際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Aspek Sosiologi Kebijakan Pengurangan Dampak Buruk Napza Oleh: Paulus Wirutomo Sosiologi - UI
Latar belakang Masalah Napza adalah masalah  Asymetric Attack  dari kekuatan-kekuatan luar terhadap bangsa kita.Kekuatan itu sangat raksasa tetapi abstrak bagi kita, sehingga kita sebagai bangsa tidak memiliki kesadaran yang sesungguhnya tentang duduk persoalannya.
Lanjutan Keuntungan dari perdagangan obat bius dunia lebih besar dari tiga perempat pendapatan nasional negara diseluruh dunia ! (antara US$ 180  300 milyar) pertahun (Stares  1992, dikutip oleh Ritzer 2004). Sementara itu kita sebagai bangsa menjadi korban (kerugian jiwa, mental, kesehatan, ekonomi, budaya dan bahkan seluruh daya tahan bangsa).
Lanjutan. Gempuran perdagangan obat bius ini akan berkembang terus seiring liberalisasi ekonomi dunia, terutama sejak usainya perang dingin. Aparat Bea cukai, kepolisian, bahkan militer diseluruh dunia tak berdaya menghentikan peredarannya, Bank juga tidak berani mempersoalkan dana haram bisnis ini.
Lanjutan.. Sebagai suatu jenis  black economy  bisnis obat bius selalu didukung oleh tindakan  korupsi dari aparat berwenang, karena bisnis ini memiliki sumber keuangan yang hampir tak terbatas. Kalau perlu bahkan mereka bisa melawan negara dengan kekuatan senjata. Beredarnya obat bius juga ditunjang oleh merebaknya  pop culture  dunia yang menawarkan gaya hidup hedonistik.
Jadi secara sosiologis masalah Napza adalah masalah pertarungan untuk kelangsungan hidup bangsamelawan kekuatan menghancurkan dari  luar :  the fact is, drug abuse as social problem can no longer be studied in any way except globally (Goode in Ritzer 2004). Jadi kebijakannya harus mengarah pada national resilience yaitu pemberdayaan  dan kesadaran Pemerintah dan rakyat untuk bertahan bersama
Harm Reduction tidak hanya terbatas pada pengguna (mikro dan teknis), tetapi  Societal Harm Reduction  (sistemik dan strategis)    mencakup unsur-unsur: Prevensi Regulasi yang memberdayakan (bukan liberalisasi) Pendidikan masyarakat  (citizenship education) Social resilience (penguatan sosietal/sistemik)
Apakah Napza merupakah masalah Sosial? Dua pendekatan definisi Masalah Sosial: Pendekatan objektif : Masalah sosial adalah masalah yang memiliki dampak buruk yang terukur (nyata). Masalah Napza secara objektif  sudah jelas (kerugian dan korban yang ditimbulkan).  Pemerintah cenderung menggunakan pendekatan ini.
Lanjutan. Pendekatan Subjektif : Masalah sosial adalah masalah yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat (dibicarakan, ditanggapi dsb). Napza secara subjektif juga menjadi masalah (adanya keresahan masyarakat dsb.), tetapi keresahan masyarakat masih harus dibaca lebih mendalam, karena masyarakat ternyata juga resah dengan tindakan yang diambil pemerintah (mis. kriminalisasi pengguna Napza).
Lanjutan Jadi disini terjadi perbedaan definisi antara Pemerintah dan masyarakat. Bila Pemerintah mau mengikuti definisi subjektif masyarakat maka perlu melakukan suatu pendalaman terhadap persepsi, aspirasi dan opini yang berkembang di masyarakat, termasuk kelompok pelakunya.
Status kriminal penggunaan Napza Di dalam ilmu kriminologi penggunaan Napza tergolong dalam  conflict crime  yaitu kejahatan yang belum disepakati sangsinya. karena beberapa faktor yang belum disepakati: Tingkat kesalahan dari perbuatan itu. Keseriusan reaksi masyarakat Tingkat bahayanya tidakan itu (mis. mana lebih berbahaya: rokok, miras atau narkoba
Pengguna Napza: konsumen, kriminal atau korban? Konsumen : pengguna sukarela, untuk kesenangan sendiri. Mereka merasa punya hak. Kriminal : karena mengkonsumsi barang terlarang. Mereka harus dihukum secara formal maupun di dalam masyarakat (stigmatisasi).
Sebagai korban Korban rayuan dan jebakan  gaya hidup  hedonis yang disebarkan oleh industri kapitalis dunia ( korban jaman ) Korban dari adanya barang berbahaya yang beredar dengan leluasa (korban gagalnya  prevensi). Korban dari kurangnya informasi dan  kesadaran yang benar ( false consciousness).
Lanjutan. Korban ketidaksiapan  pranata sosial  tradisional (keluarga, agama, bahkan sekolah) dalam menghadapi assymetric Attack ini).  Korban kebijakan Pemerintah yang meng kriminalkan  mereka dengan segala akibatnya. Korban kebijakan Pemerintah yang lebih bersifat  menghukum  daripada menyembuhkan dan mendidik.
Lanjutan Ternyata sampai saat ini masih banyak pengguna yang merasa bukan korban (tidak mau dikasihani sebagai korban). Banyak orang tidak tahu  termasuk aparat pemerintah - konteks secara luas dari persoalan Napza dengan segala akibat  sosietal nya (banyak false consciousness). .)  Perlu pendidikan masyarakat yang intensif dan komprehensif ( perang informasi  atau  information warfare ).
Apa inti masalahnya? Masalahnya adalah: ketersediaan, penyebaran dan perdagangannya atau pemakaiannya? Pihak mana yang bersalah, siapa musuh kita dan  siapa yang harus memperoleh tindakan hukum?
Kesalahan: Kesalahan utama adalah kegagalan  prevensi  (pencegahan masuknya bahan-bahan tsb, hal ini menyangkut banyak tindakan koruptif dalam bidang keamanan dan lemahnya kemauan politik pemerintah)  Kesalahan kedua adalah gagalnya melakukan pendidikan pada masyarakat (dalam rangka social resilience) tentang selukbeluk napza melalui  perang komunikasi dan informasi  melalui berbagai saluran (sekolah, tempat kerja, organisasi, tempat ibadah dsb.).
Lanjutan Kesalahan ketiga adalah perlakuan pada pengguna, bukan sebagai korban tetapi sebagai kriminal (kriminalisasi).
Kebijakan Harm Reduction Kebijakan Harm Reduction harus ditempatkan pada konteks adanya  Asymetric Attack  dari luar.  Bukan hanya memperbaiki kondisi korban, tetapi menciptakan kemampuan nasional menepis assymetric attack ( socio-cultural resilience). Perubahan kebijakan jangan justru membuat negara kita semakin  vulnerable  terhadap serangan tersebut. Yang menjadi korban bukan hanya pengguna tetapi masyarakat lainnya dan  secara potensial adalah  seluruh bangsa
Kebijakan  Peningkatan kondisi korban pemakai harus mengarah pada  pemberdayaan mereka agar dapat keluar dari lingkaran itu dan mampu mensosialisasi masyarakat luas yang masih amat lemah. Pemberdayaan itu  untuk  melawan , bukan untuk meliberalisasi (banyak juga orang yang mengiginkan liberalisasi). Jangan mengarah pada  legalisasi,  karena diseluruh dunia legalisasi juga masih diperdebatkan efektivitasnya.
Penguatan melalui Organisasi korban Napza. Memfasilitasi berdirinya organisasi korban napza Organisasi ini bukan hanya untuk memperjuangkan kepentingan para anggotanya (pengguna atau ex),secara  ekslusif,  tetapi juga merupakan wadah perjuangan  melawan attack  dari luar dan  mendidik masyarakat luas . Bukan hanya memperjuangkan  hak  pengguna, tetapi  kewajiban  juga.
Lanjutan.. Nama Organisasi ini sebaiknya bukan  organisasi pengguna  tetapi  organisasi korban . Organisasi Pengguna bisa bersifat  counter productive  (karena melawan aspirasi masyarakat). Pengguna sering juga memiliki suatu  ideologi  tertentu (kebebasan), ini harus diberikan  pendidikan kritis  bahwa kebebasan tidak bisa lepas dari  tanggungjawab .
Ada yang menginginkan liberalisasi karena membandingkan dengan kebijakan masyarakat maju tanpa menyadari kondisi sosiologis masyarakat kita.     Karena itu citizenship education penting.
Lanjutan. Dekriminalisasi  tidak berarti  liberalisasi , tetapi  pemberdayaan  untuk  melawan  dan membebaskan diri serta ikut berperan  mendidik masyarakat  lainnya. Program Pemerintah untuk memberdayakan organisasi ini juga hrs diarahkan pada  ketrampilan  melakukan fungsi tersebut.  Kebebasan berorganisasi untuk membantu mereka memperoleh  akses pelayanan  dan  perlindungan  tetapi bukan untuk menuntut liberalisasi. Organisasi harus  akuntable Hasil akhirnya adalah daya  resistence  dan  resillience : kemampuan untuk menolak dan bertahan
Jangan sampai regulasi yang baru melemahkan persepsi masyarakat terhadap bahaya Napza sehingga  melemahkan kontrol sosial. Kebebasan yang disalahgunakan akan makin mempersulit usaha pendidikan masyarakat.
Lanjutan Bila pemerintah bertekad akan memanusiakan pengguna sebagai korban yang harus dibantu, maka seharusnya dihilangkan nuansa  konflik  antara pemerintah dan porganisasi korban. Jadi melalui organisasinya korban harus dapat  berpartisipasi  melawan para pengedar dan membantu melakukan kontrol sosial terhadap aparat yang korup serta melakukan pendidikan pada masyarakat yang belum terkena.
Lanjutan Hal ini seharusnya mewarnai visi dan misi organisasi korban Napza.

More Related Content

Aspek Sosiologi Kebijakan Pengurangan Dampak Buruk Napza

  • 1. Aspek Sosiologi Kebijakan Pengurangan Dampak Buruk Napza Oleh: Paulus Wirutomo Sosiologi - UI
  • 2. Latar belakang Masalah Napza adalah masalah Asymetric Attack dari kekuatan-kekuatan luar terhadap bangsa kita.Kekuatan itu sangat raksasa tetapi abstrak bagi kita, sehingga kita sebagai bangsa tidak memiliki kesadaran yang sesungguhnya tentang duduk persoalannya.
  • 3. Lanjutan Keuntungan dari perdagangan obat bius dunia lebih besar dari tiga perempat pendapatan nasional negara diseluruh dunia ! (antara US$ 180 300 milyar) pertahun (Stares 1992, dikutip oleh Ritzer 2004). Sementara itu kita sebagai bangsa menjadi korban (kerugian jiwa, mental, kesehatan, ekonomi, budaya dan bahkan seluruh daya tahan bangsa).
  • 4. Lanjutan. Gempuran perdagangan obat bius ini akan berkembang terus seiring liberalisasi ekonomi dunia, terutama sejak usainya perang dingin. Aparat Bea cukai, kepolisian, bahkan militer diseluruh dunia tak berdaya menghentikan peredarannya, Bank juga tidak berani mempersoalkan dana haram bisnis ini.
  • 5. Lanjutan.. Sebagai suatu jenis black economy bisnis obat bius selalu didukung oleh tindakan korupsi dari aparat berwenang, karena bisnis ini memiliki sumber keuangan yang hampir tak terbatas. Kalau perlu bahkan mereka bisa melawan negara dengan kekuatan senjata. Beredarnya obat bius juga ditunjang oleh merebaknya pop culture dunia yang menawarkan gaya hidup hedonistik.
  • 6. Jadi secara sosiologis masalah Napza adalah masalah pertarungan untuk kelangsungan hidup bangsamelawan kekuatan menghancurkan dari luar : the fact is, drug abuse as social problem can no longer be studied in any way except globally (Goode in Ritzer 2004). Jadi kebijakannya harus mengarah pada national resilience yaitu pemberdayaan dan kesadaran Pemerintah dan rakyat untuk bertahan bersama
  • 7. Harm Reduction tidak hanya terbatas pada pengguna (mikro dan teknis), tetapi Societal Harm Reduction (sistemik dan strategis) mencakup unsur-unsur: Prevensi Regulasi yang memberdayakan (bukan liberalisasi) Pendidikan masyarakat (citizenship education) Social resilience (penguatan sosietal/sistemik)
  • 8. Apakah Napza merupakah masalah Sosial? Dua pendekatan definisi Masalah Sosial: Pendekatan objektif : Masalah sosial adalah masalah yang memiliki dampak buruk yang terukur (nyata). Masalah Napza secara objektif sudah jelas (kerugian dan korban yang ditimbulkan). Pemerintah cenderung menggunakan pendekatan ini.
  • 9. Lanjutan. Pendekatan Subjektif : Masalah sosial adalah masalah yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat (dibicarakan, ditanggapi dsb). Napza secara subjektif juga menjadi masalah (adanya keresahan masyarakat dsb.), tetapi keresahan masyarakat masih harus dibaca lebih mendalam, karena masyarakat ternyata juga resah dengan tindakan yang diambil pemerintah (mis. kriminalisasi pengguna Napza).
  • 10. Lanjutan Jadi disini terjadi perbedaan definisi antara Pemerintah dan masyarakat. Bila Pemerintah mau mengikuti definisi subjektif masyarakat maka perlu melakukan suatu pendalaman terhadap persepsi, aspirasi dan opini yang berkembang di masyarakat, termasuk kelompok pelakunya.
  • 11. Status kriminal penggunaan Napza Di dalam ilmu kriminologi penggunaan Napza tergolong dalam conflict crime yaitu kejahatan yang belum disepakati sangsinya. karena beberapa faktor yang belum disepakati: Tingkat kesalahan dari perbuatan itu. Keseriusan reaksi masyarakat Tingkat bahayanya tidakan itu (mis. mana lebih berbahaya: rokok, miras atau narkoba
  • 12. Pengguna Napza: konsumen, kriminal atau korban? Konsumen : pengguna sukarela, untuk kesenangan sendiri. Mereka merasa punya hak. Kriminal : karena mengkonsumsi barang terlarang. Mereka harus dihukum secara formal maupun di dalam masyarakat (stigmatisasi).
  • 13. Sebagai korban Korban rayuan dan jebakan gaya hidup hedonis yang disebarkan oleh industri kapitalis dunia ( korban jaman ) Korban dari adanya barang berbahaya yang beredar dengan leluasa (korban gagalnya prevensi). Korban dari kurangnya informasi dan kesadaran yang benar ( false consciousness).
  • 14. Lanjutan. Korban ketidaksiapan pranata sosial tradisional (keluarga, agama, bahkan sekolah) dalam menghadapi assymetric Attack ini). Korban kebijakan Pemerintah yang meng kriminalkan mereka dengan segala akibatnya. Korban kebijakan Pemerintah yang lebih bersifat menghukum daripada menyembuhkan dan mendidik.
  • 15. Lanjutan Ternyata sampai saat ini masih banyak pengguna yang merasa bukan korban (tidak mau dikasihani sebagai korban). Banyak orang tidak tahu termasuk aparat pemerintah - konteks secara luas dari persoalan Napza dengan segala akibat sosietal nya (banyak false consciousness). .) Perlu pendidikan masyarakat yang intensif dan komprehensif ( perang informasi atau information warfare ).
  • 16. Apa inti masalahnya? Masalahnya adalah: ketersediaan, penyebaran dan perdagangannya atau pemakaiannya? Pihak mana yang bersalah, siapa musuh kita dan siapa yang harus memperoleh tindakan hukum?
  • 17. Kesalahan: Kesalahan utama adalah kegagalan prevensi (pencegahan masuknya bahan-bahan tsb, hal ini menyangkut banyak tindakan koruptif dalam bidang keamanan dan lemahnya kemauan politik pemerintah) Kesalahan kedua adalah gagalnya melakukan pendidikan pada masyarakat (dalam rangka social resilience) tentang selukbeluk napza melalui perang komunikasi dan informasi melalui berbagai saluran (sekolah, tempat kerja, organisasi, tempat ibadah dsb.).
  • 18. Lanjutan Kesalahan ketiga adalah perlakuan pada pengguna, bukan sebagai korban tetapi sebagai kriminal (kriminalisasi).
  • 19. Kebijakan Harm Reduction Kebijakan Harm Reduction harus ditempatkan pada konteks adanya Asymetric Attack dari luar. Bukan hanya memperbaiki kondisi korban, tetapi menciptakan kemampuan nasional menepis assymetric attack ( socio-cultural resilience). Perubahan kebijakan jangan justru membuat negara kita semakin vulnerable terhadap serangan tersebut. Yang menjadi korban bukan hanya pengguna tetapi masyarakat lainnya dan secara potensial adalah seluruh bangsa
  • 20. Kebijakan Peningkatan kondisi korban pemakai harus mengarah pada pemberdayaan mereka agar dapat keluar dari lingkaran itu dan mampu mensosialisasi masyarakat luas yang masih amat lemah. Pemberdayaan itu untuk melawan , bukan untuk meliberalisasi (banyak juga orang yang mengiginkan liberalisasi). Jangan mengarah pada legalisasi, karena diseluruh dunia legalisasi juga masih diperdebatkan efektivitasnya.
  • 21. Penguatan melalui Organisasi korban Napza. Memfasilitasi berdirinya organisasi korban napza Organisasi ini bukan hanya untuk memperjuangkan kepentingan para anggotanya (pengguna atau ex),secara ekslusif, tetapi juga merupakan wadah perjuangan melawan attack dari luar dan mendidik masyarakat luas . Bukan hanya memperjuangkan hak pengguna, tetapi kewajiban juga.
  • 22. Lanjutan.. Nama Organisasi ini sebaiknya bukan organisasi pengguna tetapi organisasi korban . Organisasi Pengguna bisa bersifat counter productive (karena melawan aspirasi masyarakat). Pengguna sering juga memiliki suatu ideologi tertentu (kebebasan), ini harus diberikan pendidikan kritis bahwa kebebasan tidak bisa lepas dari tanggungjawab .
  • 23. Ada yang menginginkan liberalisasi karena membandingkan dengan kebijakan masyarakat maju tanpa menyadari kondisi sosiologis masyarakat kita. Karena itu citizenship education penting.
  • 24. Lanjutan. Dekriminalisasi tidak berarti liberalisasi , tetapi pemberdayaan untuk melawan dan membebaskan diri serta ikut berperan mendidik masyarakat lainnya. Program Pemerintah untuk memberdayakan organisasi ini juga hrs diarahkan pada ketrampilan melakukan fungsi tersebut. Kebebasan berorganisasi untuk membantu mereka memperoleh akses pelayanan dan perlindungan tetapi bukan untuk menuntut liberalisasi. Organisasi harus akuntable Hasil akhirnya adalah daya resistence dan resillience : kemampuan untuk menolak dan bertahan
  • 25. Jangan sampai regulasi yang baru melemahkan persepsi masyarakat terhadap bahaya Napza sehingga melemahkan kontrol sosial. Kebebasan yang disalahgunakan akan makin mempersulit usaha pendidikan masyarakat.
  • 26. Lanjutan Bila pemerintah bertekad akan memanusiakan pengguna sebagai korban yang harus dibantu, maka seharusnya dihilangkan nuansa konflik antara pemerintah dan porganisasi korban. Jadi melalui organisasinya korban harus dapat berpartisipasi melawan para pengedar dan membantu melakukan kontrol sosial terhadap aparat yang korup serta melakukan pendidikan pada masyarakat yang belum terkena.
  • 27. Lanjutan Hal ini seharusnya mewarnai visi dan misi organisasi korban Napza.