際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Kajian Perspektif Realisme terhadap Pemberian
  Foreign Aid dari China untuk Pembangunan
         Negara-Negara Sub-Sahara Afrika




Makalah Ujian Akhir Semester untuk Mata Kuliah Pembangunan Internasional


                              Disusun oleh


                     Bernadette Aderi Puspaningrum
                              1006694315




                Departemen Ilmu Hubungan Internasional
                          Universitas Indonesia
                                  2012




                                   1
BAB I
                                           PENDAHULUAN


I.      Latar Belakang
        Pertumbuhan ekonomi yang besar di Sub-Sahara Afrika (SSA) hingga mencapai
puncaknya tahun 2011 menarik banyak perhatian dunia pada potensi wilayah ini. Total
pertumbuhan ekonomi regional yang mencapai 9,7% di tahun 2011 pada dasarnya merupakan
hasil dari pengolahan sumber-sumber baru kekayaan alam yang melimpah namun belum
pernah dioleh sebelumnya. SSA yang semula kurang diperhitungkan oleh pasar internasional
menunjukan perkembangan yang positif sejak tahun 2000an. Kontras jika dibandingkan
dengan kondisi mayoritas negara dikawasan ini pada tahun 1950an. Sebagian besar negara
dalam kawasan ini pada masa tersebut masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap
bantuan asing dalam perekonomiannya.                Hal ini dipengaruhi oleh ketergantungan besar
negara terhadap hasil produksi dari bidang agricultural. Fluktuasi harga barang-barang
komoditas dipasaran menjadi alasan akan adanya stagnasi ekonomi ataupun perkembangan
ekonomi yang sangat lambat dibeberapa negara dikawasan ini pasca kemerdekaannya.
Disamping itu, lemahnya kekuatan negara akibat proses pembangunan negara yang tidak
sempurna juga menjadi salah satu alasan tidak stabilnya ekonomi negara-negara dalam
kawasan tersebut.
        Dalam perkembangannya hingga kini, catatan positif pertumbuhan ekonomi kawasan
SSA nyatanya tidak mengurangi jumlah bantuan keungan dari berbagai negara. China
merupakan penyumbang bantuan terbesar yang juga merupakan partner dagang utama
negara-negara kawasan SSA. Hubungan kerjasama antara Sub-Sahara Afrika (SSA) dengan
China sudah terjalin sejak tahun 1956. Pada masa itu, pada dasarnya ekonomi China belum
berada pada tingkat ekonomi yang matang. Kondisi tersebut menurut Machiko Nissanke,
bantuan kepada SSA diberikan untuk menekan dominasi superpower melalui pembentukan
aliansi dengan negara dunia ketiga.1 Dalam perkembangannya hubungan kerjasama ini terus
ditingkatkan, hingga dibentuk Forum on China-Africa Cooperation (FOCAC) pada tahun
2000. FOCAC merupakan forum antara China dengan negara-negara African Union yang
diadakan tiga tahun sekali. Melalui forum ini, berbagai kerjasama ekonomi dan berberbagai
strategi bersama untuk kemajuan ekonomi dibicarakan. Hingga pada tahun 2009 perjanjian
pemberian bantuan sebesar US$ 10 miliar dari China ke negara-negara SSA disepakati.

1
 Tjonneland, E. N., Brandtzaeg, B., Kol奪s, ., and Le Pere, G., China in Africa: Implication for Norwegian
Foreign and Development Policies,Norway: CMI, 2006, p. 8.

                                                      2
Perjanjian ini pada dasarnya dua kali lipat lebih besar dibandingkan bantuan yang diberikan
sebelumnya.
       Meningkatnya jumlah kuota bantuan yang diberikan kepada SSA meski dalam keadaan
ekonomi yang baik, menimbulkan pertanyaan tersendri. Di sisi lain, masuknya negara-negara
lain seperti India dalam ekonomi SSA memperlihatkan adanya perkembangan ekonomi pasar
di wilayah tersebut. Selama kurang lebih 10 tahun terakhir, pembangunan ekonomi di
wilayah SSA telah banyak mendapatkan dukungan dari bantuan asing yang disalurkan
kepadanya. Terkait hal tersebut, upaya China untuk terus menjalin kerjasama dalam bentuk
bantuan ekonomi ke SSA pada dasarnya menunjukan adanya permasalahan lain disamping
pembangunan ekonomi yang kini sedang dihadapi negara-negara SSA. Makalah ini kan
memperhatikan masalah tersebut, dan berusaha menjelaskan efektifitas pemberian bantuan
pembangunan dari China ke negara-negara SSA.


II.     Pertanyaan Permasalahan
Makalah ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana perspektif realisme
menjelaskan peningkatan jumlah bantuan luar negeri China untuk pembangunan di sub
Sahara Afrika?


III.    Kerangka Teori dan Konsep
        Unpublised




                                            3
BAB II
                                             PEMBAHASAN


2.1. Kondisi Umum Ekonomi Negara-Negara Sub Sahara Afrika
        Kondisi politik yang kurang stabil pasca kemerdekaan membuat rendahnya jaminan
kesejahteraan masyarakat di kawasan SSA. Disamping itu, terbatasnya fasilitas penunjang
kegiatan ekonomi semakin memperbesar kesenjangan dalam masyarakat di SSA. Hal ini
mengakibatkan munculnya berbagai majam penyakit hingga tingginya angka kematian di
Afrika. Kondisi perekonomian semakin diperburuk dengan ketergantungan masyarakat akan
produk komoditas sebagai penunjang ekonomi. Harga barang komoditas yang cenderung
fluktuatif membuat perkembangan ekonomi di Afrika menjadi stagnan. Negara-negara SSA
hanya akan mendapat keuntungan yang besar ketika harga komoditas melonjak naik namun
tidak sebaliknya. Akibatnya, perekonomian yang pasang surut ini mengakibatkan tidak
adanya sustainability dalam pembangunan di SSA.
        Hal ini pula lah yang menjadi keprihatinan negara-negara di dunia lainnya. Perhatian
dunia internasional ini berfokus pada adanya peningkatan kuantitas dan kualitas arus pendaan
resmi ke Afrika. Foreign aid menjadi bentuk bantuan ekonomi yang menurut Ericsson
memang cocok digunakan untuk mendorong adanya perkembangan ekonomi. 2 Menurutnya,
dengan adanya bantuan ekonomi dari asing maka akan menambah domestic saving suatu
negara. Domestic saving sendiri merupakan jaminan bagi investor untuk menanamkan modal
nya dalam perekonomian suatu negara. Dengan adanya investasi yang masuk terus menerus
maka roda perekonomian dapat bergerak karena adanya modal pembangunan. Foreign aid
yang menurut Ericsson berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi ini lah yang
kemudian menempatkan SSA pada posisinya yang sekarang ini. Foreign aid yang digunakan
sebagai cadangan domestic merupakan pengkantrol ekonomi ketika fluktuasi harga
komoditas, yang merupakan input tunggal dari negara-negara SSA, anjlok harga jualnya di
pasaran. Dengan demikian pada dasarnya Foreign aid membantu stabilitas suatu negara yang
fragile akibat keterbatasan potensi ekonomi yang dimilikinya.
        Namun pada dasarnya, kawasana SSA tidak dapat dikatakan sebagai wilayah dengan
potensi ekonomi yang rendah. Berikut pemetaan sumber daya alam yang terdapat di SSA:


2
  Ericsson J., Irandoust M. (2005). Foreign aid, domestic savings, and growth in LDCs: an application of
likelihood-based panel cointegration. Economic modeling, vol. 22, pp. 616-627.

                                                       4
Dalam perkembangnnya masuknya asing ke wilayah ini, membuka akses negara untuk dapat
mengolah berbagai macam sumber daya yang belum dapat dioleh sebelumnya. Keterbatasan
keterampilan dan minimnya dana dalam pengolahan sumber daya yang tidak dimiliki
pemerintah itu sendiri. Terkait dengan hal ini, China menjadi negara pertama yang melihat
potensi sumber daya alam yang melimpah dikawasan ini sehingga telah terlebih dahulu
membuka jalur kerjasama dengan SSA sejak tahun 1956. Bentuk kerjasama yang dibangun
antara China dengan SSA sendiri dapat dikatakkan cenderung menggunakan pendekatan yang
berbeda. Penawaran akan bantuan ekonomi yang memang dibutuhkan oleh negara-negara
kawasan ini pada awalnya, kini telah beralih pada kerjasama ekonomi ekspor impor bahan
mentah dari SSA ke China.3




3
 Ian Taylor, Chinas oil diplomacy in Africa, International Aff airs 82: 5 (Blackwell Publishing Ltd/The Royal
Institute of International Aff airs, 2006) 937959.


                                                       5
2.2. Bantuan Ekonomi China Kepada Sub Sahara Afrika
      Bagi China hubungan dengan SSA merupakan bentuk kerjasama ekonomi dan bukan
   hanya pemberian bantuan semata.




                                               Jika melihat dari bentuk bantuan
                                               dalam table tersebut, pada dasarnya
                                               bantuan    ekonomi      yang   diberikan
                                               China     banyak       mengarah      pada
                                               pengembangan        infrastruktur     dan
                                               fasilitas publik di negara recipient-nya.
                                               Sautman       and    Hairong        (2007)
                                               berpendapat    bahwa     kebijakan     ini
                                               merupakan     bentuk    investasi    yang
                                               disebut sebagai Beijing Consensus.


                                       6
Pandangan yang sama disapaikan oleh Ramos yang melihat bahwa kebijakan China ini
merupakan kebijakan baru yang telah memperhitungkan segi politik, pembangunan, dan
keseimbangan dalam kekuatan ekonomi global.4 Kebijakan ini pada dasarnya memunculkan
perdebatan tersendiri dikalangan ilmuan ekonomi. Kebijakan ini dipandang sangat berbeda
dengan Washington Consensus yang lebih mengarah pada pandangan ekonomi neo-liberal
dimana demokrasi dan good governance menjadi elemen utama dalam upaya pengentasan
kemiskinan.5 Beijing Consensus menurut beberapa ahli, lebih menekankan pada bentuk
investasi dimana kebijakan luar negeri dapat mendukung tujuan akhir dari pembangunan
ekonomi nasional dengan memanfaatkan bantuan keuangan yang diberikan secara cuma-
cuma. Dengan demikian pada dasarnya Beijing Consensus lebih bersifat rancangan
pembangunan ekonomi strategis yang dapat menguntungkan negara donor maupun recipient-
nya.
        Berdasarkan syarat yang disampaikan tersebut pada dasarnya menunjukan focus
China pada sektor ekonomi dan pembangunan. Hal ini berbeda dengan Washington
Consensus yang lebih terkesan memaksakan neoliberalisme agar bisa mendapatkan bantuan
ekonomi. Pada dasarnya apa yang menjadi syarat bantuan China menurut beberapa ahli
merupakan bentuk kebijakan ekonomi yang paling efektif untuk dapat mengatasi
permasalahan yang ada dalam ekonomi negara dunia ketiga. Hal ini terbukti dari keuntungan
yang didapatkan dari investasi, yaitu mulai dari 29% di tahun 1990 menjadi 40% pada tahun
2005.6 Tidak hanya itu, perdagangan yang relative kecil antara China dan Afrika kini telah
berkembang dari US$ 3 miliar pada 1995 menjadi US$ 55 miliar di tahun 2006. Hal ini
menurut Xinhua, merupakan pengaruh dari adanya 800 perusahaan China yang 100
diantaranya merupakan perusahaan milik pemerintah (BUMN).
        Dalam perkembangannya, ekspansi ekonomi China terus meningkat seiring dengan
banyaknya bantuan ekonomi berupa investasi ke hampir 50 negara di kawasan Sub Sahara
Afrika. Jalinan kerjasama ini juga semakin mendorong pembangunan ekonomi di SSA
melalui terbukanya perdagangan minyak di beberapa negara dalam kawasan SSA.




4
  J. C. Ramos, The Beijing Consensus; dalam Zafar, A. The growing relationship between China and Sub-
Saharan Africa: macroeconomic, trade, investment, and aid links. (The World Bank Research Observer
Advance Access, 2007)
5
   B. Fine, & K.S. Jomo; dalam Sautman, B., & Hairong, Y, Friends and Interests: Chinas distinctive links with
Africa( African Studies Review, 50(3), 2007), hlm. 75-114.
6
   Kinfu Adisu, dkk., The Impact of Chinese Investment in Africa, International Journal of Business and
Management Vol. 5, No. 9; September 2010, diakses dari www.ccsenet.org/ijbm pada tanggal 26 Desember
2012 pukul 21.12 WIB.

                                                       7
Pembangunan infrastruktur di sisi lain juga menjadi nilai tambah dari cepatnya pertumbuhan
ekonomi di kawasan ini.


2.3 Pengaruh Foreign Aid China Terhadap Pembangunan Di Wilayah Sub Sahara
     Afrika
           Jika dilihat dari persebaran bantuan yang diberikan China seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, mmanuel Gu辿rin melihat empat aspek yang mendapatkan pengaruh
dari adanya bantuan ekonomi dari China, yaitu aspek: 7
    1. Sosial
        Bantuan yang diberikan pada negara-negara SSA telah membuat kawasan ini
        mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu sebesar 5,8 persen pada tahun 2007.
        Disamping itu, melalui kebijakan bantuan ekonominya, China telah menghapuskan
        hutang beberapa negara SSA yang jumlahnya senilai dengan US$ 10 miliar.
        Hubungan sosial masyarakat juga tidak luput dari perhitungan China. Hal tersebut
        dilakukan dengan mengirimkan dokter-dokter untuk mengobati                               masyarakat
        dikawasan ini. Selanjutnya, pemeirntah China juga mengirimkan ribuan pekerja dan
        mahasiswa dari SSA ke pusat-pusat pelatihan dan universitas.
    2. Perdagangan
        Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan infrastruktur di Afrika pada dasarnya
        diprakarsiai oleh pemerintah China sebagai salah satu bentuk dari bantuan ekonomi
        yang diberikannya. Adanya infrastruktur ini sendiri menjadi faktor pendukung
        percepatan pertumbuhan ekonomi di SSA. Disamping itu, hadirnya perusahaan China
        di kawasan ini, memengaruhi adanya kompetisi dalam pasar internal maupun
        eksternal. Harga produk China yang murah sulit untuk dapat ditandingi dengan
        produk-produk lokal di kawasan ini. Hal ini tidak dipungkiri menjadi penyebab
        banyaknya perusahaan yang tidak mampu bersaing memutuskan untuk gulung tikar.
        Namun hal berbeda dilakukan oleh pengusaha di Afrika Selatan karena mendapatkan
        perlindungan dari pemerintah berupa pembatasan impor dari barang-barang China ke
        negaranya.
    3. Ketenagakerjaan



7
 mmanuel Gu辿rin (Iddri), Chinese assistance to Africa: Icharacterization and position regarding the global
governance of development aid, Institut du d辿veloppement durable et des relations internationales ,(Adresse
postale : 27, rue Saint-Guillaume  75337 Paris Cedex ) hlm. 07.

                                                      8
Banyaknya pendatang dari China memperkaya ketersediaan tenaga kerja maupun
      lapangan pekerjaan. Akan tetapi hal ini memuncuklan masalah terkait etos kerja yang
      berbeda dari tenaga kerja China dengan Afrika. Permasalahn tersebut tidak hanya
      mucul dari upah kerja hingga waktu kerja yang berbeda. Hal ini memunculkan
      masalah pada hukum dan kultur perburuhan di            Afrika. Di samping itu, bidang
      industri pun saling bersaing satu sama lian. Perusahaan dari Afrika dalam hal ini harus
      mampu bersaing dengan perusahaan China yang lebih unggul baik dari segi harga
      maupun material/bahan baku kerjanya.
  4. Moral
      Persoalan moral merupakan masalah yang muncul karena adanya perbedaan kultur di
      China dan Afrika. Namun dalam hal ini, upaya China untuk membangun kerjasama
      dengan negara dunia ketiga memeprikan stigma lain di mata dunia internasional.




2.4 Analisis Perspektif Realisme Terhadap Pemberian Bantuan Ekonomi China Untuk
   Pembangunan Sub Sahara Afrika
          Bentuk kerjasama antara China dan negara-negara SSA pada dasarnya
   menitikberatkan pada negara sebagai aktor utama dalam bebagai kebijakan yang diambil
   dalam hubungan internasional. Jika dilihat dari sudut pandang realis, isu penting yang
   menjadi permasalahan high politics bagi China adalah masalah ekonomi. Hal ini dapat
   dilihat dari semnagat Beijing Consensus yang lebih menekankan pada perkembangan
   ekonomi negara dibandingkan perubahan politik di negara recipientnya. Pada dasarnya
   hal ini berdasarkan pada dasar politik luar negeri China sendiri yaitu terkait self reliance.
          Berdasarkan pertimbangan high politics yang diyakininya, ekspansi ekonomi
   merupakan bentuk perjuangan terhadap sovereignty yang dimilikinya. Oleh sebab itu,
   dalam upaya membangun kerjasama ekonomi, China menekankan pada adanya
   keuntungan jangka panjang melui investasi ekonomi ke Sub Sahara Afrika. Terkait
   dengan hal ini, syarat yang diajukan oleh China terhadap bantuan yang akan
   diberikannya pada dasarnya merupakan upaya perlindungan terhadap kepentingan
   nasionalnya sendiri pula.
          Penanaman investasi China di Afrika telah membuka jalan bagi berbagai
   perusahaan China untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut.
   Keistimewaan yang diberikan melalui pemotongan hutang merupakan salah satu upaya
   kontrol terhadap negara lain, sehingga negara tersebut juga dapat memberikan apa yang
                                              9
menjadi kebutuhan China sendiri. Benar saja, China menjadi negara partner terbesar
ketiga negara-negara SSA setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat.
       Berhutang besar pada China secara moril, memberi jalan bagi China kepada
berbagai akses sumber daya alam Afrika sebagai bentuk balas jasa. Hal ini tentunya
sangat menguntungkan bagi China. Sebagai negara yang melakukan proteksi terhadap
sumberdaya yang diilikinya sendiri, China membutuhkan cadangan bahan baku baru
untuk mendukung sektor industrinya yang akan terus dikembangkan. Disamping itu,
ekspansi ke Afrika memberikan keuntungan bagi pemerinah China untuk dapat
menyediakan lapangan kerja baru bagi para tenaga kerjanya. Dengan jumlah penduduk
yang terus bertambah hingga menjadikan China sebagai negara terpadat di dunia,
ekspansi perdagangan dengan cara yang dilakukan China merupakan salah satu bentuk
pengalihan dimana pemerintah menyediakan lahan baru yang dapat mengurangi beban
negaranya sendiri yang telah padat dari penduduk maupun dari sektor industri.




                                        10
KESIMPULAN


        Peranan bantuan ekonomi China terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Sub
Sahara Afrika merupakan faktor kontrol dan pendukung perekonomian negara-negara SSA
yang kurang stabil pada umumnya. Bantuan ekonomi China yang diterapkan secara berbeda
pada dasarnya tidak hanya memberikan keuntungan bagi perekonomian kawasan SSA namun
juga bagi China sendiri. Investasi jangka panjang berupa pembangunan infrastruktur dalam
kenyataannya telah berhasil menempatkan Afrika pada masa pertumbuhan ekonomi tertinggi
disepanjang sejarah ekonomianya. Dari hasil tersebut pada dasarnya kebijakan ekonomi
China melaui Beijing Consensus-nya telah berhasil memberikan jawaban atas stagnasi
ekonomi SSA sebagai negara dunia ketiga. Namun, pandangan realis pada dasarnya melihat
adanya kecenderungan hubungan timbal balik yang ditunggu oleh China. Berbagai proyek
pembangunan yang dilaksanakan di Afrika secara langsung menjadi lapangan kerja baru
bagai masyarakat China. Meningkatnya hubungan ekonomi mengakibatkan tingginya arus
perpindahan manusia dari China ke Afrika yang memunculkan adanya persaingan ekonomi di
Afrika sendiri. Pada akhirnya, jika negara-negara di Afrika tidak dapat bersaing dengan
produk dan sumber daya China, maka keuntungan yang lebih besar tentunya akan kembali
kepada China sendiri.




                                               DAFTAR ISI


Reverensi buku dan jurnal
Tjonneland, E. N., Brandtzaeg, B., Kol奪s, ., and Le Pere, G., China in Africa: Implication for Norwegian
Foreign and Development Policies,Norway: CMI, 2006, p. 8.

                                                      11
Bagian ini merupakan ringkasan dari bab perspektif realisme dalam Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi,
International Relations Theory, Fourth Edition, (USA: Pearson Education Inc., 2010).
Adam Szirmai, The Dynamics of Socio-Economic Development: An Introduction, (Cambridge: Cambridge 
Penjelasan di bagian ini merupakan rangkuman dari Finn Tarp, Foreign Aid and Development  Lessons Learnt
and Directions for the Future, (New York: Routledge, 2000), halaman 1  9, dan 101  168.
Ericsson J., Irandoust M. (2005). Foreign aid, domestic savings, and growth in LDCs: an application of
likelihood-based panel cointegration. Economic modeling, vol. 22, pp. 616-627.
Ian Taylor, Chinas oil diplomacy in Africa, International Aff airs 82: 5 (Blackwell Publishing Ltd/The Royal
Institute of International Aff airs, 2006) 937959.
J. C. Ramos, The Beijing Consensus; dalam Zafar, A. The growing relationship between China and Sub-
Saharan Africa: macroeconomic, trade, investment, and aid links. (The World Bank Research Observer
Advance Access, 2007)
B. Fine, & K.S. Jomo; dalam Sautman, B., & Hairong, Y, Friends and Interests: Chinas distinctive links with
Africa( African Studies Review, 50(3), 2007), hlm. 75-114.
mmanuel Gu辿rin (Iddri), Chinese assistance to Africa: Icharacterization and position regarding the global
governance of development aid, Institut du d辿veloppement durable et des relations internationales ,(Adresse
postale : 27, rue Saint-Guillaume  75337 Paris Cedex ) hlm. 07.


Referensi Website
Kinfu Adisu, dkk., The Impact of Chinese Investment in Africa, International Journal of Business and
Management Vol. 5, No. 9; September 2010, diakses dari www.ccsenet.org/ijbm.




                                                      12

More Related Content

B.aderi p 1006694315-uas pembin

  • 1. Kajian Perspektif Realisme terhadap Pemberian Foreign Aid dari China untuk Pembangunan Negara-Negara Sub-Sahara Afrika Makalah Ujian Akhir Semester untuk Mata Kuliah Pembangunan Internasional Disusun oleh Bernadette Aderi Puspaningrum 1006694315 Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia 2012 1
  • 2. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang besar di Sub-Sahara Afrika (SSA) hingga mencapai puncaknya tahun 2011 menarik banyak perhatian dunia pada potensi wilayah ini. Total pertumbuhan ekonomi regional yang mencapai 9,7% di tahun 2011 pada dasarnya merupakan hasil dari pengolahan sumber-sumber baru kekayaan alam yang melimpah namun belum pernah dioleh sebelumnya. SSA yang semula kurang diperhitungkan oleh pasar internasional menunjukan perkembangan yang positif sejak tahun 2000an. Kontras jika dibandingkan dengan kondisi mayoritas negara dikawasan ini pada tahun 1950an. Sebagian besar negara dalam kawasan ini pada masa tersebut masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap bantuan asing dalam perekonomiannya. Hal ini dipengaruhi oleh ketergantungan besar negara terhadap hasil produksi dari bidang agricultural. Fluktuasi harga barang-barang komoditas dipasaran menjadi alasan akan adanya stagnasi ekonomi ataupun perkembangan ekonomi yang sangat lambat dibeberapa negara dikawasan ini pasca kemerdekaannya. Disamping itu, lemahnya kekuatan negara akibat proses pembangunan negara yang tidak sempurna juga menjadi salah satu alasan tidak stabilnya ekonomi negara-negara dalam kawasan tersebut. Dalam perkembangannya hingga kini, catatan positif pertumbuhan ekonomi kawasan SSA nyatanya tidak mengurangi jumlah bantuan keungan dari berbagai negara. China merupakan penyumbang bantuan terbesar yang juga merupakan partner dagang utama negara-negara kawasan SSA. Hubungan kerjasama antara Sub-Sahara Afrika (SSA) dengan China sudah terjalin sejak tahun 1956. Pada masa itu, pada dasarnya ekonomi China belum berada pada tingkat ekonomi yang matang. Kondisi tersebut menurut Machiko Nissanke, bantuan kepada SSA diberikan untuk menekan dominasi superpower melalui pembentukan aliansi dengan negara dunia ketiga.1 Dalam perkembangannya hubungan kerjasama ini terus ditingkatkan, hingga dibentuk Forum on China-Africa Cooperation (FOCAC) pada tahun 2000. FOCAC merupakan forum antara China dengan negara-negara African Union yang diadakan tiga tahun sekali. Melalui forum ini, berbagai kerjasama ekonomi dan berberbagai strategi bersama untuk kemajuan ekonomi dibicarakan. Hingga pada tahun 2009 perjanjian pemberian bantuan sebesar US$ 10 miliar dari China ke negara-negara SSA disepakati. 1 Tjonneland, E. N., Brandtzaeg, B., Kol奪s, ., and Le Pere, G., China in Africa: Implication for Norwegian Foreign and Development Policies,Norway: CMI, 2006, p. 8. 2
  • 3. Perjanjian ini pada dasarnya dua kali lipat lebih besar dibandingkan bantuan yang diberikan sebelumnya. Meningkatnya jumlah kuota bantuan yang diberikan kepada SSA meski dalam keadaan ekonomi yang baik, menimbulkan pertanyaan tersendri. Di sisi lain, masuknya negara-negara lain seperti India dalam ekonomi SSA memperlihatkan adanya perkembangan ekonomi pasar di wilayah tersebut. Selama kurang lebih 10 tahun terakhir, pembangunan ekonomi di wilayah SSA telah banyak mendapatkan dukungan dari bantuan asing yang disalurkan kepadanya. Terkait hal tersebut, upaya China untuk terus menjalin kerjasama dalam bentuk bantuan ekonomi ke SSA pada dasarnya menunjukan adanya permasalahan lain disamping pembangunan ekonomi yang kini sedang dihadapi negara-negara SSA. Makalah ini kan memperhatikan masalah tersebut, dan berusaha menjelaskan efektifitas pemberian bantuan pembangunan dari China ke negara-negara SSA. II. Pertanyaan Permasalahan Makalah ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana perspektif realisme menjelaskan peningkatan jumlah bantuan luar negeri China untuk pembangunan di sub Sahara Afrika? III. Kerangka Teori dan Konsep Unpublised 3
  • 4. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kondisi Umum Ekonomi Negara-Negara Sub Sahara Afrika Kondisi politik yang kurang stabil pasca kemerdekaan membuat rendahnya jaminan kesejahteraan masyarakat di kawasan SSA. Disamping itu, terbatasnya fasilitas penunjang kegiatan ekonomi semakin memperbesar kesenjangan dalam masyarakat di SSA. Hal ini mengakibatkan munculnya berbagai majam penyakit hingga tingginya angka kematian di Afrika. Kondisi perekonomian semakin diperburuk dengan ketergantungan masyarakat akan produk komoditas sebagai penunjang ekonomi. Harga barang komoditas yang cenderung fluktuatif membuat perkembangan ekonomi di Afrika menjadi stagnan. Negara-negara SSA hanya akan mendapat keuntungan yang besar ketika harga komoditas melonjak naik namun tidak sebaliknya. Akibatnya, perekonomian yang pasang surut ini mengakibatkan tidak adanya sustainability dalam pembangunan di SSA. Hal ini pula lah yang menjadi keprihatinan negara-negara di dunia lainnya. Perhatian dunia internasional ini berfokus pada adanya peningkatan kuantitas dan kualitas arus pendaan resmi ke Afrika. Foreign aid menjadi bentuk bantuan ekonomi yang menurut Ericsson memang cocok digunakan untuk mendorong adanya perkembangan ekonomi. 2 Menurutnya, dengan adanya bantuan ekonomi dari asing maka akan menambah domestic saving suatu negara. Domestic saving sendiri merupakan jaminan bagi investor untuk menanamkan modal nya dalam perekonomian suatu negara. Dengan adanya investasi yang masuk terus menerus maka roda perekonomian dapat bergerak karena adanya modal pembangunan. Foreign aid yang menurut Ericsson berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi ini lah yang kemudian menempatkan SSA pada posisinya yang sekarang ini. Foreign aid yang digunakan sebagai cadangan domestic merupakan pengkantrol ekonomi ketika fluktuasi harga komoditas, yang merupakan input tunggal dari negara-negara SSA, anjlok harga jualnya di pasaran. Dengan demikian pada dasarnya Foreign aid membantu stabilitas suatu negara yang fragile akibat keterbatasan potensi ekonomi yang dimilikinya. Namun pada dasarnya, kawasana SSA tidak dapat dikatakan sebagai wilayah dengan potensi ekonomi yang rendah. Berikut pemetaan sumber daya alam yang terdapat di SSA: 2 Ericsson J., Irandoust M. (2005). Foreign aid, domestic savings, and growth in LDCs: an application of likelihood-based panel cointegration. Economic modeling, vol. 22, pp. 616-627. 4
  • 5. Dalam perkembangnnya masuknya asing ke wilayah ini, membuka akses negara untuk dapat mengolah berbagai macam sumber daya yang belum dapat dioleh sebelumnya. Keterbatasan keterampilan dan minimnya dana dalam pengolahan sumber daya yang tidak dimiliki pemerintah itu sendiri. Terkait dengan hal ini, China menjadi negara pertama yang melihat potensi sumber daya alam yang melimpah dikawasan ini sehingga telah terlebih dahulu membuka jalur kerjasama dengan SSA sejak tahun 1956. Bentuk kerjasama yang dibangun antara China dengan SSA sendiri dapat dikatakkan cenderung menggunakan pendekatan yang berbeda. Penawaran akan bantuan ekonomi yang memang dibutuhkan oleh negara-negara kawasan ini pada awalnya, kini telah beralih pada kerjasama ekonomi ekspor impor bahan mentah dari SSA ke China.3 3 Ian Taylor, Chinas oil diplomacy in Africa, International Aff airs 82: 5 (Blackwell Publishing Ltd/The Royal Institute of International Aff airs, 2006) 937959. 5
  • 6. 2.2. Bantuan Ekonomi China Kepada Sub Sahara Afrika Bagi China hubungan dengan SSA merupakan bentuk kerjasama ekonomi dan bukan hanya pemberian bantuan semata. Jika melihat dari bentuk bantuan dalam table tersebut, pada dasarnya bantuan ekonomi yang diberikan China banyak mengarah pada pengembangan infrastruktur dan fasilitas publik di negara recipient-nya. Sautman and Hairong (2007) berpendapat bahwa kebijakan ini merupakan bentuk investasi yang disebut sebagai Beijing Consensus. 6
  • 7. Pandangan yang sama disapaikan oleh Ramos yang melihat bahwa kebijakan China ini merupakan kebijakan baru yang telah memperhitungkan segi politik, pembangunan, dan keseimbangan dalam kekuatan ekonomi global.4 Kebijakan ini pada dasarnya memunculkan perdebatan tersendiri dikalangan ilmuan ekonomi. Kebijakan ini dipandang sangat berbeda dengan Washington Consensus yang lebih mengarah pada pandangan ekonomi neo-liberal dimana demokrasi dan good governance menjadi elemen utama dalam upaya pengentasan kemiskinan.5 Beijing Consensus menurut beberapa ahli, lebih menekankan pada bentuk investasi dimana kebijakan luar negeri dapat mendukung tujuan akhir dari pembangunan ekonomi nasional dengan memanfaatkan bantuan keuangan yang diberikan secara cuma- cuma. Dengan demikian pada dasarnya Beijing Consensus lebih bersifat rancangan pembangunan ekonomi strategis yang dapat menguntungkan negara donor maupun recipient- nya. Berdasarkan syarat yang disampaikan tersebut pada dasarnya menunjukan focus China pada sektor ekonomi dan pembangunan. Hal ini berbeda dengan Washington Consensus yang lebih terkesan memaksakan neoliberalisme agar bisa mendapatkan bantuan ekonomi. Pada dasarnya apa yang menjadi syarat bantuan China menurut beberapa ahli merupakan bentuk kebijakan ekonomi yang paling efektif untuk dapat mengatasi permasalahan yang ada dalam ekonomi negara dunia ketiga. Hal ini terbukti dari keuntungan yang didapatkan dari investasi, yaitu mulai dari 29% di tahun 1990 menjadi 40% pada tahun 2005.6 Tidak hanya itu, perdagangan yang relative kecil antara China dan Afrika kini telah berkembang dari US$ 3 miliar pada 1995 menjadi US$ 55 miliar di tahun 2006. Hal ini menurut Xinhua, merupakan pengaruh dari adanya 800 perusahaan China yang 100 diantaranya merupakan perusahaan milik pemerintah (BUMN). Dalam perkembangannya, ekspansi ekonomi China terus meningkat seiring dengan banyaknya bantuan ekonomi berupa investasi ke hampir 50 negara di kawasan Sub Sahara Afrika. Jalinan kerjasama ini juga semakin mendorong pembangunan ekonomi di SSA melalui terbukanya perdagangan minyak di beberapa negara dalam kawasan SSA. 4 J. C. Ramos, The Beijing Consensus; dalam Zafar, A. The growing relationship between China and Sub- Saharan Africa: macroeconomic, trade, investment, and aid links. (The World Bank Research Observer Advance Access, 2007) 5 B. Fine, & K.S. Jomo; dalam Sautman, B., & Hairong, Y, Friends and Interests: Chinas distinctive links with Africa( African Studies Review, 50(3), 2007), hlm. 75-114. 6 Kinfu Adisu, dkk., The Impact of Chinese Investment in Africa, International Journal of Business and Management Vol. 5, No. 9; September 2010, diakses dari www.ccsenet.org/ijbm pada tanggal 26 Desember 2012 pukul 21.12 WIB. 7
  • 8. Pembangunan infrastruktur di sisi lain juga menjadi nilai tambah dari cepatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. 2.3 Pengaruh Foreign Aid China Terhadap Pembangunan Di Wilayah Sub Sahara Afrika Jika dilihat dari persebaran bantuan yang diberikan China seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, mmanuel Gu辿rin melihat empat aspek yang mendapatkan pengaruh dari adanya bantuan ekonomi dari China, yaitu aspek: 7 1. Sosial Bantuan yang diberikan pada negara-negara SSA telah membuat kawasan ini mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu sebesar 5,8 persen pada tahun 2007. Disamping itu, melalui kebijakan bantuan ekonominya, China telah menghapuskan hutang beberapa negara SSA yang jumlahnya senilai dengan US$ 10 miliar. Hubungan sosial masyarakat juga tidak luput dari perhitungan China. Hal tersebut dilakukan dengan mengirimkan dokter-dokter untuk mengobati masyarakat dikawasan ini. Selanjutnya, pemeirntah China juga mengirimkan ribuan pekerja dan mahasiswa dari SSA ke pusat-pusat pelatihan dan universitas. 2. Perdagangan Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan infrastruktur di Afrika pada dasarnya diprakarsiai oleh pemerintah China sebagai salah satu bentuk dari bantuan ekonomi yang diberikannya. Adanya infrastruktur ini sendiri menjadi faktor pendukung percepatan pertumbuhan ekonomi di SSA. Disamping itu, hadirnya perusahaan China di kawasan ini, memengaruhi adanya kompetisi dalam pasar internal maupun eksternal. Harga produk China yang murah sulit untuk dapat ditandingi dengan produk-produk lokal di kawasan ini. Hal ini tidak dipungkiri menjadi penyebab banyaknya perusahaan yang tidak mampu bersaing memutuskan untuk gulung tikar. Namun hal berbeda dilakukan oleh pengusaha di Afrika Selatan karena mendapatkan perlindungan dari pemerintah berupa pembatasan impor dari barang-barang China ke negaranya. 3. Ketenagakerjaan 7 mmanuel Gu辿rin (Iddri), Chinese assistance to Africa: Icharacterization and position regarding the global governance of development aid, Institut du d辿veloppement durable et des relations internationales ,(Adresse postale : 27, rue Saint-Guillaume 75337 Paris Cedex ) hlm. 07. 8
  • 9. Banyaknya pendatang dari China memperkaya ketersediaan tenaga kerja maupun lapangan pekerjaan. Akan tetapi hal ini memuncuklan masalah terkait etos kerja yang berbeda dari tenaga kerja China dengan Afrika. Permasalahn tersebut tidak hanya mucul dari upah kerja hingga waktu kerja yang berbeda. Hal ini memunculkan masalah pada hukum dan kultur perburuhan di Afrika. Di samping itu, bidang industri pun saling bersaing satu sama lian. Perusahaan dari Afrika dalam hal ini harus mampu bersaing dengan perusahaan China yang lebih unggul baik dari segi harga maupun material/bahan baku kerjanya. 4. Moral Persoalan moral merupakan masalah yang muncul karena adanya perbedaan kultur di China dan Afrika. Namun dalam hal ini, upaya China untuk membangun kerjasama dengan negara dunia ketiga memeprikan stigma lain di mata dunia internasional. 2.4 Analisis Perspektif Realisme Terhadap Pemberian Bantuan Ekonomi China Untuk Pembangunan Sub Sahara Afrika Bentuk kerjasama antara China dan negara-negara SSA pada dasarnya menitikberatkan pada negara sebagai aktor utama dalam bebagai kebijakan yang diambil dalam hubungan internasional. Jika dilihat dari sudut pandang realis, isu penting yang menjadi permasalahan high politics bagi China adalah masalah ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari semnagat Beijing Consensus yang lebih menekankan pada perkembangan ekonomi negara dibandingkan perubahan politik di negara recipientnya. Pada dasarnya hal ini berdasarkan pada dasar politik luar negeri China sendiri yaitu terkait self reliance. Berdasarkan pertimbangan high politics yang diyakininya, ekspansi ekonomi merupakan bentuk perjuangan terhadap sovereignty yang dimilikinya. Oleh sebab itu, dalam upaya membangun kerjasama ekonomi, China menekankan pada adanya keuntungan jangka panjang melui investasi ekonomi ke Sub Sahara Afrika. Terkait dengan hal ini, syarat yang diajukan oleh China terhadap bantuan yang akan diberikannya pada dasarnya merupakan upaya perlindungan terhadap kepentingan nasionalnya sendiri pula. Penanaman investasi China di Afrika telah membuka jalan bagi berbagai perusahaan China untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Keistimewaan yang diberikan melalui pemotongan hutang merupakan salah satu upaya kontrol terhadap negara lain, sehingga negara tersebut juga dapat memberikan apa yang 9
  • 10. menjadi kebutuhan China sendiri. Benar saja, China menjadi negara partner terbesar ketiga negara-negara SSA setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Berhutang besar pada China secara moril, memberi jalan bagi China kepada berbagai akses sumber daya alam Afrika sebagai bentuk balas jasa. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi China. Sebagai negara yang melakukan proteksi terhadap sumberdaya yang diilikinya sendiri, China membutuhkan cadangan bahan baku baru untuk mendukung sektor industrinya yang akan terus dikembangkan. Disamping itu, ekspansi ke Afrika memberikan keuntungan bagi pemerinah China untuk dapat menyediakan lapangan kerja baru bagi para tenaga kerjanya. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah hingga menjadikan China sebagai negara terpadat di dunia, ekspansi perdagangan dengan cara yang dilakukan China merupakan salah satu bentuk pengalihan dimana pemerintah menyediakan lahan baru yang dapat mengurangi beban negaranya sendiri yang telah padat dari penduduk maupun dari sektor industri. 10
  • 11. KESIMPULAN Peranan bantuan ekonomi China terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Sub Sahara Afrika merupakan faktor kontrol dan pendukung perekonomian negara-negara SSA yang kurang stabil pada umumnya. Bantuan ekonomi China yang diterapkan secara berbeda pada dasarnya tidak hanya memberikan keuntungan bagi perekonomian kawasan SSA namun juga bagi China sendiri. Investasi jangka panjang berupa pembangunan infrastruktur dalam kenyataannya telah berhasil menempatkan Afrika pada masa pertumbuhan ekonomi tertinggi disepanjang sejarah ekonomianya. Dari hasil tersebut pada dasarnya kebijakan ekonomi China melaui Beijing Consensus-nya telah berhasil memberikan jawaban atas stagnasi ekonomi SSA sebagai negara dunia ketiga. Namun, pandangan realis pada dasarnya melihat adanya kecenderungan hubungan timbal balik yang ditunggu oleh China. Berbagai proyek pembangunan yang dilaksanakan di Afrika secara langsung menjadi lapangan kerja baru bagai masyarakat China. Meningkatnya hubungan ekonomi mengakibatkan tingginya arus perpindahan manusia dari China ke Afrika yang memunculkan adanya persaingan ekonomi di Afrika sendiri. Pada akhirnya, jika negara-negara di Afrika tidak dapat bersaing dengan produk dan sumber daya China, maka keuntungan yang lebih besar tentunya akan kembali kepada China sendiri. DAFTAR ISI Reverensi buku dan jurnal Tjonneland, E. N., Brandtzaeg, B., Kol奪s, ., and Le Pere, G., China in Africa: Implication for Norwegian Foreign and Development Policies,Norway: CMI, 2006, p. 8. 11
  • 12. Bagian ini merupakan ringkasan dari bab perspektif realisme dalam Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory, Fourth Edition, (USA: Pearson Education Inc., 2010). Adam Szirmai, The Dynamics of Socio-Economic Development: An Introduction, (Cambridge: Cambridge Penjelasan di bagian ini merupakan rangkuman dari Finn Tarp, Foreign Aid and Development Lessons Learnt and Directions for the Future, (New York: Routledge, 2000), halaman 1 9, dan 101 168. Ericsson J., Irandoust M. (2005). Foreign aid, domestic savings, and growth in LDCs: an application of likelihood-based panel cointegration. Economic modeling, vol. 22, pp. 616-627. Ian Taylor, Chinas oil diplomacy in Africa, International Aff airs 82: 5 (Blackwell Publishing Ltd/The Royal Institute of International Aff airs, 2006) 937959. J. C. Ramos, The Beijing Consensus; dalam Zafar, A. The growing relationship between China and Sub- Saharan Africa: macroeconomic, trade, investment, and aid links. (The World Bank Research Observer Advance Access, 2007) B. Fine, & K.S. Jomo; dalam Sautman, B., & Hairong, Y, Friends and Interests: Chinas distinctive links with Africa( African Studies Review, 50(3), 2007), hlm. 75-114. mmanuel Gu辿rin (Iddri), Chinese assistance to Africa: Icharacterization and position regarding the global governance of development aid, Institut du d辿veloppement durable et des relations internationales ,(Adresse postale : 27, rue Saint-Guillaume 75337 Paris Cedex ) hlm. 07. Referensi Website Kinfu Adisu, dkk., The Impact of Chinese Investment in Africa, International Journal of Business and Management Vol. 5, No. 9; September 2010, diakses dari www.ccsenet.org/ijbm. 12