4. Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn
yang berarti dengan, dan khronos yang berarti
waktu, masa. Dengan demikian, linguistik
sinkronis mempelajari bahasa sezaman. Fakta
dan data bahasa adalah rekaman yang diujarkan
oleh pembicara, atau bersifat horisontal.
Linguistik sinkronis adalah mempelajari bahasa
pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya
mempelajari bahasa Indonesia di masa
reformasi saja.
5. Sinkronis dapat dipahami seperti dalam
bahasa Perancis, tekanan selalu terletak di
suku kata terakhir, kecuali kalau suku kata
terakhir mengandung e pepet (seperti ).
Ini adalah fakta sinkronis, yakni suatu
hubungan antara himpunan kata bahasa
Perancis dan tekanan, tetapi fakta ini juga
berasal dari keadaan masa lalu (diakronis).
6. Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara
sinkronis amat perlu, meskipun beliau banyak
berkecimpung dalam kajian diakronis. Bahkan
baginya, kajian sinkronis bahasa mengandung
kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis
tidak. Bahkan bagi penggunanya, sejarah bahasa
tidak memberikan apa-apa kepada pengguna bahasa
mengenai cara penggunaan bahasa. Ada yang perlu
bagi pengguna bahasa, yaitu 辿tat de langue atau
suatu keadaan bahasa. Suatu keadaan bahasa
terbebas dari dimensi waktu dalam bahasa yang
justrumemiliki watak kesistematisan.
7. Kajian sinkronis justru lebih serius dan sulit.
Sistem keadaan bahasa sinkronik seperti
sistem permainan catur. Setiap buah catur
(setara dengan suatu unit bahasa) memiliki
tempat tersendiri dan memiliki keterkaitan
tertentu dengan buah lain, dan kekuatan serta
pola gerak/jalan tersendiri. tat de langue
adalah jaringan keterkaitan yang menentukan
nilai suatu elemen benar-benar tergantung,
langsung atau tak langsung pada nilai elemen-elemen
yang lain.
8. Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang
berarti melalui, dan khronas yang berarti waktu,
masa. Dengan demikian, yang dimaksud dengan
linguistik diakronis adalah subdisiplin linguistik yang
menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari masa
ke masa. Studi diakronis bersifat vertikal, misalnya
menyelidiki perkembangan bahasa Indonesia yang
dimulai sejak adanya prasasti di Kedukan Bukit
sampai kini.
9. Contoh yang lain terdapat dalam bahasa Jerman. Dalam
bahasa Jerman tinggi kuno, kata jamak gast, tuan rumah,
semula adalah gasti, dan jamak hant tangan semula adalah
hanti, dll. Akan tetapi, di kemudian hari, i- tersebut menjadi
umlaut yang mengakibatkan a menjadi e dalam suku kata
terdahulu: gasti menjadi gesti, hanti menjadi henti, tetapi
kemudian (lagi) i- kehilangan bunyinya dan menghasilkan
gesti menjadi geste, dst.
Akibatnya, sekarang terdapat kata G辰st: Gaste, H辰nd:
Hande, dan sejumlah besar kelompok kata yang
menampilkan bentuk jamak dan tunggal. Hal ini adalah
dimensi linguistik diakronis. Diakronis tidak mengubah
sistem karena kata yang berubah pun adalah sistem dalam
bentuk yang lain dengan sistem sebelumnya. Perubahan
kata terjadi di luar kemampuan siapa pun.
10. Ada kasus khusus dalam linguistik sinkronis dan diakronis, contoh:
pouter dalambahasa Yunani berarti kuda betina, sekarang pengertiannya
berubah menjadi tiang penunjang (jadi maknanya berubah). Kata
tersebut tetap, tetapi pengertian masyarakat akan kata itu yang
berubah. Jadi fakta historis atau diakronis mengikuti fakta sinkronis.
Oleh karena itulah, sinkronis menganggap gast beroposisi dengan g辰ste,
gebe beroposisi dengan gib, dst, sedangkan diakronis menganggap gast
berubah menjadi gaste. Diakronis hanya hadir dalam parole karena
segala perubahan pertama kali dilontarkan individu sebelum masuk
dalam kelaziman. Misalnya, bahasa Jerman memiliki: ich war, wir waren,
sedangkan bahasa Jerman kuno sampai abad XVI menafsirkannya: ich
was, wir waren dan dalam bahasa Inggris: I was, we were. Nah,
bagaimana terjadinya substitusi dari war ke was? Saussure mengatakan,
pasti ada beberapa orang yang terpengaruh oleh waren, kemudian
menciptakan war dengan jalan analogi. Ini adalah fakta dalam parole.
Karena kata tersebut sering diulang dan diterima oleh masyarakat, maka
kata tersebut menjadi fakta dalamlangue.
11. Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa, maka
yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet
peristiwa yang notabene merupakan parole.
Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan
di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat
oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu
menggantikan yang lain tanpa membentuk sistem di
antara mereka.
Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi
hubungan-hubungan logis dan psikologis yang
menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan
membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran
kolektif yang sama.