ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim Aminotransferase (SGOT / SGPT) Enzim Transaminase atau
disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi
transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transaminase yaitu serum
glutamat oksaloasetat transaminase dan serum glutamat piruvat transaminase
(SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitif terhadap
kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber
utamanya di hati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada jaringan terutama
jantung, otot rangka, ginjal dan otak.
Enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat
oksaloasetat transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang
berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat
ke asam α- oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat.
Dalam kondisi normal enzim yang dihasilkan oleh sel hepar
konsentrasinya rendah. Fungsi dari enzim-enzim hepar tersebut hanya sedikit
yang diketahui. Nilai normal kadar SGOT < 35 U/L dan SGPT < 41 U/L. Enzim
SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel hati. Adanya
peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel
hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi
tingkat kerusakan sel-sel hati. Kerusakan membran sel menyebabkan enzim
Glutamat Oksaloasetat Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang
rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan
indikator kerusakan hati. Penelitian yang dilakukan oleh Lee, et al pada tahun
2010 di Turki menyatakan peningkatan kadar enzim SGOT/SGPT secara
bermakna pada trauma hepar. Nilai peningkatan enzim SGOT yang bermakna
adalah lebih dari 100 U/L dengan nilai p<0,001.
Di era industri maju sekarang ini, perhatian manusia akan kesehatan
semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang semakin selektif
terhadap apa yang dikonsumsi, memilih komoditas yang memiliki nilai
kesehatan tinggi, serta lebih memilih untuk kembali ke alam (back to nature)
(Handajani dkk, 2006).
Gerakan memanfaatkan obat alam ini timbul karena banyak dijumpainya
efek samping yang tidak dikehendaki akibat penggunaan obat kimia murni
(Hardono, 1997). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat
alam adalah talok (Muntingia calabura L.). Talok merupakan tanaman buah
tropis termasuk dalam famili Elaeocarpaceae yang mudah dijumpai. Talok
berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hati dan
ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (Sentra IPTEK
net, 2005). Daun talok mengandung kelompok senyawa atau lignan antara lain
flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang menunjukkan aktivitas
antioksidatif (Priharyanti, 2007; Zakaria, 2007). Antioksidan tersebut diduga
mampu melindungi sel hati dari kerusakan yang diakibatkan radikal bebas.
Pengambilan zat kimia dalam daun talok dilakukan dengan ekstraksi prinsip
maserasi dengan pelarut aqua distillated (Zakaria et al, 2007).
Hati merupakan pusat metabolisme tubuh dengan kapasitas cadangan yang
besar, karena itu kerusakan sel hati secara klinis baru dapat diketahui jika sudah
lanjut. Kerusakan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan
mengukur parameter fungsi berupa zat dalam peredaran darah yang dibentuk
oleh sel hati yang rusak atau mengalami nekrosis. Seringkali pemeriksaan enzim
menjadi satu-satunya petunjuk adanya penyakit hati yang dini atau setempat
(Widmann, 1995). Gangguan hati ditandai dengan peningkatan aktivitas serum
transaminase berupa SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) dan SGOT
(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), laktat dehidrogenase, serta
bilirubin serum (Wilmana, 1995). Kadar SGPT dan SGOT dalam serum menjadi
petunjuk yang lebih sensitif ke arah kerusakan hati karena sangat sedikit kondisi
selain hati yang berpengaruh pada kadar SGPT dan SGOT dalam serum
(Widmann, 1995).
Dalam penelitian ini, digunakan karbon tetraklorida (CCl4) sebagai
induktor terjadinya hepatotoksik. Karbon tetraklorida merusak hampir semua sel
tubuh termasuk sistem saraf pusat, hati, ginjal, dan pembuluh darah (Sartono,
2002). Adanya efek merusak CCl4 ini terhadap sel hati dapat dihambat dengan
pemberian ekstrak daun talok. Antioksidan yang terdiri dari flavonoid, tannin,
triterpene, saponin, dan polifenol menunjukkan aktivitas antioksidatif
menyebabkan peroksida lipid yang ditimbulkan oleh radikal bebas CCl4
berkurang, sehingga fungsi membran sel tetap terjaga (Hodgsons & Levi, 2000).
Penelitian ilmiah mengenai daun talok di Indonesia masih sangat terbatas.
Hal inilah yang menarik peneliti untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang
manfaat daun talok, terutama untuk melindungi kerusakan hati yang diakibatkan
radikal bebas. Peneliti ingin mengetahui peran daun talok dalam melindungi
kerusakan hati yang diakibatkan oleh radikal bebas dengan mengamati aktivitas
enzim SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase).
1.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun talok (Muntingia
calabura L.), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT pada tikus
putih yang di induksi karbon tetraklorida (CC14).
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian pemberian ekstrak daun talok
(Muntingia calabura L.), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT dan
SGPT pada tikus putih yang di induksi karbon tetraklorida (CC14).
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun talok (Muntingia
calubara L), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT
pada tikus putih yang di induksi karbon tetraklorida (CC14).
2. Mengetahui dosis minimal pemberian ekrtrak daun talok
(Muntingia calubra L), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT
dan SGPT pada tikus putih yang di induksi karbon tetraklorida
(CC14).
3. Mengetahui penurunan kadar enzim SGOT dan SGPT, dengan
perbedaan dosis ekstrak daun talok (Muntingia calubra L).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan
mengenai fungsi ekstrak daun talok (Muntingia calabura L.), terhadap
peningkatan kadar enzim SGPT dan SGOT.
1.4.2 Manfaat untuk pelayanan kesehatan
Memberikan informasi yang bermanfaat untuk pembuatan
produk kesehatan menggunakan bahan dasar daun talok (Muntingia
calabura L.), terhadap peningkatan kadar enzim SGPT dan SGOT.
1.4.3 Manfaat untuk masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan
dasar daun talok (Muntingia calabura L.) sebagai obat alternatif,
khususnya pada pasien yang mengalami peningkatan kadar enzim
SGPT dan SGOT..
1.4.4 Manfaat untuk peneliti lain
Memberi landasan dan informasi yang bermakna untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Daun Talok (Muntingia calabura L.)
2.1.1.1 Taksonomi
Gambar 1. Daun Talok
Talok merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai dan
termasuk dalam famili Elaeocarpaceae. Talok berkhasiat sebagai
antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hati dan ginjal,
mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (Sentra IPTEK
net, 2005). Nama tanaman talok di beberapa negara antara lain: kerukup
siam (Malaysia); Jamaican cherry (Inggris) dan kersen dalam bahasa
Indonesia (Wikipedia, 2008).
Deskripsi tanaman talok berperawakan pohon kecil yang selalu
hijau, tingginya 3-12 m. Percabangannya mendatar, menggantung ke
arah ujung, berbulu halus-halus. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur
sampai berbentuk lanset, berukuran (4-14) cm x (1-4) cm, dengan
pangkal lembaran daun yang nyata tidak simetris, tepi daun bergerigi,
lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu. Bunga-bunga [(1-3-5)
kuntum] terletak pada satu berkas yang letaknya supra-aksilar dari
daun, bersifat hermafrodit. Buahnya bertipe buah buni, berwarna merah
kusam, berdiameter 15 mm, berisi beberapa ribu biji yang kecil,
terkubur dalam daging buah yang lembut (Sentra IPTEK net, 2005).
Daun talok telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat
tradisional yang digunakan sebagai obat sakit kepala dan anti radang
oleh masyarakat Peru (Wiwied, 2009). Daun talok mengandung
kelompok senyawa atau lignan antara lain flavonoid, tannin, triterpene,
saponin, dan polifenol yang menunjukkan aktivitas antioksidatif
(Priharyanti, 2007; Zakaria, 2007). Secara kualitatif diketahui bahwa
senyawa yang dominan dalam daun talok adalah flavonoid (Zakaria,
2007).
Aktivitas antioksidatif daun talok (Muntingia calabura L.) melalui
mekanisme sebagai berikut:
1. Pengikatan radikal bebas
2. Dekomposisi peroksida lipid
3. Pengikatan katalis ion logam transisi
4. Pencegahan inisiasi dan berlanjutnya kerusakan rantai hidrogen
(Zakaria, 2007)
Daun talok juga mengandung flavanon dan flavon.
Gambar 2. 7-methoxy 3,5,8-trihydroxyflavanone (Park et al, 2003).
Pengambilan zat kimia dalam daun talok tersebut dilakukan dengan
ekstraksi prinsip maserasi dimana serbuk daun talok direndam dalam
pelarut aqua distillated dengan perbandingan 1:25 (w/v). Isi sel akan
larut karena perbedaan konsentrasi kemudian dilakukan penyaringan
dan penguapan sehingga didapatkan ekstrak daun talok (Zakaria et al,
2007).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung
zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Flavonoid mudah larut
dalam air, terutama glikosidanya. Oleh karena itu senyawa ini berada
dalam ekstrak air tumbuhan.
Tanaman daun talok memiliki kedudukan taksonomi sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan biji)
Anak Divisi : Angiospermae (Tumbuhan biji tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (Tumbuhan biji belah/ dikotil)
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales / Columniferae
Suku : Elaeocarpaceae
Genus : Muntingia
2.1.2 Hati
Hati merupakan kelenjar metabolik terbesar yang penting dalam tubuh,
beratnya rata- rata 1500 gram atau 2,5% berat badan pada orang
dewasa(Wilson dan Lester, 1995). Hati mempunyai fungsi yang sangat
banyak dan kompleks yang penting untuk mempertahankan hidup, yaitu :
a. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu
Hal ini merupakan fungsi utama hati. Hati mengekskresikan sekitar
satu liter empedu setiap hari. Garam empedu penting untuk
pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus.
b. Fungsi metabolik
Hati berperaan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan juga memproduksi energi. Hati mengubah
amonia menjadi urea, untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus.
c. Fungsi pertahanan tubuh
Hati mempunyai fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan.
Fungsi detoksifikasi dilakukan oleh enzim- enzim hati yang
melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang
kemungkinan membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang
secara fisiologis tidak aktif. Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel
kupfer yang terdapat di dinding sinusoid hati.
d. Fungsi vaskuler hati
Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati diperkirakan
mencapai 1500 cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang
penampung dan bekerja sebagai filter karena letaknya antara usus
dan sirkulasi umum.
Hati mampu mensekresikan enzim-enzim transaminase saat selnya
mengalami gangguan. Transaminase merupakan indikator yang peka pada
kerusakan sel- sel hati (Husadha, 1996). Enzim- enzim tesebut adalah :
a. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) / ALT (Alanine
Aminotransferase). Enzim ini mengkatalisis pemindahan satu
gugus amino antara lain alanin dan asam alfa-ketoglutarat.
Terdapat banyak di hepatosit dan konsentrasinya relatif rendah di
jaringan lain. Kadar normal dalam darah 5- 35 IU/ liter (Amirudin,
2006). SGPT lebih sensitif dibandingkan SGOT.
b. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) / AST
(AspartatAminotransaminase) .Enzim ini berfungsi sebagai
katalisator reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutarat.
SGOT terdapat lebih banyak di jantung dibandingkan di hati.
Enzim ini juga terdapat di otot rangka, otak dan ginjal. Kadar
normal dalam darah 10- 40 IU/ liter. Meningkat tajam ketika terjadi
perubahan infark miokardium. Enzim ini kurang spesifik untuk
penyakit hati (Gaze, 2007).
Kadar SGPT dan SGOT serum meningkat pada hampir semua
penyakit hati. Kadar yang tertinggi ditemukan dalam hubungannya dengan
keadaan yang menyebabkan nekrosis hati yang luas, seperti hepatitis virus
berat, cedera hati akibat toksin, atau kolaps sirkulasi yang berkepanjangan.
Peningkatan yang lebih rendah ditemukan pada hepatitis akut ringan
demikian pula pada penyakit hati kronik difus maupun lokal. Ketika sel hati
mengalami kerusakan, enzim tersebut berada dalam darah, sehingga dapat
diukur kadarnya. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada struktur dan
fungsi membran sel hati.
Apabila kerusakan yang timbul oleh radang hati hanya kecil, kadar
SGPT lebih dini dan lebih cepat meningkat dari kadar SGOT).Enzim SGPT
adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik
untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. SGPT sering dijumpai
dalam hati, sedangkan dalam jantung dan otot-otot skelet kurang jika
dibandingkan dengan SGOT.
Kadarnya dalam serum meningkat terutama pada kerusakan dalam
hati dibandingkan dengan SGOT Enzim SGPT berfungsi untuk
mengkatalisis pemindahan amino dari alanin ke α-ketoglutarat. Produk dari
reaksi transaminase adalah reversibel, yaitu piruvat dan glutamat. Kadar
SGPT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitif ke arah kerusakan
hati karena sangat sedikit kondisi selain hati yang berpengaruh pada kadar
SGPT dalam serum.
2.1.3 Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida banyak digunakan sebagai pelarut dalam proses
industri. Karbon tetraklorida merusak hampir semua sel tubuh, termasuk sistem
saraf pusat, hati, ginjal, dan pembuluh darah (Sartono, 2002). Tanda dan gejala
kerusakan hati oleh CCl4 kemungkinan terlihat setelah beberapa jam sampai 2-3
hari (Goodman & Gilman, 2001).
Toksisitas CCl4 tidak disebabkan oleh molekul CCl4 itu sendiri, tetapi pada
konversi molekul CCl4 menjadi radikal bebas CCl3ˉ oleh sitokrom P450 (Robbins &
Kumar, 1995). Radikal bebas CCl3 ˉ akan bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal triklorometil peroksida ( CCl3O2ˉ ) yang sangat reaktif (Hodgson & Levi,
2000).
Radikal bebas ini akan bereaksi dengan asam lemak tak jenuh ganda yang
merupakan komponen penting dari membran sel yang bila terserang radikal bebas
akan menghasilkan peroksidasi lipid yang selanjutnya akan mengubah struktur
dan fungsi membran sel. Permeabilitas membran sel akan meningkat yang
selanjutnya diikuti oleh influks massif kalsium dan kematian sel (Robbins &
Kumar, 1995).
Pada manusia, pemaparan CCl4 akut maupun menahun akan menyebabkan
hepatotoksisitas (Katzung, 1999). Pemberian CCl4 dosis toksik secara akut akan
menyebabkan abnormalitas berupa nekrosis sentrolobuler dan degenerasi lemak
(Harahap et al., 1996).
Pemberian dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan sirosis hati
(Lu,1995). Dosis toksik CCl4 pada manusia sebesar 0,038 ml/ kg BB (Siong,
2004). Karena sifatnya yang toksik, terutama terhadap sel hati dan sel tubulus
ginjal, baik setelah pemaparan akut maupun kronis, CCl4 sering digunakan untuk
mempelajari toksisitas pada hewan coba.
2.1.4 Hewan Coba
2.1 Kerangka Teori

More Related Content

Bab 1

  • 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim Aminotransferase (SGOT / SGPT) Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase dan serum glutamat piruvat transaminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitif terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber utamanya di hati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak. Enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α- oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Dalam kondisi normal enzim yang dihasilkan oleh sel hepar konsentrasinya rendah. Fungsi dari enzim-enzim hepar tersebut hanya sedikit yang diketahui. Nilai normal kadar SGOT < 35 U/L dan SGPT < 41 U/L. Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati. Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati. Penelitian yang dilakukan oleh Lee, et al pada tahun 2010 di Turki menyatakan peningkatan kadar enzim SGOT/SGPT secara bermakna pada trauma hepar. Nilai peningkatan enzim SGOT yang bermakna adalah lebih dari 100 U/L dengan nilai p<0,001. Di era industri maju sekarang ini, perhatian manusia akan kesehatan semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang semakin selektif terhadap apa yang dikonsumsi, memilih komoditas yang memiliki nilai
  • 2. kesehatan tinggi, serta lebih memilih untuk kembali ke alam (back to nature) (Handajani dkk, 2006). Gerakan memanfaatkan obat alam ini timbul karena banyak dijumpainya efek samping yang tidak dikehendaki akibat penggunaan obat kimia murni (Hardono, 1997). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat alam adalah talok (Muntingia calabura L.). Talok merupakan tanaman buah tropis termasuk dalam famili Elaeocarpaceae yang mudah dijumpai. Talok berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hati dan ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (Sentra IPTEK net, 2005). Daun talok mengandung kelompok senyawa atau lignan antara lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang menunjukkan aktivitas antioksidatif (Priharyanti, 2007; Zakaria, 2007). Antioksidan tersebut diduga mampu melindungi sel hati dari kerusakan yang diakibatkan radikal bebas. Pengambilan zat kimia dalam daun talok dilakukan dengan ekstraksi prinsip maserasi dengan pelarut aqua distillated (Zakaria et al, 2007). Hati merupakan pusat metabolisme tubuh dengan kapasitas cadangan yang besar, karena itu kerusakan sel hati secara klinis baru dapat diketahui jika sudah lanjut. Kerusakan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan mengukur parameter fungsi berupa zat dalam peredaran darah yang dibentuk oleh sel hati yang rusak atau mengalami nekrosis. Seringkali pemeriksaan enzim menjadi satu-satunya petunjuk adanya penyakit hati yang dini atau setempat (Widmann, 1995). Gangguan hati ditandai dengan peningkatan aktivitas serum transaminase berupa SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), laktat dehidrogenase, serta bilirubin serum (Wilmana, 1995). Kadar SGPT dan SGOT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitif ke arah kerusakan hati karena sangat sedikit kondisi selain hati yang berpengaruh pada kadar SGPT dan SGOT dalam serum (Widmann, 1995). Dalam penelitian ini, digunakan karbon tetraklorida (CCl4) sebagai induktor terjadinya hepatotoksik. Karbon tetraklorida merusak hampir semua sel tubuh termasuk sistem saraf pusat, hati, ginjal, dan pembuluh darah (Sartono, 2002). Adanya efek merusak CCl4 ini terhadap sel hati dapat dihambat dengan
  • 3. pemberian ekstrak daun talok. Antioksidan yang terdiri dari flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol menunjukkan aktivitas antioksidatif menyebabkan peroksida lipid yang ditimbulkan oleh radikal bebas CCl4 berkurang, sehingga fungsi membran sel tetap terjaga (Hodgsons & Levi, 2000). Penelitian ilmiah mengenai daun talok di Indonesia masih sangat terbatas. Hal inilah yang menarik peneliti untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang manfaat daun talok, terutama untuk melindungi kerusakan hati yang diakibatkan radikal bebas. Peneliti ingin mengetahui peran daun talok dalam melindungi kerusakan hati yang diakibatkan oleh radikal bebas dengan mengamati aktivitas enzim SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase). 1.2. Rumusan Masalah Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun talok (Muntingia calabura L.), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT pada tikus putih yang di induksi karbon tetraklorida (CC14). 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian pemberian ekstrak daun talok (Muntingia calabura L.), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT pada tikus putih yang di induksi karbon tetraklorida (CC14). 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun talok (Muntingia calubara L), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT pada tikus putih yang di induksi karbon tetraklorida (CC14). 2. Mengetahui dosis minimal pemberian ekrtrak daun talok (Muntingia calubra L), terhadap peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT pada tikus putih yang di induksi karbon tetraklorida (CC14). 3. Mengetahui penurunan kadar enzim SGOT dan SGPT, dengan perbedaan dosis ekstrak daun talok (Muntingia calubra L).
  • 4. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan mengenai fungsi ekstrak daun talok (Muntingia calabura L.), terhadap peningkatan kadar enzim SGPT dan SGOT. 1.4.2 Manfaat untuk pelayanan kesehatan Memberikan informasi yang bermanfaat untuk pembuatan produk kesehatan menggunakan bahan dasar daun talok (Muntingia calabura L.), terhadap peningkatan kadar enzim SGPT dan SGOT. 1.4.3 Manfaat untuk masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan dasar daun talok (Muntingia calabura L.) sebagai obat alternatif, khususnya pada pasien yang mengalami peningkatan kadar enzim SGPT dan SGOT.. 1.4.4 Manfaat untuk peneliti lain Memberi landasan dan informasi yang bermakna untuk penelitian selanjutnya.
  • 5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Daun Talok (Muntingia calabura L.) 2.1.1.1 Taksonomi Gambar 1. Daun Talok Talok merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai dan termasuk dalam famili Elaeocarpaceae. Talok berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hati dan ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (Sentra IPTEK net, 2005). Nama tanaman talok di beberapa negara antara lain: kerukup siam (Malaysia); Jamaican cherry (Inggris) dan kersen dalam bahasa Indonesia (Wikipedia, 2008). Deskripsi tanaman talok berperawakan pohon kecil yang selalu hijau, tingginya 3-12 m. Percabangannya mendatar, menggantung ke arah ujung, berbulu halus-halus. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur sampai berbentuk lanset, berukuran (4-14) cm x (1-4) cm, dengan pangkal lembaran daun yang nyata tidak simetris, tepi daun bergerigi, lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu. Bunga-bunga [(1-3-5)
  • 6. kuntum] terletak pada satu berkas yang letaknya supra-aksilar dari daun, bersifat hermafrodit. Buahnya bertipe buah buni, berwarna merah kusam, berdiameter 15 mm, berisi beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam daging buah yang lembut (Sentra IPTEK net, 2005). Daun talok telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional yang digunakan sebagai obat sakit kepala dan anti radang oleh masyarakat Peru (Wiwied, 2009). Daun talok mengandung kelompok senyawa atau lignan antara lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang menunjukkan aktivitas antioksidatif (Priharyanti, 2007; Zakaria, 2007). Secara kualitatif diketahui bahwa senyawa yang dominan dalam daun talok adalah flavonoid (Zakaria, 2007). Aktivitas antioksidatif daun talok (Muntingia calabura L.) melalui mekanisme sebagai berikut: 1. Pengikatan radikal bebas 2. Dekomposisi peroksida lipid 3. Pengikatan katalis ion logam transisi 4. Pencegahan inisiasi dan berlanjutnya kerusakan rantai hidrogen (Zakaria, 2007) Daun talok juga mengandung flavanon dan flavon. Gambar 2. 7-methoxy 3,5,8-trihydroxyflavanone (Park et al, 2003).
  • 7. Pengambilan zat kimia dalam daun talok tersebut dilakukan dengan ekstraksi prinsip maserasi dimana serbuk daun talok direndam dalam pelarut aqua distillated dengan perbandingan 1:25 (w/v). Isi sel akan larut karena perbedaan konsentrasi kemudian dilakukan penyaringan dan penguapan sehingga didapatkan ekstrak daun talok (Zakaria et al, 2007). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Flavonoid mudah larut dalam air, terutama glikosidanya. Oleh karena itu senyawa ini berada dalam ekstrak air tumbuhan. Tanaman daun talok memiliki kedudukan taksonomi sebagai berikut : Kerajaan : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan biji) Anak Divisi : Angiospermae (Tumbuhan biji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (Tumbuhan biji belah/ dikotil) Anak Kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales / Columniferae Suku : Elaeocarpaceae Genus : Muntingia 2.1.2 Hati Hati merupakan kelenjar metabolik terbesar yang penting dalam tubuh, beratnya rata- rata 1500 gram atau 2,5% berat badan pada orang dewasa(Wilson dan Lester, 1995). Hati mempunyai fungsi yang sangat banyak dan kompleks yang penting untuk mempertahankan hidup, yaitu : a. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu Hal ini merupakan fungsi utama hati. Hati mengekskresikan sekitar satu liter empedu setiap hari. Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus.
  • 8. b. Fungsi metabolik Hati berperaan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan juga memproduksi energi. Hati mengubah amonia menjadi urea, untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus. c. Fungsi pertahanan tubuh Hati mempunyai fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan. Fungsi detoksifikasi dilakukan oleh enzim- enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel kupfer yang terdapat di dinding sinusoid hati. d. Fungsi vaskuler hati Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500 cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang penampung dan bekerja sebagai filter karena letaknya antara usus dan sirkulasi umum. Hati mampu mensekresikan enzim-enzim transaminase saat selnya mengalami gangguan. Transaminase merupakan indikator yang peka pada kerusakan sel- sel hati (Husadha, 1996). Enzim- enzim tesebut adalah : a. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) / ALT (Alanine Aminotransferase). Enzim ini mengkatalisis pemindahan satu gugus amino antara lain alanin dan asam alfa-ketoglutarat. Terdapat banyak di hepatosit dan konsentrasinya relatif rendah di jaringan lain. Kadar normal dalam darah 5- 35 IU/ liter (Amirudin, 2006). SGPT lebih sensitif dibandingkan SGOT. b. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) / AST (AspartatAminotransaminase) .Enzim ini berfungsi sebagai katalisator reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutarat. SGOT terdapat lebih banyak di jantung dibandingkan di hati.
  • 9. Enzim ini juga terdapat di otot rangka, otak dan ginjal. Kadar normal dalam darah 10- 40 IU/ liter. Meningkat tajam ketika terjadi perubahan infark miokardium. Enzim ini kurang spesifik untuk penyakit hati (Gaze, 2007). Kadar SGPT dan SGOT serum meningkat pada hampir semua penyakit hati. Kadar yang tertinggi ditemukan dalam hubungannya dengan keadaan yang menyebabkan nekrosis hati yang luas, seperti hepatitis virus berat, cedera hati akibat toksin, atau kolaps sirkulasi yang berkepanjangan. Peningkatan yang lebih rendah ditemukan pada hepatitis akut ringan demikian pula pada penyakit hati kronik difus maupun lokal. Ketika sel hati mengalami kerusakan, enzim tersebut berada dalam darah, sehingga dapat diukur kadarnya. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada struktur dan fungsi membran sel hati. Apabila kerusakan yang timbul oleh radang hati hanya kecil, kadar SGPT lebih dini dan lebih cepat meningkat dari kadar SGOT).Enzim SGPT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. SGPT sering dijumpai dalam hati, sedangkan dalam jantung dan otot-otot skelet kurang jika dibandingkan dengan SGOT. Kadarnya dalam serum meningkat terutama pada kerusakan dalam hati dibandingkan dengan SGOT Enzim SGPT berfungsi untuk mengkatalisis pemindahan amino dari alanin ke α-ketoglutarat. Produk dari reaksi transaminase adalah reversibel, yaitu piruvat dan glutamat. Kadar SGPT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitif ke arah kerusakan hati karena sangat sedikit kondisi selain hati yang berpengaruh pada kadar SGPT dalam serum. 2.1.3 Karbon Tetraklorida Karbon tetraklorida banyak digunakan sebagai pelarut dalam proses industri. Karbon tetraklorida merusak hampir semua sel tubuh, termasuk sistem saraf pusat, hati, ginjal, dan pembuluh darah (Sartono, 2002). Tanda dan gejala
  • 10. kerusakan hati oleh CCl4 kemungkinan terlihat setelah beberapa jam sampai 2-3 hari (Goodman & Gilman, 2001). Toksisitas CCl4 tidak disebabkan oleh molekul CCl4 itu sendiri, tetapi pada konversi molekul CCl4 menjadi radikal bebas CCl3ˉ oleh sitokrom P450 (Robbins & Kumar, 1995). Radikal bebas CCl3 ˉ akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometil peroksida ( CCl3O2ˉ ) yang sangat reaktif (Hodgson & Levi, 2000). Radikal bebas ini akan bereaksi dengan asam lemak tak jenuh ganda yang merupakan komponen penting dari membran sel yang bila terserang radikal bebas akan menghasilkan peroksidasi lipid yang selanjutnya akan mengubah struktur dan fungsi membran sel. Permeabilitas membran sel akan meningkat yang selanjutnya diikuti oleh influks massif kalsium dan kematian sel (Robbins & Kumar, 1995). Pada manusia, pemaparan CCl4 akut maupun menahun akan menyebabkan hepatotoksisitas (Katzung, 1999). Pemberian CCl4 dosis toksik secara akut akan menyebabkan abnormalitas berupa nekrosis sentrolobuler dan degenerasi lemak (Harahap et al., 1996). Pemberian dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan sirosis hati (Lu,1995). Dosis toksik CCl4 pada manusia sebesar 0,038 ml/ kg BB (Siong, 2004). Karena sifatnya yang toksik, terutama terhadap sel hati dan sel tubulus ginjal, baik setelah pemaparan akut maupun kronis, CCl4 sering digunakan untuk mempelajari toksisitas pada hewan coba. 2.1.4 Hewan Coba