際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
AUTISME

Disusun oleh :
Atih Karlinda

(4103210711 10)

Chandra Wahyuni

(4103210711 10)

Evra Rebbelia

(4103210711 10)

Juwita Nurul Huda

(4103210711 10)

Lia Kartika Sari

(4103210711 10)

Trya Febrianty

(4103210711 1032)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PG-PAUD
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Autisme.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Bioantropologi Universitas Islam Nusantara.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Bandung, Desember 2013

Tim Penulis
ABSTRAK

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala
yang tampak adalah gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua
arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.
Banyak pakar autis yang menyebutkan penyakit ini sebagian besar terjadi karena
faktor keturunan. Selain itu, faktor lainnya seperti stress, diet, infeksi, usia ibu, dan obatobatan saat kehamilan juga dapat mempengaruhi anak.
BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar belakang
Kata autis berasal dari bahasa Yunani auto berarti sendiri yang ditujukan pada
seseorang yang menunjukkan gejala hidup dalam dunianya sendiri. Pada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau
malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon
terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak
lain dan sebagainya).
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya-miskin, di desa-di
kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di
dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki
kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih
dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang
pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Dengan adanya metode diagnosis yang kian
berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan
semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat
ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli
dan dokter di dunia.
Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6  4 : 1, namun anak
perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang
berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah
penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai 150  200 ribu
orang.
Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih
memahami konsep anak dengan autisme. Semoga Aspek ini dapat membantu para
orang tua, masyarakat umum dan khususnya kami (mahasiswa pendidikan guru PAUD)
dalam memahami anak dengan autisme, sehingga kami harapkan anak dengan kondisi
ini dapat diperlakukan dengan baik.
I.2

Rumusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang Autisme, diperlukan subpokok bahasan
yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Autisme?
2. Apa faktor penyebab Autisme?
3. Apa ciri-ciri/gejala yang dialami anak dengan Autisme?
4. Bagaimana cara penanganan anak dengan Autisme?

1.3

Tujuan dan manfaat penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Bioantropologi dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
penulis dan pembaca tentang Autisme itu sendiri dan penanganannya.

1.4

Metode Penulisan
Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan
makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari
media media lain seperti e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil
dari internet.

1.5

Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan,
dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan
makalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan autisme.
Terakhir, bab penutup terdiri atas kesimpulan.
BAB II
AUTISME
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami
sejak lahir ataupun saat masa balita. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang
mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara
normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.
II.1. Pengertian Autisme
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut
yang berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi
atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi
seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen
dkk, 1998). Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak
dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.
Ini, tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka.
Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh
seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak
yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi
dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga
perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis merupakan suatu
gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi,
interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia tiga tahun.
Bahkan apabila autis infantil gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan
suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang
kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi: persepsi (perceiving), intending,
imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling).
Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran sistematis
(systematic reasoning). Dalam suatu analisis microsociological tentang logika
pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain (Durig, 1996; dalam Trevarthen,
1998), orang autis memiliki kekurangan pada cretive induction atau membuat
penalaran induksi yaitu penalaran yang bergerak dari premis-premis khusus (minor)
menuju kesimpulan umum, sementara deduksi, yaitu bergerak pada kesimpulan khusus
dari premis-premis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan premis-premis umum pada
kesimpulan khusus, kuat. (Trevarthen, 1998).

II.2. Faktor Penyebab Autisme
Meskipun belum diketahui secara jelas mengenai faktor penyebab autis pada
anak, namun para ahli menduga beberapa faktor berikut ini bisa memicu terjadinya
autis:
a.

Faktor genetik
Faktor ini bisa menjadi penyebab kuat terjadinya autis pada anak. Misalnya salah

satu anggota keluarga memiliki riwayat autis maka peluang anak atau keturunan
selanjutnya terkena autis lebih besar. Kondisi ini disebabkan gangguan gen yang
memiliki peran penting untuk perkembangan, pertumbuhan dan membentuk sel-sel
pada otak.

b.

Faktor orangtua
Penelitian meyebutkan, kehamilan yang terjadi ketika wanita berusia cukup tua

bisa menjadi penyebab autis pada anak. Hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi
gen yang terjadi dalam rahim sang ibu.

c.

Faktor obat-obatan
Ibu yang sedang hamil namun mengonsumsi obat-obatan seperti mengatasi rasa

mual, muntah, ataupun penenang dapat berisiko untuk memiliki anak autis. Hal ini
disebabkan kandungan obat yang dikonsumsi sangat berpengaruh kepada bayi, maka
dari ibu hamil dilarang untuk mengkonsumsi obat-obatan saat hamil terlebih tanpa
resep dokter.

d.

Faktor lingkungan
Faktor lain penyebab autis pada anak adalah lingkungan. Ibu hamil yang tinggal

di lingkungan kurang baik dan penuh tekanan, tentunya berisiko pada janin yang
dikandungnya. Selain itu lingkungan yang tidak bersih juga dapat mempengaruhi
perkembangan janin dalam kandungan.
e.

Faktor makanan
Makanan yang mengandung zat kimia tetunya sangat tidak baik untuk kesehatan,

terutama bagi ibu hamil. Misalkan mengonsumsi sayuran mengandung pestisida, maka
akan berisiko melahirkan anak autis. Peneliti memaparkan bahwa pestisida dapat
mengganggu fungsi gen pada saraf pusat.

II.3. Ciri-ciri/Gejala Autisme

a.

Interaksi sosial :
1. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
2. Lebih suka menyendiri
3. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
4. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang
inginkan
b.

Komunikasi :
1. Perkembangan bahasa lambat
2. Senang meniru atau membeo
3. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
4. Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
5. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
6. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

c.

Pola Bermain :
1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2. Senang akan benda-benda yang berputar
3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan
4. Tidak kreatif, tidak imajinatif
5. Dapat sangat lekat dengan benda tertentu

d.

Gangguan Sensoris :
1. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
2. Sering menggunakan indera pencium dan perasanya
3. Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan
4. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut

e.

Perkembangan Terlambat :
1. Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan
kognisi
2. Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna

Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Pada
beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang.
II.4. Penanganan Anak dengan Autisme

Penanganan anak dengan autism bisa dilakukan melalui beberapa metode.
Mulai dari terapi sampai pendidikan di sekolah. Berikut beberapa cara yang bisa
dilakukan:

a. Macam-Macam Terapi Penunjang Bagi Anak Autis
Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat
berbicara lebih baik.
2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar
sambil bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk
menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter
yang berwenang.
5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi
tingkat gangguan autisme.
6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan
kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan,
perabaan)
7. Auditory

Integration

Therapy

:

untuk

melatih

kepekaan

pendengaran anak lebih sempurna
8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran
kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari
keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine,
allergen, dsb)
9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi
yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi,
melatih kontak mata dan konsentrasi.
b. Bentuk Layanan Pendidikan Anak Autisme
Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai
penempatan. Berbagai model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi
memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah
diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat
mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu
anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi
merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan
acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap
memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka
program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
Guru terkait telah siap menerima anak autistic
Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan
individual
Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak
autistic.

3. Program Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler.
Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas
khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan.
Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau
sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang
tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah
reguler.

Anak

di

sekolah ini

sangat

sulit

untuk

dapat

berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka.
Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti
bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak
mampu

mengikuti

pendidikan

di

sekolah

khusus

karena

keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi
mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya
dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan
di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas
kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

6. Panti Rehabilitasi Autis.
Anak

autistik

yang

kemampuannya

sangat

rendah,

gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti
(griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih
terfokus pada pengembangan:
Pengenalan diri
Sensori motor dan persepsi
Motorik kasar dan halus
Kemampuan berbahasa dan komunikasi
Bina diri, kemampuan sosial
Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan
potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di
lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti
rehabilitasi.
BAB III
KESIMPULAN
Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan
gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.
Meskipun belum diketahui secara jelas mengenai faktor penyebab autis pada
anak, namun para ahli menduga beberapa faktor berikut ini bisa memicu terjadinya autis
yaitu: faktor genetik, orangtua, obat-obatan, lingkungan dan makanan.
Layanan pendidikan bagi anak autis bagitu beragam antara lain; kelas transisi,
program pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu, program sekolah di rumah,
panti rehabilitasi autis. Bentuk layanan ini rasanya begitu cocok diterapkan bagi anak
autis tersebut agar ia kelak lebih mandiri dan mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

More Related Content

Autisme

  • 1. AUTISME Disusun oleh : Atih Karlinda (4103210711 10) Chandra Wahyuni (4103210711 10) Evra Rebbelia (4103210711 10) Juwita Nurul Huda (4103210711 10) Lia Kartika Sari (4103210711 10) Trya Febrianty (4103210711 1032) FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PRODI PG-PAUD UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Autisme. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Bioantropologi Universitas Islam Nusantara. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin. Bandung, Desember 2013 Tim Penulis
  • 3. ABSTRAK Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala yang tampak adalah gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku. Banyak pakar autis yang menyebutkan penyakit ini sebagian besar terjadi karena faktor keturunan. Selain itu, faktor lainnya seperti stress, diet, infeksi, usia ibu, dan obatobatan saat kehamilan juga dapat mempengaruhi anak.
  • 4. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Kata autis berasal dari bahasa Yunani auto berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala hidup dalam dunianya sendiri. Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya). Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya-miskin, di desa-di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik. Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai 150 200 ribu orang. Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih memahami konsep anak dengan autisme. Semoga Aspek ini dapat membantu para orang tua, masyarakat umum dan khususnya kami (mahasiswa pendidikan guru PAUD) dalam memahami anak dengan autisme, sehingga kami harapkan anak dengan kondisi ini dapat diperlakukan dengan baik.
  • 5. I.2 Rumusan masalah Untuk mengkaji dan mengulas tentang Autisme, diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa itu Autisme? 2. Apa faktor penyebab Autisme? 3. Apa ciri-ciri/gejala yang dialami anak dengan Autisme? 4. Bagaimana cara penanganan anak dengan Autisme? 1.3 Tujuan dan manfaat penulisan Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bioantropologi dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah. Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang Autisme itu sendiri dan penanganannya. 1.4 Metode Penulisan Penulis memakai metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain seperti e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil dari internet. 1.5 Sistematika Penulisan Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar belakang, rumusan makalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan autisme. Terakhir, bab penutup terdiri atas kesimpulan.
  • 6. BAB II AUTISME Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain. II.1. Pengertian Autisme Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut yang berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen dkk, 1998). Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka. Ini, tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka. Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi: persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling). Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic reasoning). Dalam suatu analisis microsociological tentang logika pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain (Durig, 1996; dalam Trevarthen, 1998), orang autis memiliki kekurangan pada cretive induction atau membuat penalaran induksi yaitu penalaran yang bergerak dari premis-premis khusus (minor) menuju kesimpulan umum, sementara deduksi, yaitu bergerak pada kesimpulan khusus
  • 7. dari premis-premis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan premis-premis umum pada kesimpulan khusus, kuat. (Trevarthen, 1998). II.2. Faktor Penyebab Autisme Meskipun belum diketahui secara jelas mengenai faktor penyebab autis pada anak, namun para ahli menduga beberapa faktor berikut ini bisa memicu terjadinya autis: a. Faktor genetik Faktor ini bisa menjadi penyebab kuat terjadinya autis pada anak. Misalnya salah satu anggota keluarga memiliki riwayat autis maka peluang anak atau keturunan selanjutnya terkena autis lebih besar. Kondisi ini disebabkan gangguan gen yang memiliki peran penting untuk perkembangan, pertumbuhan dan membentuk sel-sel pada otak. b. Faktor orangtua Penelitian meyebutkan, kehamilan yang terjadi ketika wanita berusia cukup tua bisa menjadi penyebab autis pada anak. Hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen yang terjadi dalam rahim sang ibu. c. Faktor obat-obatan Ibu yang sedang hamil namun mengonsumsi obat-obatan seperti mengatasi rasa mual, muntah, ataupun penenang dapat berisiko untuk memiliki anak autis. Hal ini disebabkan kandungan obat yang dikonsumsi sangat berpengaruh kepada bayi, maka dari ibu hamil dilarang untuk mengkonsumsi obat-obatan saat hamil terlebih tanpa resep dokter. d. Faktor lingkungan Faktor lain penyebab autis pada anak adalah lingkungan. Ibu hamil yang tinggal di lingkungan kurang baik dan penuh tekanan, tentunya berisiko pada janin yang dikandungnya. Selain itu lingkungan yang tidak bersih juga dapat mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan.
  • 8. e. Faktor makanan Makanan yang mengandung zat kimia tetunya sangat tidak baik untuk kesehatan, terutama bagi ibu hamil. Misalkan mengonsumsi sayuran mengandung pestisida, maka akan berisiko melahirkan anak autis. Peneliti memaparkan bahwa pestisida dapat mengganggu fungsi gen pada saraf pusat. II.3. Ciri-ciri/Gejala Autisme a. Interaksi sosial : 1. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman 2. Lebih suka menyendiri 3. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan 4. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang inginkan
  • 9. b. Komunikasi : 1. Perkembangan bahasa lambat 2. Senang meniru atau membeo 3. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara 4. Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya 5. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang 6. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi c. Pola Bermain : 1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya 2. Senang akan benda-benda yang berputar 3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan 4. Tidak kreatif, tidak imajinatif 5. Dapat sangat lekat dengan benda tertentu d. Gangguan Sensoris : 1. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga 2. Sering menggunakan indera pencium dan perasanya 3. Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan 4. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut e. Perkembangan Terlambat : 1. Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan kognisi 2. Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian menurun bahkan sirna Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang.
  • 10. II.4. Penanganan Anak dengan Autisme Penanganan anak dengan autism bisa dilakukan melalui beberapa metode. Mulai dari terapi sampai pendidikan di sekolah. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan: a. Macam-Macam Terapi Penunjang Bagi Anak Autis Anak autisme dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain: 1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik. 2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak. 3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain. 4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang. 5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme. 6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan) 7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna 8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb) 9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air. 10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.
  • 11. b. Bentuk Layanan Pendidikan Anak Autisme Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain: 1. Kelas transisi Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak. 2. Program Pendidikan Inklusi Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain: Guru terkait telah siap menerima anak autistic Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping. Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistic. 3. Program Pendidikan Terpadu Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak. 4. Sekolah Khusus Autis Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah
  • 12. reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka. 5. Program Sekolah di Rumah Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat. 6. Panti Rehabilitasi Autis. Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan: Pengenalan diri Sensori motor dan persepsi Motorik kasar dan halus Kemampuan berbahasa dan komunikasi Bina diri, kemampuan sosial Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya. Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.
  • 13. BAB III KESIMPULAN Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri. Meskipun belum diketahui secara jelas mengenai faktor penyebab autis pada anak, namun para ahli menduga beberapa faktor berikut ini bisa memicu terjadinya autis yaitu: faktor genetik, orangtua, obat-obatan, lingkungan dan makanan. Layanan pendidikan bagi anak autis bagitu beragam antara lain; kelas transisi, program pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu, program sekolah di rumah, panti rehabilitasi autis. Bentuk layanan ini rasanya begitu cocok diterapkan bagi anak autis tersebut agar ia kelak lebih mandiri dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.