2. Membatik Tulis
Proses membuat batik secara tradisonal ini dari dahulu tidak
mengalami banyak perubahan sampai sekarang. Melihat dari bentuk
dan fungsinya peralatan batik ini cukup tradisional dan unik, sesuai
dengan caranya yang masih tradisional. Peralatan batik tradisional ini
merupakan bagian dari batik tradisional itu sendiri karena bila
dilakukan perubahan dengan menggunakan alat/mesin yang lebih
modern maka akan merubah nama batik tradisonal menjadi kain
motif batik. Hal ini menunjukkan bahwa cara membatik ini memiliki
sifat yang khusus dengan hasil seni batik tradisional. Bila dilihat dari
segi waktu dan jumlah yang dihasilkan yang sangat terbatas serta
hasil seni dari coretan canting pada kain mori akan menghasilkan
seni batik yang bernilai tinggi dan harga yang relatif mahal.
Adapun peralatan yang digunakan dalam membuat batik tulis adalah
sebagai berikut:
3. BANDUL
Bandul
Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi.
Fungsi pokok bandul ialah untuk menahan mori yang baru dibatik
agar tidak mudah tergeser ditiup angin, atau tarikan si pembatik
secara tidak disengaja. Jadi tanpa bandul pekerjaan membatik dapat
dilaksanakan.
4. CANTING
Canting
Canting merupakan alat untuk melukis atau menggambar dengan
coretanlilin malam pada kain mori. Canting ini sangat menentukan
nama batik yang akan dihasilkan menjadi batik tulis. Alat ini terbuat
dari kombinasi tembaga dan kayu atau bambu yang mempunyai sifat
lentur dan ringan.
6. GAWANGAN
Gawangan
Gawangan terbuat dari kayu atau bamboo yang mudah dipindah-
pindahkan dan kokoh. Fungsi gawangan ini untuk menggantungkan
serta membentangkan kain mori sewaktu akan dibatik dengan
menggunakan canting.
7. WAJAN
E. Wajan
Wajan ialah perkakas untuk mencairkan malam (lilin untuk
membatik). Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan
sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari
perapian tanpa mempergunakan alat lain. Oleh karena itu wajan yang
dibuat dari tanah liat lebih baik daripada yang dari logam karena
tangkainya tidak mudah panas. Tetapi wajan tanah liat agak lambat
memanaskan malam.
8. KOMPOR/ANGLO
Anglo/kompor
Anglo dibuat dari tanah liat, atau bahan lain. Anglo ialah alat perapian
sebagai pemanas malam. Kompor dibuat dari Besi dengan diberi
sumbu.. Apabila mempergunakan anglo, maka bahan untuk membuat
api ialah arang kayu. Jika mempergunakan kayu bakar anglo diganti
dengan keren; keren inilah yang banyak dipergunakan orang di desa-
desa. Keren pada prinsipnya sama dengan anglo, tetapi tidak
bertingkat
9. TEPAS
Tepas
Tepas ini tidak dipergunakan jika perapian menggunakan kompor.
Tepas ialah alat untuk membesarkan api menurut kebutuhan; terbuat
dari bambu. Selain tepas, digunakan juga ilir. Tepas dan ilir pada
pokoknya sama, hanya berbeda bentuk. Tepas berbentuk empat
persegi panjang dan meruncing pada salah satu sisi lebarnya dan
tangkainya terletak pada bagian yang runcing itu.
10. TAPLAK DAN KEMPLONGAN
. Taplak
Taplak berfungsi untuk menutup dan melindungi paha pembatik dari
tetesan lilin malam dari canting.
. Kemplongan
Kemplongan
Kemplongan merupakan alat yang terbuat dari kayu yang berbentuk
meja dan palu pemukul alat ini dipergunakan untuk menghaluskan
kain mori sebelum diberi pola motif batik dan dibatik.
11. MENGOLAH MORI SEBELUM
DIBATIK
A.Mencuci Mori
Sebelum dibatik mori harus diolah lebih dahulu. Baik buruknya pengolahan
akan menentukan baik buruknya kain. Pengolahan mori adalah sebagai
berikut: Mori yang sudah dipotong dipli-pit. Diplipit ialah dijahit pada bekas
potongan supaya benang pakan tidak terlepas. Benang pakan ialah benang
yang melintang pada tenunan. Setelah diplipit kemudian dicuci dengan air
tawar sampai bersih. Kalau mori kotor, maka kotoran itu akan menahan
meresapnya cairan lilin (malam yang dibatikkan) dan menahan cairan warna
pada waktu proses pembabaran. Di daerah Yogyakarta dan Surakarta mori
dijemur sampai kering setelah dicuci. Tetapi didaerah Blora, setelah dicuci
berih mori terus direbus.
Setelah wantu panas, mori bersih dimasukkan kedalamnya. Cara
memasukkan mori kedalam wantu mulai dari ujung sampai pangkal secara
urut. Rebusan memakan waktu beberapa menit. Mori kemudian diangkat dan
dicuci untuk menghilangkan kotoran sewaktu direbus.
12. B.Penjemuran Mori
Selesai dicuci barulah dijemur sampai kering. Mori menjadi lemas; kemudian
dikanji. Bahan kanji adalah beras. Didaerah Blora dipakai sembarang beras
asalkan putih. Beras direndam beberapa saat dalam air secukupnya;
kemudian beras bersama airnya direbus sampai mendidih. Air rebusan beras
diambil dan dinamakan tajin. Mori kering dimasukkan kedalam tajin sampai
merata; tanpa diperas langsung dijemur supaya kering. Akhirnya mori
menjadi kaku. Setelah mori lembab, kemudian dikemplong. Dikemplong
ialah dipukuli pada tempat tertentu dengan cara tertentu pula, supaya
benangbenang menjadi kendor dan lemas, sehingga cairan lilin dapat
meresap. Cara mengemplong mori. Disediakan kayu kemplongan sebagai
alas dan alu pemukul atau ganden (ganden ialah martil agak besar terbuat
dari kayu). Mori dilipat memanjang menurut lebarnya. Lebar lipatan lebih
kurang setengah jengkal; kemudian ditaruh diatas kayu dasar memanjang,
lalu dipukul-pukul. Jika perlu dibolak-balik agar pukulan menjadi rata.
13. C.Setelah dikemplong, tinggal menentukan motif batikan yang dikehendaki. Jika ingin
motif parang-parangan, atau motif-motif yang membutuhkan bidang-bidang tertentu,
maka mori digarisi lebih dahulu. Fungsi penggarisan ini hanyalah untuk menentukan letak
motif agar menjadi rapi (lurus). Pembatik yang sudah mahir tidak menggunakan
penggarisan. Besar kecilnya garisan tidak sama, tergantung pada motif rencana batikan.
Biasanya kayu garisan berpenampang bujursangkar.
Cara memindah kayu penggaris setelah garis pertama ke garis kedua ialah dengan
memutar kayu penggaris (membalik), tanpa mengang-katnya. Maka lebar sempitnya
ruang antara garis satu sama lain ditentukan oleh banyaknya putaran kayu penggaris.
Mori yang dibatik motif semen tidak perlu digarisi, langsung dirangkap dengan pola pada
muka mori sebaliknya. Setelah semua itu selesai, barulah dapat dimulai kerja membatik.
Mori yang sudah di kemplongi dan di garisi, apabila akan dibatik dengan motif jenis
parang-parangan atau motif lain yang membutuhkan bidang tertentu serta lurus,
umumnya dirujak. Dirujak artinya membatik tanpa mngunakan pola; orang yang
membatik demikian disebut ngrujak. Orang yang Ngrujak adalah orang yang sudah ahli.
Sedang orang yang baru taraf belajar atau belum lahir biasanya hanya nerusi atau
ngisen-ngiseni. Sedangkan membatikdengan mempergunakan pola sudah diterangkan
dimuka. Baik membatik rujak maupun membatik mempergunakan pola biasanya dilakukan
oleh orang-orang yang sudah ahli, sebab taraf permulaan ini merupakan penentuan
burukbaiknya bentuk batikan secara keseluruhan.
14. PERSIAPAN MEMBATIK
a. Keren, atau anglo dan wajan berisi malam harus sudah siap untuk mulai membatik.
Malam harus sempurna cairnya (malam tua). Supaya lancar keluarnya melalui cucuk
canting; selain itu malam dapat meresap dengan sempurna dalam mori. Api dalam anglo
atau keren harus dijaga tetap membara, tetapi tidak boleh menyala, karena berbahaya
kalau menjilat malam dalam wajan.
b. Mori yang sudah dipersiapkan harus telah berada diatas gawangan dekat keren, anglo.
Si pembatik duduk diantara gawangan dan keren atau anglo. Gawangan berdiri disebelah
kiri dan keren disebelah kanan pembatik. Orang yang pekerjaannya membatik disebut
pengobeng.
c. Setelah semuanya beres pembatik memulai tugasnya. Pertama memegang canting. Cara
memegang canting berbeda dengan cara memegang pensil, atau pulpen untuk menulis.
Perbedaan itu disebabkan ujung cucuk cantingbentuknya melengkung dan berpipa besar,
sedang pensil atau pulpen lurus. Memegang canting dengan ujung-ujung ibu jari, jari
telunjuk dan jari tengah seperti memegang pensil untuk menulis, tetapi tangkai canting
horizontal, sedangkan pensil untuk menulis dalam posisi condong. Posisi canting
demikian itu untuk menjaga agar malam dalam nyamplunga tidak tumpah.
d. Dengan canting itu pengobeng menciduk malam mendidih dalam wajan kemudian
dibatikkan diatas mori. Sebelum dibatikkan canting ditiup lebih dahulu cara meniuppun
dengan aturan tertentu, agar malam dalam nyamplungan tidak tumpah pada bibir
pengobeng.
Canting ditiup dengan maksud :
15. Meniup Canting
Untuk mengembalikan cairan malam dalam cucuk kedalam nyamplungan,
supaya tidak menetes sebelum ujung canting ditempelkan pada mori.
Untuk menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting; karena
cucuk canting yang berlumuran cairan malam akan mengurangi baiknya goresan,
terutama ketika permulaan canting diproseskan pada mori.
Untuk mengontrol cucuk canting dari kemungkinan tersumbat oleh kotoran
malam. Kalau tersumbat, maka cairan dalam nyamplungan tidak bersuara, karena
udara tidak dapat masuk. Maka lubang ujung cucuk ditusuk memakai ijuk, atau
serabut kelapa sampai masuk sepanjang cucuk. Biasanya sesudah ditusuk ditiup
kembali, atau langsung dibatikkan pada mori. Keitimewaan menusuk ialah memakai
tangan kiri dengan cara tertentu dalam waktu yang cepat.
Canting yang beres keadaannya baru digoreskan pada mori. Tangan kiri
terletak disebalik mori. Sebagai landasan (penguak) mori yang baru digores dengan
canting. Jika cari cairan malam dalam nyamplungan habis, atau kurang lancar
mungkin karena pendinginan, malam itu dikembalikan kedalam wajan; canting
dicidukkan pada cairan malam dalam wajan itu juga. Pengembalian cairan malam
yang sudah dingin tadi tidak besar pengaruhnya terhadap malam dalam wajan. Hal
itu dilakukan smpai selesai, dan termasuk nemboki
16. C. Membatik
Tahap-tahap membatik sepotong mori harus dikerjakan tahap demi
tahap. Setiap tahap dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda tetapi
sepotong mori tidak dapat dikerjakan beberapa orang bersamaan
waktu.
Tahap-tahap itu ialah :
17. a. Membatik Kerangka
membatik kerangka dengan memakai pola disebut mola, sedang
tanpa pola disebut ngrujak. Mori yang sudah dibatik seluruhnya
berupa kerangka, baik bekas memakai pola maupun dirujak, disebut
batikkan kosongan, atau disebut juga klowongan. Canting yang
dipergunakan ialah canting cucuk sedeng yang disebut juga canting
klowongan.
18. b. Ngisen-iseni
Ngisen-iseni dari kata isi, maka ngisen-iseni berarti memberi isi atau mengisi.
Ngisen iseni dengan mempergunakan canting cucuk kecil disebut juga canting isen
canting isen bermacam-macam. Tetapi sepotong mori belum tentu mempergunakan
seluruh macam canting isen, tetapi tergantung pada motif yang akan dibuat.Umpama
memerlukan bermacam-macam canting isen karena beraneka ragam. Tetapi
membatik harus satu persatu, dan setiap bagian harus selesai sebelum bagian lain
dikerjakan dengan canting lain misalnya kalau nyeceki (membuat motif yang terdiri
dari titik-titik), bagian cecekan harus selesai seluruhnya. Kegiatan mengerjakan
bagian-bagian mempunyai nama masing-masing; nama tersebut menurut nama
canting yang dipergunakan. Proses pemberian nama ialah dengan mengubah nama
benda (nama canting) menjadi kata kerja, sedang hasil kerjanya diambil dari nama
canting yang dipergunakan. Nama itu ialah : nyeceki yaitu mempergunakan canting
cecekan, hasilnya bernama cecekan. Neloni ialah mempergunakan canting Telon,
hasilnya disebut telon. Mrapati ialah mempergunakan Canting Prapatan, hasilnya,
dan seterusnya. Tetapi mempergunakan Canting Galaran atau Canting Renteng,
selalu disebut ngalari, dan tidak pernah disebut ngrentengi; sedang hasilnya selalu
disebut galaran, tidak pernah disebut rentengan. Cara penggunaan canting
bertahap itu banyak keuntungannya. Keuntungan pertama ialah canting dapat
dipergunakan bergantian dalam satu rombongan pengobeng (pembatik yang
berbeda-beda tugasnya (berbeda tahap batikan yang dikerjakan); Keuntungan kedua
kedua ialah mengurangi jumlah canting yang semacam meskipun anggota
pengobeng cukup banyak. Kalau dua orang bersamaan akan menggunkan canting
semacam, sedangkan cantinga hanya sebuah, maka salah satu dapat menundanya
dan mengerjakan bagian lain dengan canting lain. Demikian seterusnya. Batikkan
yang lengkap dengan isen-isen disebut reng-rengan. Oleh kaena namanya reng-
rengan maka pengobeng yang membatik sejak permuaan sampai penyelesaian
19. c. Nerusi
Nerusi merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan yang berupa
ngengrengan kemudian di balik permukaannya, dan dibatik kembali
pada permukaan kedua itu. Membatik nerusi ialah membatik
mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusnya. Nerusi
tidak berbeda dengan mola dan batikan pertama berfungsi sebagai
pola. Canting-cantingyang dipergunakan sama dengan canting
canting untuk ngengreng nerusi terutama untuk mempertebal
tembusan batikan pertama serta untuk memperjelas. Batikan yang
selesai pada tahap ini pun masih disebut ngengrengan. Pengobeng
yang membatik dari permulaan sampai selesai nerusi disebut
ngengreng
20. d. Nembok
Menembok
Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang
bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi kain. Maka bagian-bagian
yang tidak akan diberi warna, atau akan diberi warna sesudah bagian yang lain
harus ditutup dengan malam. Cara menutupnya seperti cara membatik bagian
lain dengan mempergunakan canting tembokan. Canting tembokan bercucuk
besar. Orang yang mengerjakan disebut Nembok atau nemboki dan hasilnya
disebut tembokan. Bagian yang ditembok biasanya disela-sela motif pokok.
Menembok biasanya mempergunakan malam kualitas rendah. Meskipun malam
penuh kotoran tetapi canting canting bercucuk besar tidak banyak terganggu.
Selain itu bagian tembokan cukup lebar dan tebal,sehingga kurang baiknya
malam untuk nembok dapat diatasi. Pada hakekatnya fungsi malam selain untuk
membentuk motif, juga untuk menutup pada tahap-tahap pemberian warna
kain, dimana warna itu sebagai pembentuk motif batik yang sesungguhnya.
Nembok hanya pada sebelah muka mori.
21. e. Bliriki
Mbliriki
Bliriki ialah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sungguh-sungguh. Bliriki
mempergunakan canting tembokan dan caranya seperti nemboki.
Apabila tahap terakhir ini sudah selesai berarti proses membatik selesai juga. Hasil Bliriki disebut
blirikan tetapi jarang disebut demikian, lebih biasa disebuttembokan. Memang membatik disebut
selesai apabila proses terakhir tadi selesai; atau kalau batikan tidak perlu ditembok,maka yang disebut
batikan selesai adalah sebelum ditembok. Pada jaman yang silam didaerah Surakarta, setiap selesai
tahap-tahap tadi, batikan dijemur sampai malam nya hampir meleleh.
Maksud penjemuran itu ialah agar supaya lilin pada mori tidak mudah rontok atau hilang. Sebab
malam (mendidih) waktu dipergunakan untuk membatik dan bersinggungan dengan mori dingin
akan membeku tiba-tiba karena proses kejut. Pembekuan malam demikian itu kurang baik, karena
batikan sering patah-patah dan malam mudah rontok.
Penjemuran
Tetapi jika dijemur,pemanasan terjadi secara merata, dan mori ikut terpanasi.Mori yang mengalami
pemanasan sinar matahari akan mengembang, dan mempunyai daya serap. Proses mengembang ini
memperkuat melekatnya malam yang mulai akan meleleh; sebelum malam itu meleleh batikan harus
diangkat dengan hati-hati ke tempat teduh.
Di tempat teduh, batikan secara serentak akan mendingin. Proses pendinginan ini pun ada
keuntungannya, karena antara mori dan malam saling memperkuat daya lekat. Selesailah kerja
membatik.
22. D. Mbabar
Pembabaran
Mbabar ialah proses penyelesaian dari batikan menjadi kain. Selesai batikan
dibliriki, meningkat pengerjaan selanjutnya, yaitu memproses menjadi kain.
Dibeberapa daerah cara mbabar pada garis besarnya sama.
Perbedaan hanyalah terletak pada perbandingan bahan adonan yang
dipergunakan. Ada suatu daerah dimana perbandingan bahan adonan sudah
tertentu sesuai dengan kain yang diinginkan. Tetapi ada pula daerah yang
mempergunakan perbandingan tidak menentu dan hanya berdasar perkiraan
menurut pengalaman. Selain itu perbedaan terletak pada jangka waktu yang
dibutuhkan setiap tahap-tahap mbabar. Ada pula yang mempergunakan
jangka waktu tertentu; tetapi ada pula yang berdasar perkiraan saja.
Perbedaan-perbedaan itu mempengaruhi kualitas kain yang diproduksi
setiap daerah. Hal itu tidak mustahil karena pada mbabar terdapat proses
kimia; sedang waktu adalah sangat besar pengaruhnya terhadap proses
kimia. Tetapi proses ini belum diketahui secara mendalam oleh para
pembabar masa silam.
1. Bahan Untuk Mbabar
Pada umumnya untuk mbabar batikan dipergunakan bahan hasil alam
dengan pengolahan sederhana. Memang bumi Indonesia kaya akan hasil
alam yang bermacam-macam.
23. a. Nila
Nila dari tumbuh-tumbuhan tarum (Jawa tom). Sudah sejak jaman purbakala
tarum dipakai untuk membuat warna pakaian. Nila dipergunakan untuk medel
batikan dengan campuran bahan yang lain.
b. Tebu
Tebu diambil gulanya atau tetes; sebagai campuran.
c. Kapur Sirih (Enjet)
Dipergunakan untuk campuran.
d. Tajin
Tajin ialah semacam kanji yang diambil dari air rebusan beras.
e. Soga
Soga nama tumbuh-tumbuhan dari keluarga papilionaceae dan mempunyai
warna kuning.
f. Saren
Saren dari kata sari berarti inti atau pati. Di Jawa terdapat istilah saren;yang
dimaksud adalah darah lembu (kerbau) yang dipotong dan dimasak. Di sini saren
adalah suatu ramuan, atau adonan dari beberapa bahan untuk mencelup batikan
sesudah disoga. Dan tahap ini adalah tahap menghilangkan malam, atau
mendekati penyelesaian
24. 2. Proses Mbabar Batikan Menjadi Kain.
Proses ini terbagi dalam beberapa tahap dan harus diselesaikan
secara urut. Kalau batikan sudah dibliriki, pekerjaan meningkat
kepada tahap pertama proses mbabar.
Tahap-tahap itu ialah :
25. A. Medel Dan Mbironi
Tahap Awal Pemedelan
Bahan pokok untuk medel ialah nila (tarum). Lebih dahulu disediakan air 24
pikul, satu pikul lebih kurang 40 liter. Sebuah jambangan diisi air 21 pikul
dan sebuah lagi tetap dikosongkan. Jambangan yang berisi air kemudian
diberi latak. Latak ialah endapan cairan nila. Banyaknya latak 3 pikul, diaduk
pagi dan sore selama 2 atau 3 hari. Pada pagi hari ke-3 atau 4, jika keadaan
latak dalam campuran tersebut sudah kelihatan hitam, maka air diatas
endapan diambil dan dipindah ke jambangan yang kosong. Endapan latak
campuran ditambah lagi dengan latak baru sebanyak 2 pikul dan gula tetes
sebanyak sebatok (batok yang dimaksud ialah tempurung kelapa belah dua
dan diambil dagingnya). Warna campuran akan menjadi kuning. Sore harinya
ditambah lagi dengan nila yang amat hitam sebanyak 1,5 pinggan besar
(pinggan ialah mangkok besar).
26. Perendaman Pemedelan
Keesokan harinya, kira jam 6.00, nila dalam jambangan sudah dapat dimasuki batikan.
Nila sebanyak itu diperuntukkan bagi batikan sebanyak 30 potong, masing-masing 2,5
kacu. Pencelupan ini memakan waktu kira-kira 2 jam; setelah itu diangkat dari rendaman
dan ditaruh pada suatu sampiran tanpa dibentangkan, sampai air tidak menetes (atus).
Pengangkatan dari rendaman dan penempatan sampai atus disebut kasirep (kasirep
dari kata sirep kurang lebih berarti reda). Jika sudah atus atau tidak menetes airnya,
kemudian dimasukkan ke dalam nila kembali selama dua jam : setelah itu diangkat dan
dijemur sampai kering. Pengangkatan kedua dan penjemuran sampai kering disebut
kageblogi( kageblogi dari kata geblok berarti suatu cara memukul, atau suatu ukuran
kelompok).
Setelah batikan kering, dimasukkan lagi ke dalam nila. Pekerjaan ini dilakukan beberapa
kali sampai batikan mencapai warna hitam. Kalau batikan sudah berwarna hitam, barulah
kerja tersebut berhenti. Nila bekas pencelupan segera ditambah dengan endapan nila
sebanyak 1,5 pinggan besar. Penambahan ini disebut nglawuhi (nglawuhi dari kata lawuh
berarti lauk pauk untuk makan). Tetapi arti atau fungsi nglawuhi dalam proses mbabar
kain ini adalah sebagai penyempurna. Sekarang nila berwarna kuning. Kalau terlalu kuning
akan berbahaya sebab dapat merontokkan malam, sedangkan tugas malam pada mori
belum selesai. Warna terlalu kuning disebabkan kurang enjet (kapur sirih). Tetapi jika
terlalu banyak enjet, warnanya akan menjadi hijau, tidak dapat untuk menghitamkan
batikan. Untuk mengembalikan warna menjadi kuning, cukuplah diberi cuka Jawa atau
gula tetes. Seandainya belum juga kuning, diberi gula tebu dan asam sampai warna
berubah menjadi kuning kembali sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu batikan
27. Pengerokan
Sekarang batikan sungguh-sungguh berwarna hitam. Setelah cukup batikan
diangkat dan dicuci dalam air tawar dan dikeringkan pada tempat teduh. Batikan
yang sudah kering direndam dalam air tawar sampai malam bluduk (bluduk
ialah seperti keadaan akan rontok). Malam pada batikan reng-rengan dan
terusan dikerok memakai alat tertentu sampai bersih; sedangkan malam pada
tembokan dan blirikan tidak dikerok. Batikan yang sudah dikerok terus dibilasi
(dibilasi ialah pencucian yang kedua kali) sampai air cucian kelihatan bersih, dan
dikeringkan kembali pada tempat yang teduh. Setelah batikan kering, lalu dikanji
memakai tajin busuk (basi) dengan gula tebu. Perbandingan campuran ialah 3
gelas tajin dengan gula seberat 3 buah uang sen. Setelah dikanji batikan
dikeringkan kembali. Sesudah kering dibironi pada bagian-bagian yang
membutuhkan warna biru (dibironi diberi warna biru). Sebelum dibironi, bagian-
bagian yang tidak membutuhkan warna biru ditutup dengan malam. Cara
menutup seperti membatik tembokan dan bliriki. Selesai dibironi, meningkat ke
tahap ketiga yaitu di soga.
Pembilasan
Kemudian batikan dibironi. Reng-rengan batikan dikerok sampai bersih seperti
cara yang sudah diterangkan. Sesudah dikerok terus dicuci dan dikeringkan,
atau tanpa dikeringkan langsung disekuli, yaitu dicelupkan dalam tajin;
kemudian dikeringkan. Apabila sudah kering, terus dibironi. Perbedaan dengan
cara di atas ialah tanpa mengalami pengeringan yang pertama. Selain itu
perbandingan bahanbahanramuan nila tidak tentu, tetapi tergantung dari
perkiraan yang mengerjakan. Hal itu mungkin merupakankekalahan dalam tahap
wedelan.
28. B. Nyoga
Melipat Wiru Batik
Sesudah dibironi dan kering, batikan itu disoga. Caranya : Batikan diwiru,
yaitu dilipat bolak-balik (lipatan spiral). Selesai diwiru, dima-sukkan ke
dalam wadah yang berisi soga hangat, ditekan-tekan sedemikian rupa agar
merata. Sesudah cukup rata diangkat, dan disampirkan diatas wadah
tersebut, supaya soga dapat menetes kembali ke dalam wadah tadi. Jika
cairan soga tidak menetes lagi, maka batikan dijemur pada sinar matahari
sampai setengah kering, kemudian dipindah ke tempat teduh sampai kering.
Sampai disini barulah satu tahap nyoga; sedang penggunaan masing-masing
soga akan berbeda pula tingkat-tingkatnya.
Setelah selesai menyoga, segera batikan disareni. Kapur dan gula tebu
dituangi air jambangan, diaduk sampai hancur. Sesudah mengendap, maka
air rendaman dituangkan dalam kenceng. Batikan dimasukkan dalam
kenceng sampai merata; kemudian diangkat sampai atus. Sesudah atus,
terus dipukul-pukul dalam air panas supaya malam hilang. Memukulkan
pada air panas disebut nglorot atau nglungsur. Setelah batikan dilorot
terus dicuci dan dijemur. Penjemuran batikan itu disebut dikemplang.
Sampai tahap ini disebut ambabar. Setiap pagi hari batik yang sudah
berupa kain itu diembun-embunkan. Selesailah proses mbabar batikan.
29. JIKA INGIN LEBIH MODERN INI
CARA YG LAIN
Peralatan yg diperlukan:
1. Kain Mori (bias terbuat dari sutra, katun, atau campuran kain polyester)
2. Pensil
3. Canting (bias dikatakan ini adalah alat tulis batik)
4. Gawangan (tempat sampiran kain ketika membatik)
5. Lilin cair
6. Panci kecil (untuk tempat lilin)
7. Kompor kecil (untuk memanaskan lilin)
8. Larutan pewarna
30. Berikut Adalah Tahapan-Tahapan Membuat Baju Batik Tulis:
Pertama, kita buat dahulu desain batik dgn menggunakan pensil. Desain
batik ini disebut molani. Untuk pebatik yg expert, dia bisa membuat motif
batik sendiri, tapi untuk pemula disarankan untuk mengikuti motif-motif umum
yg telah ada saja dahulu.
Setelah pembuatan molani selesai, langkah selanjutnya adalah melukis
dgn lilin cair dgn menggunakan canting dgn mengikuti pola yg tadi dibuat.
Tutup dgn lilin bagian-bagian yg akan tetap tidak berwarna. Gunakan
canting pada bagian yg mendetail, dan gunakan kuas pada area yg besar.
Tahap keempat adalah proses pewarnaan dgn cara mencelupkan kain
tersebut ke larutan pewarna tertentu.
Jemur kain yg telah dicelupkan tadi sampai kering.
Jika kita menginginkan beberapa warna pada batik yg kita buat, maka
proses 3, 4, dan 5 bisa diulang beberapa kali tergantung jumlah warna yg kita
inginkan.
Setelah itu adalah proses nglorot, dimana kain yg telah berubah warna
tadi direbus dgn air panas. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lapisan
lilin sehingga motif yg telah digambar menjadi terlihat jelas.
Kain batik tadi tentu perlu dicuci supaya bersih, ini adalah proses terakhir
dari pembuatan batik yaitu mencuci kemudian keringkan dgn cara dijemur.