ݺߣ

ݺߣShare a Scribd company logo
BAHASA INDONESIA DAN KEPUNAHAN BAHASA DAERAH
Indonesia adalah bangsa dengan masyarakat multikultural. Ia mewadahi perbedaan berbagai latar
belakang budaya, bahasa, dan ciri kedaerahan yang dimiliki rakyat Indonesia.
Salah satu ciri kedaerahan dan identitas budaya yang paling nampak dari suatu suku bangsa adalah
bahasa asli atau bahasa kedaerahan yang dimiliki.Bahasa daerah memberi ciri pembeda bagi
penuturnya, terlebih bahasa daerah yang menggunakan dialek khusus. Menggunakan bahasa daerah
akan mempererat hubungan ke dalam antarmasyarakat suku tersebut. Namun, penggunaan bahasa
daerah juga akan menimbulkan kesan inklusif dan memisahkan diri dari masyarakat umum.
Di negara yang multikultur ini, interaksi antar suku dan budaya hampir tidak mungkin dihindari. Sifat
inklusif yang dimunculkan kelompok tertentu hanya akan mempertajam perbedaan yang ada.Hal
semacam inidapat berujung konflik dan perpecahan yang justru akan menghambat pembangunan
negara.
Keanekaragaman Sumber Daya Budaya Indonesia adalah potensi pembangunan yang besar. Namun,
semua itu tidak akan terlaksana tanpa adanya rasa persatuan dan saling membangun antar suku dan
etnis. Maka dari itu, rakyat Indonesia harus dibangkitkan rasa kebersamaan dan saling memilikinya.
Diperlukan sebuah media yang mampu meluruhkan sekat-sekat antar kelompok, suku, dan etnis,
sehingga dapat mempersatukan seluruh rakyat indonesia.
Atas dasar keinginan mempersatukan masyarakat indonesia itulah, para pemimpin bangsa
mempertimbangkan sebuah bahasa persatuan yang mampu merengkuh keseluruhan rakyat tanpa
memandang suku dan latar belakang budayanya. Sebuah Lingual Franca bagi bangsa indonesia
sebagai perwakilan dari sekian banyak bahasa yang dimiliki suku-suku di dalamnya.
Indonesia memilih bahasa melayu sebagai bahasa nasional dengan sekian kali penyempurnaan.
Bahasa Nasional atau Bahasa Negara memiliki kedudukan yang esensial karena mencakup lingkup
penggunaan yang luas. Selain sebagai alat komunikasi publik dan bahasa resmi yang digunakan
dalam berbagai kesempatan formal, bahasa indonesia juga digunakan sebagai pengantar pendidikan,
serta memiliki peran sebagai media pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan budaya.
Dalam penggunaannya di masyarakat, bahasa indonesia hidup berdampingan dengan bahasa
daerah. Namun bahasa daerah memiliki cakupan penggunaan yang jauh lebih kecil dari bahasa
nasional karena tidak semua orang menguasai dan mengerti bahasa dari suku tersebut. Umumnya
lingkup penggunaannya terbatas pada lingkungan keluarga, kelompok kekerabatan, dan masyarakat
di sekitar suku itu berada. Bila dibandingkan dengan luasnya lingkup penggunaan bahasa indonesia
yang mencakup berbagai bidang kehidupan dan semua lapisan masyarakat, bahasa nasional
kemungkinan akan dapat menekan dan memperkecil penggunaan bahasa daerah. Kondisi seperti ini
adalah ancaman yang nyata bagi bahasa daerah, terlebih bahasa-bahasa yang digunakan di suku
kecil dan jumlah penuturnya sudah sangat berkurang karena proses pewarisan budaya yang tidak
sempurna.
Bahasa Indonesia sebagai selah satu alat pemersatu bangsa dimaksudkan untuk meminimalisir
perbedaan antar kelompok. Namun sayangnya, keberadaan bahasa indonesia juga mengakibatkan
ciri kebahasaan kelompok tersebut hilang secara perlahan. Situasi ini terjadi karena banyak
masyarakat dari sebuah suku mengalami diglosia atas kehadiran bahasa indonesia. Mereka yang
awalnya telah mengerti dan menguasai bahasa daerahmasing-masing diharuskan mempelajari dan
menggunakan bahasa indonesia dalam kesehariannya. Diglosia terjadi kala bahasa indonesia
digunakan lebih intens dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam lingkup keluarga dan masyarakat
adat dimana semestinya bahasa daerah masih digunakan.Pergeseran peran ini akan mempersempit
cakupan penggunaan bahasa daerah dan menekan keberadaannya di tengah masyarakat.
Bahasa daerah dan bahasa indonesia tidak mungkin dipisahkan, karena keberadaannya yang saling
mengisi.Namun hubungan ini beroposisi biner dan dapat mengarah pada persaingan dalam
eksistensi bahasa. Bahasa Indonesia yang telah menjadi penghantar komunikasi seluruh rakyat
indonesia akan dengan mudah menggeser penggunaan bahasa daerah di masyarakat.
Bahasa daerah perlu dilestarikan agar tidak terjadi kepunahan. Menurut saya, pelestarian sebuah
budaya, termasuk bahasa sebenarnya dapat dilakukan dengan sangat mudah dan tidak selalu harus
menggunakan media yang rumit atau melaksanakan sesuatu yang muluk. Pelestarian budaya
menurut saya paling efektif dilakukan dalam lingkup kecil seperti keluarga. Sebagai contoh,
penggunaan bahasa daerah pada lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan bentuk-bentuk
panggilan atau nama kecil yang digunakan di suku asalnya. Seperti suku jawa, ada yang
menggunakan panggilan “denok” untuk anak perempuannya, suku batak yang memanggil “butet”
kepada anaknya, suku sunda yang memanggil anak lelakinya “ujang”, dan masih banyak lagi contoh
panggilan kecil yang digunakan dalam suku-suku tertentu. Penggunaan panggilan tersebut
setidaknya akan memberikan identitas kepada sang anak bahwa ia merupakan anggota dari suku
tertentu. Pengenalan bahasa daerah dalam lingkup keluarga juga dapat dilakukan dengan
mengikutsertakan anak-anak dalam berbagai acara adat dan perkumpulan kekerabatan sehingga
anak terbiasa mendengar penggunaan bahasa-bahasa daerah dalam kesehariannya.
Terlepas dari masalah eksistensi dan penggunaannya di masyarakat, budaya pada dasarnya adalah
sesuatu yang diwariskan, sehingga apabila ingin membentuk generasi muda yang berbudaya maka
perlu ditanamkan kecintaan kepada budaya tersebut oleh para orang tua dan pendahulunya agar
dapat dijadikan contoh dan tauladan bagi generasi penerusnya.

More Related Content

Bahasa indonesia dan kepunahan bahasa daerah

  • 1. BAHASA INDONESIA DAN KEPUNAHAN BAHASA DAERAH Indonesia adalah bangsa dengan masyarakat multikultural. Ia mewadahi perbedaan berbagai latar belakang budaya, bahasa, dan ciri kedaerahan yang dimiliki rakyat Indonesia. Salah satu ciri kedaerahan dan identitas budaya yang paling nampak dari suatu suku bangsa adalah bahasa asli atau bahasa kedaerahan yang dimiliki.Bahasa daerah memberi ciri pembeda bagi penuturnya, terlebih bahasa daerah yang menggunakan dialek khusus. Menggunakan bahasa daerah akan mempererat hubungan ke dalam antarmasyarakat suku tersebut. Namun, penggunaan bahasa daerah juga akan menimbulkan kesan inklusif dan memisahkan diri dari masyarakat umum. Di negara yang multikultur ini, interaksi antar suku dan budaya hampir tidak mungkin dihindari. Sifat inklusif yang dimunculkan kelompok tertentu hanya akan mempertajam perbedaan yang ada.Hal semacam inidapat berujung konflik dan perpecahan yang justru akan menghambat pembangunan negara. Keanekaragaman Sumber Daya Budaya Indonesia adalah potensi pembangunan yang besar. Namun, semua itu tidak akan terlaksana tanpa adanya rasa persatuan dan saling membangun antar suku dan etnis. Maka dari itu, rakyat Indonesia harus dibangkitkan rasa kebersamaan dan saling memilikinya. Diperlukan sebuah media yang mampu meluruhkan sekat-sekat antar kelompok, suku, dan etnis, sehingga dapat mempersatukan seluruh rakyat indonesia. Atas dasar keinginan mempersatukan masyarakat indonesia itulah, para pemimpin bangsa mempertimbangkan sebuah bahasa persatuan yang mampu merengkuh keseluruhan rakyat tanpa memandang suku dan latar belakang budayanya. Sebuah Lingual Franca bagi bangsa indonesia sebagai perwakilan dari sekian banyak bahasa yang dimiliki suku-suku di dalamnya. Indonesia memilih bahasa melayu sebagai bahasa nasional dengan sekian kali penyempurnaan. Bahasa Nasional atau Bahasa Negara memiliki kedudukan yang esensial karena mencakup lingkup penggunaan yang luas. Selain sebagai alat komunikasi publik dan bahasa resmi yang digunakan dalam berbagai kesempatan formal, bahasa indonesia juga digunakan sebagai pengantar pendidikan, serta memiliki peran sebagai media pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Dalam penggunaannya di masyarakat, bahasa indonesia hidup berdampingan dengan bahasa daerah. Namun bahasa daerah memiliki cakupan penggunaan yang jauh lebih kecil dari bahasa nasional karena tidak semua orang menguasai dan mengerti bahasa dari suku tersebut. Umumnya lingkup penggunaannya terbatas pada lingkungan keluarga, kelompok kekerabatan, dan masyarakat di sekitar suku itu berada. Bila dibandingkan dengan luasnya lingkup penggunaan bahasa indonesia yang mencakup berbagai bidang kehidupan dan semua lapisan masyarakat, bahasa nasional kemungkinan akan dapat menekan dan memperkecil penggunaan bahasa daerah. Kondisi seperti ini adalah ancaman yang nyata bagi bahasa daerah, terlebih bahasa-bahasa yang digunakan di suku kecil dan jumlah penuturnya sudah sangat berkurang karena proses pewarisan budaya yang tidak sempurna. Bahasa Indonesia sebagai selah satu alat pemersatu bangsa dimaksudkan untuk meminimalisir perbedaan antar kelompok. Namun sayangnya, keberadaan bahasa indonesia juga mengakibatkan ciri kebahasaan kelompok tersebut hilang secara perlahan. Situasi ini terjadi karena banyak
  • 2. masyarakat dari sebuah suku mengalami diglosia atas kehadiran bahasa indonesia. Mereka yang awalnya telah mengerti dan menguasai bahasa daerahmasing-masing diharuskan mempelajari dan menggunakan bahasa indonesia dalam kesehariannya. Diglosia terjadi kala bahasa indonesia digunakan lebih intens dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam lingkup keluarga dan masyarakat adat dimana semestinya bahasa daerah masih digunakan.Pergeseran peran ini akan mempersempit cakupan penggunaan bahasa daerah dan menekan keberadaannya di tengah masyarakat. Bahasa daerah dan bahasa indonesia tidak mungkin dipisahkan, karena keberadaannya yang saling mengisi.Namun hubungan ini beroposisi biner dan dapat mengarah pada persaingan dalam eksistensi bahasa. Bahasa Indonesia yang telah menjadi penghantar komunikasi seluruh rakyat indonesia akan dengan mudah menggeser penggunaan bahasa daerah di masyarakat. Bahasa daerah perlu dilestarikan agar tidak terjadi kepunahan. Menurut saya, pelestarian sebuah budaya, termasuk bahasa sebenarnya dapat dilakukan dengan sangat mudah dan tidak selalu harus menggunakan media yang rumit atau melaksanakan sesuatu yang muluk. Pelestarian budaya menurut saya paling efektif dilakukan dalam lingkup kecil seperti keluarga. Sebagai contoh, penggunaan bahasa daerah pada lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan bentuk-bentuk panggilan atau nama kecil yang digunakan di suku asalnya. Seperti suku jawa, ada yang menggunakan panggilan “denok” untuk anak perempuannya, suku batak yang memanggil “butet” kepada anaknya, suku sunda yang memanggil anak lelakinya “ujang”, dan masih banyak lagi contoh panggilan kecil yang digunakan dalam suku-suku tertentu. Penggunaan panggilan tersebut setidaknya akan memberikan identitas kepada sang anak bahwa ia merupakan anggota dari suku tertentu. Pengenalan bahasa daerah dalam lingkup keluarga juga dapat dilakukan dengan mengikutsertakan anak-anak dalam berbagai acara adat dan perkumpulan kekerabatan sehingga anak terbiasa mendengar penggunaan bahasa-bahasa daerah dalam kesehariannya. Terlepas dari masalah eksistensi dan penggunaannya di masyarakat, budaya pada dasarnya adalah sesuatu yang diwariskan, sehingga apabila ingin membentuk generasi muda yang berbudaya maka perlu ditanamkan kecintaan kepada budaya tersebut oleh para orang tua dan pendahulunya agar dapat dijadikan contoh dan tauladan bagi generasi penerusnya.