksazol Merupakan derivat dari sulfisoksazol yang absorpsi dan ekskresinya lebih lambat, sering dikombinasi dengan trimetoprim. Sulfadiazin Diabsorpsi cepat di sal. cerna Kadar maksimum dalam darah setelah 3-6 jam. Sukar larut dalam urin sehingga dapat timbul kristal uria. Harus banyak minum sehingga jml urin min. 1200 ml atau ditambah Na bikarbonat. Untuk mencegah kristaluria dikombinasi dengan sulfamerazin dan sulfamezatin yang disebut trisulfapirimidin (trisulfa).
  • 19. Sulfonaminda yang Sedikit Diabsorpsi Sulfasalazin Absorpsi di sal. cerna sangat lambat. Digunakan utk terapi ulcerative colitis (ringan- sedang) dan regional enteritis.
  • 20. Sulfonamida untuk topikal Sulfasetamid Adalah turunan sulfanilamida Larutan garamnya digunakan untuk infeksi mata Ag-sulfadiazin untuk mencegah infeksi luka bakar. Sulfonamida kerja panjang Sulfadoksin Masa kerjanya 7-9 hari. Digunakan untuk kombinasi dengan pirimetamin (sulfadoksin: pirimetamin=500 mg:25 mg) untuk anti malaria yang resisten terhadap klorokuin.
  • 21. Efek Nonterapi 1. Kristaluria Pemakaian sistemik dapat menimbulkan gangguan sal. kemih karena terjadi penumpukan kristal dalam ginjal yang menyebabkan iritasi dan obstruksi. Kristaluria dapat dikurangi dengan: - penambahan basa seperti Na bikarbonat. - minum yang banyak sehingga produksi urin 1-1,5 liter sehari - kombinasi beberapa sulfa seperti trisulfa yang terdiri dari sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin.
  • 22. Efek Nonterapi 2. Reaksi Alergi Gangguan pada kulit seperti eritema, dermatitis, fotosensitivitas , dan demam. Demam timbul pada hari ke 7 sampai ke 10 pengobatan disertai sakit kepala, menggigil, rasa lemah dan erupsi kulit yang semua bersifat reversibel. Hepatitis dapat terjadi pada 0,1% merupakan efek toksik atau sensitisasi yang terjadi 3-5 hari setelah pengobatan Dapat berlanjut jadi atrofi kuning akut dan kematian.
  • 23. Efek Nonterapi Pemberian obat pada bayi dapat menimbulkan kelainan bilirubin. 3. Mual dan muntah: pada 2% penderita 4. Anemia hemolitik (jarang terjadi) - Sulfadiazin menimbulkan reaksi ini 0,05%. - Sulfadiazin menimbulkan agranulositosis 0,1%.
  • 24. Interaksi Sulfonamid dapat berinteraksi dengan: - antikoagulan oral, - antidiabetik sulfonil urea - fenitoin
  • 25. Penggunaan Klinik Penggunaannya secara topikal berkurang karena kurang atau tidak efektif, resiko kejadian sensitisasi tinggi kecuali pemakaian lokal Na-sulfasetamid pada infeksi mata. a. Infeksi saluran kemih Bukan merupakan obat pilihan tetapi sulfisoksazol masih efektif. Obat untuk infeksi sal. kemih yang lain adalah trimetoprim-sulfametoksazol, antiseptik sal.kemih, derivat kuinolin, dan ampisilin. b. Disentri basiler Trimetoprim-sulfametoksazol masih merupakan obat pilihan yang efektif dengan dosis 160 mg:800 mg setiap 12 jam selama 5 hari.
  • 26. Penggunaan Klinik c. Trakhoma Bukan merupakan obat pilihan. Pemberian sulfonamida secara oral selama 3 minggu masih efektif. Untuk konjungtivitis sulfasetamid 10% topikal selama 10 hari. d. Toksoplasmosis Paling baik diobati dengan pirimetamin. Lebih baik obat tersebut dikombinasi dengan sulfadiazin, sulfisoksazol, atau trisulfapirimidin.
  • 27. Penggunaan Klinik e. Kemoprofilaksis Untuk mencegah kambuhnya demam rematik, faringitis, disentri basiler dan meningitis. Sulfisoksazol 1 g 2kali sehari sebagai pengganti bagi yang hipersensitf terhadap penisilin.
  • 28. Kotrimoksazol Kotrimoksazol adalah kombinasi trimetoprim- sulfametoksazol 160 mg:800 mg Kombinasi ini bersifat sinergik karena menghambat pembentukan asam folat bakteri melalui 2 tahap.
  • 29. Spektrum Antimikroba Mikroba yang peka terhadap kotrimoksazol: - Streptococcus pneumoniae - Corynebacterium diphtheriae - Nisseria meningitides - Staphylococcus aureus - Staphylococcus epidermidis - Streptococcus pyogenes - Escherichia coli - Proteus mirabilis - Salmonella Kedua komponen menunjukkan efek yang sinergik. Kombinasi ini efektif walaupun mikroba sudah resisten thd sulfonamida maupun trimetoprim.
  • 30. Mekanisme Kerja Aktivitas antibakterinya berdasarkan atas pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk tetrahidrofolat. Sulfonamida menghambat masuknya PABA ke dalam molekul as folat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk reaksi pemindahan satu atom C seperti pembentukan basa purin yang penting untuk pembentukan DNA/RNA.
  • 31. Resistensi Bakteri Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih rendah dari pada masing-masing komponennya. Resistensi terhadap E. coli dan Staphylococcus aureus meningkat.
  • 32. Farmakokinetik Volume distribusi trimetoprim lebih tinggi 9 kali dari pada sulfametoksazol. Dengan dosis 1:5 ( 160 mg:800 mg) akan mencapai rasio dalam darah yang efektif. Obat masuk dalam SSP dan saliva dengan mudah. Diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam.
  • 33. Efek Nonterapi Efek samping berupa reaksi pada kulit lebih sering daripada karena sulfonamida. Dapat timbul defisiensi asam folat berupa megaloblastosis, leukopenia, dan trombositopenia. Ikterus terutama bagi penderita yang telah mengalami hepatitis kolestatik alergi.
  • 34. Penggunaan Klinik Infeksi saluran kemih Efek terapi kotrimoksazol terhadap infeksi karena enterobacteriaceae lebih kuat daripada komponen tunggalnya. Infeksi saluran nafas Tidak dianjurkan untuk pengobatan faringitis akibat Strep. pyogenes karena tidak membasmi mikroba.
  • 35. Penggunaan Klinik Infeksi Saluran Cerna Efektif untuk infeksi shigella dan tifoid. Kloramfenikol tetap masih merupakan obat terpilih demam tifoid karena prevalensi resistensi S. thypii masih rendah, namun dikhawatirkan efek toksiknya. Carier S. thypii dapat digunakan kotrimoksazol dg dosis 160 mg trimetoprim:800 mg sulfametoksazol 2 kali sehari selama 3 bulan. Diare akut karena E. coli dapat dicegah oleh kotrimoksazol atau trimetoprim tunggal.
  • 36. Penggunaan Klinik Infeksi lainnya: Efektif untuk infeksi karena jamur nokardia. Efektif thd bruselosis bahkan arthritis, endokarditis dengan dosis 2 tablet tiga kali sehari selama 1 minggu diikuti 2 tablet sehari selama 2 minggu.