際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
Mewujudkan Hak-hak Rakyat:
Reformasi Penguasaan
Tanah & Pengelolaan Hutan
di Indonesia
JS Luwansa Hotel
and Convention Center
Jakarta
25-27
October 2017
Penyelenggara: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia
Bekerja sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk KeadilanTenurial
2
Editor	 : Dr. Ir. EkaW. Soegiri, MM
Penerbit	 : Direktorat PKTHA Dirjen PSKL KLHK
P
ascapenetapanhutanadatyangditandaidenganpenyerahandelapanSKHutan
Adat dan satu SK Pencadangan Hutan Adat oleh Presiden RI dipenghujung
tahun 2016 lalu, tren yang muncul akhir-akhir ini adalah euphoria kebangkitan
kembali MHA yang menuntut pengakuan eksistensi komunitas adat, wilayah adat
dan hutan adat. Sayangnya tuntutan akan pengakuan dimaksud tidak disertai
denganbekalyang cukup seperti adanya peraturan daerah, peta, dan bukti otentik
lain, sehingga hanya berakhir sebatas klaim dan tidak dapat diproses lebih lanjut
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Agar klaim komunitas adat terhadap wilayah adat dan hutan adatnya tidak
bertepuk sebelah tangan, maka pengakuan terhadap entitas adat dan wilayah
adatnya menjadi sangat penting. Logika berpikirnya adalah bagaimana mungkin
negara (pemerintah pusat) mengakui suatu komunitas adat beserta wilayah adat
dan hutan adatnya apabila pemerintah daerahnya sendiri belum memberikan
pengakuan secara legal formal (state recognition).
Hutan AdatWujud Rakyat Berdaulat
Bangsa Bermartabat
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
3
Dr. Ir. Eka Widodo Soegiri, MM,
lahir di Jakarta pada tanggal 09 Oktober 1957. Adalah
Sarjana Kehutanan dari Institusi Pertanian Bogor tahun 1981,
sedangkan pendidikan terkahirnya adalah Doktor Ilmu Sosial
dari Universitas Padjajaran Tahun 2007. Setelah pendidikan
formal yang bersangkutan juga mengikuti berbagai
pendidikan non formal baik di dalam maupun di luar negeri. Selama bekerja sebagai pegawai
negeri sipil, yang bersangkutan telah melewati berbagai jenjang karir mulai dari staf biasa
sampai kepada posisi dan jabatan strategis di Kementerian Kehutanan maupun Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Beberapa keberhasilan yang pernah dirumuskan oleh editor yaitu membidani: (1) Gerakan
Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM) yang dideklarasikan oleh Menteri Kehutanan
Republik Indonesia tahun 2005, sampai saat ini masil dilaksanakan di sekolah-sekolah, (2)
Gerakan Indonesia Menanam untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang dicanangkan
oleh Presiden SBY di Kemayoran-Jakarta tahun 2006, sampai saat ini juga masih terus
dilaksanakan dengan berbagai variannya. (3) Lahirnya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistim
Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang merupakan cikal bakal terbentuknya
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan. (4) Lahirnya PerPres No. 55 tahun
2010 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun di usia 56 tahun menjadi di usia 60 tahun. (5)
Lahirnya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS). (6) UU No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.
Berangkat dari realitas tersebut diatas, Direktorat Penanganan Konflik Tenurial
dan Hutan Adat memandang perlu untuk menyusun sebuah buku yang berisi
berbagai aspek tentang hutan adat, Masyarakat Hukum Adat, prosedur/tata cara
pengsulan hutan adat serta tak ketinggalan membahas tentang aspek Kearifan lokal
sebagai bagian dari Masyarakat Hukum Adat.
Kehadiran Buku Hutan Adat Wujud Rakyat Berdaulat Bangsa Bermartabat
diharapkan dapat menjadi media informasi dan panduan bagi semua pihak untuk
lebih memahami dan memulai proses usulan hutan adat sesuai peraturan dan
perundangan yang berlaku.
4
Pengarang	 : Noer Fauzi Rachman
Penerbit	 : INSIST
B
uku ini merekam lintasan perjalanan land reform semenjak Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Land reform, salah satu amanat Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA), dibekukan selama Orde Baru. Di masa akhir rezim otoriter Soeharto itu,
disusul pula pada rezim-rezim sesudahnya, mandat tersebut dihidupkan kembali
oleh kekuatan gerakan-gerakan agraria, para intelektual publik, dan para pejabat
yang peduli pada nasib rakyat miskin perdesaan. Buku ini menunjukkan secara
etnografis bagaimana cara-cara mereka berupaya membangkitan land reform
menjadi suatu program nasional untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial.
Land Reform &
Gerakan Agraria Indonesia
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
5
Noer Fauzi Rachman
Pengajar dan sekaligus pelajar ekologi politik, perubahan
agraria, kebijakan pertahanan, gerakan
sosial pedesaan, dan pendidikan populer. Ia memperoleh gelar
Ph.D di University of California,
Berkeley, USA, tahun 2011 dalam bidang Environmental
Science, Policy and Management (ESPM), dengan disertasiThe Resurgence of Land Reform
Policy and Agrarian Movements in Indonesia.
Ia menulis banyak buku, artikel dalam buku dan jurnal ilmiah (internasional maupun
berbahasa Indonesia), panduan latihan, dan opini di surat kabar. Sejumlah buku penting
yang dihasilkannya termasuk Petani dan Penguasa, Perjalanan Politik Agraria Indonesia
(1999, Cetakan kedua InsistPress 2017); Bersaksi untuk Pembaruan Agraria, Dari Tuntutan
Lokal ke Kecenderungan Global (2001, cetakan kedua, InsistPress 2017), serta Land Reform
dari Masa Ke Masa.
Perjalanan Kebijakan Pertanahan Indonesia 1945-2009 (cetakan kedua oleh STPN Press,
2012). Dua karya terakhirnya adalah buku Panggilan Tanah Air (cetakan kedua oleh Literasi
Press, 2016) dan Land Reform & Gerakan Agraria Indonesia.
6
Pengarang	 : 	Rikardo Simarmata dan Bernadinus Steni
Penerbit	 : 	Samdhana Institute, Pustaka Sempu
P
ersoalan subyek hukum masyarakat hukum adat (MHA) yang didengungkan
dalam Putusan MK 35/PUU-X/2012 meninggalkan debat hukum yang belum
sepenuhnya tuntas. Debat tersebut mencakup konsep dasar subyek hukum,
korelasinya dengan pengaturan masyarakat hukum adat saat ini, dan kontruksi
hukum secara prosedural yang barangkali bisa dibangun untuk menawarkan pilihan
prosedur yang secara hukum tepat dan dari segi proses, efisien.
Mengapa subyek hukum demikian penting, sehingga masih pantas dan relevan
untuk dibahas di tengah hiruk pikuk penetapan dan pengakuan masyarakat adat
yang saat ini berlangsung di berbagai daerah? Pertama-tama MHA diyakini sebagai
entitas yang terus berkembang dan bertransformasi dari waktu ke waktu yang akan
diikuti dengan makin majemuknya kebutuhan yang dia hadapi dalam pergaulan ke
dunia luar. Subyek hukum menjadi instrumen yang mutlak dipakai dalam pergaulan
hukum masa kini manakala MHA tampil sebagai pihak yang berhubungan hukum
MasyarakatHukumAdatSebagaiSubjekHukum:
KecakapanHukumMasyarakatHukumAdat
dalamLapanganHukumPrivatdanPublik
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
7
Bernadius Steni
Saat ini menjadi Ketua Board pada Perkumpulan untuk
Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis
(HuMa), Sekretaris Badan Pengurus Institut Penelitian Inovasi
Bumi (Inobu), Anggota Dewan Pengawas Yayasan Madani
Berkelanjutan, dan merupakan peneliti di Earth Innovation
Institute.
Selama lima tahun terakhir, Bernadius Steni memfasilitasi
rencana strategis Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2014,
melakukan land governance assesment untuk Kalimantan
Tengah, dan memfasilitasi persiapan kebijakan untuk program yuridiksi di Kalimantan
Tengah.
Rikardo Simarmata
Rikardo Simarmata adalah alumni FH UGM. Setelah lulus kuliah
terlibat sebagai peneliti ELSAM dan kemudian ikut membidani
pendirian HuMa. Hingga menjadi manajer HuMa.
Rikardo meraih PhD dari Universitas Leiden dengan disertasi
terkait manajemen Delta Mahakam dalam perspektif sosio-
legal. Saat ini dia menjadi pengajar di FH UGM sekaligus
Direktur Djojodiguno Institute. Dia juga menjadi Sekertaris
Badan Pengurus HuMa.
dengan pihak lain. Kedua, sumber daya yang melimpah yang dimiliki masyarakat
adat merupakan aset yang sewaktu-waktu akan menjadi obyek transaksi dengan
pihak lain. Dalam pelaksanaannya, hubungan dengan pihak lain itu membutuhkan
subyekhukumsebagaientitasyangtakterelakandalamhubunganekonomimodern.
Sebagai suatu masyarakat yang terus berkembang, relasi itu perlu diproyeksikan
sedinimungkinmelaluipenguatanhukumMHAyangsalahsatuwadahterpentingnya
adalah konstruksi subyek hukum. Pilihan subyek hukum yang tepat akan membantu
memperkuat tata kelola organisasi MHA, hubungan dengan pihak ketiga, dan juga
meningkatkan manfaat bagi MHA sendiri.
8
Pengarang	 : Hadi Daryanto
Penerbit	 : Hadi Daryanto
B
elajar masa depan hutan kita bias mengantar kita untuk membayangkannya
dan mewujudkannya seperti apa yang kita lakukan baik secara individu
atau kelompok, dan menapakinya secara pelan dan disiplin dalam kegiatan-
kegiatan yang begitu banyak. Seni dan inovasi memimpin dengan member ruang
dialog yang luas bagi masyarakat sipil menjadi kunci untuk merancang masa depan
hutan kita dan menapakinya secara lintas disiplin untuk mewujudkannya. Sekitar 81
(delapan puluh satu) akar masalah Perhutanan Sosial sebagai hasil dari grand desain
yang disusun bersama akan diusung untuk mewujudkan Masyarakat Setempat
menjadi mandiri secara ekonomi dan pada akhirnya mencapai darurat politik dalam
pengelolaan sumberdaya hutan kita, sekaligus menggerakan arah perubahan yang
mulai nampak di semua lapisan dalam paradigm baru pengurusan, pengelolaan
dan pemamfaatan hutan seperti diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945. Akhirnya
semua ini bermuara pada pengurangan ketimpangan, kemiskinan, ketimpangan
yang berpotensi merusak sendi-sendi bernegara dan berbangsa Indonesia. Hanya
Negaralah melalui Pemerintah yang sah yang bias mengatur ulang dan menata
kembali akses legal bagi para pihak, terutama yang lemah secara politik dan ekonomi
untuk mengelola dan memafaatkan Sumberdaya hutan kita.
Belajar dari Masa Depan Hutan
Kita: Seni Memimpin Perubahan
Untuk Perhutanan Sosial
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
9
Hadi Daryanto
adalah Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Indonesia. Dia sebelumnya adalah Sekretaris Jenderal
Kementerian Kehutanan dan Direktur Jenderal Bina Produksi
Kehutanan. Sebelum diangkat sebagai Sekretaris Jenderal,
Bapak Daryanto adalah Ketua Kelompok Kerja Produk
ASEAN di Panel Berbasis Kayu dan memegang posisi yang berbeda di dalam Kementerian
Kehutanan Indonesia. Ia memperoleh gelar PhD di bidang Ilmu dan Teknologi Kayu Lanjutan
dari E.N.S.E.M Grand cole Nancy / France pada tahun 1988.
10
Pengarang	 : M. Nazir Salim
Penerbit	 : STPN Press
L
arge-scale land acquisitions yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia sejak
akhir tahun 1970an menyasar pada wilayah-wilayah yang terbukti memiliki
kerentanan sosial ekonomi cukup tinggi. Pembangunan perkebunan sawit,
perkebunan kayu (HTI), dan tanaman pangan membutuhkan luasan lahan yang
besar, karena kepentingan terkait tersebut adalah pasar global. Kalimantan dan
Sumatera menjadi contoh yang sempurna di dalam praktik akusisi lahan dan
eksploitasi wilayah hutannya. Penggundulan hutan terus berlanjut akibat kebutuhan
suplai pasar akan bahan baku kertas, dan apa yang selama ini terjadi pada Riau
daratan kini juga merangsek wilayah Riau pinggiran (pulau). Hutan alam gambut
yang seharusnya dilindungi pun, oleh negara digadaikan kepada korporasi atas
nama pembangunan. Salah satunya adalah Pulau Padang yang dikonsesikan sejak
2009 dan menimbulkan gejolak di masyarakat karena wilayah Pulau Padang dengan
permukaan rendah sekaligus hutan gambut yang rentan. PT RAPP yang selama ini
Mereka yang Dikalahkan:
PerampasanTanah dan Resistensi
Masyarakat Pulau Padang
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
11
M. Nazir Salim,
lahir di Selatpanjang, sebuah kota kecil di Kabupaten Meranti,
Riau. SD-SMA diselesaikan di Selatpanjang, Kab. Meranti, Riau.
Tahun 2003 menyelesaikan studi strata 1 di Universitas Gadjah
Mada dan tahun 2008 lulus dari kampus yang sama untuk
program Pasca Sarjana Sejarah/Humaniora UGM. Sejak 2011
menjadi staf pengajar di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional,
Yogyakarta, dengan status sebagaiPegawai Negara. Sejak tahun 2011 aktif terlibat dalam
berbagai penelitian dengan fokus studi agraria. Beberapa hasil penelitian yang terpublikasi
di antaranya: Membayangkan Demokrasi, Menghadirkan Pesta, (Penerbit Ombak, 2013),
Keistimewaan Yogyakarta: Yang Diingat dan Yang Dilupakan (tulisan bersama, Ombak 2013),
MenjarahPulau Gambut: Konflik dan Ketegangan di Pulau Padang, (Jurnal Bhumi-JB 2013),
Politik dan Kebijakan Konsesi Perkebunan Sawit di Riau, (STPN Press, 2013),Membaca
Karakteristik Dan Peta Gerakan Agraria Indonesia, (JB, 2014),Memetakan Konflik dalam
Pengadaan Tanah Bandara Komodo2014, Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria:
Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria, 1948-1965, (STPN Press, 2015),Bertani Diantara
Himpitan Tambang: Belajar dari Petani Kutai Kartanegara(JB, 2016).Perampasan Tanah,
Reforma Agraria, dan Kedaulatan Pangan: Pentingnya Menyediakan Lahan untuk Kedaulatan
Pangan bagi Petani, (Prosiding Seminar Nasional, STPN-Universitas Trisakti, 2017). Penulis
bisa dihubungi via email: azet_r@yahoo.com
menguasai 300an ribu hektar lahan di Riau daratan kini mulai merambah wilayah
kepulauan, dan sebuah pulau kecil Pulau Padang menjadi targetnya. Beruntung
warga Pulau Padang bukanlah warga yang dengan mudah dikooptasi, terbukti
melakukan perlawanan yang cukup gigih. Sekalipun tidak berhasil mengusir RAPP
dari Pulau Padang, setidaknya memberikan pelajaran penting sekaligus memukul
mundur langkahnya. Perlawanan petani berhasil, konsesi dikurangi dan kebijakan
direvisi. Sejauh catatan sejarah, baru di Pulau Padang RAPP mendapat perlawanan
yang cukup keras dan menyentakkan.
12
Pengarang	 : Chandradewana Boer
Penerbit	 : Pusat Penelitian HutanTropis,
	 Universitas Mulawarman, Samarinda
K
ebijakan pemerintah, baik itu yang berhubungan langsung dengan sumberdaya
alam maupun kebijakan yang bersifat umum telah lebih banyak berdampak
negatif terhadap eksistensi dan keberlanjutan (sustainability) dari sumberdaya
hutan tropis di hampir semua propinsi di Indonesia, termasuk di Tahura Bukit Soeharto.
Dengan otonomi daerah diharapkan akan dapat mengurangi disparitas pembangunan
selama ini yang terkesan sangat dikhotomi antara pusat dan daerah. Namun demikian,
khususnya di bidang kehutanan otonomi terasa sangat tanggung diberikan dan
cenderung dipermainkan, bahkan ada yang mengatakan bahwa otonomi daerah yang
diberikan adalah otonomi setengah hati. Taman Hutan Raya Bukit Seoharto adalah areal
konservasi yang sudah carut-marut dan bahkan sebagian besarnya dapat dikatakan
sudah mengalami kerusakan yang parah dan memprihatinkan. Akar permasalahan dari
kawasan konservasi tersebut adalah bahwa kewenangan masih berada di tangan pusat,
Kajian Sosial Politik dan Degradasi Lingkungan
Keberadaan Kuasa Pertambangan
di Sekitar Hutan Pendidikan dan Penelitian
Universitas Mulawarman Bukit Soeharto
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
13
bahkan hutan pendidikan Unmul (HPPBS-Unmul) yang sudah dikeluarkan SK Mentrinya
pada tahun 2004 ternyata hanya memberikan kewenangan untuk pendidikan dan
penelitian saja.
Kekuatan pertumbuhan sosial masyarakat telah memicu degradasi lingkungan
hutan dengan begitu cepatnya, sehingga tanpa adanya keinginan untuk melakukan
antisipasi kepada pertumbuhan sosial kemasyarakatan dengan segala dampaknya,
maka kerusakan hutan akan terus berlanjut. Ranah politik dengan segala variasi dan
tingkatannya merupakan pemicu yang kuat pula dalam kontribusi kepada kerusakan
hutan dan lingkungan. Kampanye pilkada telah memberikan banyak sekali kerugian
kepada lingkungan hutan, dimana janji para politikus seolah-olah memberikan legalitas
teritorial kepada siapa saja yang memanfaatkan hutan di dalam kawasan konservasi
tersebut. Konflik atau sengketa yang terjadi semakin diperparah dengan tidak jelasnya
batas hutan yang menentukan kawasan hutan yang boleh dikelola dan mana yang
tidak boleh dikelola oleh masyarakat ataupun para pengusaha pertambangan dan
perkebunan. Kenyataannya sebagian besar masyarakatpun telah menghuni kawasan
hutan tersebut, baik sebagai tempat tinggal dan tempat mereka mengolah tanah
untuk berkebun dan bercocok tanam sejak lama. Profesionalitas pengelolaan kawasan
sangatlah ditentukan oleh seberapa besar kewenangan diberikan kepada pengelolanya.
Mempertahankan status kawasan hutan tanpa mempertahankan fungsinya tidak boleh
lagi dilakukan dengan berlama-lama. Departemen Kehutanan harus bekerja keras secara
professional, jelas dan terbebas dari alasan  alasan tumpang tindih kawasan, tumpah
tindih kepentingan dan luas areal yang terlalu besar.
Chandradewana Boer
pernah menjabat sebagai Ketua Laboratorium Konservasi
Hutan, pernah menjadi Dekan Fakultas Hutan Universitas
Mulawarman pada 2011-2012. Ia merupakan staf pengajar
Fakultas Kehutanan di Universitas Mulawarman bidang ahli
Konservasi Hutan.
14
Pengarang	 : 	Adi. D Bahri, Andreas Iswinarto,
		 Fathun Karib, Gutomo Bayu Aji,
		 Hariadi Kartodihardjo, Nana Ratnasari,
		 Noer Fauzi Rachman, Rina Mardiana,
		 Siti Maimunah
Penerbit	 : 	KonferensiTenurial 2017
90 karya pusaka agraria dan 64 resensinya,
serta analisis bagaimana pusaka agraria ini mempengaruhi bangsa Indonesia.
A
di D. Bahri, dkk. Buku ini adalah bagian produksi pengetahuan Konferensi Tenurial
2017 yang melibatkan akademisi, pengajar, aktivis dan lembaga penelitian
seperti LIPI dan Pusat Studi Agraria IPB. Buku berisi tentang 90 pustaka agraria
yang penting dan berpengaruh terhadap perjalanan agraria di Indonesia ini disiapkan
Konferensi Tenurial 2017 untuk menjadi kerja pendahuluan para pihak kembali menekuni
dan menghidupkan literasi tentang agraria. Buku dibagi dalam priodesasi kolonial, masa
Kemerdekaan, masa Soeharto dan masa Reformasi.
Buku ini menyerukan agar kerja-kerja menekuni Pusaka Agraria  tak boleh berhenti
di publikasi ini. Tapi harus dilanjutkan dengan membagun komunitas epistemik di
berbagai tempat dan dengan tekun mengumpulkan dan mendiskusikan karya-karya
pusaka agraria lainnya. Komunitas-komunitas ini bisa dipertemukan dalam waktu
Pusaka Agraria Indonesia,
Sebuah Kerja Pendahuluan
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
15
tertentu untuk saling bertukar dan merayakan pengetahuannya. Mungkin dengan cara
ini isu agraria bisa kembali menjadi pemikiran sebagian besar rakyat Indonesia, seperti
awalnya - dimulai saat hak atas tanah dan kehidupan dirampas di masa kolonial, menjadi
alasan lahirnya perlawanan dan tuntutan merdeka penduduk kepulauan musantara, dan
lahirnya negara Indonesia. Menampakkan (visible) Karya-karya pusaka agraria ini salah
satu cara untuk memerdekakan pikiran rakyat Indonesia.
Adi. D Bahri,
peneliti Sajogyo Institute dan PSA IPB
Andreas Iswinarto,
aktivis dan pelukis yang memberikan perhatian pada isu sumber daya alam dan kasus 65
Fathun Karib,
aktivis punk dan Mahasiswa S3 Sosiologi, Binghamton - State University of New York (SUNY)
Gutomo Bayu Aji,
peneliti LIPI
Hariadi Kartodihardjo,
Pengajar Institute Pertanian Bogor
Nana Ratnasari,
aktivis Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
Noer Fauzi Rachman,
Staf ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP)
Rina Mardiana,
Pusat Studi Agraria dan Pengajar IPB
Siti Maimunah,
Peneliti Sajogyo Institue dan aktivis JATAM
16
Pengarang	 : Dr. Andri G.Wibisana, S.H., LL.M.
Penerbit	 : Badan Penerbit FHUI
B
uku ini membedah upaya penegakan hukum melalui jalur perdata. Di dalamnya
dibahas tidak hanya berbagai hak gugat di Indonesia, tetapi juga dasar
pertanggungjawaban yang dapat digunakan. Hal terakhir ini lah yang menjadi titik
berat di dalam pembahasan buku ini. Pertanggungjawaban berdasarkan PMH dan strict
liability dibahas secara tuntas. Selain itu juga buku ini mencurahkan perhatiannya pada
persoalan pembuktian serta keterkaitan antara pertanggungjawaban perdata dengan
upaya pemulihan.
Buku ini juga mengupas berbagai putusan yang terjadi di Indonesia, dan kemudian
dibandingkan dengan praktek di beberapa negara lain. Salah satu kajian yang
memperoleh perhatian adalah penegakan hukum perdata atas kebakaran hutan dan
lahan di Indonesia. Dalam hal ini, buku ini menjelaskan hampir semua putusan pengadilan
terkait kebakaran hutan dan lahan.
Penegakan Hukum Lingkungan
Melalui Pertanggungjawaban Perdata
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
25-27 October 2017
JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta
17
Dr. Andri G. Wibisana, S.H., LL.M.
Penulis lahir di Garut, Jawa Barat. Menyelesaikan pendidikan
dasar dan menengah di kota kelahirannya tersebut. Penulis
memperoleh Sarjana Hukum (SH) dari Fakultas Hukum UI
tahun (1998), LLM (Master of Laws) dari Master Program on
Law and Economics, Utrecht University, Belanda (2002), dan
Doktor dari Maastricht University, Belanda (2008).
Sejak 1998, penulis menjadi dosen di Fakultas Hukum UI untuk mata kuliah Hukum
Lingkungan (S1) dan Hukum Administrasi Negara (S1). Dalam beberapa tahun terakhir,
penulis juga terlibat sebagai tim pengajar untuk mata kuliah lain di FHUI, di antaranya:
Hukum Lingkungan Internasional (S1 dan S2), Analisa Ekonomi atas Hukum (S1), Hukum
Perubahan Iklim (S1), Hukum Lingkungan (S2), dan Metode Penulisan Disertasi (S3). Pada
tahun 2011, penulis menjadi pengasuh mata kuliah The Economics of Public Law pada
European Master on Law and Economics, Erasmus University di Belanda. Pada tahun
2008-2010, penulis memperoleh grant penelitian postdoctoral dari KNAW (Akademi Ilmu
Pengetahuan Kerajaan Belanda). Selanjutnya, pada tahun 2013-2104 penulis memperoleh
beasiswa Fulbright untuk melakukan penelitian mengenai hukum perubahan iklim di
Columbia University, Law School, AS.
Penulis telah mempublikasikan tulisannya pada beberapa jurnal ilmiah, di antaranya: Jurnal
Hukum dan Pembangunan, Indonesia Law Review Georgetown International Environmental
Law Review, Asia Pacific Journal of Environmental Law, dan The Georgia Journal of
International and Comparative Law. Penulis juga telah menulis dan menjadi ko-editor untuk
buku: Regulating Disasters, Climate Chage and Environmental Harm: Lessons from the
Indonesian Experience [ko-editor dengan Michael Faure] (Cheltenham, UK: Edward Elgar,
2013), dan Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi, dan Studi Kasus [ko-editor dengan Laode M.
Syarif] (Jakarta: USAID, 2015).
Penulis bisa dihubungi di: mragw@yahoo.com.
catatan
catatan
KANTOR STAF PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
UNTUK KEADILAN TENURIAL
Penyelenggara: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia
Bekerja sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk KeadilanTenurial

More Related Content

Booklet 241017 rev 1

  • 1. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL Mewujudkan Hak-hak Rakyat: Reformasi Penguasaan Tanah & Pengelolaan Hutan di Indonesia JS Luwansa Hotel and Convention Center Jakarta 25-27 October 2017 Penyelenggara: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia Bekerja sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk KeadilanTenurial
  • 2. 2 Editor : Dr. Ir. EkaW. Soegiri, MM Penerbit : Direktorat PKTHA Dirjen PSKL KLHK P ascapenetapanhutanadatyangditandaidenganpenyerahandelapanSKHutan Adat dan satu SK Pencadangan Hutan Adat oleh Presiden RI dipenghujung tahun 2016 lalu, tren yang muncul akhir-akhir ini adalah euphoria kebangkitan kembali MHA yang menuntut pengakuan eksistensi komunitas adat, wilayah adat dan hutan adat. Sayangnya tuntutan akan pengakuan dimaksud tidak disertai denganbekalyang cukup seperti adanya peraturan daerah, peta, dan bukti otentik lain, sehingga hanya berakhir sebatas klaim dan tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Agar klaim komunitas adat terhadap wilayah adat dan hutan adatnya tidak bertepuk sebelah tangan, maka pengakuan terhadap entitas adat dan wilayah adatnya menjadi sangat penting. Logika berpikirnya adalah bagaimana mungkin negara (pemerintah pusat) mengakui suatu komunitas adat beserta wilayah adat dan hutan adatnya apabila pemerintah daerahnya sendiri belum memberikan pengakuan secara legal formal (state recognition). Hutan AdatWujud Rakyat Berdaulat Bangsa Bermartabat
  • 3. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 3 Dr. Ir. Eka Widodo Soegiri, MM, lahir di Jakarta pada tanggal 09 Oktober 1957. Adalah Sarjana Kehutanan dari Institusi Pertanian Bogor tahun 1981, sedangkan pendidikan terkahirnya adalah Doktor Ilmu Sosial dari Universitas Padjajaran Tahun 2007. Setelah pendidikan formal yang bersangkutan juga mengikuti berbagai pendidikan non formal baik di dalam maupun di luar negeri. Selama bekerja sebagai pegawai negeri sipil, yang bersangkutan telah melewati berbagai jenjang karir mulai dari staf biasa sampai kepada posisi dan jabatan strategis di Kementerian Kehutanan maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Beberapa keberhasilan yang pernah dirumuskan oleh editor yaitu membidani: (1) Gerakan Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM) yang dideklarasikan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia tahun 2005, sampai saat ini masil dilaksanakan di sekolah-sekolah, (2) Gerakan Indonesia Menanam untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden SBY di Kemayoran-Jakarta tahun 2006, sampai saat ini juga masih terus dilaksanakan dengan berbagai variannya. (3) Lahirnya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistim Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang merupakan cikal bakal terbentuknya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan. (4) Lahirnya PerPres No. 55 tahun 2010 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun di usia 56 tahun menjadi di usia 60 tahun. (5) Lahirnya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). (6) UU No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Berangkat dari realitas tersebut diatas, Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat memandang perlu untuk menyusun sebuah buku yang berisi berbagai aspek tentang hutan adat, Masyarakat Hukum Adat, prosedur/tata cara pengsulan hutan adat serta tak ketinggalan membahas tentang aspek Kearifan lokal sebagai bagian dari Masyarakat Hukum Adat. Kehadiran Buku Hutan Adat Wujud Rakyat Berdaulat Bangsa Bermartabat diharapkan dapat menjadi media informasi dan panduan bagi semua pihak untuk lebih memahami dan memulai proses usulan hutan adat sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.
  • 4. 4 Pengarang : Noer Fauzi Rachman Penerbit : INSIST B uku ini merekam lintasan perjalanan land reform semenjak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Land reform, salah satu amanat Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), dibekukan selama Orde Baru. Di masa akhir rezim otoriter Soeharto itu, disusul pula pada rezim-rezim sesudahnya, mandat tersebut dihidupkan kembali oleh kekuatan gerakan-gerakan agraria, para intelektual publik, dan para pejabat yang peduli pada nasib rakyat miskin perdesaan. Buku ini menunjukkan secara etnografis bagaimana cara-cara mereka berupaya membangkitan land reform menjadi suatu program nasional untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial. Land Reform & Gerakan Agraria Indonesia
  • 5. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 5 Noer Fauzi Rachman Pengajar dan sekaligus pelajar ekologi politik, perubahan agraria, kebijakan pertahanan, gerakan sosial pedesaan, dan pendidikan populer. Ia memperoleh gelar Ph.D di University of California, Berkeley, USA, tahun 2011 dalam bidang Environmental Science, Policy and Management (ESPM), dengan disertasiThe Resurgence of Land Reform Policy and Agrarian Movements in Indonesia. Ia menulis banyak buku, artikel dalam buku dan jurnal ilmiah (internasional maupun berbahasa Indonesia), panduan latihan, dan opini di surat kabar. Sejumlah buku penting yang dihasilkannya termasuk Petani dan Penguasa, Perjalanan Politik Agraria Indonesia (1999, Cetakan kedua InsistPress 2017); Bersaksi untuk Pembaruan Agraria, Dari Tuntutan Lokal ke Kecenderungan Global (2001, cetakan kedua, InsistPress 2017), serta Land Reform dari Masa Ke Masa. Perjalanan Kebijakan Pertanahan Indonesia 1945-2009 (cetakan kedua oleh STPN Press, 2012). Dua karya terakhirnya adalah buku Panggilan Tanah Air (cetakan kedua oleh Literasi Press, 2016) dan Land Reform & Gerakan Agraria Indonesia.
  • 6. 6 Pengarang : Rikardo Simarmata dan Bernadinus Steni Penerbit : Samdhana Institute, Pustaka Sempu P ersoalan subyek hukum masyarakat hukum adat (MHA) yang didengungkan dalam Putusan MK 35/PUU-X/2012 meninggalkan debat hukum yang belum sepenuhnya tuntas. Debat tersebut mencakup konsep dasar subyek hukum, korelasinya dengan pengaturan masyarakat hukum adat saat ini, dan kontruksi hukum secara prosedural yang barangkali bisa dibangun untuk menawarkan pilihan prosedur yang secara hukum tepat dan dari segi proses, efisien. Mengapa subyek hukum demikian penting, sehingga masih pantas dan relevan untuk dibahas di tengah hiruk pikuk penetapan dan pengakuan masyarakat adat yang saat ini berlangsung di berbagai daerah? Pertama-tama MHA diyakini sebagai entitas yang terus berkembang dan bertransformasi dari waktu ke waktu yang akan diikuti dengan makin majemuknya kebutuhan yang dia hadapi dalam pergaulan ke dunia luar. Subyek hukum menjadi instrumen yang mutlak dipakai dalam pergaulan hukum masa kini manakala MHA tampil sebagai pihak yang berhubungan hukum MasyarakatHukumAdatSebagaiSubjekHukum: KecakapanHukumMasyarakatHukumAdat dalamLapanganHukumPrivatdanPublik
  • 7. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 7 Bernadius Steni Saat ini menjadi Ketua Board pada Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), Sekretaris Badan Pengurus Institut Penelitian Inovasi Bumi (Inobu), Anggota Dewan Pengawas Yayasan Madani Berkelanjutan, dan merupakan peneliti di Earth Innovation Institute. Selama lima tahun terakhir, Bernadius Steni memfasilitasi rencana strategis Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2014, melakukan land governance assesment untuk Kalimantan Tengah, dan memfasilitasi persiapan kebijakan untuk program yuridiksi di Kalimantan Tengah. Rikardo Simarmata Rikardo Simarmata adalah alumni FH UGM. Setelah lulus kuliah terlibat sebagai peneliti ELSAM dan kemudian ikut membidani pendirian HuMa. Hingga menjadi manajer HuMa. Rikardo meraih PhD dari Universitas Leiden dengan disertasi terkait manajemen Delta Mahakam dalam perspektif sosio- legal. Saat ini dia menjadi pengajar di FH UGM sekaligus Direktur Djojodiguno Institute. Dia juga menjadi Sekertaris Badan Pengurus HuMa. dengan pihak lain. Kedua, sumber daya yang melimpah yang dimiliki masyarakat adat merupakan aset yang sewaktu-waktu akan menjadi obyek transaksi dengan pihak lain. Dalam pelaksanaannya, hubungan dengan pihak lain itu membutuhkan subyekhukumsebagaientitasyangtakterelakandalamhubunganekonomimodern. Sebagai suatu masyarakat yang terus berkembang, relasi itu perlu diproyeksikan sedinimungkinmelaluipenguatanhukumMHAyangsalahsatuwadahterpentingnya adalah konstruksi subyek hukum. Pilihan subyek hukum yang tepat akan membantu memperkuat tata kelola organisasi MHA, hubungan dengan pihak ketiga, dan juga meningkatkan manfaat bagi MHA sendiri.
  • 8. 8 Pengarang : Hadi Daryanto Penerbit : Hadi Daryanto B elajar masa depan hutan kita bias mengantar kita untuk membayangkannya dan mewujudkannya seperti apa yang kita lakukan baik secara individu atau kelompok, dan menapakinya secara pelan dan disiplin dalam kegiatan- kegiatan yang begitu banyak. Seni dan inovasi memimpin dengan member ruang dialog yang luas bagi masyarakat sipil menjadi kunci untuk merancang masa depan hutan kita dan menapakinya secara lintas disiplin untuk mewujudkannya. Sekitar 81 (delapan puluh satu) akar masalah Perhutanan Sosial sebagai hasil dari grand desain yang disusun bersama akan diusung untuk mewujudkan Masyarakat Setempat menjadi mandiri secara ekonomi dan pada akhirnya mencapai darurat politik dalam pengelolaan sumberdaya hutan kita, sekaligus menggerakan arah perubahan yang mulai nampak di semua lapisan dalam paradigm baru pengurusan, pengelolaan dan pemamfaatan hutan seperti diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945. Akhirnya semua ini bermuara pada pengurangan ketimpangan, kemiskinan, ketimpangan yang berpotensi merusak sendi-sendi bernegara dan berbangsa Indonesia. Hanya Negaralah melalui Pemerintah yang sah yang bias mengatur ulang dan menata kembali akses legal bagi para pihak, terutama yang lemah secara politik dan ekonomi untuk mengelola dan memafaatkan Sumberdaya hutan kita. Belajar dari Masa Depan Hutan Kita: Seni Memimpin Perubahan Untuk Perhutanan Sosial
  • 9. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 9 Hadi Daryanto adalah Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. Dia sebelumnya adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan dan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Sebelum diangkat sebagai Sekretaris Jenderal, Bapak Daryanto adalah Ketua Kelompok Kerja Produk ASEAN di Panel Berbasis Kayu dan memegang posisi yang berbeda di dalam Kementerian Kehutanan Indonesia. Ia memperoleh gelar PhD di bidang Ilmu dan Teknologi Kayu Lanjutan dari E.N.S.E.M Grand cole Nancy / France pada tahun 1988.
  • 10. 10 Pengarang : M. Nazir Salim Penerbit : STPN Press L arge-scale land acquisitions yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia sejak akhir tahun 1970an menyasar pada wilayah-wilayah yang terbukti memiliki kerentanan sosial ekonomi cukup tinggi. Pembangunan perkebunan sawit, perkebunan kayu (HTI), dan tanaman pangan membutuhkan luasan lahan yang besar, karena kepentingan terkait tersebut adalah pasar global. Kalimantan dan Sumatera menjadi contoh yang sempurna di dalam praktik akusisi lahan dan eksploitasi wilayah hutannya. Penggundulan hutan terus berlanjut akibat kebutuhan suplai pasar akan bahan baku kertas, dan apa yang selama ini terjadi pada Riau daratan kini juga merangsek wilayah Riau pinggiran (pulau). Hutan alam gambut yang seharusnya dilindungi pun, oleh negara digadaikan kepada korporasi atas nama pembangunan. Salah satunya adalah Pulau Padang yang dikonsesikan sejak 2009 dan menimbulkan gejolak di masyarakat karena wilayah Pulau Padang dengan permukaan rendah sekaligus hutan gambut yang rentan. PT RAPP yang selama ini Mereka yang Dikalahkan: PerampasanTanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
  • 11. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 11 M. Nazir Salim, lahir di Selatpanjang, sebuah kota kecil di Kabupaten Meranti, Riau. SD-SMA diselesaikan di Selatpanjang, Kab. Meranti, Riau. Tahun 2003 menyelesaikan studi strata 1 di Universitas Gadjah Mada dan tahun 2008 lulus dari kampus yang sama untuk program Pasca Sarjana Sejarah/Humaniora UGM. Sejak 2011 menjadi staf pengajar di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta, dengan status sebagaiPegawai Negara. Sejak tahun 2011 aktif terlibat dalam berbagai penelitian dengan fokus studi agraria. Beberapa hasil penelitian yang terpublikasi di antaranya: Membayangkan Demokrasi, Menghadirkan Pesta, (Penerbit Ombak, 2013), Keistimewaan Yogyakarta: Yang Diingat dan Yang Dilupakan (tulisan bersama, Ombak 2013), MenjarahPulau Gambut: Konflik dan Ketegangan di Pulau Padang, (Jurnal Bhumi-JB 2013), Politik dan Kebijakan Konsesi Perkebunan Sawit di Riau, (STPN Press, 2013),Membaca Karakteristik Dan Peta Gerakan Agraria Indonesia, (JB, 2014),Memetakan Konflik dalam Pengadaan Tanah Bandara Komodo2014, Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria, 1948-1965, (STPN Press, 2015),Bertani Diantara Himpitan Tambang: Belajar dari Petani Kutai Kartanegara(JB, 2016).Perampasan Tanah, Reforma Agraria, dan Kedaulatan Pangan: Pentingnya Menyediakan Lahan untuk Kedaulatan Pangan bagi Petani, (Prosiding Seminar Nasional, STPN-Universitas Trisakti, 2017). Penulis bisa dihubungi via email: azet_r@yahoo.com menguasai 300an ribu hektar lahan di Riau daratan kini mulai merambah wilayah kepulauan, dan sebuah pulau kecil Pulau Padang menjadi targetnya. Beruntung warga Pulau Padang bukanlah warga yang dengan mudah dikooptasi, terbukti melakukan perlawanan yang cukup gigih. Sekalipun tidak berhasil mengusir RAPP dari Pulau Padang, setidaknya memberikan pelajaran penting sekaligus memukul mundur langkahnya. Perlawanan petani berhasil, konsesi dikurangi dan kebijakan direvisi. Sejauh catatan sejarah, baru di Pulau Padang RAPP mendapat perlawanan yang cukup keras dan menyentakkan.
  • 12. 12 Pengarang : Chandradewana Boer Penerbit : Pusat Penelitian HutanTropis, Universitas Mulawarman, Samarinda K ebijakan pemerintah, baik itu yang berhubungan langsung dengan sumberdaya alam maupun kebijakan yang bersifat umum telah lebih banyak berdampak negatif terhadap eksistensi dan keberlanjutan (sustainability) dari sumberdaya hutan tropis di hampir semua propinsi di Indonesia, termasuk di Tahura Bukit Soeharto. Dengan otonomi daerah diharapkan akan dapat mengurangi disparitas pembangunan selama ini yang terkesan sangat dikhotomi antara pusat dan daerah. Namun demikian, khususnya di bidang kehutanan otonomi terasa sangat tanggung diberikan dan cenderung dipermainkan, bahkan ada yang mengatakan bahwa otonomi daerah yang diberikan adalah otonomi setengah hati. Taman Hutan Raya Bukit Seoharto adalah areal konservasi yang sudah carut-marut dan bahkan sebagian besarnya dapat dikatakan sudah mengalami kerusakan yang parah dan memprihatinkan. Akar permasalahan dari kawasan konservasi tersebut adalah bahwa kewenangan masih berada di tangan pusat, Kajian Sosial Politik dan Degradasi Lingkungan Keberadaan Kuasa Pertambangan di Sekitar Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas Mulawarman Bukit Soeharto
  • 13. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 13 bahkan hutan pendidikan Unmul (HPPBS-Unmul) yang sudah dikeluarkan SK Mentrinya pada tahun 2004 ternyata hanya memberikan kewenangan untuk pendidikan dan penelitian saja. Kekuatan pertumbuhan sosial masyarakat telah memicu degradasi lingkungan hutan dengan begitu cepatnya, sehingga tanpa adanya keinginan untuk melakukan antisipasi kepada pertumbuhan sosial kemasyarakatan dengan segala dampaknya, maka kerusakan hutan akan terus berlanjut. Ranah politik dengan segala variasi dan tingkatannya merupakan pemicu yang kuat pula dalam kontribusi kepada kerusakan hutan dan lingkungan. Kampanye pilkada telah memberikan banyak sekali kerugian kepada lingkungan hutan, dimana janji para politikus seolah-olah memberikan legalitas teritorial kepada siapa saja yang memanfaatkan hutan di dalam kawasan konservasi tersebut. Konflik atau sengketa yang terjadi semakin diperparah dengan tidak jelasnya batas hutan yang menentukan kawasan hutan yang boleh dikelola dan mana yang tidak boleh dikelola oleh masyarakat ataupun para pengusaha pertambangan dan perkebunan. Kenyataannya sebagian besar masyarakatpun telah menghuni kawasan hutan tersebut, baik sebagai tempat tinggal dan tempat mereka mengolah tanah untuk berkebun dan bercocok tanam sejak lama. Profesionalitas pengelolaan kawasan sangatlah ditentukan oleh seberapa besar kewenangan diberikan kepada pengelolanya. Mempertahankan status kawasan hutan tanpa mempertahankan fungsinya tidak boleh lagi dilakukan dengan berlama-lama. Departemen Kehutanan harus bekerja keras secara professional, jelas dan terbebas dari alasan alasan tumpang tindih kawasan, tumpah tindih kepentingan dan luas areal yang terlalu besar. Chandradewana Boer pernah menjabat sebagai Ketua Laboratorium Konservasi Hutan, pernah menjadi Dekan Fakultas Hutan Universitas Mulawarman pada 2011-2012. Ia merupakan staf pengajar Fakultas Kehutanan di Universitas Mulawarman bidang ahli Konservasi Hutan.
  • 14. 14 Pengarang : Adi. D Bahri, Andreas Iswinarto, Fathun Karib, Gutomo Bayu Aji, Hariadi Kartodihardjo, Nana Ratnasari, Noer Fauzi Rachman, Rina Mardiana, Siti Maimunah Penerbit : KonferensiTenurial 2017 90 karya pusaka agraria dan 64 resensinya, serta analisis bagaimana pusaka agraria ini mempengaruhi bangsa Indonesia. A di D. Bahri, dkk. Buku ini adalah bagian produksi pengetahuan Konferensi Tenurial 2017 yang melibatkan akademisi, pengajar, aktivis dan lembaga penelitian seperti LIPI dan Pusat Studi Agraria IPB. Buku berisi tentang 90 pustaka agraria yang penting dan berpengaruh terhadap perjalanan agraria di Indonesia ini disiapkan Konferensi Tenurial 2017 untuk menjadi kerja pendahuluan para pihak kembali menekuni dan menghidupkan literasi tentang agraria. Buku dibagi dalam priodesasi kolonial, masa Kemerdekaan, masa Soeharto dan masa Reformasi. Buku ini menyerukan agar kerja-kerja menekuni Pusaka Agraria tak boleh berhenti di publikasi ini. Tapi harus dilanjutkan dengan membagun komunitas epistemik di berbagai tempat dan dengan tekun mengumpulkan dan mendiskusikan karya-karya pusaka agraria lainnya. Komunitas-komunitas ini bisa dipertemukan dalam waktu Pusaka Agraria Indonesia, Sebuah Kerja Pendahuluan
  • 15. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 15 tertentu untuk saling bertukar dan merayakan pengetahuannya. Mungkin dengan cara ini isu agraria bisa kembali menjadi pemikiran sebagian besar rakyat Indonesia, seperti awalnya - dimulai saat hak atas tanah dan kehidupan dirampas di masa kolonial, menjadi alasan lahirnya perlawanan dan tuntutan merdeka penduduk kepulauan musantara, dan lahirnya negara Indonesia. Menampakkan (visible) Karya-karya pusaka agraria ini salah satu cara untuk memerdekakan pikiran rakyat Indonesia. Adi. D Bahri, peneliti Sajogyo Institute dan PSA IPB Andreas Iswinarto, aktivis dan pelukis yang memberikan perhatian pada isu sumber daya alam dan kasus 65 Fathun Karib, aktivis punk dan Mahasiswa S3 Sosiologi, Binghamton - State University of New York (SUNY) Gutomo Bayu Aji, peneliti LIPI Hariadi Kartodihardjo, Pengajar Institute Pertanian Bogor Nana Ratnasari, aktivis Rimbawan Muda Indonesia (RMI) Noer Fauzi Rachman, Staf ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Rina Mardiana, Pusat Studi Agraria dan Pengajar IPB Siti Maimunah, Peneliti Sajogyo Institue dan aktivis JATAM
  • 16. 16 Pengarang : Dr. Andri G.Wibisana, S.H., LL.M. Penerbit : Badan Penerbit FHUI B uku ini membedah upaya penegakan hukum melalui jalur perdata. Di dalamnya dibahas tidak hanya berbagai hak gugat di Indonesia, tetapi juga dasar pertanggungjawaban yang dapat digunakan. Hal terakhir ini lah yang menjadi titik berat di dalam pembahasan buku ini. Pertanggungjawaban berdasarkan PMH dan strict liability dibahas secara tuntas. Selain itu juga buku ini mencurahkan perhatiannya pada persoalan pembuktian serta keterkaitan antara pertanggungjawaban perdata dengan upaya pemulihan. Buku ini juga mengupas berbagai putusan yang terjadi di Indonesia, dan kemudian dibandingkan dengan praktek di beberapa negara lain. Salah satu kajian yang memperoleh perhatian adalah penegakan hukum perdata atas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Dalam hal ini, buku ini menjelaskan hampir semua putusan pengadilan terkait kebakaran hutan dan lahan. Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Pertanggungjawaban Perdata
  • 17. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL 25-27 October 2017 JS Luwansa Hotel and Convention Center, Jakarta 17 Dr. Andri G. Wibisana, S.H., LL.M. Penulis lahir di Garut, Jawa Barat. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di kota kelahirannya tersebut. Penulis memperoleh Sarjana Hukum (SH) dari Fakultas Hukum UI tahun (1998), LLM (Master of Laws) dari Master Program on Law and Economics, Utrecht University, Belanda (2002), dan Doktor dari Maastricht University, Belanda (2008). Sejak 1998, penulis menjadi dosen di Fakultas Hukum UI untuk mata kuliah Hukum Lingkungan (S1) dan Hukum Administrasi Negara (S1). Dalam beberapa tahun terakhir, penulis juga terlibat sebagai tim pengajar untuk mata kuliah lain di FHUI, di antaranya: Hukum Lingkungan Internasional (S1 dan S2), Analisa Ekonomi atas Hukum (S1), Hukum Perubahan Iklim (S1), Hukum Lingkungan (S2), dan Metode Penulisan Disertasi (S3). Pada tahun 2011, penulis menjadi pengasuh mata kuliah The Economics of Public Law pada European Master on Law and Economics, Erasmus University di Belanda. Pada tahun 2008-2010, penulis memperoleh grant penelitian postdoctoral dari KNAW (Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda). Selanjutnya, pada tahun 2013-2104 penulis memperoleh beasiswa Fulbright untuk melakukan penelitian mengenai hukum perubahan iklim di Columbia University, Law School, AS. Penulis telah mempublikasikan tulisannya pada beberapa jurnal ilmiah, di antaranya: Jurnal Hukum dan Pembangunan, Indonesia Law Review Georgetown International Environmental Law Review, Asia Pacific Journal of Environmental Law, dan The Georgia Journal of International and Comparative Law. Penulis juga telah menulis dan menjadi ko-editor untuk buku: Regulating Disasters, Climate Chage and Environmental Harm: Lessons from the Indonesian Experience [ko-editor dengan Michael Faure] (Cheltenham, UK: Edward Elgar, 2013), dan Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi, dan Studi Kasus [ko-editor dengan Laode M. Syarif] (Jakarta: USAID, 2015). Penulis bisa dihubungi di: mragw@yahoo.com.
  • 20. KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN TENURIAL Penyelenggara: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia Bekerja sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk KeadilanTenurial