Dokumen tersebut membahas beberapa kasus medis yang diajukan kepada Dokter Penilai Medis untuk mendapatkan rekomendasi diagnosis dan tindakan yang tepat. Rekomendasi DPM memberikan penjelasan mengenai diagnosis dan prosedur yang sesuai berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan pendukung yang ada.
1 of 13
Downloaded 20 times
More Related Content
Bahan dpm
1. 1
KKASUS MATA
Nama Peserta : Tn.S
Usia : 60 Tahun
DX Primer : Glaukoma Primer
Prosedure : Laser Iridotomy
Pertanyaan :
1. Apakah procedure laser iridotomi dan iridotomi itu merupakan procedure yang sama?
2. Apakah Laser iridotomi sama dengan Destruction of Chorioretinal lesion by laser
photocoagulation?
Rekomendasi DPM
Iridotomi adalah prosedure pengobatan untuk glaukoma sudut tertutup. Perbedaan
antara Laser Iridotomi dengan Iridotomi hanya pada penggunaan alat laser saja.
Dalam kasus ini, diagnosis yang ditegakkan oleh dokter adalah glaukoma primer yang
lebih mengarah pada glaukoma absolut. Untuk kasus glaukoma absolut prosedure
pengobatan yang lebih yaitu Cryoterapi.
Destruction of Chorioretinal Lesion by Laser Photocoagulation merupakan prosedure
laser di retina mata, biasanya terjadi pada pasien dengan kebocoran retina akibat
penyakit kronis yang dideritanya seperti DM dan Hipertensi. Jadi tindakan ini berbeda
dengan tindakan Laser iridotomi.
Seringkali kesalahan dalam pengkodingan itu terjadi karena
ketidaktahuan/ketidakpahaman koder mencari koding yang cocok dalam ICD 10 dan
ICD 9 Cm dalam suatu kasus.
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
2. 2
KASUS ANAK
Nama : An.1
Umur : 8 Bulan
DX : Kejang demam, Rhinitis Akut, dan Hidrosephalus post Vp.Shunt
Nama : An.2
Umur : 2 Tahun
DX : Kejang demam, Rhinopharingitis akut, dan Cerebral Palsy
Pertanyaan :
Manakah yang sebaiknya ditetapkan sebagai diagnose utama, kejang emamnya atau diagnose
penyertanya?
Rekomendasi DPM
Berdasarkan kasus diatas Diagnosis utama yang cocok adalah Kejang Demam, sesuai
dengan permenkes no 27 tahun 2014 yang menyatakan bahwa Diagnosis Utama
adalah Diagnosa yang menyebabkan pasien masuk perawatan dan ditegakkan diakhir
Perawatan serta menghabiskan sumber daya yang lebih besar.
Nama : Bayi (0 bulan)
DX : bayi lahir SC, dari ibu KPD, tersangka infeksi
Ket : Bayi lahir SC dari KPD + letak Oblig dari ibu G4P3A0 Hamil aterm, lahir
langsung menangis, APGAR Score 8/9 BBL 3200 gram
Penunjang : Hb 14,8, leukosit 15.800 mg/dl, PLT 304.000, CRP (-)
Terapi : Injeksi Vit K, Rawat tali pusar, IMD, ASI, cegah hipoglikemia dan
hipotermia
Pertanyaan :
a. Dapatkah kasus ini di diagnose sebagai bayi tersangka infeksi?
b. Berdasarkan terapi yang diberikan apakah telah ada intervensi medis terhadap bayi
tersangka infeksi?
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
3. 3
Rekomendasi DPM
Berdasarkan kasus diatas diagnosa sebagai bayi tersangka infeksi bisa saja terjadi.
Untuk terapi yang ada dalam kasus ini, tidak ada intervensi medis terhadap bayi
dengan tersangka infeksi
Diagnosa neonatus/bayi tersangka infeksi bisa ditegakkan dari gejala klinis yang
timbul/tampak pada neonatus/bayi, antara lain:
a. Demam
b. Kejang
c. Sianosis/kebiruan
d. Malas minum
e. Muntah
Untuk pemeriksaan laboratorium seperti angka leukosit yang tinggi dan pemeriksaan
CRP tidak begitu memegang peranan dalam penegakan diagnosa kasus neonatus/bayi
tersangka infeksi ini.
Selain itu juga, penegakan diagnosa neonatus/bayi tersangka infeksi juga bisa dilihat
dari penyebab/penyulit ibu dalam proses persalinan seperti:
a. KPD (Ketuban Pecah Dini) lebih dari 12 jam
b. Warna Air Ketuban ( Apakah Jernih, Hijau, atau seperti lumpur)
c. Neonatus/bayi Anak keberapa dan umur ibu saat persalinan juga bisa menjadi
pertimbangan
Jika diagnose yang ditegakkan tersangka infeksi, harus ada intervensi untuk
diagnosis utama tersebut, minimal antibiotic lini pertama seperti Inj.gentamisin
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
4. 4
KASUS PENYAKIT DALAM (INTERNA)
Nama : Ny.J
Umur : 25 tahun
DX : Syok hipovolemik ec vomitus ec dyspepsia
PX Fisik : TD 100/0 mmHg, RR 22x/mnt, T:36,7, N:80x/mnt
Terapi : IUFD RL gtt 20, OMZ, Opigram, Antasida, Cefotaxim, ambroxol
Nama : An
Umur : 6 tahun
DX : DHF + Syok hipovolemik
PX Fisik : TD 60/palpasi, N: 128x/mnt, akral dingin +/+
PX Penunjang : Leukosit: 8.100 mg/dl, PLT terendah: 16.000, PLT tertinggi: 252.000
Terapi : Resusitasi RL, O2, Kateter urine, Vit C, Vit BC, CTM, Ambroxol
Pertanyaan :
Gejala klinis atau penunjang apakah yang dapat digunakan sebagain dasar penentuan
diagnose syok hipovolemik?
Rekomendasi DPM:
Dasar penentuan diagnosa Syok Hipovolemik yaitu: apabila setelah dilakukan resusitasi
cairan sejumlah minimal 250 cc (1/2 kolf) ada kenaikan tekanan darah. Misalnya saat
TD masuk 60/palpasi kemudian setelah dilakukan resusitasi sebanyak 250 cc TD
menjadi 80/60 maka bisa dikatakan bahwa pasien mengalami Syok Hipovolemik.
Akan tetapi, jika setelah dilakukan resusitasi TD tidak naik maka kemungkinan pasien
mengalami Syok Kardiogenik/Syok Sepsis. Jadi untuk menentukan pasien mengalami
Syok Hipovolemik harus diketahui TD saat pasien masuk dan TD setelah dilakukan
resusitasi cairan.
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
5. 5
Selain TD yang harus dilihat juga tanda-tanda vital yang lain seperti: Nadi abnormal,
respirasi abnormal, suhu tubuh dibawah normal, dan akral pasien juga menjadi factor
pendukung diagnose syok hipovolemik.
Syok hipovolemik biasanya terjadi pada pasien dengan:
a. Muntah frekuent (>10x)
b. Diare hebat
c. Perdarahan massif
Pada kasus diatas, kasus 1 bukan syok hipovolemik dan kasus 2 merupakan syok
hipovolemik
Nama : An.K
Umur ; 1 tahun
DX Primer : BP dengan Sepsis
DX Sekunder : Malaria
Keluhan : Demam 8 hari, menggigil, batuk
PX Penunjang : Leukosit: 9.800 (21/2), 6.700 (23/2), 7.200 (24/2), 9.600 (25/2), 10.100(26/2)
Malaria: (-)
Terapi : Vicillin, Parasetamol, CPZ, Azitro, Levoflox, ondan, ranitidine, cefotaxim,
chloroquin
Pertanyaan :
1. Apakah diagnose pada pasien diatas sudah tepat?
2. Adakah syarat minimal penegakan diagnose Bronkopneumonia ataupun sepsis?
Benarkah diagnose ini dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis saja?Apa ada
criteria pelayanan klinis yang dimaksud?
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
6. 6
Rekomendasi DPM:
Diagnosa Bronkopneumonia dan sepsis bisa ditegakkan dengan pemeriksaan klinis.
Syarat minimal untuk penegakkan diagnose bronkopneumonia, adanya gejala-gejala
klinis pada pasien seperti:
a. Sesak nafas (Respirasi >24x/menit pada dewasa)
b. Demam Tinggi (>38 derajat Celsius)
c. Adanya perubahan suara pernafasan, Ronki basah/Ronki halus dikedua lapang paru
d. Angka Leukosit yang tinggi (akan tetapi tidak semua pasien angka leukositnya
meningkat)
e. Pemeriksaan Rontgen Thorax menunjukkan Bronkopneumonia. Akan tetapi pada
kasus-kasus awal biasanya rontgen thorax masih dalam batas normal.
Syarat minimal criteria klinis untuk penegakkan diagnose Sepsis, antara lain:
a. Takipneu (Respirasi > 24x/menit pada dewasa)
b. Takikardia (Nadi > 100 x/menit)
c. Suhu > 37,5 derajat celcius
d. Angka Leukosit > 10.000 mg/dl atau < 4.000 mg/dl
e. Ada sumber infeksi
Gold Standar untuk diagnose ini adalah kultur darah (waktu yang diperlukan sampai
hasil kultur selesai yaitu 14 hari).
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
7. 7
KASUS BEDAH
Nama : Tn.R (1. 02 Des 2014)
Umur : 52 Tahun
DX Utama : Batu Pyelum (D) + HN Grade II (D)
Tindakan : ESWL I
Nama : Tn.R (2. 06 Des 2014)
Umur : 52 Tahun
DX Utama : HN Grade III-IV (D) ec batu pyelum (D)
Komplikasi : DM Tipe II Uncontracted
Tindakan : Insisi DJ Stent (S)
Nama : Tn.R (3. 18 Des 2014)
Umur : 52 Tahun
DX Utama : Batu Pyelum (D)
Komplikasi : Hematuria
Tindakan : ESWL II
Nama : Tn.R (4. 28 Des 2014)
Umur : 52 Tahun
DX Utama : Batu ginjal kanan
Tindakan : ESWL III
Nama : Tn.R (5. 12 Jan 2015)
Umur : 52 Tahun
DX Utama : Batu Ginjal Kanan
Tindakan : ESWL IV
Pertanyaan :
Apakah pelaksanaan tahapan procedure pada pasien tersebut diatas telah tepat?
8. 8
Rekomendasi DPM
Pada Kasus I ini ESWL dilakukan sebanyak 4x dan 1x insisi DJ Stent, sudah tepat.
Oleh karena pada pasien ini terdapat penyulit antara lain Obesitas dan riw.penyakit
jantung, sehingga tindakan tidak bisa dilakukan sekaligus. Seharusnya penyulit-
penyulit yang membuat tindakan tidak bisa dilakukan sekaligus bisa dimasukkan ke
dalam diagnose sekunder oleh dokter penanggung jawab, sehingga terkesan tindakan
tidak dipecah-pecah.
Dalam memutuskan untuk melakukan tindakan ESWL tergantung dari ukuran batu dan
letak batu itu sendiri, bisa dikonfirmasikan ke dokter penanggung jawab.
Nama : Ny.S (41 tahun)
Keluhan : Sakit perut bagian kanan, pusing dan lemas, nyeri hilang timbul,
mual, TD 90/60 mmHg
PX Penunjang : USG Abd : Cystitis
DX Primer : Cholelithiasis dengan Cholecystitis
DX Sekunder : Adhesi Colon
Tindakan : Cholecystectomy
Other Lysis Of Peritoneal Adhesions
Terapi : Mucogard syr 3x1,5 cc, PCT 3x1, Bisolvon syr 2x1C, Ondancentron
2x1, inj Cefotaxim 3x1 amp, Inj.Ketorolac 3x30 mg, Inj.Panzol 2x1
amp, Inj as.mefenamat 3x1 amp, Pronalges 1-1-1
Pertanyaan :
Data apa saja yang bisa digunakan sebagai dasar penetapan adanya adhesi dalam
kasus bedah diatas (mengingat hamper sluruh kasus bedah selalu dengan penyulit
adhesi)?
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
9. 9
Rekomendasi DPM
Adhesi (Perlengketan) terbagi menjadi dua yaitu:
a. Adhesi Akut : biasanya pada Appendisitis akut yang sudah mengalami perforasi dan
bisa tidak menimbulkan gejala klinis pada pasien
b. Adhesi kronis : biasanya menimbulkan gejala klinis pada pasien. Misalnya pasien
dengan post operasi yang menjadi gemuk akibat adanya obstruksi diusus.
Ada atau tidaknya suatu adhesi bisa dilihat intraoperatve, setidaknya dari laporan
operasi yang dibuat oleh dokter yang bertanggungjawab akan tertulis ada atau tidaknya
adhesi.
Tidak semua kasus bedah yang dioperasi selalu dengan penyulit adhesi, tergantung
klinis pasien, misalnya ada faktorfaktor penyulit pada pasien seperti obesitas dan
adanya infeksi lain disekitar nya. Begitu juga dengan lamanya waktu operasi tidak bisa
menjadi patokan ada atau tidaknya adhesi.
Pada kasus dengan diagnose Cholelithiasis kronis disertain Cholecystitis biasanya
disertai dengan adhesi (perlengketan)
Jika pada diagnose muncul Intestinal adhesions with obstruction harus dibuktikan
minimal dengan foto abdomen (BNO/IVP) minimal 2 posisi yang dapat terlihat adanya
Air Fluid Level. Jika tidak ada pemeriksaan penunjang ini maka diagnose ..with
obstruction tidak seharusnya dicantumkan.
Nama : Ny.A (2 tahun)
Keluhan : Sakit pada perut keras seperti batu
DX Utama : Other and unspecified ovarian cyst (N832)
DX Sekunder : Intestinal adhesions with obstruction (K656)
Acute Appendicitis, unspecified (K359)
Prosedure : Other lysis adhesions of ovary and fallopian tube
Other removal of both ovaries and tubes at same operative episode
Acute appendicitis, unspecified
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
10. 10
Terapi : Amlodipin, Clindamisin 2x1, Ketorolac 3x1, Ranitidin 2x1,
Ceftriaxon 3x1, inj.gentamisin 3x1 amp, inj.ketorolac 3x1amp
Rekomendasi DPM :
Untuk kasus Ny.A (72 tahun) ini diagnose yang ditegakkan tidak ssuai dengan
procedure yang dilakukan. Konfirmasi kepada dokter penanggung jawab.
Untuk kasus Tn.S (58 tahun) ini, diagnose sekunder yang muncul tidak sesuai. Perlu
konfirmasi kepada dokter penanggung jawab
Untuk kasus-kasus tumor jinak harusnya tidak menimbulkam abses/infeksi pada
jaringan disekitarnya. Kecuali untuk Cyst Ateroma yang terinfeksi (dibuktikan dengan
hasil PA). Yang bisa menyebabkan abses/infeksi dijaringan sekitarnya adalah kasus-
kasus karsinoma (tumor maligna).
Nama : Ny.HS (58 tahun)
DX Utama : Other benign neoplasm of skin, unspecified
DX Sekunder : Chronic ulcer of skin, not elsewhere classified
Terapi : Ceftriaxon 1x2 gr, ketorolac 3x1, ranitidine 3x1, ondan, RL
Prosedure : Radical excision of skin lesion
Hari rawat : 2 hari
Rekomendasi DPM
Untuk kasus Ny.HS (58 tahun) tidak selalu diagnose chronic ulcer of skin menjadi
diagnose sekunder pada kasus bedah, tergantung dari diagnose utamanya apakah suatu
tumor jinak atau karsinoma (seperti yang telah diterangkan sebelumnya).
Begitu juga dengan procedure eksisi yang dilakukan apakah itu parsial atau radikal
tergantung dari luasnya lesi dan luasnya infeksi yang muncul pada jaringan disekitar
lesi.
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
11. 11
KASUS OBSGYN
Nama : Ny.L (53 tahun)
DX Primer : Kista Ovarii
DX Sekunder : Adhesi colon
Tindakan :68.89 Other lysis of adhesions of ovary and fallopian tube
684 Total abdominal hysterectomy
Terapi : Cefixim 3x1, Ketorolac 3x1, Ranitidin 3x1, antasida 3x1, clindamisin
3x3 tab
Pertanyaan :
Data apa saja yang bisa digunakan sebagai dasar penetapan adanya adhesi dalm kasus
obsgyn diatas? Didalam diagnose sekunder dinyatakan peritoneal adhesi/colon adhesi,
dilakukan procedure lysis ovary dan tuba fallopi? Bagaimana dengan procedure lysis
peritoneal adhesion?
Rekomendasi DPM
Diagnose kista ovarii bisa ditegakkan dengan USG Abdomen dan yang penting
diketahui juga letak kista ovarii nya apakah di kanan atau di kiri atau kedua-duanya.
Untuk kasus pasien dengan kista ovarii yang usia nya > 45 tahun, tindakan yang
dianjurkam adalah histerektomi total
Untuk diagnose adhesi colon mungkin saja bisa terjadi, karena ovarium dan organ
disekitarnya (colon, tuba fallopi, dll) letaknya berdekatan sehingga memungkinkan
untuk terjadinya perlengketan/adhesi. Akan tetapi hanya bisa dilihat intraoperative jika
memang adhesi tidak menimbulkan gejala apapun pada pasien. Perlu konfirmasi dokter
peananggung jawab.
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
12. 12
Nama : Ny.Y (3 tahun)
Kontrol sebelum SC (02/01/2015)
1. Kontrol Tanggal 02/01/2015
Keluhan: G2P1A0 35-36 minggu, kepala belum masuk PAP, riw.Sc 9 tahun yang lalu
DX Utama: Plasenta Previa (O449)
Prosedure: USG
2. Kontrol Tanggal 12/01/2015
Keluhan: sda
DX utama: Maternal care due to uterin scar from previous surgery
Prosedure: USg
Pelayanan SC (19/01/2015) dengan indikasi bekas SC + Letak obligue
Kontrol post SC (28/01/2015) diagnose Post SC dan (04/02/2015) dengan diagnose Post
SC dan adnexitis
Prosedure: USG
Pertanyaan:
a. Bagaimana menurut DPM tentang riwayat pasien tersebut diatas?
b. Diagnosa pada saat kontrol sebelum SC tidak sinkron dengan diagnose penyebab SC.
Untuk pelayanan kontrol ulang post SC. Bagaimana standar penanganan pasien post
SC, apakah memang sepenuhnya masih harus ditangani RS atau dapat dirujuk balik
kepada FKTP?
Rekomendasi DPM
Untuk diagnose pada kasus-kasus obsgyn adalah Moment diagnosis yang bisa muncul
tiba-tiba. Jadi sangat dimungkinkan adanya perubahan diagnosis ketika pasien hamil
datang pertama/kontrol dengan diagnosis akhir yang akan muncul saat pasien saat
persalinan.
Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7
13. 13
Untuk standar penanganan pasien Post Sc memang sangat dianjurkan untuk kontrol
dengan spesialis obsgyn yang menangani persalinannya, untuk mengkontrol komplikasi
yang mungkin muncul pada pasien. Biasanya 2-3x kontrol post SC.
Jambi, 31 Maret 2015
DEWAN PERTIMBANGAN MEDIS
PROPINSI JAMBI
DR.dr. Herlambang, SPOG, KFM
KETUA