Dokumen tersebut membahas tentang permasalahan luasnya peredaran minuman beralkohol dan dampak negatifnya bagi kesehatan. Pemerintah berupaya mengatur dan mengendalikan minuman beralkohol untuk mencegah dampak buruknya, seperti yang diatur dalam undang-undang. Minuman beralkohol dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan fisik dan mental.
1 of 3
Download to read offline
More Related Content
Bab i
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan dan
dipenuhi dengan menyelenggarakan suatu pembangunan kesehatan yang
berkesinambungan, menyeluruh, terarah dan terpadu yang merupakan suatu
rangkaian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Pemerintah melalui
program pembangunan kesehatan memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan
ini adalah melalui pengaturan, pengendalian, dan pengawasan minuman
beralkohol1.
Pada hakekatnya setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Jaminan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat ini telah secara tegas dinyatakan dalam ketentuan Pasal 28 H
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI 1945) yang berbunyi : ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Peredaran minuman berkadar alkohol, kita kenal sebagai minuman keras
sudah sangat luas. Dari perkotaan hingga pelosok pedesaan jenis minuman ini
mudah sekali didapatkan. Minuman keras termasuk dalam kategori NAPZA
(Narkotika, Psikotropika dan Zat-zat Adiktif), dan minuman keras termasuk dalam
golongan zat-zat adiktif. Zat-zat adiktif adalah zat-zat yang tidak termasuk
narkotika maupun psikotropika namun dapat menimbulkan ketergantungan.
Minuman berkadar alkohol adalah minuman hasil fermentasi/peragian
karbohidarat, biasanya yang dipakai adalah sari buah anggur2.
1 Arif Usman, MediaPembinaan Hukum Nasional.
2
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 86/Menkes/Per/IV/77, yang dimaksud dengan
Minuman Keras adalah:“Semua jenis minuman beralkohol,tetapi bukan obat, yang meliputi minuman
keras golongan A, minuman keras golongan B, minuman keras golongan C.
2. 2
Penyalahgunaan minuman beralkohol tidak terbatas pada satu kalangan atau
golongan saja. Yang memprihatinkan adalah bahwa korban penyalahgunaan zat
(dalam hal inialkohol) pada umumnya dimulai pada masa remaja.20 Padahal menurut
ketentuan hukum pasal 20 (3) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/Men-
Kes/Per/IV/77 disebutkan bahwa “Dilarang menjual atau menyerahkan minuman
keras kepada anak dibawah umur 16”3
.
Dibeberapa tempat minuman yang disajikan biasanya sudah diracik oleh
para penjual dengan minuman berkadar alkohol yang sudah mempunyai “label”
atau merk tertentu. Demikian juga dengan warung remang-remang yang terdapat
dipinggir jalan juga menyediakan minuman beralkohol walaupun hanya sekedar
minuman “cap tikus”. Bahkan pada pesta-pesta hajatan biasanya sang tuan rumah
akan menyediakan minuman keras untuk para tamunya agar bisa lebih meriah
dalam merayakan pesta hajatan tersebut. Kebiasaan minum minuman keras ini
bahkan secara tidak sadar seperti sudah menjadi budaya atau tradisi dalam
masyarakat4.
Menurut H. E. Barnes dan N. K. Teeters, masalah minuman keras dapat
dikategorikan sebagai “Penyakit masyarakat atau Sosial Pathology”5. Sebagai
penyakit sosial, jelas minuman keras merupakan gejala sosial yang berpengaruh
terhadap masyarakat dalam berbagai bentuk perilaku yang membawa dampak
negatif terhadap masyarakat sebagai akibat pemabukan minuman keras yang
diderita seseorang. Tindakan atau perbuatan negatif seseorang seperti:
pelanggaran lalu lintas, pencurian, penganiyaan, perkosaan, dan lain sebagainya
dapat dilakukan oleh pemabuk.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai
alkohol dan kesehatan pada 2011 menyebutkan, sebanyak 320.000 orang usia 15-
29 tahun meninggal di seluruh dunia setiap tahun karena berbagai penyebab
terkait alkohol. Jumlah ini mencapai sembilan persen dari seluruh kematian dalam
kelompok usia tersebut. Di Indonesia, dalam catatan Gerakan Nasional Anti Miras
3 Ibid Hal 174.
4 Reza Indragiri Amriel, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Salemba Humanika,
Jakarta, 2008, hal 6.
5
Soedjono Dirdjosisworo, Alkoholisme ; Paparan Hukum dan Kriminologi, CV Remadja
Karya, Bandung, 1984.
3. 3
(Genam), setiap tahunnya jumlah korban meninggal akibat minuman beralkohol
mencapai 18.000 orang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 jumlah pengkonsumsi alcohol seluruh Indonesia berjumlah 4,6%
dimana jumlah penduduk saat itu berjumlah 224.904.900 jiwa yang berarti
±10.345.625 jiwa pengkonsumsi alkohol dan jumlah terbanyak peminum alkohol
adalah usia produktif usia 15-34 yakni 6,7%6.
Dampak yang ditimbulkan dari alkoholisme juga sangat kompleks, dari
masalah kesehatan/fisik, kejiwaan/psikologi dan sosial. Secara medis penyalahgunaan
alkohol menyebabkan timbulnya komplikasi pada organ otak, rusaknya sistem
pembuluh darah, jantung, hati, liver, pencernaan, pankreas, otot, seks dan janin,
endokrin, gangguan nutrisi, metabolisme, dan resiko kanker7
. Dari sudut psikiatri
penyalahgunaan zat (alkohol) dapat mengakibatkan Gangguan Mental Organik akibat
zat atau disebut juga Sindrom Otak Organik, yang disebabkan oleh efek langsung dari
zat tersebut terhadap susunan saraf pusat/otak yang akhirnya mempengaruhi
terjadinya perubahan perilaku yang tidak terkontrol pada diri penderita.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk mencegahnya adalah
mengaturnya dengan Peraturan Perundang-Undangan. Pemerintah dalam hal ini
juga menaruh perhatian sangat serius terhadap pembuatan, peredaran, penjualan
minuman keras dan penggolongannya.
1.2. Permasalahan
1. Luasnya peredaran minuman beralkohol mulai dari daerah perkotaan
hingga pelosok desa.
2. Besarnya dampak negatif bagi kesehatan, bagi para penikmat minuman
beralkohol.
6Ibid, Hal 1.
7
I Gusti K. Alit (editor), Perilaku Remaja dan Permasalahannya,Yayasan Penerus Nilai-nilai
LuhurPerjuangan1945, Jakarta,1995, hal28 & 162.